BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kota Malang merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang terletak pada posisi 112°37' 47,73" - 112°38' 44,01" Bujur Timur dan 7°56' 45,65"- 7°59'5.89" Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Malang sebesar 110,06 km2 yang terbagi dalam
lima kecamatan yaitu Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen,
Blimbing dan Lowokwaru. Menurut hasil Sensus Penduduk pada tahun 2010, penduduk Kota Malang sebanyak 820.243 jiwa
dengan
laju
pertumbuhan
penduduk sebesar 0,86 % dan kepadatan penduduk sebesar 7.453/km2 . Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Klojen yakni sebanyak 12.006 orang per kilo meter persegi (Pemerintah Kota Malang ,2011). Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi menimbulkan berbagai permasalahan
terutama
permasalahan
lingkungan,
salah
satunya
adalah
munculnya permukiman-permukiman kumuh di bantaran Sungai Brantas. Permukiman kumuh tersebut muncul dikarenakan peningkatan jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan peningkatan daya tampung lingkungan dan juga keterbatasan ekonomi. Permukiman tersebut berada pada kawasan rawan banjir, dan cenderung menjadi
kumuh.
Hal
ini
akibat
ketidakmampuan
penduduk
golongan
berpendapatan rendah untuk membeli rumah. Sebagai alternatif untuk mendapatkan tempat berlindung yang dekat dengan tempat kerja, maka
1
2
permukiman dibangun di kawasan marginal seperti lahan di bantaran sungai (Wicaksono,2011). Menurut Sueca (2004) adanya kawasan permukiman kumuh, merupakan satu indikasi kegagalan didalam menyediakan rumah yang layak bagi seluruh golongan penduduk. Munculnya permukiman kumuh pada bantaran Sungai Brantas di Kota Malang tentunya tidak lepas dari penurunan kualitas air sungai akibat aktivitas penduduk sekitar. Penduduk di sekitar Sungai Brantas cenderung memanfaatkan sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus tanpa melalui sanitasi pembuangan limbah rumah tangga yang teratur. Kondisi Sungai Brantas pada daerah hulu saat ini perlu mendapatkan perhatian khusus
karena fungsinya sangat besar bagi kehidupan penduduk.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nugrahany dkk pada tahun 2012, Sungai Brantas bagian hulu menerima sekitar 22.054 kg TSS (total suspended solid) per hari dengan kemampuan untuk melakukan self purification 68%. Tingkat pencemaran sungai ini diduga telah melewati daya tampung sungai dan berpengaruh
negatif terhadap kehidupan biota perairan,
serta kesehatan
penduduk yang memanfaatkan air sungai. Bahan pencemar berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah taman rekreasi, limbah pasar, limbah hotel, limbah rumah sakit, dan limbah industri. Berdasarkan indikator kualitas air, menurut Yetti (2007) pada tahun 2003 Sungai Brantas mempunyai pH 7,8, kandungan nitrit sebesar 3,79 mg/L dan fosfat sebesar 0,5mg/L. Pada tahun 2004, BOD Sungai Brantas sebesar 18, 83 Mg/L dan COD 39,59 Mg/L, yang masing-masing diatas ambang batas baku mutu yang ditetapkan yaitu BOD 3 Mg/L dan COD 25 Mg/L. Hasil penghitungan
3
secara statisik (metode STORET), menunjukkan bahwa Kali Brantas di daerah hulu dan tengah (mulai dari jembatan pendem kota batu sampai dengan DAM Lengkong) berada pada kondisi tercemar sedang dan di hilir (mulai dari DAM lengkong hingga pecah menjadi Kali Surabaya dan Kali Porong sampai ke muara) tercemar berat (BLH Jawa Timur,2011). Dalam Laporan Kegiatan 2009 Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan tentang Pengelolaan Kualitas Air, Sungai Brantas dimasukkan dalam status cemar berat dan sedang (mengacu pada status mutu air kelas II PP No 82/2001). Fakta ini diperkuat dengan data kajian Perum Jasa Tirta (PJT) I Malang yang menyimpulkan bahwa Kali Brantas bagian hulu (Malang sampai Tulungagung) ditinjau dari parameter BOD (biochemical oxygen demand) 10 dari 15 lokasi pemantauan belum memenuhi baku mutu air sungai kelas II (Perum Jasa Tirta 1, 2011). Salah satu kegiatan penduduk permukiman kumuh yang menjadi permasalahan, adalah pembuangan limbah deterjen langsung ke badan sungai. Konstituen bahan aktif deterjen adalah berupa surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active agents. Surfaktan merupakan bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antarmuka fasa (baik cairgas maupun cair-cair). Jenis surfaktan yang paling banyak digunakan dalam deterjen adalah tipe anionik dalam bentuk sulfat (SO4 2–) dan sulfonat (SO3–). Keberadaan deterjen di perairan tidak hanya mengganggu ekosistem perairan tersebut karena sifat deterjen yang sulit didegradasi oleh bakteri, namun juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Yudo,2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan Linfield (1976) dalam Suyarso dan TjuTju (2008), bahwa dalam
4
batas-batas konsentrasi tertentu deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan perairan,
karena deterjen tersebut bersifat melarutkan bahan yang bersifat
karsinogen (misalnya 3,4 benzopiren) sehingga menimbulkan gangguan terhadap masalah kesehatan. Deterjen juga mengandung fosfat yang berfungsi sebagai pengisi deterjen dan mencegah kotoran kembali menempel ketika pakaian dicuci, Fosfat merupakan salah satu zat esensial yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya. Semakin banyak fosfat yang berada di perairan maka keberadaan fitoplankton pun semakin melimpah atau biasa disebut blooming (peledakan populasi). Fitoplankton yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air yang akan menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan (Suyarso dan Tjutju, 2008). Oleh karena itu kelimpahan fitoplankton dapat dijadikan bioindikator adanya pencemaran organik khususnya fosfat pada suatu perairan.
1.2 Rumusan Masalah Dengan dijadikannya Sungai Brantas sebagai salah satu sungai strategis nasional dan fungsi Sungai Brantas di Kota Malang sebagai hulu dari DAS Brantas,
permasalahan lingkungan tersebut menjadi latar belakang utama
penelitian ini. Selain itu Pemerintah Kota Malang belum mempunyai data terkini mengenai pencemaran deterjen dan fosfat yang dambil di permukiman kumuh bantaran Sungai Brantas. Data tersebut
dapat digunakan sebagai dasar
5
pengambilan tindakan dan penanggulangan pencemaran. Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : a. Apakah
konsentrasi
deterjen dan fosfat pada sungai di sekitar
permukiman kumuh bantaran sungai Brantas di Kota Malang telah melebihi batas ambang baku mutu limbah cair ? b. Bagaimana perbandingan
rata-rata
penggunaan deterjen, di setiap
wilayah penelitian pada sungai sekitar permukiman kumuh bantaran Sungai Brantas Kota Malang ? c. Bagaimana pengaruh pencemaran deterjen dan fosfat
terhadap sifat
fisika kimia air sungai dan organisme perairan (fitoplankton) sebagai bioindikator pencemaran organik?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a.
Mengkaji
konsentrasi
deterjen dan fosfat pada sungai di
sekitar
permukiman kumuh bantaran sungai Brantas Kota Malang. b.
Mengkaji perbandingan jumlah penggunaan deterjen di setiap wilayah penelitian pada sungai sekitar
permukiman kumuh bantaran Sungai
Brantas Kota Malang. c.
Mengkaji pengaruh pencemaran kimia air sungai dan
deterjen fosfat terhadap sifat fisika
organisme perairan (fitoplankton) sebagai
bioindikator pencemaran organik.
6
1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai data dan acuan untuk mendukung program-program konservasi daerah aliran Sungai Brantas khususnya di daerah hulu sungai. 2. Sebagai data dan acuan untuk mendukung program-program penyehatan lingkungan permukiman kumuh. 3. Sebagai dasar usulan pembangunan Instalansi Pengelolaan Air Limbah di setiap Kelurahan/ Kecamatan yang berdekatan dengan permukiman kumuh bantaran sungai brantas. 4. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian serupa khususnya tentang pencemaran daerah aliran sungai.
