BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yaitu suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya hak-hak dasar seperti kebutuhan dasar akan sandang, pangan, dan papan. Selain itu kemungkinan juga bisa diartikan sebagai rendahnya akses daalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup antara lain ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal. Saat ini, kemiskinan menjadi perhatian yang sangat besar dan pemecahan masalahnya menjadi agenda utama dalam pembangunan di Indonesia. Kemiskinan dapat diakibatkan oleh kondisi nasional negara dan situasi global. Kemiskinan sekarang masih menjadi masalah global dan nasional, hal ini mengandung pengertian kemiskinan tidak saja masalah pokok di negara dunia ketiga, tetapi juga masih menjadi persoalan di Negara-negara maju. Hampir disemua negara berkembang 10, 20 atau paling banyak 30 persen penduduk dapat menikmati hasil pembangunan, sisanya mayoritas penduduk masih dibawah garis kemiskinan Dollan (2010). Garis kemiskinan ini nampak jelas dalam kehidupan masyarakat desa, realitas kemiskinan sampai saat ini masih terlihat nampak pada kehidupan masyarakat yang bermata pencarian di sektor pertanian. Dilihat dari data survey tren penduduk miskin
di dunia dengan
menurunnya jumlah penduduk dengan kategori sangat miskin di seluruh dunia hingga sebanyak 375 juta jiwa. Selain itu ternyata hasil survey yang menunjukkan
1
berkurangnya penduduk miskin ini hanya terjadi di sebagian wilayah Asia Selatan, Asia Timur dan Asia-Pasifik. Data sebaliknya justru terjadi di wilayah Afrika yang mana data dari tahun 1981 sampai 2001 menunjukkan jumlah orang miskin disana justru meningkat dari yang sebelumnya 41,6% menjadi 46,9% . Hal ini menunjukkan bahwa memang tidak semua negara berkembang mengalami pertumbuhan yang merata di era globalisasi ini. Masalah kemiskinan bukan hanya menjadi masalah nasional akan tetapi menjadi masalah global yang terjadi diberbagai negara dibelahan dunia. Masalah kemiskinan juga terjadi di Negara berkembang khususnya terjadi di Indonesia, jumlah penduduk miskin di Indonesia bisa dilihat dari tren yang ada, jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 1996 adalah sebesar 34 juta atau sekitar 17,5 persen penduduk di Indonesia tercatat sebagai penduduk miskin. Bahkan pada 1998 jumlahnya meningkat pesat menjadi 49,5 juta atau 24 persen, yang merupakan dampak dari krisis. Tren jumlah penduduk miskin mulai turun dan jumlahnya terus menurun sampai pada tahun 2005. Kemiskinan kembali meningkat pada tahun 2006 dari 35,1 juta (16 persen) menjadi 39,3 juta jiwa (17,8 persen). Tingkat kemiskinan di Indonesia akhirnya menunjukkan tren yang mulai turun setelah tahun 2006 sebesar 37,2 juta, Pada tahun 2007 sebesar 35 juta, dan pada tahun 2008 sebesar 32,5 juta pada tahun 2009 sebanyak 31 juta, pada tahun 2010 sebesar 30 juta, pada tahun 2011 sebesar 28,7 juta dan pada tahun 2012 sebesar 28,07 juta dan terakhir pada tahun 2013 sebesar 28,6 juta.
2
Grafik 1.1. Tren Penduduk Miskin di Indonesia. Tahun 1996-2013
Jika dilihat dari tren diatas maka jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia terus mengalami penurunan, walaupun mengalami penurunan setiap tahun tetapi kenyataanya sekarang masalah kemiskinan belum bisa diatasi dan masih menjadi masalah nasional. Tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia terjadi di wilayah perkotaan dan daerah pedesaan. Kemiskinan yang terjadi di daerah pedesaan diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu (1).Karena kepemilikan lahan yang rendah, (2).Mata pencarian masyarakat pedesaan hanya di sektor pertanian dan (3).Akses yang terbatas. Sahdan (2005). Sedangkan untuk wilayah perkotaan kemiskinan terjadi karena jumlah penduduk yang tinggi dan lapangan pekerjaan yang rendah. Kemiskinan petani bukan semata-mata karena SDM rendah atau kemalasan. Demikian halnya bukan disebabkan teknologi yang kurang memadai serta akses sarana input dan akses pasar yang kurang memadai. Akan tetapi, faktor utamanya adalah luas lahan garapan petani yang tidak mencapai ukuran ekonomi
3
sehingga dengan inovasi dan effort apapun tidak akan menyelesaikan masalah. Berdasarkan data BPS luas rata-rata kepemilikan lahan sawah hanya 0,05 ha per rumah tangga petani, tentunya keterbatasan lahan inilah menjadi faktor penghasilan petani rendah sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Petani dapat dikatakan sejahtera atau keluar dari kemiskinan atau dengan kata lain pendapatan mereka setara atau diatas Garis Batas Kemiskinan menurut BPS, maka luas lahan yang dibutuhkan per rumahtangga petani minimal seluas 0,65 hektar BPS (2013). Kemiskinan pada rumahtangga petani dapat menimbulkan masalah makro ekonomi yang serius. Kelangkaan komoditas primer pertanian dapat mendorong perekonomian untuk mengimpor kekurangan pasokan domestik, baik untuk kepentingan produksi sektor manufaktur, maupun untuk ketahanan pangan. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi kemiskinan di pedesaan yang hampir semua penduduknya adalah petani yang memiliki penghasilan rendah dan kepemilikan lahan yang rendah membuat mereka berada dalam kondisi kemiskinan. Di wilayah Makarti Jaya terdiri dari 12 desa dengan ibu kota kecamatan terletak di Kelurahan Makarti Jaya. Jumlah penduduk Kecamatan Makarti Jaya sebanyak 32,819 jiwa, dengan tingkat kepadatan rata-rata 66,23 jiwa/km2. Penduduk terpadat terletak pada desa-desa yang merupakan daerah eks transmigrasi seperti Kelurahan Makarti Jaya, Tirta Kencana dan Tirta Mulya. Menurut klasifikasi pedesaan atau perkotaan (rural atau urban) semua desa atau
4
kelurahan di Kecamatan Makarti Jaya termasuk dalam kategori perdesaan. Keadaan topografi wilayah Kecamatan Makarti Jaya sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dan berada di aliran sungai. Tipologi lahannya adalah lahan gambut yang mengalami pelapukan dan di samping itu ada sebagian tanah mineral yeng terbentuk dari hasil endapan air sungai dari pasang air laut. Kecamatan Makartijaya beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun yaitu berkisar 1,000-2,000 mm per tahun setiap bulan dengan variasi cukup merata di setiap bulan. Vegetasi yang tumbuh di wilayah Kecamatan Makarti Jaya sangat beragam berbagai tanaman pertanian seperti padi dan palawija serta tanaman perkebunan seperti kelapa tumbuh subur didaerah ini. Hasil pertanian padi di Kecamatan Makarti Jaya sangat tinggi sebesar 66,259 ton per tahun dan untuk perkebunan kelapa 552 ton per tahun penyumbang terbesar untuk Kabupaten Banyuasin akan tetapi jika dilihat dari kondisi masyarakat masih banyak penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan terjadi di Kecamatan Makarti Jaya yaitu disebabkan karena hasil pertanian yang di hasilkan oleh kepala rumah tangga petani sulit untuk di distribukan ke kota disebabkan karena jarak untuk keperkotaan sangat jauh dan bisa ditempuh dalam waktu 2-3 jam dengan jalur perairan mengunakan alat transportasi berupa Speed boad, untuk transpotasi speed itu tidak setiap jam ada Speed Boad bisa digunakan di waktu pagi saja, untuk pendistribusian hasil pertanian juga membutuhkan biaya yang sangat mahal sehingga bagi petani yang miskin tidak mampu untuk mendistribusikan hasil pertanian, seperti hasil pertanian padi hanya disimpan
5
untuk kebutuhan sehari-hari, walaupun dijual dengan pengepul dengan harga yang sangat murah sehingga keadaan seperti ini membuat masyarakat di daerah Makarti Jaya berada dalam lingkaran kemiskinan. Masalah kemiskinan di Kecamatan Makarti Jaya meningkat setiap tahunnya dari data penduduk miskin di daerah Kecamatan Makartijaya Kabupaten Banyuasin yaitu jumlah penduduk petani miskin sebanyak 1,722 KK pada tahun 2012, pada tahun 2013 1,701 KK, pada 2014 sebanyak 1,746 dan 1,861 KK pada 2015. Setiap tahunnya mengalami peningkatan sehingga masalah kemiskinan petani sangat penting untuk di teliti. Dari persoalan diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui tingginya kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Makarti Jaya. Pada Tabel 1.5. data penduduk miskin perdesa di kecamatan Makarti Jaya tahun 2015 dibawah ini. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Miskin Di Kecamatan Makarti Jaya Tahun 2015. No
Nama Desa
KK miskin
1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kelurahan Makartijaya 219 Pendowo 144 Tirta kencana 182 Delta Upang 397 Pangestu 87 Purwosari 220 Upang Makmur 179 Upang Mulia 58 Sungai Semut 124 Muara Baru 75 Tanjung baru 85 Tanjung mas 91 Jumlah 1.861 Sumber : PPLS (Pengelolaan Pendataan Perlindungan Sosial) Tahun 2015.
