14
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masa dewasa akhir atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode dahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Usia enampuluhan biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut (Hurlock, 1999). Proses menua merupakan suatu proses biologis. Setelah bertahun-tahun, kondisi tubuh akan menurun, kulit menjadi kendur, berkerut, fungsi sistem jantung dan pernafasan juga menurun. Perubahan juga terjadi pada otak (Lahey, 2003). Beberapa perubahan fisik yang dihubungkan dengan proses penuaan dapat diobservasi secara langsung. Kulit individu yang menua menjadi lebih pucat, muncul bercak-bercak di kulit, kulit menjadi kurang elastis, dan seiring dengan lemak dan otot yang mulai mengendur, kulit menjadi berkerut. Muncul juga urat nadi yang menonjol pada kaki. Rambut di kepala mulai memutih dan mulai menipis serta rambut yang tumbuh di tubuh mulai menipis (Papalia, 2004) Perubahan-perubahan tersebut sesuai dengan hukum kodrat manusia yang pada umumnya dikenal dengan istilah ‘menua’. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi struktur baik fisik maupun mental. Periode selama usia lanjut atau lansia yaitu ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dikenal
Universitas Sumatera Utara
15
dengan istilah ‘senescence’ yaitu masa proses menjadi tua (Hurlock, 1999). Kemunduran fisik dan mental ini dapat mengakibatkan kesehatan lansia menjadi buruk. Pada waktu kesehatannya memburuk, lansia cenderung berkonsentrasi pada masalah kematian. Pertanyaan pertama tentang kematian yang menyelimuti orang berusia lanjut adalah,’kapan saya akan mati?’ padahal mereka tahu bahwa tidak ada orang yang dapat menduga jawabannya dengan tingkat ketepatan yang dapat diterima. Semakin lanjut usia seseorang, biasanya individu menjadi
lebih
mementingkan tentang kematian itu sendiri dan kematian diri sendiri. Pendapat semacam ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk. (Hurlock, 1999). Secara umum, pria memusatkan perhatian pada kematian diri sendiri yang antara lain meliputi pertanyaan apa yang akan menyebabkan kematiannya dan kapan kematian tersebut terjadi. Walaupun ia juga memperhatikan kemungkinan kematian istri, anak-anak, teman dekat dan saudara, tetapi lansia pria lebih mengutamakan kematian diri sendiri. Lansia wanita berkepentingan terhadap akibat kematian diri sendiri. Namun bagaimanapun juga, ketertarikan wanita terpusat pada masalah kematian suami dan diri sendiri. Beberapa wanita lebih tertarik untuk memikirkan kematian diri sendiri, akan tetapi lebih banyak wanita yang memikirkan kematian suami (Hurlock, 1999). Pemikiran tentang kematian merupakan bagian yang penting pada tahap akhir kehidupan bagi banyak individu. Lansia menghabiskan lebih banyak waktu untuk memikirkan kematian dibandingkan dengan individu yang masih berusia muda.
Universitas Sumatera Utara
16
Merenung dan merencanakan kematian merupakan bagian yang normal dalam kehidupan lansia (Kalish & Reynolds, kematian
seseorang
lebih
wajar
dalam Lahey, 2003). Pada usia tua,
dibicarakan
dibandingkan
tahun-tahun
sebelumnya. Pemikiran dan pembicaraan mengenai kematian meningkat, perkembangan integritas pun meningkat melalui peninjauan hidup yang positif dan hal ini mungkin dapat membantu mereka untuk menerima kematian (Santrock, 2002). Kematian secara umum dipandang sebagai proses musnahnya tubuh (Papalia, 2004). Definisi kata ‘mati’ dalam kamus sangat sederhana yaitu transisi antara kehidupan dan ketiadaan hidup (Cavanaugh & Kail, 2000). Menurut Rab, kematian dapat disebabkan empat faktor, yaitu berhentinya pernafasan, matinya jaringan otak, tidak berdenyutnya jantung serta adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri. Individu dinyatakan mati menurut Sunatrio bilamana fungsi spontan pernafasan atau paru-paru dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian pada batang otak. Dengan demikian, kematian berarti berhentinya kerja paru-paru, jantung dan otak secara total pada manusia (dalam Stephen, 2007). Kematian mengandung arti berakhirnya eksistensi manusia atas keadaan yang nyata di dunia ini dan putusnya relasi atas sesama manusia di dunia sementara relasi dengan yang di alam seberang belum diketahui (Maramis, 2007). Kematian adalah suatu siklus kehidupan yang alami yang akan dihadapi manusia seperti juga kelahiran. Masyarakat di sepanjang sejarah peradaban manusia memiliki
Universitas Sumatera Utara
17
keyakinan filosofis atau kepercayaan keagamaan yang berkaitan dengan kematian (Hoyer & Roodin, 2003). Secara umum, agama memiliki pandangan tentang kematian. Menurut pandangan agama Kristen, kematian membuat hidup manusia berhenti. Menurut theolog Kristen Yohanes Calvin, pada saat kematian, jiwa dibebaskan dari kungkungan tubuh. Tubuh yang fana (mortal body) identik dengan tubuh yang penuh dosa (sinful flesh). Kematian telah mengakhiri perjuangan individu yang percaya pada Tuhan dalam peperangan menghadapi keinginan-keinginan duniawi. Setelah kematian, jiwa menikmati damai sorgawi (heavenly peace) sambil menunggu kebangkitan tubuh. Agama Islam berpendapat bahwa mati adalah perpisahan roh atau jiwa dari jasad. Surat Al-Zumar ayat 47 menggambarkan bahwa kematian sama dengan tidur. Roh atau jiwa tanpa tubuh pada saat kematian akan segera pergi ke alam barzakh sebelum seseorang dibangkitkan untuk masuk surga atau terjerumus ke neraka, oleh sebab itu, Al-quran mengingatkan agar setiap orang selalu berbuat amal kebaikan selama hidupnya (Stephen, 2007). Sikap budaya dan agama terhadap kematian mempengaruhi bagaimana individu dari usia tertentu memandang kematian (Papalia, 2004). Sikap agama yang dianut individu dapat menjadi prediktor penting untuk menentukan sikap individu terhadap kematian. Christopher, Drummond, Jones, Marek dan Therriault menemukan bahwa religiusitas secara positif berhubungan dengan sikap positif terhadap kematian dan secara negatif berkaitan dengan sikap negatif terhadap kematian (dalam Dezutter et all, 2007). Hal senada juga dapat berlaku bagi lansia, pandangan agama yang dianut oleh lansia akan mempengaruhi bagaimana lansia
Universitas Sumatera Utara
18
memandang dan bersikap terhadap kematian. Sikap terhadap kematian meliputi sikap tentang diri individu pada saat sekarat, sikap tentang kematian diri, sikap tentang apa yang akan terjadi pada diri setelah kematian, serta sikap yang berkaitan dengan kematian atau rasa kehilangan orang lain yang dicintai (Corr, Nabe & Corr, 2003). Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian (Kadir, 2007). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketakutan lansia terhadap kematian. Frey menyatakan bahwa lansia yang memiliki efikasi diri yang positif memiliki tingkat ketakutan yang rendah tentang hal yang akan dialami pada saat kematian dan memiliki tingkat ketakutan yang sedikit terhadap rasa sakit yang mungkin dialami pada saat kematian
menjelang
(Newman
&
Newman,
2006).
Individu
yang
mendeskripsikan diri mereka sebagai individu yang religius, yang memiliki sistem dukungan sosial yang kuat dan yang memiliki rasa keberhargaan diri yang kuat cenderung tidak mengalami ketakutan akan kematian (Tomer & Eliason dalam Newman & Newman, 2006). Ini terbukti dari hasil wawancara dengan Ibu AS, seorang lansia yang berusia 86 tahun : ”Umur saya sudah 86 tahun...sudah banyak bonus hidup yang diberikan Tuhan pada saya. Saya bersyukur atas itu. Kalau untuk mati, saya sudah siap, saya tidak takut karena seperti firman Tuhan di Mazmur 23, Tuhan adalah gembalaku.....sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya sebab Tuhan besertaku....” (Komunikasi Personal, 15 Oktober 2008)
Universitas Sumatera Utara
19
Selain itu, ibu AS juga menyatakan di hari tuanya ia merasa semakin dekat dengan Tuhan dan merasa hidupnya adalah milik Tuhan. Berikut petikan pernyataannya : ”Kalau berdoa..masih berdoa saya setiap hari..saya juga baca firman Tuhan setiap hari..hanya memang ke gereja saya tidak sanggup lagi. Tapi, syukur pada Tuhan karena rumah saya di dekat gereja, jadi setiap hari minggu saya tetap bisa dengar orang nyanyi dan pendeta berkhotbah walau saya tidak sanggup lagi ke gereja...hidup saya adalah milik Tuhan sekarang dan sampai nanti saya meninggal..” (Komunikasi Personal, 15 Oktober 2008) Pandangan masyarakat timur terhadap individu lanjut usia adalah suatu masa untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan meninggalkan urusan atau kegiatan keduniawian. Masa ini diyakini sebagai masa yang sudah dekat bagi lansia untuk kembali ke hadirat Tuhan. (Helmi, 1995). Lansia menjadi lebih tertarik pada kegiatan keagamaan karena hari kematiannya semakin dekat (Hurlock, 1999). Kondisi uzur di usia lanjut menyebabkan lansia senantiasa dibayang-bayangi oleh perasaan tak berdaya dalam menghadapi kematian. Rasa takut akan kematian ini pada lansia semakin meningkat. Bimbingan dan penyuluhan agama sangat dibutuhkan oleh individu yang berada pada tingkat usia lanjut ini untuk menghilangkan rasa kecemasan. Religiusitas atau penghanyatan keagamaan memiliki pengaruh yang ternyata besar terhadap kesehatan fisik dan mental lanjut usia. (Fitriyani, 2006). Hasil suatu survey menunjukkan bahwa apabila dibandingkan dengan individu pada usia dewasa awal, lansia lebih memiliki minat yang lebih kuat terhadap spiritualitas dan berdoa. Individu berusia 65 ke atas mengatakan bahwa keyakinan agama merupakan pengaruh yang paling signifikan dalam kehidupan mereka,
