BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Sumber gelatin komersial biasanya berasal dari hewan seperti sapi, babi dan ikan. Gelatin memiliki beberapa sifat fisik ketika akan diaplikasikan dalam produk yaitu kelarutan tinggi, viskositas rendah, jelly strength tinggi dan stabil pada penyimpanan suhu kamar dan suhu dingin (Perwitasari, 2008). Pada produk pangan gelatin dapat dimanfaatkan sebagai bahan penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), pengikat (binder), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), perekat (adhesive), whipping agent, dan pembungkus makanan yang bersifat dapat dimakan (edible coating). Industri pangan yang membutuhkan gelatin antara lain produk gummy candies, produk jelly, industri daging, industri susu, produk law fat, dan industri food supplement. Gelatin juga dimanfaatkan dalam industri non pangan seperti industri pembuatan film, industri farmasi (seperti produksi kapsul lunak, cangkang kapsul dan tablet), dan berbagai industry lainnya (Poppe, 1992). Produksi gelatin alami di Indonesia sangatlah rendah karena sumber bahan baku gelatin banyak digunakan sebagai bahan olahan pangan. Kebutuhan industri akan gelatin selama ini dipenuhi dengan cara
1
mengimpornya dari Prancis, Jerman, Jepang, dan India. Menurut Wahyuni (2009) pada tahun 2003 kebutuhan akan gelatin di Indonesia terpenuhi dengan cara mengimpor lebih dari 6.200 ton gelatin pertahun atau senilai US$ 6.962.237 dari berbagai negara, dengan harga jual di pasar dalam negeri mencapai Rp 60.000 hingga Rp 70.000. Pengembangan bahan pengganti gelatin telah banyak dikembangkan seperti karagenan Pemanfaatan bahan pengganti gelatin telah banyak di kembangkan seperti karagenan, pectin, agaragar, asam alginat, sodium alginat, kalium alginat, kalsium alginat. Namun harga jual bahan – bahan pengganti gelatin ini cukup mahal berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 20.000 pergram. Tingginya harga gelatin dan bahan pengganti gelatin yang terdapat dipasar membuat munculnya ide pemanfaatan pangan lokal. Pemanfaatan sumber pangan lokal dinilai jauh lebih murah dan mudah dijangkau. Penggalian potensi pangan lokal menjadi begitu penting karena Indonesia mempunyai banyak bahan pangan lokal yang memiliki kualitas gizi yang baik. Salah satu pengembangan komoditas yang memiliki keunggulan adalah umbiumbian sebagai sumber pangan dan bahan baku industri. Ubi kayu (singkong) dan ubi jalar merupakan contoh bahan pangan lokal yang sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, sedangkan umbi minor seperti ganyong, gembili, uwi, suweg, talas dan kimpul belum termanfaatkan secara optimal. Tanaman ganyong (Canna edulis Ker) sudah dibudidayakan secara teratur di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta,
2
Jambi, Lampung, dan Jawa Barat. Ganyong dapat diolah menjadi produk antara dalam bentuk pati dan tepung ganyong. Pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari umbi ganyong melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk granula tertentu. Jika dibandingkan dengan pati umbi lainnya pati ganyong memiliki kandungan amilosa dan amilopektin lebih tinggi, sehingga terjadi proses gelatinisasi yang lebih baik. Kandungan amilopektin (70-85%) lebih tinggi dibanding amilosa (15-30%) pati ganyong, hal ini menyebabkan kemampuan dalam menyerap air lebih rendah, sehingga viskositasnya menjadi lebih tinggi dan konsistensi gel yang terbentuk akan lebih keras (Pangesthi, 2009). Sifat-sifat ini membuat pati ganyong dalam bentuk alami masih terbatas pemanfaatanya karena memiliki permasalahan yang berhubungan dengan tingginya retrogradasi, kestabilan rendah, ketahanan gel rendah. Padahal menurut Pangesthi (2009) pemanfaatan produk antara dari ganyong ini dapat meningkatkan nilai ekonomis 10 kali lipat dari harga umbi segar yang hanya Rp 300/kg. pertimbangan ini kemudian menjadi alasan dilakukan modifikasi pati ganyong yang akan dimanfaatkan sebagai pengganti gelatin baik secara fisik dan kimia, sehingga memiliki banyak kegunaan pada industri makanan. Metode modifikasi pati yang paling umum dan banyak dikenal oleh industri merupakan modifikasi pati secara kimiawi. Modifikasi secara kimia dapat mengakibatkan perubahan struktur (terjadi pemotongan rantai ikatan α1,4 glukosidik dari amilosa, 1,6D glukosidik dari amilopektin sehingga
