BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS) Bab kedua ini memberikan penjelasan umum tentang tulang dan keropos tulang, meliputi definisi keropos tulang, struktur tulang, metabolisme tulang, fungsi tulang, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tulang dan keropos tulang.
2.1. Definisi Keropos Tulang Sejarah mencatat bahwa osteoporosis pertama kali diketahui di Mesir pada tahun 990 SM. Istilah osteoporosis sendiri berasal dari kata Yunani kuno osteon, yang berarti tulang, dan poros yang berarti pori-pori. Kedua kata tersebut menggambarkan perubahan kondisi jaringan tulang yang terjadi sebagai akibat adanya penyakit tulang ini. Terdapat beberapa definisi dari keropos tulang atau osteoporosis yang dicetuskan para ahli. Namun, definisi keropos tulang atau osteoporosis yang sering atau umum digunakan adalah: Kondisi tulang yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan kemunduran arsitektur mikro dari jaringan tulang yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan kerentanan patah tulang. Menopause yang terjadi pada perempuan menyebabkan turunnya kadar estrogen dalam tubuh. Kekurangan hormon estrogen berkaitan erat dengan penurunan tingkat penyerapan kalsium dan kepadatan tulang. Oleh karena itu, kelompok ini memiliki resiko tinggi terkena osteoporosis dan mengalami patah tulang.
Keropos tulang adalah penyakit yang berlangsung secara tersembunyi. Keropos tulang memburuk secara bertahap dan diam-diam tanpa menunjukkan gejala dan keluhan apapun hingga suatu ketika terjadi patah tulang. Patah tulang hanyalah salah satu tanda yang tampak dari keropos tulang. Di samping patah tulang, keropos tulang ternyata juga dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut, antara lain: rasa sakit, rusaknya bentuk tulang atau perubahan postur tubuh, ketergantungan kepada orang lain, berkurangnya fungsi peredaran darah, pernapasan, serta pencernaan, cacat, bahkan dapat menyebabkan kematian.
2.2. Fungsi Tulang Sebagaimana organ-organ atau bagian-bagian tubuh lainnya, tulang diciptakan dengan fungsi-fungsi tertentu. Fungsi tulang meliputi hal-hal sebagai berikut, yaitu: 1.
Tulang memberikan bentuk pada tubuh manusia
2.
Tulang menyokong otot-otot dan bersama otot menjadi perangkat motorik atau pergerakan
3.
Tulang melindungi organ-organ dalam tubuh
4.
Tulang sebagai gudang untuk kalsium dan mineral-mineral penting lain, seperti fosfor dan magnesium.
Sebagai tempat penyimpanan kalsium, tulang menyimpan 99% dari kalsium yang terdapat di dalam tubuh. Sisanya 1% dilepaskan dalam sirkulasi darah dan penting untuk fungsi-fungsi tubuh yang sangat vital, mulai dari kontraksi otot, fungsi saraf sampai dengan mekanisme penggumpalan darah.
2.3. Struktur Tulang Terdapat dua tipe tulang, yaitu cortical dan trabecular/cancellous. Tulang cortical membentuk 80% massa tulang dan hanya 20% pada permukaan tulang. Tulang cortical kebanyakan terdapat pada tulang peripheral atau tepian seperti pada radius
dan ulna. Tulang trabecular kebanyakan terdapat pada tulang axial dan membentuk struktur rumah lebah dalam ruang tulang. Tulang trabecular membentuk 20% massa tulang dan sebagian besar permukaan tulang. Tulang trabecular memiliki metabolisme aktif . Oleh karena itu, pergantian tulang memberi efek lebih besar pada tulang trabecular dibandingkan pada tulang cortical. Pada tulang normal, sekitar 25% dari volume tulang anatomis adalah jaringan tulang dan 75% adalah sumsum tulang dan lemak. Proporsi ini bervariasi antara bagianbagian tulang yang berbeda. Dari 25% jaringan tulang, hanya 60% mineral tulang dan sisanya 40% bagian organik, utamanya collagen. Sumsum tulang mengandung stroma, sel-sel lemak, pembuluh darah dan beberapa jaringan limpa. Sumsum tulang kuning banyak mengandung sel-sel lemak, sedangkan sumsum tulang merah banyak mengandung elemen jaringan sel darah merah. Pada keropos tulang, volume tulang (ukuran tulang) tidak berubah, tetapi cortical terlihat berlubang-lubang atau berpori dan trabecular menipis, bahkan dapat hilang. Tulang kalkanea atau tulang tumit adalah salah satu contoh jenis tulang trabecular.
2.4. Metabolisme dan Pertumbuhan Tulang Seiring dengan berjalannya waktu, tulang mengalami kerusakan akibat dari penggunaannya. Untuk menjaga kesehatannya, tulang memerlukan perbaikan. Perbaikan tulang ini umum disebut bone remodeling process. Bone remodeling process adalah proses yang berkesinambungan, jaringan tulang secara terus menerus dirusak dan kemudian dibentuk kembali. Pergantian ini diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan untuk memperbaiki kerusakan kecil yang terjadi akibat tekanan setiap hari. Disamping itu, hal tersebut dibutuhkan untuk memelihara fungsi tubuh sebagaimana mestinya.
Sel-sel yang terlibat dalam bone remodelling process adalah: 1. Sel-sel osteoclast. Sel osteoclast dibentuk dari sel-sel darah tertentu. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk memberikan respon terhadap rusaknya tulang. Sel-sel ini membuat lubang-lubang pada tulang dan melepaskan sedikit kalsium ke dalam aliran darah yang dibutuhkan untuk fungsi-fungsi vital tubuh. 2. Sel-sel osteoblast. Sel osteoblast dibentuk oleh sel-sel tulang. Sel-sel ini memiliki fungsi sebagai pembangun tulang. Sel-sel ini membangun kembali tulang dengan cara mengisi lubang-lubang dengan collagen, kristal kalsium dan fosfor. Pada proses pergantian tulang, osteocytes (sel osteoblast yang belum dewasa), mendeteksi kerusakan tulang dan mengirim sinyal yang menstimulasi diferensiasi dan pengaktifan osteoclast. Diperlukan waktu 3 pekan bagi osteoclast untuk menghancurkan atau menyerap tulang sampai kedalaman tertentu. Setiap kali tercapai kedalaman tersebut, sinyal dikirim untuk menstimulus diferensiasi dan aktifasi dari osteoblast. Osteoblast mengeluarkan collagen dan protein-protein matriks yang lain untuk membentuk osteoid (tulang baru) dan menstimulus mineralisasi tulang secara berurutan. Proses pembangunan tulang ini memakan waktu sekitar 3 sampai 4 bulan. Perbedaan waktu penghancuran dan pembangunan tulang merupakan defisit tulang dalam tubuh yang disebut remodelling space. Setiap tahun, sekitar 10% - 30% dari tulang dewasa dibangun lagi dengan cara ini. Keseimbangan osteoclast dan osteoblast dikendalikan oleh suatu campuran dari hormon-hormon dan faktor-faktor kimia. Puncak masa tulang merupakan waktu dimana kerapatan massa tulang maksimal tercapai bagi setiap individu. Lebih dari 90% puncak massa tulang tercapai pada usia 18 tahun dengan penyempurnaan dicapai sampai usia 35 tahun. Pencapaian puncak
massa tulang yang tinggi adalah penting. Semakin tinggi puncak massa tulang maka semakin rendah resiko untuk mencapai “ambang patah” atau keadaan dimana patah tulang akan terjadi. Pencapaian puncak massa tulang dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini, yaitu:
Jenis kelamin
Hormon
Keturunan
Etnis atau ras
Aktifitas fisik dan olahraga
Asupan gizi
Empat faktor pertama adalah faktor-faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia, sedangkan perbaikan pada faktor olahraga dan asupan gizi dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya osteoporosis sejak dini. Olahraga yang dilakukan seiring dengan terjadinya pembentukan tulang adalah penting untuk membantu pengendapan tulang yang tergantung pada tegangantegangan yang diberikan pada tulang. Kurangnya olahraga selama pembentukan tulang menyebabkan pembebanan kurang optimal dan mengurangi massa tulang. Massa tulang mulai menurun pada usia sekitar 40 tahun dengan laju kira-kira 0,5% per tahun. Selama periode menjelang menopause dan antara 5-7 tahun setelah menopause, perempuan akan mengalami peningkatan laju berkurangnya massa tulang hingga kira-kira 3-5% per tahun. Perioda berkurangnya massa tulang ini secara langsung dihubungkan dengan hilangnya hormon estrogen. Setelah perioda ini, laju pengurangan tulang melambat lagi menjadi 0,5-1% per tahun. Berkurangnya massa tulang pada pria konsisten pada laju 0,5-1% per tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian puncak massa tulang juga mempengaruhi laju
berkurangnya atau hilangnya tulang (bone loss). Faktor-faktor tambahan yang disebut sebagai penyebab sekunder (secondary causes) yang dapat mempercepat laju bone loss antara lain, yaitu:
Nikotin
Kafein
Alkohol
Terapi steroid
Myeloma
Skeletal metastases
Operasi pada pencernaan (gastric surgery)
Terapi anticonvulsant
Thyrotoxicosis
Proses penghancuran dan pembangunan kembali tulang oleh sel-sel osteoclast dan osteoblast merupakan suatu sistem yang seimbang dan terhubung sempurna. Namun, sejalan dengan bertambahnya umur manusia atau terjadinya kondisi-kondisi tertentu, keseimbangan sistem ini rusak dan kedua proses ini menjadi tidak sejalan. Peningkatan aktifitas osteoclast menyebabkan penghancuran tulang lebih banyak dan/atau lebih dalam, sedangkan kecepatan osteoblast untuk membangun kembali tulang tidak cukup cepat untuk mengisi semua lokasi tulang yang dihancurkan.
2.5. Klasifikasi Keropos Tulang Keropos tulang atau osteoporosis diklasifikasi menjadi yang utama atau primer dan yang sekunder. Keropos tulang primer berhubungan dengan penuaan dan berkurangnya fungsi gonadal, sedangkan keropos tulang sekunder berhubungan dengan penyakit kronis, terapi obat, atau gaya hidup.
Kekeroposan tulang primer dapat dibagi menjadi Tipe-1 yang terlihat paling banyak pada wanita-wanita yang telah menopause dan Tipe-2 yang terjadi pada pria dan wanita berusia di atas 75 tahun. Keropos tulang Tipe-1 disebabkan tejadinya pergantian tulang yang cepat. Berkurangnya kadar estrogen yang terjadi saat menopause memacu bertambahnya jumlah dan umur dari osteclast, sehingga menambah luas dan dalam bagian tulang yang harus dibangun kembali. Tulang trabecular memiliki metabolisme yang lebih aktif dibandingkan tulang cortical, sehingga mengalami kehilangan yang lebih banyak. Pada masa ini, sering terjadi kasus patah tulang belakang dan pergelangan tangan. Keropos tulang Tipe-2 terjadi pada usia di atas 75 tahun. Keropos tulang pada kelompok populasi ini terjadi karena berkurangnya penyerapan kalsium dan pengaktifan vitamin D, rusaknya fungsi osteoblast, berkurangnya umur osteoblast, dan berkurangnya produksi hormon kelamin. Tulang-tulang cortical dan trabecular sama-sama terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut. Pada masa ini, terjadi peningkatan kasus patah tulang pada manula.
2.6. Hubungan Massa Tulang dan Kekuatan Tulang Bone mass atau massa tulang adalah petunjuk penting dari kekuatan tulang. Penelitian terhadap trabecular bone dari spine telah menunjukkan korelasi positif antara kekuatan kompresi dan rasio berat abu tulang terhadap volume. Hubungan yang serupa antara tekanan dan isi mineral tulang telah diteliti pada bagian femur neck. Namun, variasi massa tulang memperkirakan hanya 40% sampai 50% dari variasi kekuatan tulang dalam penelitian-penelitian. Hal ini menunjukkan pentingnya aspek kualitatif dari struktur tulang (bone microarchitecture) )dalam menunjukkan kekuatan tulang.
Kerusakan-kerusakan kualitas struktur tulang tersebut dapat dibagi menjadi:
Kelelahan yang terakumulasi. Hal ini adalah penyebab utama kerusakan dalam bahan yang terstruktur. Pembebanan berulang dari tulang pada tingkattingkat tarikan di bawah kekuatan patah menghasilkan kerusakan seperti ini. Bahan tulang berbeda dari banyak material lain yang memiliki inersia dua arah karena: o Tulang adalah campuran bahan organik dan anorganik. Karakteristik struktur ini membatasi perkembangan retak-retak akibat kelelahan. o Tulang memiliki suatu kemampuan perbaikan, mengambil atau mengganti bahan yang rusak. Respon perlindungan dari tulang ini bisa menjadi rusak karena terlambatnya deteksi kerusakan tulang atau tumpulnya respon osteocyte.
Perubahan mekanis bahan tulang karena penuaan. Bukti yang mendukung perubahan-perubahan yang terhubung umur pada arsitektur tulang berasal dari penelitian-penelitian tentang struktur trabecular bone menggunakan CT beresolusi tinggi. Penelitian-penelitan ini menunjukkan suatu hubungan pengurangan jumlah batang-batang dan lempeng trabecular terhadap umur. Perubahan-perubahan struktur ini dapat mempengaruhi kualitas mekanikal dari trabecular bone.
Osteomalcia. Osteomalcia adalah kegagalan atau tertundanya mineralisasi dari matriks tulang yang baru terbentuk. Hal ini memiliki potensi merusak tulang. Patah tulang kadangkal terjadi oada tempat-tempat dengan matriks yang buruk dimineralisasi dan osteomalcia sering ditemukan pada pasien dengan patah tulang pinggang.
