BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu astronomi di Indonesia sudah terasa manfaatnya. Objek kajian yang diamatinya pun semakin berkembang, tidak hanya terbatas pada Matahari, planet, asteroid ataupun benda langit lainnya. Di sadari atau tidak, para ahli astronomi Internasional ternyata sudah lama mengkaji dan menganalisis tentang hilal. Organisasi massa (Ormas) Islam di Indonesia memanfaatkan perkembangan ilmu astronomi untuk penentuan awal Bulan tahun Hijriah. Indonesia sebagai negara muslim terbesar, ormas Islam terus mengkaji tentang hilal. Namun terdapat perbedaan dalam penentuan awal Bulan di tahun Hijriah di kalangan ormas Islam. Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatul hukmi (wujud hilal di sebagian wilayah di berlakukan untuk seluruh wilayah hukum di seluruh Indonesia). Semula ormas Persatuan Islam (Persis) menggunakan hisab hakiki dengan kriteria ijtima qobla ghurub (ijtima terjadi sebelum maghrib), namun saat ini Persis cenderung menggunakan kriteria HisabRukyat Indonesia (LAPAN yang disempurnakan, 2010) dalam menentukan awal Bulan di tahun Hijriah. Nahdlatul Ulama (NU) merupakan ormas Islam yang menerapkan metode imkanur rukyat (visibilitas pengamatan). Pemerintah mencoba memberikan solusi dari perbedaan kriteria penentuan awal Bulan di tahun Hijriah yaitu dengan menggunakan kriteria MABIMS. Kriteria ini dihasilkan dari pertemuan para menteri agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Pada pelaksanaannya, kriteria MABIMS tidak mengikat semua ormas Islam di Indonesia. Hal ini dikarenakan Tiksna Bayu Ramadhan, 2014 Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan
2
tidak adanya sanksi bagi ormas Islam di Indonesia apabila tidak ikut serta menerapkan kriteria MABIMS pada saat penentuan awal Bulan di tahun Hijriah. Menurut kriteria MABIMS, pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horizon tidak kurang dari 2. Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari tidak kurang dari 3. Pada saat Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi. Para ilmuwan, khususnya para astronom Indonesia pun terus mengkaji tentang visibilitas hilal untuk diusulkan sebagai solusi bersama dalam penentuan awal Bulan di tahun Hijriah Usulan tersebut dianalisis dengan menggunakan data pengamatan dan metode pengolahan data yang berbeda.. Dari beberapa usulan kriteria visibilitas hilal para astronom Indonesia tersebut didapatkan usulan batas minimum ARCV, ARCL, dan umur hilal. Nilai ARCV > 4, nilai ARCL > 5,6 dan nilai umur hilal > 8 jam setelah konjungsi. Pengamatan hilal yang biasanya dilakukan oleh ahli rukyat sering mengabaikan faktor pengganggu yang dapat mempengaruhi pengamatan. Selain faktor geometri, kecerahan langit senja pun berpengaruh dalam mengamati hilal. Matahari yang terbenam di ufuk barat pada sore hari akan memberikan cahaya syafak pada langit di sekitar horizon. Cahaya syafak tersebut akan berpengaruh pada pengamatan hilal. Apabila ketinggian hilal relatif rendah, hilal akan sulit untuk terlihat. Persoalan pengamatan hilal rendah adalah persoalan kontras antara cahaya hilal dan cahaya syafak. Fisik hilal muda yang tipis dan redup, akan terganggu oleh cahaya syafak. Oleh karena itu, saat menentukan kriteria visibilitas hilal perlu juga dicari batas minimum hilal terhadap cahaya syafak agar hilal yang tipis dapat mengalahkan cahaya syafak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa termotivasi untuk melakukan penelitian serupa guna mengetahui perbandingan sifat statistik hilal di Indonesia dan Internasional, mengetahui tinjauan teoritis terkait dengan aspek Tiksna Bayu Ramadhan, 2014 Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan
3
kontras hilal dan cahaya syafak, dan memperoleh kriteria visibilitas hilal yang berlaku secara global di wilayah Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh belum adanya kriteria visibilitas hilal yang menggunakan data Indonesia dan Internasional dan mempunyai landasan ilmiah yang kokoh sebagai bahan acuan untuk usulan kriteria visibilitas hilal yang digunakan di Indonesia. Dengan demikian, penulis merumuskan judul “Re-Evaluasi Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia dengan Menggunakan Data Pengamatan Hilal di Indonesia dan Internasional”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat diidentifikasi dalam tugas akhir ini dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimana perbandingan sifat statistik hilal di Indonesia menurut data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005)?
2.
Bagaimana tinjauan teoritis terkait dengan aspek kontras hilal dan cahaya syafak?
3.
Bagaimana kriteria visibilitas hilal yang berlaku secara global?
1.3. Batasan Masalah
Tiksna Bayu Ramadhan, 2014 Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan
4
Dalam penelitian ini penulis menerapkan batasan dalam pengerjaan dan pembahasan penelitian, yaitu lintang geografis sumber data berada pada ± 60 dengan memanfaatkan data pengamatan hilal yang berasal dari: 1.
Data pengamatan hilal di Indonesia yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 1962-2011;
2.
Data pengamatan hilal di Indonesia oleh Rukyatul Hilal Indonesia tahun 2007-2009:
3.
Data pengamatan hilal Internasional menurut Catatan Pengamatan Hilal oleh Mohammad SH. Odeh (2005) tahun 1859-2005.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.
Mengidentifikasi perbandingan sifat statistik hilal di Indonesia dan Internasional;
2.
Mengidentifikasi tinjauan teoritis terkait dengan aspek kontras hilal dan cahaya syafak;
3.
Memperoleh kriteria visibilitas hilal yang berlaku secara global.
1.5. Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh manfaat penelitian yaitu memperoleh hasil kajian ulang usulan kriteria visibilitas hilal di Tiksna Bayu Ramadhan, 2014 Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan
5
Indonesia dengan kumpulan data yang berasal dari Indonesia dan Internasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan kriteria visibilitas hilal yang telah diusulkan sebelumnya.
Tiksna Bayu Ramadhan, 2014 Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan