BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang melakukan program subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk meringankan pengeluaran masyarakat, khususnya masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Namun, program subsidi ini tidak diberlakukan untuk semua jenis BBM, melainkan hanya BBM jenis Premium dan Solar saja. Hal ini diterapkan karena dua alasan. Pertama, jenis BBM yang bersubsidi (Premium) memiliki angka oktan yang lebih rendah, yaitu 88. Rendahnya nilai oktan tersebut berpengaruh kepada harga jual BBM jenis Premium. Kedua, untuk jenis BBM dengan nilai oktan di atas 92 tidak diberikan program subsidi karena BBM jenis tersebut sengaja ditujukan untuk masyarakat menegah ke atas dengan daya beli yang lebih tinggi. Dengan penjelasan tersebut, seharusnya BBM bersubsidi dikonsumsi oleh masyarakat menegah ke bawah, sementara BBM non-subsidi dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke atas. Pada Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2013 dijelaskan bahwa pemerintah akan secara bertahap membatasi penggunaan BBM bersubsidi, dimulai dari kendaraan dinas, mobil barang, hingga kendaraan pribadi. Sayangnya, spesifikasi kendaraan pribadi yang dilarang menggunakan BBM bersubsidi masih belum disebutkan dalam peraturan tersebut. Di sana hanya
1
disebutkan bahwa pentahapan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi akan “diatur lebih lanjut” (Pasal 10). Kesimpulannya, peraturan tersebut tidak terangterangan melarang penggunaan BBM subsidi bagi masyarakat umum – khususnya masyarakat menengah ke atas – sehingga mereka pun tidak merasa bersalah ketika menggunakan BBM bersubsidi. Imbasnya, banyak masyarakat yang secara ekonomi tergolong dalam kelas menengah ke atas yang tetap memilih untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. Hal ini menyebabkan anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk subsidi BBM semakin melonjak. Menurut BPH Migas (2012, hlm. 7), konsumsi BBM bersubsidi di hampir semua provinsi di Indonesia telah melampaui kuota yang ditetapkan. Khusus Provinsi DKI Jakarta sendiri, konsumsi BBM bersubsidi pada tahun 2012 telah melampaui kuota sebesar 38%. Untuk membuktikan hal tersebut, penulis sudah melakukan survei melalui kuesioner yang dilaksanakan sejak tanggal 19 November 2013. Terhitung pada tanggal 26 November 2013, jumlah responden sudah mencapai 23 orang. 15 orang di antaranya adalah masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas (SES A dengan pengeluaran keluarga per bulan di atas Rp3.000.000,- menurut AC Nielsen Indonesia). Dari 15 orang tersebut, 10 orang di antaranya masih menggunakan jenis BBM bersubsidi (Premium atau Solar). Ketika ditanyakan tentang alasan mereka menggunakan BBM bersubsidi, mayoritas responden memberikan alasan sederhana berupa harga yang lebih murah. Sebagian besar dari responden juga tidak menyadari perbedaan antara komposisi dan kualitas BBM bersubsidi dan BBM non-subsidi.
2
Apabila penggunaan BBM bersubsidi ini terus dibiarkan, maka anggaran yang dikeluarkan pemerintah tiap tahunnya untuk subsidi BBM pun akan terus meningkat, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Purwanto (2013) menyebutkan bahwa anggaran pemerintah untuk subsidi BBM nasional pada tahun 2013 adalah sebesar Rp209,9 triliun. Sebagai perbandingan, angka tersebut bahkan lebih besar dari jumlah dana yang dialokasikan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan akibat berbagai bencana alam yang terjadi di Indonesia pada tahun 2004 – 2012, yaitu sebesar Rp106,7 triliun (Berita Satu, 2012). Jadi, dapat kita lihat bahwa anggaran
yang
seharusnya
ditujukan
untuk
hal-hal
penting
seperti
penanggulangan bencana alam, malah digunakan untuk subsidi BBM yang banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas. Dengan berkurangnya subsidi BBM, pemerintah dapat mengalokasikan dana tersebut untuk kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kemanusiaan, atau untuk perkembangan ekonomi negara. Pertamina sendiri pernah melakukan sosialisasi penggunaan BBM nonsubsidi melalui iklan TV. Pada iklan TV yang dibintangi Tukul Arwana tersebut, diceritakan bahwa Tukul menegur pengemudi mobil Toyota Alphard yang menggunakan BBM jenis premium, melalui tagline “mengharukan”. Namun, dengan melihat hasil survei di atas, iklan tersebut masih belum berhasil dalam menarik target audiens. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti penggunaan celebrity endorsement yang kurang cocok untuk masyarakat menengah ke atas, kata-kata yang kurang sesuai dan persuasif, background music yang kurang sesuai, dan sebagainya. Selain iklan TV, kampanye melalui spanduk-spanduk
3