3
ukuran partikel menurun dan terjadi peningkatan kelarutan pati) dan pati memiliki gugus fungsional baru, yang akan mempengaruhi sifat fisikokimia pati sesuai yang diinginkan (Adebowale dan Olayied, 2003 dalam Aini & Hariyadi, 2010). Metode modifikasi pati secara kimiawi bermacam – macam salah satunya metode asetilasi. Proses modifikasi pati secara asetilasi menyebabkan terjadinya esterifikasi gugus fungsional hidroksil pada pati dan meningkatkan stabilitas, solubility, kekuatan gel dan penurunan viskositas dari pati modifikasi (Adebowale dan Olayide 2003 dalam Aini & Hariyadi, 2010). Pada proses modifikasi pati dengan asetilasi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh yaitu pH awal, lama proses reaksi, konsentrasi reagen, ukuran partikel, dan suhu. Faktor utama yang berpengaruh pada proses asetilasi yaitu penggunaan pH awal dan lama proses reaksi. Penggunaan pH awal merupakan proses pengaturan pH awal larutan bahan saat akan dilakukan proses asetilasi. Pengaturaan pH awal larutan bahan dinilai dapat mempengaruhi proses asetilasi karena pada kondisi pH tertentu atau biasanya pada kondisi basa kemungkinan dapat mempengaruhi optimalisai proses asetilisasi (kondisi basa sebagai katalisator). Faktor lama proses reaksi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memberi kesempatan proses asetilasi dapat berlangsung secara maksimal. Penelitian modifikasi pati menggunakan metode asetilasi memang telah banyak digunakan karena dinilai praktis dan ekonomis. Namun penelitian modifikasi secara asetilasi pati ganyong sebagai pengganti gelatin yang kemudian dicoba untuk diaplikasikan ke produk gummy candies belum spesifik
4
dilakukan, sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Proses asetilasi dilakukan dengan menggunakan variabel pH larutan awal dan waktu proses asetilisai sehingga diperoleh pati ganyong termodifikasi atau bisa disebut pati asetat. Analisis yang dilakukan untuk mengguji pati asetat yaitu nilai derajat subtitusi, gugus karboksil, swelling power dan solubility, karena menurut penelitian yang telah ada keberhasilan proses asetilasi ditandai dengan adanya peningkatan nilai tersebut. Pati asetat ini kemudian dapat diaplikasikan menjadi permen jelly yang memiliki karakteristik seperti sifat gelasi, kekuatan gel, stabilitas, yang tinggi dan viskositas yang cukup rendah.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh kondisi pH awal larutan bahan dan waktu proses reaksi asetilasi terhadap karakteristik pati ganyong termodifikasi ? 2. Bagaimana pengaruh penambahan pati ganyong termodifikasi sebagai penganti gelatin terhadap karakteristik produk permen jelly ?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, antara lain : 1. Mengetahui kondisi optimal dari pH awal larutan bahan dan waktu proses reaksi asetilasi terhadap karakteristik pati ganyong termodifikasi.
5
2. Mengetahui kemiripan sifat hasil subtitusi pati ganyong termodifikasi sebagai pengganti gelatin yang merupakan bahan dasar pembuatan permen jelly pada umumnya. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut : 1. Menambah informasi mengenai metode pembuatan pati ganyong modifikasi dan aplikasinya sebagai pengganti gelatin dalam produk chewy candy. 2. Meningkatkan nilai guna dan ekonomis pati dan hasil produk antara umbi ganyong.
6