6
Berdasarkan data diatas bisa kita lihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Makarti Jaya ini berjumlah sebesar 1,861 Kepala keluarga miskin, tingginya angka kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Makarti Jaya ini di akibatkan karena jumlah penduduk yang tinggi, kondisi alam dan akses terbatas menjadi salah satu penyebab kemiskinan di daerah ini serta mata pencarian mereka hanya di sektor pertanian saja. Dengan permasalahan tingkat kemiskinan yang tinggi di Kecamatan ini peneliti tertarik untuk mengkaji tingkat kemiskinan rumah tangga petani di Kecamatan Makarti Jaya dan melihat perbedaan kemiskinan rumah tangga petani di wilayah Kota (Urban) dan Desa (Rural) di Kecamatan Makarti Jaya ini. Maka di tentukan judul penelitian Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. 1.2. Rumusan Masalah Permasalahan yang
ada di Kecamatan Makarti Jaya adalah tingginya
angka kemiskinan rumah tangga petani miskin dilihat dari
tingginya angka
kemiskinan sebanyak 1.861 KK pada 2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Permasalah kemiskinan terjadi karena beberapa faktor yaitu faktor akses jalan yang terbatas untuk pendistribusian hasil pertanian serta biaya pendistribusian yang mahal serta harga jual hasil pertanian yang murah membuat banyaknya penduduk miskin di Kecamatan Makarti Jaya. Permasalahan yang ada di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti kemiskinan rumahtangga petani di Kecamatan Makarti Jaya.
7
1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Mengapa terjadi kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan? 2. Apakah ada perbedaan kemiskinan rumah tangga menurut lokasi desa (rural ) dan kota (urban)? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk Mengetahui mengapa terjadi kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. 2. Untuk mengetahui perbedaan kemiskinan rumah tangga menurut lokasi desa (rural ) dan kota (urban). 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bisa bermanfaat sebagai salah satu referensi/acuan terkait dengan masalah kemiskinan perdesaan dan pengelolaan sumberdaya manusia. 2. Manfaat bagi pemerintah daerah
8
Penelitin ini juga di harapkan dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi implementasi program pengembangan wilayah perdesaan di Indonesia dalam penciptaan pembangunan yang berkelanjutan dengan melihat masalah dan kondisi penduduk didalamnya 1.6. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan kemiskinan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Berikut adalah uraian tentang hasil penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dan berkaitan dengan penelitian ini 1. Basri Laode (2005) profil kemiskinan rumah tangga dan penanggulangan kemiskinan di Kecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara hasil dari penelitiannya yaitu profil kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara dicirikan oleh tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pengeluaran rata-rata per kapita per bulan yang rendah, jumlah anggota rumah tangga yang menjadi beban tanggungan responden cukup besar, mata pencaharian yang tidak memadai dan kesehatan yang rendah 2. Ermasari (2009) Dinamika Kemiskinan di Jawa-Madura Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2007. Hasil penelitianya adalah Bahwa mayoritas kabupaten di Jawa Madura pada periode 2002-2007 memiliki angka kemiskinan yang berfluktuasi naik turun terutama di wilayah Jawa
9
