1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan suatu kondisi dimana tulang – tulang menipis, rapuh dan mudah patah (faktur). Sebangai salah satu masalah kesehatan utama, osteoporosis menyebabkan hampir dua juta patah tulang panggul setiap tahun di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, hampir 24 persen pasien meninggal dunia dalam tahun pertama setelah fraktur dan sebangai besar lainnya tidak pernah hidup mandiri lagi (dr. Salma, 2013). Beberapa faktor resiko terjadinya osteoporosis merupakan genetik atau keturunan,jenis kelamin, kekurangan minum kalsium, kekurangan hormone estrogen, kurang olahraga, merokok dan minum alkoho. Resiko mengalami osteoporosis lebih tinggi penderita penyakit kronis tertentu, misalnya diabetes meletus (kencing manis), liver ginjal kronis tertent, misalnya, rematik dan hiperteroid. Resiko osteoporosis juga meningkat pada wanita yang memasuki masa menopause. Kenyataannya, wanita usia lanjut lebih banyak mengalami patah tulang lebih dibandingkan pria seusianya. Hal ini disebabkan produksi hormon estrogen yang makin berkurang mengakibatkan terjadinya penurunan kadar kalsium darah yang pada akhirnya mengakibatkan osteoporosis (Pribakti, 2010). Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2000 sebesar 7,18% penduduk Indonesia merupakan lansia atau sekitar 14,4 juta jiwa, sedangkan pada
1
2
tahun 2006 penduduk lanjut usia telah mencapai 8,9% atau sekitar 19 juta jiwa. Dalam waktu yang sama di Jawa Barat terdapat sekitar 7,2% atau sekitar 2,9 juta jiwa kaum lansia (M. Rifailah, 2007). Jumlah
penderitaan
osteoporosis
di
Indonesia
menurut
penderitaan
kementrian Kesehatan adalah 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan jumlah perokok di negri ini terbesar kedua di dunia setelah China. Sebagaimana akan kita pelajri, merokok adalah salah satu fakto risiko osteoporosis. Selanjutnya, menurut Indonesia White Paper yang di keluarkan perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) pada tahun 2007, osteoporosis pad perempuan Indonesia di atas 50 tahun sebesar 32,3%, sedangkan pada laki – laki di atas 50 tahun sebesar 28,8%. Artinya, ada sekitar 30-40 juta orang Indonesia yang menderita osteoporosis. Jumlah yang sangat banyak, namun mungkin sebagian besar penderitanya tidak menyadari karena rendahnya kesadaran atas penyakit ini . UU nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) mengamanatkan pemerintah dan masyarakat untuk memberikan pelayanan sosial kepada lansia. Adanya hal tersebut, atensi pemerintah terhadap para lansia sudah ada yaitu berupa jaminan layanan sosial, tetapi masih perlu ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas, mengingat secara faktual jumlah penduduk berusia lanjut secara nasional mengindikasikan meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun (M. Rifai, 2007). Peningkatan usia lanjut akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, baik fisik, mental, psikososial dan ekonomi, sehingga menjadi tantangan bagi kita
3
untuk mempertahankan dan kemandirian usia lanjut sehingga tidak menjadi beban bagi dirinya. Di kota Medan jumlah lansia pada tahun 2006 yaitu 19.873 jiwa, denganklasifikasi jumlah usia lanjut pada perempuan lebih banyak dibandingkan laki – laki, yaitu 9.578 jiwa adalah perempuan sedangkan 9.395 jiwa adalah laki – laki (Dinas Kesehatan Kota Medan) Resiko osteoporosis juga meningkat pada wanita yang memasuki masa menopause. Kenyataannya, wanita usia lanjut lebih banyak mengalami patah tulang lebih dibandingkan pria seusianya. Hal ini disebabkan produksi hormon estrogen yang makin berkurang mengakibatkan terjadinya penurunan kadar kalsium darah yang pada akhirnya mengakibatkan osteoporosis (Pribakti, 2010) Dari hasil penelitian para ahli sekitar 80% penduduk penyakit wanita osteoporosis adalah wanita. Hal ini dikenakan pada menopause dan post menopause produksi hormone estrogen meningkat yang mengakibatkan bahan – bahan tulang hilang sehingga terjadi osteoporosis (Hadi, 2005). Menurut data di Kecamatan Medan Tuntungan terdapat jumlah perempuan usia lanjut sebanyak 243 jiwa, yang berumur 45- 59 sebanyak 118, yang berumur 60 – 69 sebanyak 92 dan yang berumur di atas 70 tahun sebanyak 33. Di Kelurahan Kemenangan Tani mempunyai jumlah perempuan usila sebanyak 45 jiwa menempati dengan perincian usia 45 – 59 tahun sebanyak 15 jiwa yang berumur 60 – 69 tahun sebanyak 10 jiwa. Sedangkan yang berumur di atas 70 tahun sebanyak 20 jiwa (di kemenangan).
4
Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti faktor – faktor yang berhubungan dengan timbulnya gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenagan Tani Kecamatan Medan Tuntungan.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu faktor resiko yang berhubungan dengan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Keenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui faktor umur berhubungan dengan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan 2. Untuk
mengetahui
faktor
pengetahuan
berhubungan
dengan
gejala
osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Meadan Tuntungan. 3. Untuk mengetahui faktor aktivitas olahraga berhubungan dengan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan.
5
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, tenga
kesehatan, Akademi Kebidanan Audi Husada Medan dan peneliti selanjutnya. 1.4.1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penelitian tentang faktor resiko apa saja yang terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause. 1.4.2. Bagi Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause. 1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan Bagi Akademi Kebidanan Audi Husada Medan untuk mengetahui dan lebih memahami tentang faktor – faktor yang berhubungan terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause. Dapat juga digunakan sebagai tambahan
referensi di
perpustakan Akademi Kebidanan Audi Husada Medan 1.4.4. Bagi peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebaagai sumber data dasar dan juga perbandingan bagi penelitian lainnya yang berkaitan dengan fakto resiko yang berhubungan terjadinya osteoporosis pada ibu menopause.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Osteoporosis 2.1.1. Definisi Istilah osteoporosis sudah dikenal sejak zaman yunani kuno, Osteoporosis berasal dari kata “Osteo” bearti tulang dan “Porosis” bearti lubang. Secara keseluruhan Osteoporosis bearti tulang yang bertubang atau keropos. Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolism dimana tubuh tidak mampu menyerab dan mengunakan bahan-bahan untuk proses pertulangan secara normal, seprti zat kapur (kalsium), fosfat, dan bahan-bahan lain. Bila wanita mengalami menopause yaitu suatu fase dimana wanita sudah tidak bias haid lagi, maka hormon estrogen sama sekali tidak bias dihasilkan. Hal ini mengakibatkan tidak adanya hormone yang melindungi tulang, sehingga tulang mudah patah. Hilmy dalam Hilmansyah (2007:1) mengatakan bahwa Osteoporosis tak hanya disebabka terhentinya menstruasi (menopausal steoporosis), tapi juga karena lanjut usia (osteoporosis sinilis). Di Aerika Serikat penderita penyakit ini mencapai 28,7 juta orang, terdiri dari wanita dan pria berumur diatas 50 tahun saat ini, wanita berumur 50 tahun beresiko 40 persen menderita patah tulang karena Oteoporosis. Hilmy menambahkan, kadar kehilangan tulang (bone loss) paling cepat terjadi pada tahun pertama setelah menopause dan semakin dipercepat oleh usia lanjut.
6
7
Kehilangan tulang pascamenopause berakibat ketebalan tulang yang rendah (low bone density) yang merupakan denterinan penting terjadinya patah tulang. Yang mengkhawatirkan, berdasarkan literature, patah tulang panggu penyebab kematian yang cukup besar, yaitu sekitar 10-12 persen hingga 15-20 persen pada tahun pertama setelah mengalami patah tulang. 2.1.2. Klasifikasi Menurut nugroho dalam page medicastore (2007), menjelaskan setidaknya ada 3 klasifikasi osteoporosis. a) Osteoporosis post menopausal, terjadi karena kekurangan estrogen
(hormone
utama pada wanita), yang menbantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resolpsi tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi estrogen di masa menopause. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bias mulai muncul lebih cepat atau lambat. b) Osteoporosis sinilis, kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan dari kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak keseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Sinilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita wanita. Wanita sering kali menderita Osteoporosis pastmenopausal. c) Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
8
Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat – obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti – kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis. Sedangkan menurut cermin dunia kedokteran nomor 112 (1996) ada klasifikasi osteoporosis lain lain diantaranya. 1. Osteoporosia involution, terjadi pada kedua jenis kelamin yang berusia diatas 75 tahun. Tipe ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang. 2. Osteoporosis ideopatik, tipe Osteoporosis primer jarang terjadi pada waktu premenopause laki-laki yang berusia dibawah 75 tahun, tipe ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau factor resiko yang kadar dan fungsi hormone yang normal, kadar vitain yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang, bentuk ini jarang dijumpai. 2.1.3. Gejala Osteoporosis Mngungkap gejala yang terjadinya Osteoporosis agak sulit dilakukan sebab penyakit Osteoporosis terjadi diam-diam. Berkurangnya masa tulang dan tulang terjadi rapuh setelah timbul dampak seperti tinggi badan berkurang, tiba-tiba terjadi rasa nyeri pada tulang, sakit punggung, sakit pinggang yang parah, atau kelainan bentuk
tulang
belakang
yang
menyebabkan
postur
tubuh
membungkuk
(kyposis)(wirakusuma, 2007). Diagnosa penyakit Osteoporosis dapat dilakukan
9
dengan adanya patah tulang pada tulang punggung, pinggul dan pergelangan tangan atau pada tulang lainnya pada pria dan wanita yang lebih tua. Sementara sofyanuddin dalam Hilmansyah (2007) menyebutkan untuk menghindari Osteoporosis seseorang mesteri mencapai puncak kepadatan tulang (peak bone mess) yang bias dicapai pada usia 25-30 tahun. Makin tinggi puncak kepadatan tulang yang dapat dicapai, maka makin besar perlindungan diri seseorang terhadap kemungkinan Osteoporosis.
2.2. Faktor Berisiko Terkena Osteoporosis 2.2. 1. Faktor Genetik Faktor genetika memiliki kontribusi terhadap masa tulang yang dapat membuat renta terhada gejala Osteoporosis. Penelitian terhadap pasangan kembar menujukan bahwa pincak tulang dibagian pinggul dan tulang punggung tergantung pada fakto genetika, dan bahkan terdapat komponen genetika pada tingkat berkurangnyn masa tulang. Anak perempuan dari wanita yang patah tulang Osteoparosis rata – rata memiliki masa tulang yang lebih rendah normal dari usia mereka (kira-kira) hingga 3%-7% lebih rendah). Sejarah patah tulang Osteoparosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan resiko seseorng mengalami patah tulang. 2.2.2. Merokok Perokok sangat rentan terkenak osteoporosis, karena zat nikotin didalanya mepercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat
10
kadar dan aktivitas hormone estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan – susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnyn bisa mengalami tersumbat aliran darah keseluruh tubuh. Kalau darah sudah mengalir darah keseluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. 2.2.3. Konsumsi Daging Merah dan Minuman Bersoda Keduanya baik daging merah maupun minuman bersoda,mengandung fosfor yang merangsang pembentukan hormon parahtyiod,menyebab pelepasn kalsium dari dalam darah. 2.2.4. Minuman Berkafein dan Beralkohol Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas). 2.2.5. Mengkonsumsi Obat Obat kortikostiroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asmah dan elergi ternyata menyebabkan resiko penyakit osteoporosis. Jika sering di konsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi masa tulang.
11
2.2.6. Ras/Suku Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah. 2.2.7. Kurang Kalsium Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. 2.2.8. Malas Olahraga Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses steoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
2.3.
Diagnosa Osteoporosis Osteoporosis dapat didiagnosis dengan mengukur kepadatan mineral tulang
(KMT).KMT adalah sejumlah kalsium yang berada di dalam tulang . Metode KMT meliputi Dual Energy x-rays Absorptiometry (DEXA) atau CT scans (Osteo CT / QCT ) tulang pada kolom tulang belakang, perge lengan, atau kaki. Metode ini membandingkankepadatan tulang secara numeris untuk menentukan apakah pasien menderita osteoporosis atau tidak.
12
2.4.
Pemeriksaan Radiologi Caranya dengan menganalisis komponen-komponen yang berkolerasi cukup
tepat adanya osteoporosis. Namun hasil, pengukurang ini masih sangat lemah untuk mengdiagnosis adanya osteoporosis. Pada pemeriksaan radiologi ini digunakan X-ray kompensional sehingga osteoporosis baru akan terlihat apa bila masa tulang sudah berkurang sehingga 30% atau lebih.
2.5. Pengobatan Osteoporosis Beberapa cara pengobantan osteoporosis sebagai berikut, (Wirakusumah, 2007:26). Obat-obat yang digunakan meredakan rasa sakit yaitu Parasetanol, codein, co-didramol, co-proxaol.
2.6. Terapi Hormon Terapi hormon pada wanita dapat diberikan pada masa pre-monopause. Lamanya peberian terapi hormone tidak ditentukan, yang jelas ingin terhindari dari Osteoporosis,terapi hormon tetap dilakukan. Sebangai dokter menganjurkan untuk melakukan terapi hormon semejak menopause pada wanita yang mengalami Osteoporosis.
2.7. Terapi Non Hormon Terapi hormonal selama ini dianggaop jalan yang paling baik untuk mengobati Osteoporosis. Namun, banyaknya efek samping yang dapat ditibulkan dan tidak dapat diserap kan kepada semua pasien ostoporos, maka sekarang mulai di
13
dikebangkan terapi non hormonal, diantarnya:bisfosfonas, etidronat, dan alet aeldronat.
2.8. Fakto-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Osteoporosis pada Ibu Menopause 2.8.1. Status Gizi Staus gizi mempengarui berat badan ringan, indek masa tubuh yang rendah (ukuran berat badan di bagi tinggi badan), dan kekuatan tulan menurun semua berkaitan dengan berkurangnya masa tulang pada semua semua bagiaan tubuh pria dan wanita. Beberapa penilitian menyimpulkan efek berat badan terdapa masa tulang lebih besar pada bagian yang menopang berat tulang, misalnya tulang paha atau femur.(lane,2003). 2.8.2. Faktor Nutrisi Pengaturan pola makan sangat mutlak dilakukan dalam upayah pemecahan dan pengobatan osteoporosis. Dengan pengaturan pola makanan seibang zat – zat makanan yang penting dibutuhkan tubuh untuk melakukan seluruh aktivitasnya dapat terpenuhi. Berat badan menurut IMT: ramayus, lemana 2011 a. Berat badan bekurang
: IMT kurang dari 18,5
b. Berat badan normal
: IMT 18,5-22,9
c. Berat badan lebih
: IMT>23
d. Pre-Obses (gemuk sedkit)
: IMT 23-24,9
e. Obsess 1
: IMT 25-29,9
14
f. Obsess 2
: IMT>30
Berkurangnya berat badan pada manula jika dibandingkan dengan remaja juga dikaitkan dengan rendahnya masa tulang, sedangkan berat badan yang bertambah dikaitkan dengan masa tulang yang tinggi. Alasan mengapa berat badn berkurang pada usia tua mempengaruhi masa tulang tidak sepenuhnya dimengerti. Biasanya semakin rendah tekanan pada masa tulang yang berkurang, semakin rendah pula tingkat estrogen. 2.8.3. Macam-macam Nutrisi a. Kalsium Fungsi utama kalsium adala mengisi kepadatan tulang dan gigi. Angka kecukupan kalsium/hari bagi orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasioanal Pangan dan Gizi LIPI (1998) sebangai berikut: 1. Bayi
: 300-400 gm
2. Anak-anak
: 500 gm
3. Remaja
: 600-700 gm
4. Dewasa
: 500-800 gm
5. Ibu hamil-menyusui
:+> 400 gm
6. Ibu menopause
: 1500 gm/hari
b. Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak dilam tubuh. Fosfor berperan dalam klasifikasi tulang dan gigi.
15
Angka kecukupan forfa rata-rata sehari untuk orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional pangan dan Gizi LIPI (1998) sebangi berikut: a. Bayi
: 200-250 gm
b. Anak-anak
: 250- 400 gm
c. Remaja/dewasa
: 400-500 gm
d. Ibu hamil-menyusui
: + 200-300 gm
e. Ibu menopause
: 1.000-1.200 mg
c. Vitamin D Kalsium dan fosfor belum cukup untuk pembangun tulang yang sehat. Asih diperlukan unsur lain yang tidak kalah pentingnya vitamin D. fungsi utama vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang bersama-sama vitamin A dan vitamin C, hormone – hormone paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium, fluor. 2.8.4. Aktivitas Olahraga Beberapa penelitaian telah mendapati bahwa wanita dan pria berusia lanjut yang berolahraga secara teratur biasanya memiliki resiko patah tulang pinggul yang lebih rendah. Penemuan ina konsisten daengan penelitian mengenai Osteoporosis yang dapat dari gaya hidup yang pasif. Wanita yang berusia lanjut yang berdiri kurang dari 5 jam sehari meiliki resiko patah tulang pinggul hampir dua kali lebih besar dari wanita yang lebih aktif. Untuk itu, bahkan aktivitas angkat beban yang ringan pun dapat dapat menghasilkan keuntungan yang penting di usia tua (Lane, 2003:22).
16
Contoh-contoh latihan yang dapat mempertahankan mas tulang dan kekuatan otot pada wanita dalam masa produktif dan menopause di antaranya adalah aerobik atau latihan yang membakar ernergi, jalan kaki cepat (hiking), joging atau jalan kaki cepat, dansa aerobik (jazzercise), bersepeda diruangan/ stasioner, lompat tali, renang olah raga berkebun hingga keluar keringat ski cross-country, angkat beban atau latihan di gym. Sedangkan contoh latihan yang tidak membakar energi dansa, yoga, dan perenggan ( stretching ). Olahraga yang penuh semangat dan menekankan pada latihan otot memelihara dan bahkan memperbesar masa orang dewasa dan dapat mencegah mereka dari jauh. Selain itu, tidak ada bahasan untuk mendapatkan keutungan dari olahraga terhadap masa tulang , kekuatan otot, keimbangan. Namun pengaruh olah raga yang tidak begitu berat, seperti berjalan kaki, tidak begitu jelas kaitannya dalam melindungi masa tulang.
2.9. Menopause Pada masa menopause terjadinya kehilangan kalsium dari dari jaringan tulang.osteoporosis pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan progestron menurun. Rendahnya hormone estrogen dalam tubuh akan membuat tulang menjadi keropos dan mudah patah. 2.9.1. Definisi Menopause menurut arti katanya “men” berarti bulan “pause, pauris, paudo” bearti periode
atau tanda berhenti, sehingga menopause diartikan sebangai
17
berhentinya secara definitive menstruasi. Enopause secara klinis menunjukan berhentinya menstruasi,yang dihubungkan dengan berakhirnya fungsi ovarium yang disebut klimakterium menurut kartono (1992). 2.9.2. Menopause Alami Menopause alami adalah akhrir dari produksi wanita ditandai dengan sudah hadirnya siklus menstruasi selaa 1 tahun penuh. Hal ini dapat terjadi antara usia 40-58 tahun, dengan rata-rata usia kurang lebih 51 tahun. 2.9.2.1. Menopause Preatur Menopause premature adalah sat siklus menstruasi wanita berhenti selama 1 tahun penuh sebelum usia 40 tahun. Ini dapat terjadi akibat berbangai alasan, termasuk genetic proses outoinum atau intervensi medis, seprti kemoterapi. Wanita yang menjalani menopause awal memiliki resiko kanker payudara dan ovarium lebih kecil, tetapi memiliki resiko osteoporosis lebih besar. 2.9.2.2. Menopause Beralasan Medis Menopause medis, kadang – kadang disebut menopause beralasan, disebabkan pada saat ada kerusakan parah (seperti yang disebabkan komoterapi yang digunakan selama pengobatan kanker) atau pengangkatan operatif pada ovarium (menopause bedah). Lebih dari 50% wanita pada komoterapi dilemparkan ke dalam menoupase sementara. Wanita yang lebih tua (> 45 tahun) cenderung mengalami menopause permanen akibat kooterapi dari pada wanita yang lebih muda (35 tahun dn kurang). Setelah pengangkatan ovarium (ooforektomi), mula – mula menopause mendadak, dan waniata cenderung mendapatkan gejala yang cukup parah.
18
2.10. Gejala Menopause 2.10.1. Gejala-gejala Menopause a. Wanita dianggap menopause apa bila haid tidak datang melebihi setahun dari haid terakhir. b. Kebanyakan wanita berusia 48 hingga 50 tahun akan mengalaminya. Tetapi ada yang mengalaminya pada usia 55 tahun dan yang seawall 35 tahun. c. Perubahan hormone (berkurangan) berlaku mulai 10 hingga 15 tahun sebelum putus tanda – tanda haid. Ini menyebabkan wanita mengalami perubahan fisik dan fiskologi pada tubuh mereka. d. Putus haid boleh berlaku secara natural, di sebabkan penyakit atau pembedahan. 2.10.2 Perubahan Semasa Menopause a. Acute (Awal) 1. Kitaran haid tidak teratur 2. Berdebar-debar 3. Serangan rasa panas 4. Gangguang tidur/kencing malam 5. Murung, resah dan gelisah 6. Cepat marah 7. Letih dan lelah
19
b. Pertengahan a. Masalah kencing sakit atau pedih, kerap insfeksi kuman b. Dinding vagina kecut dan kering c. Kulit berkerut c. Jangka Panjang 1. Tulang rapuh (osteoporosis) 2. Masalah jantung 3. kanker alat kelamin 4. Pelupa
2.11. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. Variable-variabel yang akan diteliti
penulis gambarkan dalam kerangka konsep
sebagai berikut : Variabel Independen -
Umur Pengetahuan Aktivitas Olahraga
Variabel Dependen
-
Gejala Osteoporosis
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
20
2.12. Hipotesis Penelitian 1.
Ada hubungan umur ibu dengan resiko gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan.
2.
Ada hubungan pengetahuan dengan resiko gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan.
3.
Ada hubungan aktivitas olahraga dengan resiko gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamtan Medan Tuntungan.
21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu mengetahui faktor
resiko yang berhubungan dengan gejala
osteoporosi pada ibu Menopause di Kelurahan Kemenangan Tani.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Maret 2014. Dengan alasan adanya masalah yang ditemukan oleh ibu-ibu dalam kejadian gejala Osteoporosi di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. 3.2.2. Waktu Penelitan Waktu penelitian dilakukan Maret-Mei 2014.
3.3.
Populasi Data Sampel
3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2014 sebanyak 40 orang.
21
22
3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu menonopause di populasi sebanyak 25 orang jumlah populasinya dengan menggunakan total sampling (Notoatmodjo, 2010).
3.4.
Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Data didapatkan dengan membagikan kuesioner kepada responden melalui daftar checklis. Diberikan terlebih dahulu penjelasan tentang isi daftar pertanyaan setelah ibu mengerti lalu dipersilahkan untuk menjawab kuensioner di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan.
3.5.
Definisi Oprasional
3.5.1. Variabel Independen 1.
Umur adalah masa hidup seseorang atau sejak dilahirkan. Hasil Ukur : 0). 45 – 59 tahun 1). 60 – 70 tahun Skala Ukur : Ordinal
2.
Pengetahuan ibu adalah pengetahuan yang dimiliki oleh ibu osteoporosis. Pengetahuan dari 6 pertanyaan, dimana jika jawab “benar” (diberi nialai 1), jika jawab “salah” (diberi nilai 0)
23
Hasil Ukur : 0). Baik : dapat diperoleh jika menjawab 3-6 pertanyaan (>50%) 1) Buruk : dapat diperoleh jika menjawab ya <0-2 pertanyaan (<50%). Skala Ukur : Ordinal 3.
Aktivitas olahraga adalah latihan otot memelihara dan bahkan memperbesar masa orang dewasa dan dapat mencegah mereka dari jauh. Hasil Ukur : 0). Dilakukan 1). Tidak dilakukan Skala Ukur : Ordinal
3.5.2.
Variabel Dependen Osteoporosis adalah gangguan tulang dengan ciri penipisan tulang dan
gangguan arsitektur tulang yang berdampak tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Kategori 0 : Mengalami 1 : Tidak mengalami
3.6 Pengolahan Data dan Analisis 3.6.1. Pengolahan Data Dalam pengolahan data menurut Natoatmojho (2010). Dilakukan dengan empat langkah yaitu sebagai berikut :
24
1. Editing Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah diisi dengan lengkap, jelas jawaban dari responden, releven jawaban dengan pertanyaan, konsisten. 2. Coding Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. 3. Processing Setelah data dikoding maka langkah selanjutnya melakukan entry dari data kuesioner program computer, salah satu paket program yang digunakan adalah SPSS for window 4. Cleaning Cleaming merrupakan kegiatan pengecekan kembali data sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak 3.6.2. Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi variable ibu tentang osteoporosis pada ibu menopose dengan distribusi frekuensi kesiapan dalm menghadapi osteoporosis pada ibu menopose.
25
2.
Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk menganalisa apakah ada hubungan antara variable independent dengan variable dependen dengan menggunakan statistic chi-square.
26
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Di kelurahan yang terdapat di wilayah Kec. Medan Tuntungan dengan luas ± 150 Hektar dan terdiri 5 lingkungan yang memiliki batas wilayah sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara : Berbatas dengan Kelurahan Simp. Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.
2.
Sebelah Selatan : Berbatas dengan Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan.
3.
Sebelah Timur : Berbatas dengan Kelurahan Lau Cih Kecamatan Medan Tuntungan.
4.
Sebelah Barat
: Berbatas dengan Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan.
4.1.2. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk kelurahan Kemenangan Tani adalah ± 5.250 jiwa dengan jumlah laki – laki 2.386 jiwa sedangkan perempuan 2.864 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 1879 KK.
26
27
4.2. Gambaran Umum Responden Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan antara lain : umur, pengetahuan, aktivitas olahraga.
4.3. Analisis Univariat 4.3.1. Umur Ibu Untuk melihat umur ibu dalam gejala osteoporosi pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. Tabel 4.1. Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Ibu No. 1. 45-59 Tahun 2. 60-70 Tahun
Umur
f 15 25
% 37,5 62,5
Jumlah
40
100
Dari tabel diatas bahwa lebih banyak ibu umur 60-70 tahun yaitu 25 responden (62,5%), 4.3.2. Pengetahuan Untuk melihat pendidikan ibu dalam gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Ibu No 1. 2.
Pengetahuan Ibu Baik Buruk Jumlah
f 16 24 40
% 40 60 100
28
Dari tabel diatas bahwa lebih banyak pengetahuan ibu buruk 24 responden (60%). 4.3.3. Aktivitas olahraga Untuk melihat aktivitas ibu dalam gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenagan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. Tabel 4.3.
No 1. 2.
Tabel Distribusi Frekuensi Responden Menurut Aktivitas Olahraga Ibu
Aktivitas Olahraga Ibu Dilakukan Tidak dilakukan Jumlah
f 17 23 40
% 42,5 57,5 100
Dari tabel diatas bahwa lebih banyak anktivitas olahraga ibu yang tidak dilakukan 23 responden (57,5%).
4.4. Analisa Bivariat Analisa bivariat untuk mengkaji apakah ada hubungan antara umur, pengetahuan, aktivitas olahraga terhadap terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenanagan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. Pada analisisa ini dipakai uji Chi-Square, di tunjukkan dengan analisis crosstab dan di dapatkan hasil berikut:
29
Tabel 4.4. Hubungan Umur Responden dengan Gejala Osteoporosis pada Ibu Menopause di Kelurahan Kemenangan Tani
No 1 2
Umur 45-59 tahun 60-70 tahun Total
Terjadinya Gejala Osteoporosis Ya Tidak n % n % 10 66,7 5 33,3 5 20 20 80 15 37,5 25 62,5
Total n 15 25 40
Prob
% 100 100 100
0.000
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 15 responden dengan umur 45-59 tahun 10 orang (66,7%) terjadi tanda-tanda osteoporosis dan 5 orang (33,3%) yang tidak mengalami gejala osteoporosis, sedangkan dari 25 responden yang berumur 60-70 tahun 5 orang (20%) yang terjadi tanda-tanda osteoporosis dan 20 orang (80%) yang tidak mengalami osteoporosis.. Dari tabel diatas terlihat bahwa hasil uji statistik dengan chi square menunjukkan bahwa probalitas (0,000) < α (0,05) Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa umur responden berhubungan secara bermakna dengan terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause. Tabel 4.5. Hubungan pengetahuan Responden dalam Gejala Osteoporosis pada Ibu Menopause Kelurahan Kemenangan Tani
No 1 2
Pengetahuan Baik Buruk Total
Terjadinya Gejala Osteoporosis Ya Tidak n % n % 10 66,7 5 33,3 5 20 20 80 15 37,5 25 62,5
Total n 15 25 40
% 100 100 100
Prob 0.000
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 15 responden pengetahuan baik 10 (66,7%) orang terjadi tanda gejala osteoporosis dan 5 (33,3%) orang tidak
30
mengalami osteoporosis, sedangkan dari 25 responden pengetahuan buruk 5 orang (20%) yang terjadi tanda-tanda osteoporosis dan 20 orang (80%)
yang tidak
mengalami osteoporosis.. Dari tabel di atas terlihat bahwa hasil uji statistic dengan exact fisher’s menunjukka bahwa probalitas (0,00) < α (0,05) Ho di tolak pengetahun responden berhubungan secara bermakna dengan terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause. Tabel 4.6.
No 1 2
Hubungan Aktivitas Olahraga Responden dengan Gejala Osteoporosis pada Ibu Menopause di Kelurahan Kemenenangan Tani
Aktivitas olahraga Dilakukan Tidak Dilakukan Total
Terjadinya Gejala Osteoporosis Ya Tidak n % n % 11 64,7 6 35,2 4 17,4 19 82,6 15 37,5 25 62,5
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
Total n 17 23 40
% 100 100 100
Prob 0.000
bahwa dari 17 responden dengan
dilakukan 11 orang (64,7%) terjadi tanda-tanda osteoporosis dan 6 orang (35,2%) orang tidak mengalami gejala osteoporosis, sedangkan dari 23 responden dengan tidak dilakukan 4 orang (17,4%) yang terjadi tanda-tanda gejala osteoporosis. Dari atas di atas terlihat bahwa hasil uji statistik dengan exact fisher’s menunjukkan bahwa probabilitas (0,000) < α (0,05) Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas olahraga responden berhubungan secara bermakna dengan tingkat terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause.
31
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Faktor Umur dengan Gejala Osteoporosis pada Ibu Menopause Dari hasil penelitian menunjukan hubungan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan dengan frekuensi responden ibu baik sebanyak 15 responden pengetahuan baik sebanyak 10 orang (66,7%) orang terjadi tanda-tanda gejala osteoporosis dan 5 (33,3%) orang tidak mengalami osteoporosis, sedangkan dari 25 responden pengetahuan buruk 5 orang (20%) yang terjadi tanda-tanda osteoporosis dan 20 orang (80%) yang tidak mengalami osteoporosis. Prevalensi osteoporosis perempuan Indonesia tahun 2006 mencapai 23 % untuk umur 50-80 tahun. Prevalensi naik menjadi 53 % pada usia 70-80 tahun. Penderita osteoporosis berisiko patah tulang. Patah/retak tulang punggung akibat osteoporosis lebih kerap terjadi dibandingkan dengan retak tulang pinggul. Retak tulang pinggul lebih lebih mudah didiagnosis, tetapi lebih berbahaya. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 50 % pasien retak tulang pinggul cacat seumur hidup. Kematian akibat retak tulang pinggul mencapai 30 % pada tahun pertama. Kematian tidak dipicu keretakan tulang, tetapi akibat komplikasi selama masa tirah baring, seperti pneumonia atau trombosis vena dalam. Maka menurut asumsi penelitian dari hasil penelitian ibu yang umurnya 60-70 tahun lebih banyak terjadinya gejala osteoporosis di sebabkan karena tidak
31
32
mengkonsumsikan makan yang mengandung kalsium ataupun yang bergizi. Oleh karena itu ibu harus ada kemauanyang tinggi untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi atau berkalsium untuk mengurangi gejala osteoporosis pada ibu menopause.