1.5 Batasan Penelitian Mengingat penelitian ini dapat sangat luas cakupannya, maka peneliti membatasi mengenai lokasi penelitian dan pembahasan agar penelitian ini tidak melebar sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda. Penelitian ini terbatas pada total deterjen dan fosfat yang berasal dari limbah domestik permukiman kumuh bantaran Sungai Brantas, Kota Malang. Sumber deterjen yang dikaji dalam penelitian ini hanya jenis deterjen yang digunakan untuk mencuci pakaian. Pengambilan sampel dilakukan dengan memenggal sebagian Sungai Brantas di Kota Malang yang terdapat permukiman kumuh dan membaginya ke dalam 3 wilayah penelitian. Wilayah penelitian I sebagai hulu atau awal mula adanya permukiman kumuh, wilayah penelitian II sebagai tengah sungai dan wilayah penelitian III sebagai hilir yaitu akhir dari permukiman kumuh yang ada di Kota Malang.
7
Kondisi fisika, kimia dan biologis yang diukur sebagai data pelengkap penelitian ini adalah DO, suhu, pH, turbiditas atau kekeruhan, dan fitoplankton sebagai bioindikator pencemaran fosfat. Sampel diambil pada salah satu hari dalam satu minggu, dengan asumsi bahwa kegiatan mencuci penduduk permukiman tidak tergantung hari tertentu.
Fluktuasi air sungai pada saat
pengambilan sampel juga dianggap sama namun tetap memperhitungkan waktu sampainya limbah deterjen di setiap titik pengambilan sampel. Penelitian ini membahas konsentrasi deterjen dan fosfat yang berada di perairan sekitar permukiman kumuh Sungai Brantas dengan membandingkannya dengan Baku Mutu Limbah Cair Kelas II berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur No.45 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001. Selain itu rata-rata penggunaan deterjen dibandingkan di setiap wilayah penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah penggunaan deterjen dan konsentrasi deterjen fosfat. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi deterjen fosfat terhadap perubahan sifat fisika, kimia dan biologis air sungai dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.
1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pencemaran perairan terutama yang berkaitan dengan pencemaran domestik dan penggunaan bioindikator untuk mengetahui kualitas perairan
telah banyak dilakukan
namun penelitian ini memiliki
perbedaan ditinjau dari tujuan, metode, lokasi dan juga sumber data yang digunakan.
8
Handayani Dkk (2011) yang meneliti tentang penentuan status kualitas perairan sungai Brantas hulu dengan biomonitoring makrozoobentos. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat klasifikasi Sungai Brantas bagian hulu berdasarkan komunitas hewan makrozoobentosnya serta menentukan status kualitas perairan Sungai Brantas akibat buangan organik (diffuse source pollution dan non point source pollution) di sungai bagian hulu. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Juli 2000, pada 8 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun pengamatan ini berdasarkan tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Brantas bagian hulu. Pengambilan sample kualitas air dan makrozoobentos masingmasing dilakukan setiap bulan selama 5 bulan. Untuk mengklasifikasikan sungai Brantas bagian hulu berdasarkan makrozoobentos digunakan FORTRAN program TWINSPAN, sedangkan untuk menentukan status perairannya digunakan Indeks BMWP. Yudo (2010) tentang kondisi kualitas air Sungai Ciliwung ditinjau dari parameter organik, amoniak, fosfat, deterjen dan bakteri E.coli . Tujuan dari tulisan ini adalah melakukan analisa dan evaluasi terhadap kondisi pencemaran air limbah domestik di sepanjang Sungai Ciliwung wilayah Jakarta serta memberikan suatu alternatif teknologi yang diharapkan dapat mengurangi beban pencemaran tersebut. Tepat pengambilan sampel diambil pada titik-titik pantau sepanjang Sungai Ciliwung di wilayah DKI Jakarta, mulai dari titik 1 yang berada di Kelapa Dua, Srengseng Sawah sampai di pintu air Manggarai sungai terbagi dua yang menuju ke Banjir Kanal Barat berakhir di Muara Angke) yang menuju Gunung Sahari.