bagian tengah dan timur hal ini menandakan bahwa pada periode 20022005 Kondisi kemiskinan di jawa madura mengalami perbaikan. 3. Sinaga ( 2010) memetakan kemiskinan di Kota Batam pada periode tahun 2003-2008 dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Kesimpulan penelitiannya adalah pemerintah Kota Batam mengalami kesulitan dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, yang meliputi dalam hal distribusi, monitoring, dan evaluasi program bantuan. Permasalahan ini terjadi karena belum adanya pendataan khusus mengenai siapa yang miskin dan di daerah mana penduduk miskin mengelompok secara spesifik. Terdapat 4 kecamatan di Kota Batam yang belum tersentuh sama sekali oleh program penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, sistem informasi geografis akan sangat membantu pemerintah kota Batam dalam memetakan penduduk secara demografi khusunya persebaran penduduk miskin dan rumah tangga miskin sampai pada lokasi yang spesifik. 4. Magdalena ( 2011) melakukan penelitian menggunakan aplikasi AdePT untuk melihat profil kemiskinan di Kota Dumai hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemiskinan di Kota Dumai terkonsentrasi di wilayah perkota, dan tingginya jumlah penduduk miskin berkorelasi positif terhadap tingkat kesenjangan kemiskinan, tingkat keparahan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan pada wilayah tersebut. Sebagian besar kemiskinan terjadi karena disebabkan oleh banyaknya penduduk usia
10
prodiktif yang tidak bekerja. Kemiskinan bila dihubungkan dengan tingkat inflasi, respon terhadap inflasi lebih tinggi terjadi pada kemiskinan di perkotaan di bandingkan kemiskinan di perdesaan. 5. Hasil penelitian oleh Annim et al.,(2012) menjelaskan bahwa ketimpangan yang terjadi di level kabupaten berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan rumah tangga dan berkontribusi relatif besar terhadap meningkatnya ketimpangan di tingkat nasional (Ghana) antara tahun 19882006. Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah harus memperhatikan pola dan kecenderungan ketimpangan yang terjadi pada level kabupaten dan nasional. Tujuanya adalah agar dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam upaya mengurangi kemiskinan. 6. Penelitian mengenai analisis tingkat kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo yang dilakukan oleh Puspitasari (2012), ketimpangan kemiskinan antar kecamatan di Kabupaten Kulon Progo cenderung menurun. Selain itu, hasil analisi regresi menunjukkan bahwa dana PNPM mandiri, belanja kebutuhan dasar, belanja publik infrastruktur, dan PDRB per kapita berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. 7. Zaman dan Khilji (2012) menyimpulkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi, dan ketimpangan terhadap kemiskinan adalah meningkatnya pendapatan sebesar 1 persen akan mengurangi kemiskinan sebesar 0,162 persen di pedesaan, 0,256 persen di perkotaan, dan 0,471 persen secara nasional. Pemerintah harus lebih berfokus pada laju pertumbunhan yang
11
efektif dan pro-poor serta kebijakan penanggulangan kemiskinan yang di lakukan harus dilaksanakan bersama-sama dengan distribusi pendapatan yang semakin merata. 8. Adebayo, Oyefunke Olayemi (2013) melakukan penelitian tentang kondisi kemiskinan di wilayah Ireole, Nergeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil kemiskinan di wilayah tersebut adalah sebagai berikut : indeks kemiskinan head count P0 adalah sebesar 36,36 persen dari responden berada dibawah garis kemiskinan, indeks P1 (poverty gap index) menunjukkan angka 0,072 dan indeks P2 adalah sebesar 2,79. 9. Backiny Yetna, prosepere et al. (2013) melakukan identifikasi profil kemiskinan di Liberia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 63,8 persen dari populasi penduduk berada di bawah garis kemiskinan dengan komposisi tingkat kemiskinan di wilayah perdesaan lebih tinggi di bandingkan dengan kemiskinan di wilayah perkotaan. Rumah tangga yang memiliki kepala rumah tangga atau pasangan yang berpendidikan cenderung tidak termasuk dalam kelompok miskin, sedangkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga tidak berpengaruh terhadap konsumsi dan terhadap tingkat kemiskinan, semakin besar jumlah jiwa dalam rumah tangga cenderung menjadi miskin.
12
Tabel 1.2 Keaslian Penelitian Terdahulu. No Judul ,Tahun Peneliti
Tujuan
Teknik Analisis data
1
Profil kemiskinan rumah tangga dan penanggulangan kemiskinan di Kecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Basri, Laode (2005)
Untuk mengindentifikasi kondisi profil rumah tangga msikin di Kecamatan Pargi Kabupaten Muna provinsi Sulawesi tenggara.
wawancara mendalam dan kuesioner
2
Dinamika Kemiskinan Di Jawa-Madura Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2002-2007
Mengkaji dinamika kemiskinan di Jawa Madura menurut kabupaten/kota tahun 2002-2007 yang meliputi variasi dan perkembangan kemiskninan
wawancara mendalam dan kuesioner
1. Untuk mengetahui penduduk miskin di Yogyakarta.
wawancara mendalam dan kuesioner
1. Menganalisis Profil kemiskinan di daerah Irewole Nigeria
Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT)
Ermasari (2009) 3
Penduduk miskin kota yang berdaya Di daerah istimewa Yogyakarta. Umi Listyaningsih (2010)
4
Analisis Profil kemiskinan di daerah Irewole Nigeria Adebayo (2013
13
Hasil Penelitian
Profil kemiskinan rumah tangga di Kecamatan Parigi kabupaten Muna Provinsi Sulawesi tenggara dicirikan oleh tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pengeluaran rata-rata per kapita per bulan yang rendah,jumlah anggota rumah tangga yang menjadi beban tanggungan responden cukup besar,mata pencaharian yang tidak memadai dan kesehatan yang rendah. Bahwa mayoritas kabupaten di Jawa Madura pada periode 2002-2007 memiliki angka kemiskinan yang berfluktuasi naik turun terutama di wilayah jawa bagian tengah dan timur hal ini menandakan bahwa pada periode 2002-2005 Kondisi kemiskinan di jawa madura mengalami perbaikan. Hasil penelitian menunjukkan beberapa keluarga miskin bukan penduduk kelahiran Kota Yogyakarta. Keberadaan mereka di wilayah Kota Yogyakarta ini merupakan respons mereka terhadap status wilayah kota ini sebagai pusat pendidikan yang memiliki peluang sektor jasa yang cukup menjanjikan.
Profil kemiskinan di daerah Irewole Nigeria menunjukan hasil 36,36 persen dari jumlah responden berada di bawah garis kemiskina, indeks kedalaman kemiskinan adalah sebesar 0,072 dan indeks keparahan kemiskinan adalah sebesar 2,79.
Tabel 1.2. lanjutan No 5
6
7
Judul ,Tahun Peneliti Analisis Tingkat Kemiskinan di Provinsi Banten Tahun 2009 Amrullah (2013)
Analisis tingkat Kemiskinan di provinsi Nusa Tenggara Barat Abdul Mufid (2014) Perspektif spasial penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bantul Yogyakarta
Tujuan Mengetahui Provinsi kemiskinan keluarga di Provinsi Banten lebih banyak terjadi di perkotaan dan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Tangerang.
Teknik Analisis data Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT)
1.Mengidentifikasi dan menganalisis Profil kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT)
1. Mengetahui tingkat kemiskinan dan faktor yang menyebabkan kemiskinan menurut kondisi geografi daerah penelitian yaitu tofografi datar dan bergelombang.
Wawancara terstruktur dan kajian kualitatif
Hasil Penelitian Profil kemiskinan keluarga di Provinsi Banten lebih banyak terjadi di perkotaan dan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Tangerang. Kondisi kemiskinan di Provinsi Banten terkait dengan posisinya sebagai daerah satelit Jakarta. Tingkat kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat menurun sebesar 0,9 persen dari semula 18,7 persen pada tahun 2007 menjadi 17,8 persen pada tahun 2012 yg diukur mengunakan Indeks Foster Greer and Thorbecke (FGT) Tingkat kemiskinan keluarga di kedua dusun ini tidak menunjukkan perbedaan,namun demikian jika dilihat dari kondisi tempat tinggal menunjukkan perbedaan yang cukup nyata.
Umi Listyaningsih (2015)
Dari keaslian penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa ada perbedaan dan kesamaan diantara penelitian tersebut yaitu terkait dengan tujuan penelitian, lokasi penelitian, metode penelitian dan teknik analisis data. Persamaanya terletak pada penelitian mengenai kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemiskinan rumah tangga petani di Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini menggunakan data primer analisisnya mengunakan kuantitatif dan kualitatif dan analisis data nya mengunakan analisis frekuensi dan tabulasi silang dan uji T-test.
14