5.2. Faktor Pengetahuan dengan Gejala Osteoposis pada Ibu Menopause Dari hasil penelitian menunjukan hubungan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan dengan frekuensi responden ibu baik sebanyak 15 responden pengetahuan baik sebanyak 10 orang (66,7%) orang terjadi tanda-tanda gejala osteoporosis dan 5 (33,3%) orang tidak mengalami osteoporosis, sedangkan dari 25 responden pengetahuan buruk 5 orang (20%) yang terjadi tanda-tanda osteoporosis dan 20 orang (80%) yang tidak mengalami osteoporosis. Lansia yang kurang pengetahuannya mengenai osteoporosis dan upaya yang kurang tepat mempunyai resiko lebih tinggi untuk meningkatnya derajat osteoporosis, dengan meningkatkan pengetahuan lansia tentang osteoporosis dapat mencegah meningkatnya osteoporosis (Ashar, 2008). Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medislainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutamatiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini (Izwan, 2010).
33
Maka menurut asumsi penelitian dari hasil penelitian Ibu yang pengetahuannya baik disebabkan karena mengetahui informasi dan pengalaman yang cukup diperoleh oleh media masa dan media elektronik terutama dari informasi dari petugas kesehatan. Sedangkan adanyan yang memiliki pengetahuan yang buruk disebabkan karena kurangnya dapatkan informasi yang cukup tentang osteoporosis. Oleh karena itu, diperlukan adanya interaksi yang baik antara ibu dengan tenaga kesehatan yang terlatih tentang osteoporosis agar tingkat pengetahuan ibu tentangg osteoporosis dapat bertambah dan ibu juga secara dini dapat mengatasi atau mencegah terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause.
5.3. Faktor Aktivitas Olahraga dengan Gejala Osteoporosis pada Ibu Menopause Dari hasil penelitian menunjukan hubungan gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan dengan frekuensi responden ibu dilakukan sebanyak 17 responden aktivitas olahraga yang dilakukan sebanyak 11 orang (64,7%) terjadi tanda-tanda gejala osteoporosis dan 6 orang (35,2%) orang tidak mengalami gejala osteoporosis, sedangkan dari 23 responden dengan tidak dilakukan 4 orang (17,4%) yang terjadi tanda-tanda gejala osteoporosis. Beberapa penelitaian telah mendapati bahwa wanita berusia lanjut yang berolahraga secara teratur biasanya memiliki resiko patah tulang pinggul yang lebih rendah. Penemuan ina konsisten daengan penelitian mengenai Osteoporosis yang dapat dari gaya hidup yang pasif. Wanita yang berusia lanjut yang berdiri kurang dari
34
5 jam sehari meiliki resiko patah tulang pinggul hampir dua kali lebih besar dari wanita yang lebih aktif. Untuk itu, bahkan aktivitas angkat beban yang ringan pun dapat dapat menghasilkan keuntungan yang penting di usia tua (Lane, 2003). Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang (Mulyaningsih, 2008). Hasil penguji uji chi-square menunjukkan bahwa aktivitasa olahraga ibu adalah salah satu yang berhubungan dengan fakto-faktor terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause. Hal ini ibu yang kurang aktivitas olahraganya dengan terjadinya gejala osteoporosis pada ibu menopause. Maka menurut asumsi penelitian diatas dari hasil Ibu yang aktivitas olahraganya masih banyak ibu yang bertindak buruk tentang osteoporosis disebabkan karena adanya ketidak kemauan atau ketidak pedulian dalam mencegah atau mengatasi gejala osteoporosis pada ibu menopause. Oleh karena itu diperlukan adanya tingkat kemauan yang tinggi terhadap pencegahan gejala osteoporosis pada ibu menopause.
35
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Terdapat hubungan faktor resiko umur ibu timbulnya gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamata Medan Tuntungan 2. Terdapat hubungan faktor resiko pengetahuan ibu gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan. 3. Terhadap hubungan faktor resiko aktivitas olahraga ibu gejala osteoporosis pada ibu menopause di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan.
6.2. Saran 1. Diharapkan
pada
ibu-ibu
agar
melakukan
aktivitas
olahraga
dan
mengkomsumsi makanan yang bergizi. 2. Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan tulang agar terhindari dari osteoporosis, dan mengkonsumsi makana yang mengandung kalsium. 3. Diharapkan
pada
ibu-ibu
harus
mengakonsumsikan
mengandung kalsium,supaya tulang ibu kuat.
35
makanan
yang
36
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Nugroho, 2006, Penyebab Osteoporosi dan Faktor Resiko Osteoporosis dalam www.mediacastor.com/10 Mei http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/19, Menopause.
Bagaimanakah
Gejala-
gejala
Lane. 2003. Osteoporosis Rapuh Tulang, PT. Raja Granfindo Persada: Jakarta. Hadi, 2005. Cara Jitu Cegah www.kompascybemedia.com/06 februari Hilman Hilmansyah, 2007, Kenali http://kliniknet.com 3 september
Osteoporosis Osteoporosis
dalam Sejak
Dini
Hikma, dalam
M.Rifai, 2007. Sehat diusia Lanjut dalam www. Infobank.news.com/01 Mei Pribakti,2010, Merawat Orang Intim,Cv Sagung Seto: Jakarta Salma, 2013, Waspada Bahaya Penyakit Yang Merusak Tulang Anda, Cerdas Sehat :Jakarta.G http://www.sarjanaku.com/2013/05,P engertian Menopause Gejala Perubahan.html Suiraoka,2012, Penyakit Degeneratif, Nuha Medika : Jogjakarta. Wirakususma, 2007, Mencegah Osteoporosis, Penebar Swaraya: Jakarta.
37
Lampiran 1. KUESIONER FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA OSTEOPOROSIS PADA IBU MENOPAUSE DI KELURAHAN KEMENANGAN TANI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN
I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Alamat : Umur 1. 45-59 tahun 2. 60-70 tahun Pengetahuan 1. Apakah pengertian osteoporosis a. Terjadinya patah tulang b. Keros tulang 2. Apakah penyebab osteoporosis a. Usia b.
Kelebihan kalsium
3.Apakah gejala osteoporosis a.
Tulang kuat
b. Kondisi fisik
38
4.Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi osteoporosis a. Keturunan b. Kekurangan hormone estrogen 5. Bangai mana cara mencengahan osteoporosis a. Memenuhi kebutuhan vitamin C b. Tidak butuh vitamin C 6. Apakah ibu tau tentang gejala osteoporosis a. Tidak b. Tau 7. Apakah ibu tau bagai mana resiko terjadi gejala osteoporosis a. Tidak b. Tau
39
Aktivatas olahraga 1. Apakah ibu pernah melakukan olahraga a. Pernah b. Tiadak pernah 2. Berapa kali dalam satu minggu melakukan aktivitas olahraga a. 3 kali b. 5 kali 3. Dengan cara apakah ibu melakukan aktivitas olahraga a. Senam erobeit b. Joging 4. Apakah ibu tau bagai mana cara olahraga yang baik. a. Tau b. Tidak tau
40
Lampiran 2. MASTER DATA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Umur 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0
Pengetahuan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0
Aktivitas olahraga 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1
Osteoporosis 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1
41
33 34 35 36 37 38 39 40
1 1 1 0 0 0 1 1
1 1 1 0 0 0 1 1
1 1 0 0 0 1 1 1
1 1 0 0 0 0 1 1
42
Lampiran 3. Hasil Uji Statistik
Frequencies Statistics
umur N
Percentiles
pengetahuan
aktivitas olahraga
osteoporosis
Valid
40
40
40
40
Missing
15
15
15
15
25
.00
.00
.00
.00
50
1.00
1.00
1.00
1.00
75
1.00
1.00
1.00
1.00
Umur Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
45-59 tahun
15
27.3
37.5
37.5
60-70 tahun
25
45.5
62.5
100.0
Total
40
72.7
100.0
System
15
27.3
55
100.0
Total
pengetahuan
Frequency Valid
Missing Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
baik
16
29.1
40.0
40.0
buruk
24
43.6
60.0
100.0
Total
40
72.7
100.0
System
15
27.3
55
100.0
43
aktivitas olahraga Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
dilakukan
17
30.9
42.5
42.5
tidak dilakukan
23
41.8
57.5
100.0
Total
40
72.7
100.0
System
15
27.3
55
100.0
Total
osteoporosis Cumulative Frequency Valid
Missing Total
Percent
Valid Percent
Percent
tidak mengalami
15
27.3
37.5
37.5
mengalami
25
45.5
62.5
100.0
Total
40
72.7
100.0
System
15
27.3
55
100.0
44
Crosstabs
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
umur * osteoporosis
40
72.7%
15
27.3%
55
100.0%
pengetahuan * osteoporosis
40
72.7%
15
27.3%
55
100.0%
umur * osteoporosis Crosstab osteoporosis tidak mengalami umur
45-59 tahun
10
5
15
Expected Count
5.6
9.4
15.0
66.7%
33.3%
100.0%
5
20
25
9.4
15.6
25.0
20.0%
80.0%
100.0%
15
25
40
15.0
25.0
40.0
37.5%
62.5%
100.0%
Count Expected Count % within umur
Total
Total
Count
% within umur 60-70 tahun
mengalami
Count Expected Count % within umur
45
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
8.711a
1
.003
Continuity Correctionb
6.834
1
.009
Likelihood Ratio
8.810
1
.003
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.006
Linear-by-Linear
8.493
Association N of Valid Casesb
1
.004
.004
40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.63. b. Computed only for a 2x2 table
pengetahuan * osteoporosis Crosstab osteoporosis tidak mengalami pengetahuan
baik
10
5
15
Expected Count
5.6
9.4
15.0
66.7%
33.3%
100.0%
5
20
25
9.4
15.6
25.0
20.0%
80.0%
100.0%
15
25
40
15.0
25.0
40.0
37.5%
62.5%
100.0%
Count Expected Count % within pengetahuan
Total
Total
Count
% within pengetahuan buruk
mengalami
Count Expected Count % within pengetahuan
46
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
8.711a
1
.003
Continuity Correctionb
6.834
1
.009
Likelihood Ratio
8.810
1
.003
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test
.006
Linear-by-Linear
8.493
Association N of Valid Casesb
1
.004
.004
40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.63. b. Computed only for a 2x2 table
aktivitas olahraga * osteoporosis Crosstab osteoporosis tidak mengalami aktivitas olahraga
dilakukan
11
6
17
Expected Count
6.4
10.6
17.0
64.7%
35.3%
100.0%
4
19
23
8.6
14.4
23.0
17.4%
82.6%
100.0%
15
25
40
15.0
25.0
40.0
37.5%
62.5%
100.0%
Count Expected Count % within aktivitas olahraga
Total
Total
Count
% within aktivitas olahraga tidak dilakukan
mengalami
Count Expected Count % within aktivitas olahraga
47
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
9.337a
1
.002
Continuity Correctionb
7.427
1
.006
Likelihood Ratio
9.597
1
.002
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.003 9.103
1
.003
40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.38. b. Computed only for a 2x2 table
.003