9
Wibowo (2009) tentang deteksi kualitas sungai Brantas di Malang berdasarkan indikator biologi. penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui adanya perbedaan kualitas air sungai berdasarkan parameter fisiko-kimia, perbedaan jumlah spesies diatom perifiton, perbedaan keanekaragaman diatom perifiton dan kualitas air Sungai Brantas berdasarkan evaluasi terpadu dengan menggunakan parameter faktor fisiko-kimia dan indikator biologi. Pengambilan sampel dan pengukuran faktor fisiko-kimia dilakukan setiap dua minggu sekali. Jenis penelitian deskriptif eksploratif dengan diatom perifiton sebagai indikator biologisnya. Penelitian ini dilakukan di Sungai Brantas Malang, Jawa Timur, pencuplikan diatom perifiton dilakukan dengan menggunakan substrat buatan yang terbuat dari ubin warna putih dengan ukuran 20 cm² x 20 cm² sebanyak lima kali pada lima stasiun pengamatan dengan lima kali ulangan. Suyarso dkk (2008) tentang penyebaran fosfat dan deterjen di perairan pesisir dan laut sekitar Cirebon Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran fosfat sebagai dampak dari keberadaan deterjen dan menganalisis pengaruhnya terhadap perairan dilakukan penelitian di perairan Cirebon pada bulan Februari dan Juli 2007. Konsentrasi fosfat dan deterjen dianalisis secara kolorimetri, beberapaparameter lingkungan yang terkait dengan kualitas airj uga diamati. Cordova (2008) tentang kajian limbah domestik di Perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor dan Pengaruhnya terhadap Sungai Ciliwung. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi kualitas limbah rumah tangga yang berasal dari perumahan sederhana dan besarnya beban pencemaran yang berasal dari kegiatan rumah tangga di Perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor serta untuk
10
melihat pengaruh limbah domestik tersebut terhadap kualitas air sungai penerimanya. Pengambilan contoh air dilaksanakan pada musim kemarau bulan November 2007 dan bulan Juni 2008 sebanyak tiga kali pada waktu berbeda, masing-masing mewakili waktu pagi, siang dan sore Perbedaan pokok penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari objek kajiannya dan lokasi pengambilan sampel. Penelitian ini memfokuskan pada pencemaran deterjen dan fosfat yang diambil tidak di sepanjang Sungai Brantas namun hanya pada titik-titik yang terdapat permukiman kumuh bantaran Sungai Brantas kota Malang. Selain itu penelitian ini memasukkan beberapa aspek yaitu aspek sosial yang berupa jumlah penggunaan deterjen penduduk permukiman kumuh bantaran Sungai Brantas, aspek fisik atau abiotik yang berupa konsentrasi deterjen , fosfat juga aspek biotik yang berupa fitoplankton sebagai bioindikator. Secara lebih jelas perbedaan penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang dilakukan ini dapat dilihat pada tabel 1.1.
11
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1
Nama
SanitaRisna Handayani, Bambang Suharto, Marsoedi (BIOSAIN, VOL. 1 NO. 1, April 2001)
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
Penentuan status kualitas perairan sungai brantas hulu dengan biomonitoring makrozoobentos: tinjauan dari pencemaran bahan organik.
Membuat klasifikasi Sungai Brantas bagian hulu berdasarkan komunitas hewan makrobentosnya dan Menentukan status kualitas perairan Sungai Brantas akibat limbah bahan organik di sungai bagian hulu
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif. mengamatan dilakukan terhadap hewan makrobentos dan beberapa parameter kualitas air sepanjang Sungai Brantas di bagian hulu.