2.7. Diagnosis Keropos Tulang Tujuan utama diagnosa osteoporosis adalah untuk mencegah kerusakan tulang atau patah tulang akibat osteoporosis. Keropos tulang atau osteoporosis terjadi apabila kerapatan massa tulang berkurang ke suatu kondisi dimana dapat terjadi patah tulang oleh tekanan yang lemah. Kondisi ini disebut sebagai ambang patah. World Health Organization atau WHO merekomendasikan urutan penentuan resiko patah, yaitu: 1.
Pengukuran kerapatan massa/mineral tulang (BMD, Bone Mass/Mineral Density) menggunakan DXA/DEXA. Pengukuran dilakukan pada tulang pinggul/pinggang.
2.
BMD pasien dibandingkan dengan referensi BMD orang yang normal. WHO mendefinisikan referensi BMD sebagai rata-rata dari BMD pinggul/pinggang wanita etnis Kaukasia yang belum mengalami menopause.
3.
Resiko patah tulang diperkirakan dengan melihat simpangan baku (SD, standard deviation) BMD pasien terhadap BMD referensi puncak massa tulang. Setiap 1 simpangan baku di bawah normal sama dengan naiknya kelipatan 2,5 dari resiko patah pata tulang pinggul/pinggang.
Pada tahun 1994, WHO merekomendasikan kriteria klasifikasi keropos tulang (osteoporosis) berdasarkan pada pengukuran kerapatan massa/mineral tulang (BMD) dari tulang belakang, pinggang, atau lengan. Hasil pengukuran dalam unit penyimpangan baku (SD) terhadap kondisi normal yang disebut T-score dan Z-score. Hubungan BMD (dalam gr/cm2) dan T-score dapat dilihat dari persamaan di bawah ini:
T _ scores =
BMDs − BMD( MEAN ) yn BMD( SD) yn
(2.1)
dimana:
T_scores
: T-score subyek
BMDs
: BMD subyek
BMD(MEAN)yn : BMD rata-rata dari kelompok puncak massa tulang BMD(SD)yn
: simpangan baku BMD kelompok puncak massa tulang
T-score adalah perbandingan BMD pasien terhadap BMD rata-rata dari populasi puncak massa tulang yang berjenis kelamin dan beretnis sama. WHO telah menetapkan ukuran-ukuran berikut ini untuk menunjukkan tingkat keropos tulang dan tingkat resiko patah: 1.
Jika T-score lebih besar dari -1, rapat massa tulang masih normal
2.
Jika T-score berada di antara -1 dan -2,5, rapat massa tulang rendah dan disebut sebagai osteopenia.
3.
Jika T-score lebih kecil dari -2,5, subyek telah mengalami osteoporosis.
4.
Jika T-score lebih kecil dari -2,5 dan disertai adanya patah tulang, subyek mengalami keropos tulang parah (severe osteoporosis).
Definisi osteoporosis, osteopenia, dan normal dimaksudkan untuk mengidentifikasi pasien pada resiko tinggi, sedang, atau rendah dari patah tulang. Disamping T-score, terdapat pula parameter Z-score yang merupakan perbandingan BMD pasien terhadap BMD rata-rata dari populasi yang sama umurnya, sama jenis kelaminnya, dan sama etnis/ras-nya. Bila referensi adalah dari populasi wanita Kaukasia dewasa, maka referensi tidak dapat digunakan untuk pria, anak-anak, atau wanita yang bukan etnis Kaukasia.
Pengelompokan penyakit tulang didasarkan pada informasi radiografi, biokimia, dan biopsi. Pengukuran mineral tulang tidak dapat menggantikan salah satu dari ketiga pengujian tersebut untuk membuat diagnosa yang khusus. Namun, pengukuran kerapatan mineral tulang dapat menambahkan informasi-informasi sebagai berikut:
Perkiraan apakah kerapatan mineral tulang berada dalam rentang normal dan derajat keabnormalan dapat dikuantisasi.
Penggunaan hasil-hasil pengukuran untuk memperkirakan resiko patah tulang.
Perkiraan laju hilangnya tulang dengan interval pengukuran 1-2 tahun.
Oleh karena itu, pengukuran mineral tulang ditempatkan pada garis depan dalam diagnosa penyakit tulang. Pengukuran mineral tulang berfungsi untuk mendeteksi subyek dengan massa tulang rendah dan memiliki resiko patah tulang tinggi. Diagnosa penyakit tulang meliputi posedur-prosedur sebagai berikut:
Pengukuran kerapatan tulang untuk melihat seberapa parah tulang yang mengalami keropos.
Pembuatan foto sinar-X untuk melihat apakah terjadi patah tulang.
Pengujian laboratorium untuk melihat adalah penyebab sekunder keropos tulang.