yang ditempatkan di SPBU juga dinilai belum cukup berhasil, terbukti dari statistik pemakaian BBM bersubsidi yang masih saja melonjak. Bahkan lembaga BPH Migas mengakui bahwa kampanye-kampanye yang sudah dilakukan selama ini cenderung belum berfokus pada masyarakat umum (BPH Migas, 2012, hlm. 10 – 11), melainkan hanya bagi pegawai pemerintah, pengguna kendaraan pengangkut hasil bumi dan pertambangan, serta oknum-oknum yang secara gamblang dilarang menggunakan BBM bersubsidi menurut peraturan yang berlaku. Dengan menimbang masalah-masalah tersebut, maka diperlukan sebuah cara untuk mengajak masyarakat menengah ke atas untuk beralih dari BBM bersubsidi menuju BBM non-subsidi. Di sini, kampanye melalui media visual dapat berperan penting sebagai jembatan komunikasi pesan tersebut. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut,
yaitu bagaimana perancangan
kampanye sosial
untuk
mensosialisasikan penggunaan BBM non-subsidi untuk masyarakat menengah ke atas? 1.3. Batasan Masalah Untuk mencegah pembahasan yang terlalu meluas, maka penulis membatasi ruang lingkup masalah yang akan dibahas, yaitu hanya BBM non-subsidi yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA (Persero) saja, sebagai distributor BBM dengan jaringan distribusi terluas di Indonesia. Selain itu, target audiens dari
4
kampanye sosial ini dibatasi pada kalangan menengah ke atas saja, karena mereka memiliki daya beli yang cukup untuk membeli BBM non-subsidi, yang harganya di atas BBM bersubsidi. Sementara dari sisi geografis, target dari kampanye ini adalah masyarakat Jabodetabek saja. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini yaitu untuk merancang kampanye sosial untuk mensosialisasikan penggunaan BBM non-subsidi untuk masyarakat menengah ke atas, yang efektif dalam menyampaikan pesan, sekaligus estetis secara visual. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian dan perancangan kampanye sosial ini memiliki manfaat yang besar baik bagi penulis, masyarakat, pemerintah, maupun bagi pihak kampus Universitas Multimedia Nusantara. Manfaat yang dimaksud antara lain: 1. Manfaat bagi penulis: a. Menambah pengetahuan penulis di bidang desain, kampanye sosial, subsdidi bahan bakar minyak (BBM), dan perilaku konsumen. b. Menambah pengalaman penulis dalam bidang perancangan kampanye sosial. 2. Manfaat bagi masyarakat:
5
a. Mengetahui tentang dampak subsidi BBM bagi perkembangan negara, perbedaan antara jenis-jenis BBM di Indonesia serta keunggulan dan kelemahannya. b. Membantu masyarakat untuk memilih jenis BBM yang tepat sesuai dengan spesifikasi kendaraan dan status sosial. 3. Manfaat bagi pemerintah dan dinas terkait: a. Memberikan alternatif solusi untuk mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi pada masyarakat umum agar tepat sasaran. b. Dalam jangka panjang dapat
mengurangi
anggaran
yang
dikeluarkan untuk subsidi BBM. 4. Bagi universitas: a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya, tentang perancangan kampanye sosial pada umumnya, dan perancangan kampanye sosial BBM non-subsidi pada khususnya. b. Sebagai bahan evaluasi relevansi materi yang selama ini diajarkan pada perkuliahan dengan prakteknya pada proyek, khususnya proyek perancangan kampanye sosial. 1.6. Metode Pengumpulan Data Untuk menghasilkan sebuah kampanye sosial yang efektif, tentunya penulis perlu untuk melakukan riset terlebih dahulu. Riset ini bertujuan untuk mendalami masalah yang ada pada masyarakat tentang penggunaan BBM bersubsidi yang masih kurang tepat sasaran, kemudian mencari solusi-solusi atas permasalahan
6
tersebut yang dapat diwujudkan melalui kampanye sosial. Riset ini akan menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu: a.
Studi Pustaka
Kualitas media visual yang dibuat dalam kampanye sosial ini tentunya sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan kampanye. Maka itu, penulis perlu melakukan studi pustaka untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana merancang kampanye sosial yang baik. Adapun teori-teori yang akan dipelajari oleh penulis dapat dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, penulis akan mendalami masalah yang terjadi melalui pembelajaran lebih lanjut tentang penggunaan BBM, seperti jenis-jenis BBM dan kaitannya dengan jenis kendaraan, efisiensi bahan bakar, dan sebagainya. Selain itu, penulis juga akan mempelajari teori tentang perilaku konsumen, terutama kecenderungan konsumen dalam memilih produk, serta cara-cara untuk mengubah pola pikir mereka tentang pemilihan produk. Kedua, penulis akan mempelajari teknik pelaksanaan riset dalam sebuah kampanye sosial, seperti metode pelaksanaan survei dan wawancara, serta cara mengolah
data-data
tersebut
menjadi
sebuah
kesimpulan
yang
dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan selanjutnya. Ketiga, penulis akan mempelajari teknik merancang media visual yang baik dan benar, melalui teoriteori dasar desain. Teori tersebut mencakup teori tentang elemen dan prinsip desain, layout, tipografi, warna, serta jenis-jenis media visual. b.
Survei
Survei dilakukan terhadap target audiens dari kampanye ini, yaitu masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor. Responden yang akan dipilih adalah
7
mereka yang tinggal di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi), serta masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah dan menengah ke atas. Survei berupa kuesioner ini akan menanyakan hal-hal mengenai penggunaan BBM pada kendaraan mereka, seperti jenis dan harga kendaraan, jenis BBM yang digunakan, serta alasan mereka menggunakan jenis BBM tersebut. Data-data tersebut kemudian akan dipelajari untuk mengetahui seberapa banyak penggunaan BBM bersubsidi yang masih belum tepat sasaran, dalam arti masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke atas yang masih menggunakan BBM bersubsidi. Dari data-data tersebut juga dapat dipelajari alasan mereka menggunakan BBM bersubsidi maupun non-subsidi, sehingga dapat ditemukan kendala yang menyebabkan masyarakat masih menggunakan BBM bersubsidi. Survei ini akan dilakukan melalui dua media, yaitu online dan cetak. Jumlah responden yang diharapkan adalah 100 responden. c.
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang ahli di bidangnya, seperti staf Pertamina, staf dinas terkait, dan sebagainya. Pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan mengenai pendapat mereka terhadap fenomena ini serta solusi yang ditawarkan dari sudut pandang profesi atau bidang ilmu mereka, khususnya tentang siapa saja yang berhak menggunakan BBM bersubsidi.. Dalam melakukan wawancara ini, objektifitas harus diutamakan agar jawaban yang didapatkan tidak terkesan subjektif atau mengandung kepentingan-kepentingan pribadi.
8
1.7. Metode Perancangan Agar perancangan kampanye ini berjalan dengan sistematis dan terarah, maka diperlukan penentuan tahapan-tahapan yang akan dilakukan selama perancangan kampanye ini. Proses tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Riset awal Penulis akan mencari informasi tentang fenomena penggunaan BBM bersubsidi dan non-subsidi, serta peraturan pemerintah yang mengatur penggunaan BBM, pada buku-buku terkait, surat kabar, media cetak situs berita, dan sebagainya. Informasi tersebut dapat berupa statistik, deskripsi permasalahan yang timbul, atau solusi yang ditawarkan oleh para ahli. 2. Pengumpulan data Penulis akan melakukan survei dengan membagikan kuesioner kepada target audiens, yaitu masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor. Selain itu, penulis juga akan melakukan wawancara dengan para ahli di bidang BBM, seperti staf Pertamina atau staf dinas terkait. Di luar pengumpulan data dari narasumber, penulis juga akan mengumpulkan data berupa teori dari studi literatur. Teori tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk merancang kampanye sosial yang baik dan benar secara teoritis. 3. Riset lembaga penggagas Penulis akan mencari tahu lembaga atau organisasi apa saja yang dapat diajak bekerjasama sebagai penggagas kampanye sosial ini, khususnya lembaga atau
9
organisasi yang berkaitan dengan penggunaan BBM. Lembaga atau organisasi tersebut dapat berupa Pertamina sebagai distributor BBM terbesar di Indonesia, lembaga pemerintahan terkait, atau organisasi/yayasan lain yang bergerak di bidang tersebut. 4. Pengembangan konsep awal Penulis akan merancang konsep desain media-media kampanye sosial yang telah ditentukan melalui studi literatur dan referensi desain, serta dengan menimbang data-data yang diperoleh dari riset awal, survei, dan wawancara. Dengan itu, konsep yang dibuat akan relevan dengan permasalahan dan kebutuhan yang ada. Konsep ini dapat berupa sketsa (desain awal, perancangan layout, dan sebagainya) serta deskripsi (pemilihan warna, filosofi desain, aplikasi prinsip-prinsip desain, dan sebagainya). Konsep yang dibuat tidak hanya mencakup konsep desain yang akan dibuat, namun juga konsep pelaksanaan kampanye sosial ini. 5. Perancangan media kampanye Penulis akan membuat desain media-media kampanye yang telah ditentukan berdasarkan sketsa dan deskripsi yang sudah dibuat. Proses desain dilakukan dengan menggunakan software desain yang sesuai dengan jenis media dan gaya desain. 6. Finalisasi Penulis akan merampungkan desain-desain yang telah dibuat, kemudian mencetak desain-desain tersebut serta mulai melaksanakan kegiatan kampanye sosial berdasarkan konsep telah dirancang sebelumnya.
10
1.8. Sistematika Perancangan
11