Pada site of group A, B, C, E, dan G ditemukan makrozoobentos dari famili Baetidae, Leptophlebiidae, Chloroperliidae, dan Gastropoda Pada site of group D, F, H, I, dan J ditemukan makrozoobentos antara lain dari famili Hydropsychidae, Chironomidae, dan Lumbricullidae
Melakukan analisa dan evaluasi terhadap kondisi pencemaan limbah domestik di sepanjang Sungai Ciliwung daerah Jakarta dan memberikan suatu alternative teknologi yang diharapkan dapat mengurangi beban pencemaran tersebut mengetahui adanya perbedaan kualitas air sungai berdasarkan parameter fisiko-kimia, jumlah spesies diatom perifiton perbedaan keanekaragaman diatom perifiton mengetahui kualitas air berdasarkan indikator biologi. pada stasiun-stasiun pengamatan
Pemantauan dilakukan di Sepanjang sungai Ciliwung yang terdapat di Jakarta,
Pencemaran sungai ciliwung didominasi oleh pencemaran limbah domestik yang berasal dari Jakarta, Depok dan Bogor. Kecenderungan pencemaran akan semakin meningkat sehingga diperkirakan pada tahun 2015 Sungai Ciliwung tidak bisa digunakan sebagai air minum
Jenis penelitian deskriptif eksploratif di Sungai Brantas Malang, Jawa Timur, pencuplikan diatom perifiton dilakukan dengan menggunakan substrat buatan yang terbuat dari ubin warna putih dengan ukuran 20 cm² x 20 cm² sebanyak lima kali pada lima stasiun pengamatan
Jumlah spesies pada setiap stasiun penelitian tidak berbeda nyata secara statistik, dan faktor yang paling berperan terhadap jumlah spesies adalah pH air. Indeks keanekaragaman diatom perifiton pada stasiun-stasiun pengamatan di sungai Brantas tidak berbeda secara statistik. Indeks keanekaragaman pada masing-masing stasiun berhubungan dengan pH. Perhitungan indeks dominansi sungai Brantas ditemukan 23 spesies yang bersifat predominan,
2
Satmoko Yudo (JAI :Vol 6 No.1 ,2010)
Kondisi kualitas air sungai ciliwung ditinjau dari parameter organik, amoniak, fosfat, deterjen dan bakteri E.coli
3
Andy Laksono Prasetyo Wibowo (Skripsi Universitas Negeri Malang,2009)
Deteksi kualitas sungai Brantas di Malang berdasarkan indikator biologi
12
Lanjutan LanjutanTabel Tabel Ke No
Nama
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
4
Tjutju Susana Dan Suyarso (Oseanologi dm Limnologi diIndonesia (2008) 34: 117131)
Penyebaran fosfat dan deterjen di perairan pesisir dan laut sekitar Cirebon, Jawa Barat
Untuk mengetahui penyebaran fosfat sebagai dampak dari keberadaan deterjen dan menganalisis pengaruhnya terhadap perairan
Posisi stasiun pengamatan ditentukan dengan alat Garmin IIIplus. Contoh air laut diambil dengan menggunakan tabung Nansen volume 1000 ml dari 20 stasiun pengamatan yang terdiri dari 4 stasiun di sungai, dan 16 stasiun di muara dan laut. Parameter yang diukur meliputi fosfat, deterjen dan parameter lingkungan (pH, oksigen terlarut, senyawanitrogen
Konsentrasi fosfat dalam perairan Cirebon bervariasi antara 0,011 mgll - 0,11 mgll, dan deterjen antara 0,0002 mgll - 0,005 1 mgll.. Deterjen dalamperairan pesisir dan laut sekitar Cirebon berasal dari sumber tak tentu (non point source) yang terbawa dalam aliran sungai,dm menyebabkan bertambahnya konsentrasi fosfat dalam perairan.
5
Muhammad Reza Cordova (Institut Pertanian Bogor,2008
Kajian Air Limbah Domestik di Perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor dan Pengaruhnya pada Sungai Ciliwung
Mendapatkan informasi kualitas limbah rumah tangga yang berasal dari perumahan sederhana dan besarnya beban pencemaran di Perumnas Bantar Kemang, Kota Bogor serta untuk melihat pengaruh limbah domestik tersebut terhadap kualitas air sungai penerimanya
Pengambilan contoh air dilaksanakan pada musim kemarau bulan November 2007 dan bulan Juni 2008 sebanyak tiga kali pada waktu berbeda, masingmasing mewakili waktu pagi, siang dan sore.
Beban pencemaran dari parameter padatan tersuspensi terlarut sebesar 4891.13 kg /hari; parameter BOD sebesar 50131.17 kg /hari; parameter minyak dan lemak sebesar 748.17 kg /hari; serta parameter deterjen sebesar 404.78 kg /hari. Berdasarkan pendekatan konsep kesetimbangan massa, air limbah domestik dari hasil kegiatan rumah tangga berkontribusi positif meningkatkan beban pencemaran pada Sungai Ciliwung
Sumber: Data Sekunder
1