Universitas Sumatera Utara
20
sehingga mereka berusaha untuk melaksanakan keyakinan agama tersebut dan menghadiri pelayanan agama (Gallup & Jones, dalam Santrock, 2006). Seperti yang dijelaskan oleh Moberg (dalam Hurlock, 1999), agama adalah merupakan salah satu faktor penting dalam penyesuaian pada masa tua. Sementara, Koenig mengatakan bahwa individu yang berusia 65 tahun ke atas menemukan bahwa agama merupakan faktor terpenting yang membantu lansia mengatasi stress (Lowry & Conco, 2002). Agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan penting dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua (Daaleman, Perera &Studenski, Fry, Koenig & Larson, dalam Santrock, 2006). Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Studi lain menyatakan bahwa praktik religius dan perasaan religius berhubungan dengan rasa kesejahteraan (sense of well being), terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig, Smiley, & Gonzales, dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik (Cupertino & Haan, dalam Santrock, 2006). Secara sosial, komunitas agama memainkan peranan penting pada lansia, , seperti aktivitas sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk menyandang peran sebagai guru atau pemimpin. Hasil studi menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau bermeditasi diasosiasikan dengan panjangnya usia (McCullough &
Universitas Sumatera Utara
21
Others, dalam Santrock, 2006). Hasil studi lainnya yang mendukung adalah dari Seybold&Hill (dalam Papalia, 2004) yang menyatakan bahwa ada asosiasi yang positif antara religiusitas atau spiritualitas dengan kesejahteraan atau well being, kepuasan pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang negatif dengan bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Idealnya, selama masa dewasa akhir, perhatian ego akan kematian berkurang. Individu akan menerima kehidupan mereka sebagaimana adanya dan mulai memandang kematian sebagai bagian yang alamiah dalam rentang kehidupan. Kematian tidak lagi menjadi ancaman bagi nilai pribadi seseorang (Newman & Newman, 2006). Pada saat individu lansia mulai menyadari bahwa kondisi tubuhnya semakin lemah dan kematian semakin mendekat, maka individu lansia akan lebih memikirkan tentang kematian. Semakin usia bertambah lanjut, lansia juga semakin tertarik dengan kegiatan keagamaan. Bergerak dari teori dan fenomena di atas, maka peneliti bermaksud untuk melihat pengaruh religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut : ”Seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia?”
C.Tujuan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
22
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat besarnya pengaruh religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan untuk masalah yang berkaitan dengan pengaruh religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat pada : a. Lansia mendapatkan pengetahuan dan dapat lebih memahami tentang seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia. ...bentuk konkrit.. b. Keluarga mendapatkan informasi mengenai seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia... bentuk konkrit. c. Masyarakat memperoleh informasi tentang religiusitas pada masa lansia, sikap lansia terhadap kematian serta pengaruh religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia....bentuk konkrit
Universitas Sumatera Utara
23
E.Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah: BAB I
: Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai sikap terhadap kematian, religiusitas dan lansia. Bab ini diakhiri dengan mengajukan hipotesa sementara terhadap masalah penelitian yaitu ada pengaruh positif religiusitas terhadap sikap terhadap kematian pada lansia. BAB III : Metodologi Penelitian Memuat identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari variabel penelitian, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reabilitas alat ukur, daya beda aitem dan metode analisa data. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Universitas Sumatera Utara
24
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.
Bab V
Kesimpulan dan Saran Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara