BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tanggal 2 Juli 2013, pukul 14:37 waktu setempat, gempa berkekuatan 6,1 terjadi di kedalaman 10 kilometer dengan episentrum di dekat ujung barat laut Sumatera, 55 kilometer (34 mil) di selatan Bireun. Gempa ini terjadi di patahan Semangko. (http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Aceh_2013) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibentuk untuk menanggulangi bencanabencana yang terjadi di Indonesia. Salah satu kegiatan BNPB dan BPBD yaitu melakukan pemetaan wilayah yang terkena bencana pada saat tahap tanggap darurat. Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk
membantu
masyarakat
yang
tertimpa
bencana,
guna
menghindari
bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi : pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya serta penentuan status keadaan darurat bencana. Dalam hal ini, definisi pemetaan cepat sama dengan istilah rapid mapping yang dikenal di BNPB. Pemetaan cepat ini dikerjakan oleh tim reaksi cepat Badan Informasi Geospasial (BIG) di Aceh. Teknologi pemetaan untuk pengkajian secara cepat dan tepat pada wilayah bencana yaitu teknologi penginderaan jauh. Metode penginderaan jauh yang paling mudah yaitu dengan mengolah citra satelit. Namun dalam beberapa kasus, citra satelit pada wilayah tertentu tidak cukup detil, misalnya tertutup awan dan sebagainya. Alternatif penginderaan jauh lain yaitu dengan menggunakan foto udara sebagai pengganti citra satelit. Namun foto udara pun juga ternyata ada kelemahannya, yaitu diperlukan biaya yang cukup besar dan persiapan yang panjang,
seperti penetuan jalur terbang, dan sebagainya. Oleh karena itu, metode penginderaan jauh yang paling cocok untuk pemetaan pada tahap tanggap darurat yaitu dengan pemotretan udara memanfaatkan wahana udara tanpa awak. Pemotretan udara dengan memanfaatkan wahana tanpa awak merupakan metode yang paling cepat dan murah jika dibandingkan dengan metode penginderaan jauh yang lain. Namun metode ini pun juga masih terdapat kekurangan jika digunakan untuk pemetaan pada tahap tanggap darurat, karena hanya menghasilkan tampilan atau view topografi dari atas saja, sehingga keadaan obyek pada wilayah bencana tidak bisa dipastikan hanya dengan pemotretan udara saja. Oleh sebab itu, untuk melakukan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap kerusakan dan kerugian, diperlukan data survey atau pemotretan obyek atau bangunan dari darat. Sehingga dengan menggabungkan hasil pemetaan cepat dari udara dan dari darat, dapat diperoleh data kerusakan dan kerugian secara lebih tepat dan akurat. Proyek skripsi ini akan menggabungkan othophoto dari foto udara dan foto ber-geotag dari darat menyajikan visualisasi data spasial ke dalam sistem Google Earth.
I.2. Lingkup Proyek 1.
Pemotretan udara menggunakan teknologi small format dengan wahana tanpa awak.
2.
Wilayah pemetaan yaitu Desa Serempah, Desa Daling, Desa Rejewali, dan Desa Pondok Balik, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
3.
Hanya membahas pemrosesan data dan visualisasi hasil akhir, tidak membahas proses pengambilan data.
4.
Visualisasi pada sistem Google Earth.
I.3. Tujuan Proyek Proyek ini bertujuan untuk pemetaan cepat dan visualisasi data spasial pasca kejadian bencana gempa Aceh Tengah. Data yang dimaksud berupa citra ortofoto dan foto darat ber-geotag.
I.4. Manfaat Proyek Proyek ini bermanfaat untuk menyediakan data persebaran kerusakan bangunan dalam sistem Google Earth secara cepat dan akurat, sehingga memudahkan untuk pendataan dan rekonstruksi bangunan nantinya.
I.5. Landasan Teori I.5.1. Foto Udara Foto udara adalah rekaman fotografis obyek di atas permukaan tanah yang pengambilannya dilakukan dari udara (Suharsana, 1999). Foto udara pada umunya dibedakan atas foto vertikal dan foto condong. Foto udara vertikal dibuat dengan sumbu kamera yang arahnya dibuat setegak mungkin dengan datum. Bila sumbu kamera pada saat pemotretan benar-benar vertikal, bidang foto sejajar bidang datum dan foto yang dihasilkannya disebut foto vertikal. Karena pergerakan pesawat, foto udara yang dihasilkan tidak benar-benar vertikal. Kemiringan sumbu kamera untuk foto tegak maksimal 3o. Foto udara condong dibuat dengan sumbu kamera yang sengaja diarahkan menyudut terhadap sumbu vertikal. Foto udara sangat condong menggambarkan cakrawala, sedang pada foto udara agak condong tidak menggambarkannya. Selain dibagi berdasar kemiringan sumbu kamera, foto udara juga dibagi berdasar ukuran sensornya. Berdasar ukuran sensornya, umumnya foto udara dibagi menjadi dua, yaitu foto udara format besar dan foto udara format kecil. Foto udara format besar dihasilkan dari kamera metrik. Foto udara format besar mempunyai format sensor (film) 23 cm x 23 cm dan mempunyai fiducial mark serta mempunyai informasi tepi yang berisi antara lain panjang fokus, tinggi terbang, jam peotretan, nivo kotak, instasnsi yang melakukan peotretan. Salah satu jenis kamera udara yang menghasilkan foto udara format besar yaitu kamera udara model Zeiss RMK 15/23. Foto udara format kecil, sering juga disebut foto udara non metrik karena merupakan hasil dari pemotretan dengan menggunakan kamera non metrik. Foto udara format kecil mempunyai ukuran sensor (film) 24 mm x 36 mm. Foto udara format kecil dihasilkan dari kamera non metrik biasanya digunakan untuk pemetaan
yang tidak membutuhkan ketelitian tinggi seperti untuk pemantauan kawasan lindung atau untuk monitoring perubahan kawasan. Pada foto udara format kecil ini tidak menpunyai tanda fidusial. Sebagai gantinya, digunakan pojok-pojok foto sebagai tanda fisuial. Kamera yang digunakan untuk menghasilkan foto udara format kecil ini banyak sekali di pasaran, antara lain kamera dari Fuji atau dari Kodak. Di antara kedua format foto udara tersebut, ada foto udara format medium. Foto udara format medium dapat berupa foto udara yang sudah dalam bentuk digital. Sensornya bukan lagi film, melainkan menggunakan CCD. Pada foto udara format medium ini juga tidak terdapat tanda fidusial. Kamera yang digunakan untuk menghasilkan foto udara format medium ini antara lain PhaseOne atau Kodak. Pada foto udara, skala foto udara tergantung pada tinggi terbang dan panjang fokus lensa kamera. Untuk panjang fokus yang sama, semakin tinggi terbang pesawat, skala foto yang dihasilkan semakin kecil dan daerah liputan semakin luas. Foto udara biasanya dibuat sedemikian rupa sehingga daerah yang digambarkan oleh foto udara berurutan di dalam satu jalur terbang. Tampalan sepanjang jalur terbang tersebut dinamakan overlap (tampalan depan). Besarnya tampalan depan berkisar antara 55% sampai 65%, hal ini bertujuan agar foto yang dihasilkan dapat dibuat model stereoskopiknya. Sidelap (tampalan samping) adalah tampalan antar jalur terbang yang berurutan. Tampalan samping dibuat sebesar 30%. Tampalan samping diperlukan didalam pemotretanuntuk menghindari adanya ketidaksinambungan antar jalur terbang yang disebabkan oleh drift, variasi tinggi terbang, dan variasi medan. Drift merupakan istilah yang digunakan bagi kegagalan penerbang untuk terbang disepanjang jalur terbang yang direncanakan, drift sering disebabkan oleh angin kencang (Susilowati, 2001).
I.5.2. Ortofoto Secara sederhana peta foto (photomap) dapat diartikan sebagai foto udara yang digunakan secara langsung sebagai subtitusi peta planimetrik. Pada umumnya dilakukan perubahan skala foto ke skala yang dikehendaki dengan jalan perbesaran atau pengecilan skala. Informasi tentang judul, nama tempat, dan data lain dapat ditumpangkan pada foto dengan sara serupa seperti yang dilakukan pada peta. Peta
foto dapat dibuat dari satu foto udara, atau dari bagian-bagian dua foto atau lebih untuk membentuk paduan gambar yang bersambung. Paduan ini biasa disebut mosaik (Wolf, 1993). Dengan demikian peta foto dihasilkan dari data dasar berupa foto udara. Foto udara adalah gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dihasilkan dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik (Sutanto, 1986). Foto udara format kecil adalah foto yang dihasilkan dari pemotretan menggunakan kamera dengan ukuran film atau frame sekitar 24 mm x 36 mm dengan panjang fokus 35 mm. Foto udara format kecil menggunakan kamera non metrik yang biasanya dipergunakan untuk pemetaan yang tidak membutuhkan ketelitian tinggi, seperti untuk pemantauan kawasan lindung atau untuk monitoring perubahan kawasan. Foto udara format kecil mempunyai ciri yakni tidak adanya informasi tepi foto seperti jam terbang, panjang fokus dan nivo. Pada foto ini tidak dilengkapi fiducial mark, panjang fokus terkalibrasi, lokasi titik utama tidak diketahui. Keunggulan dari foto udara format kecil antara lain mudah dalam pengoperasian karena peralatan yang digunakan dalam pemotretan lebih sederhana, dan dapat diperoleh foto udara dengan skala yang lebih besar karena wahana yang digunakan adalah pesawat ultra ringan yang dapat terbang rendah dibawah awan, sehingga efek gangguan atmosfer dapat diminimalkan, biaya yang diperlukan lebih mudah diperoleh di pasaran. Selain memiliki keunggulan, foto udara format kecil juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain menghasilkan foto yang secara geometrik tidak stabil. Hal ini disebabkan karena menggunakan lensa yang lebar sehingga sistem lensanya tidak sempurna, panjang fokus dan principle point tidak diketahui, dan adanya pergeseran bayangan (image motion) (Warner, W.S, Graham R. W., Read R. E., 1996). Berdasarkan sumbu kamera pada saat pemotretan perekaman obyek atau exposure foto udara diklasifikasikan menjadi dua macam (Wolf, 1993): 1. Foto udara vertikal Dalam hal ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Foto udara tegak, dengan sumbu kamera benar – benar tegak dan foto yang dihasilkannya disebut foto vertikal.
b. Foto udara sendeng, apabila sumbu kamera secara tidak sengaja membentuk sudut kecil terhadap garis vertikal atau biasa disebut dengan tilt. Hal ini diakibatkan dari kemiringan wahana pada saat pemotretan. 2. Foto udara miring Merupakan foto udara yang dibuat dengan sumbu kamera yang sengaja diarahkan menyudut terhadap sumbu vertikal pemotretan. Kemiringan sumbu vertikal lebih besar dari 3°. Mosaik ortofoto merupakan gabungan dua ortofoto atau lebih untuk membentuk gambar utuh suatu medan. Ortofoto merupakan gambaran ortografis medan yang dibuat dari foto udara tegak menggunakan instrumen rektifikasi differensial, yang meniadakan pergeseran letak gambar oleh kesendengan fotografik dan relief. Mosaik foto udara memiliki banyak keunggulan sehingga dapat digunakan secara luas dalam bidang perencanaan, baik untuk perencanaan penggunaan lahan maupun untuk proyek keteknikan. Dalam foto udara, semua perwujudan kritis yang dapat mempengaruhi proyek di daerah tertentu dapat segera diinterpretasikan dan diperhitungkan, sehingga memudahkan dalam proses pengambilan keputusan. Kelebihan dari mosaik foto udara antara lain : 1. Jika dibandingkan dengan peta, mosaik foto udara dapat menunjukkan posisi relatif secara planimetris obyek-obyek di permukaan tanah sesuai dengan keadaan alami. Obyek-obyek ini dapat dikenali dengan mudah melalui citra fotografik, sedangkan pada peta garis diperlihatkan melalui simbol yang terbatas. 2. Untuk daerah yang luas, mosaik dapat dibuat dengan waktu yang lebih singkat dan biaya yang murah. 3. Mosaik foto udara dapat dengan mudah diketahui dan diinterpretasikan oleh setiap orang tanpa harus mempelajari bidang ilmu geodesi. Selain kelebihan, mosaik foto udara juga mempunyai kekurangan, yaitu posisi yang benar-benar planimetris susah diperoleh. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran bayangan atau variasi skala yang disebabkan oleh variasi ketinggian pemukaan terbang. Pada mosaik adanya variasi skala yang disebabkan oleh variasi tinggi permukaan bumi atau topografi, kesalahan kemiringan sumbu kamera, dapat diatasi melalui rektifikasi ( Harjanto, 2012).
I.5.3. Sistem koordinat dalam fotogrametri digital Ada beberapa sistem koordinat yang dilalui oleh sepasang foto udara format kecil yang saling bertampalan sebelum menjadi sebuah foto. I.5.3.1. Sistem koordinat piksel. Foto udara yang di scan akan menghasilkan suatu angka-angka yang menunjukkan nilai spektral dari piksel-piksel. Angka-angka tersebut tersusun dalam kolom dan baris, oleh karena itu pada sistem koordinat piksel, susunan atau urutan penyimpanan menunjukkan kolom dan baris suatu piksel, sedangkan angkanya sendiri menunjukkan nilai spektral. kolo m
Ba ris
O
Gambar I.1. Sistem koordinat piksel
Origin pada sistem koordinat ini terletak pada sudut kiri atas, nilai kolom semakin kekanan akan semakin besar, sedangkan nilai baris akan semakin besar semakin ke bawah. I.5.3.2. Sistem koordinat foto. Sistem koordinat foto merupakan sistem referensi internal, sehingga semua obyek diatas foto dapat ditentukan posisinya terhadap sistem koordinat foto. Bidang foto (positif) merupakan bidang (x,y) dan sumbu Z tegak lurus pada bidang (x,y). Sebagai origin sistem koordinat foto adalah perpotongan garis fiducial. Principal Point (PP) yang merupakan proyeksi dari Projection Centre (PC) pada bidang foto umumnya tidak berimpit dengan perpotongan garis fidusial, atau mempunyai offset sebesar x0 dan y0 seperti terlihat pada gambar I.2 (Soetaat, 2004). PC (titik pusat berkas sinar) mempunyai koordinat pada sistem foto sebesar :
x0 y0
}……..Offset kamera
C = f …….. Panjang fokus kamera x0,y0 dan f merupakan elemen orientasi dalam kamera.
ZP YP PC
XP
Y Fokus ka m e ra A(xa,ya) Y0 Fid usia l ma rk
PP X0
O
X
Foto p o sitif
Gambar I.2. Sistem koordinat foto
I.5.3.3. Sistem koordinat model. Merupakan sistem koordinat rektangular yang digunakan untuk menentukan posisi titik pada model stereo (Soeta’at, 2004). Gambar I.3 menunjukkan bentuk geometri dari sistem koordinat model. Pada gambar ini panjang fokus kamera bernilai negatif karena berada antara projection center dengan negatif film.
Z
z"
Y
z’
y’
y”
x” x’
P’
negatif foto
-f
negatif foto
P”
-f
O2 bz by
bx
O1
X
P (X, Y, Z)
Gambar I.3. Sistem koordinat model Keterangan gambar I.3 : x’, y’, z’
: Sistem koordinat foto kiri
x”, y”, z”
: Sistem koordinat foto kanan
X, Y, Z
: Sistem koordinat model
, ,
: elemen rotasi
bx, by, bz
: komponen basis
O1 dan O2
: pusat lensa foto kiri dan kanan
f
: panjang fokus kamera
I.5.4. Orientasi dalam Orientasi dalam suatu kamera menunjukkan hubungan antara pusat perspektif kamera dan pusat sistem koordinat foto. Titik pusat sistem koordinat foto merupakan hasil proyeksi tegak lurus dari titik pusat perspektif kamera terhadap bidang foto. Nilai parameter orientasi dalam suatu kamera ditentukan dengan proses kalibrasi kamera. Parameter orientasi dalam suatu kamera terdiri atas : 1. Panjang fokus / focal length ( f ), panjang fokus merupakan jarak tegak lurus dari titik pusat lensa ke bidang proyeksi kamera (CCD atau CMOS
pada kamera digital dan film pada kamera analog). Nilai panjang fokus ini harus diketahui karena berhubungan dengan pengukuran objek. 2. Titik pusat foto / principal point. Titik pusat foto adalah hasil proyeksi tegak lurus dari titik pusat proyeksi terhadap bidang foto. 3. Komponen distorsi lensa. Komponen distorsi lensa dibagi menjagi komponen distorsi radial dan tangensial. Komponen distorsi radial terdiri atas K1, K2, K3, dan komponen distorsi tangensial terdiri atas P1, P2. Untuk keperluan fotogrametri dengan hasil yang teliti, maka parameter orientasi dalam suatu kamera harus bisa ditentukan nilainya telebih dahulu. Hal ini penting dilakukan karena kamera yang digunakan merupakan kamera non metrik yang pasti memiliki distorsi pada lensanya. Distorsi ini menyebabkan tidak tepatnya proyeksi dari pusat perspektif lensa terhadap bidang foto sehingga letak proyeksinya tidak tepat pada pusat sistem koordinat foto.
Gambar I.4. Geometri orientasi dalam (Abdelhafiz, 2009)
Distorsi merupakan ketidaksesuaian bentuk objek yang ada di dunia nyata dengan bentuk objek pada foto. Hal ini disebabkan karena lensa yang digunakan memiliki kualitas yang kurang baik sehingga terjadi perubahan arah sinar yang keluar dari lensa dan yang masuk menjadi tidak sejajar. Distorsi pada lensa meyebabkan kesalahan geometrik atau bentuk objek pada foto, namun tidak mengurangi ketajamannya dari hasil pemotretan kamera. Kesalahan tersebut
mengakibatkan adanya penyimpangan geometri pada foto dengan geometri objek sebenarnya. Distorsi lensa dibedakan menjadi dua yaitu distorsi radial dan tangensial (Wolf, 1993). Distorsi radial menyebabkan gambar dalam foto mengalami perubahan letak sesuai jari – jari dengan pusatnya yaitu titik utama. Penyebab adanya distorsi ini akibat kesalahan dalam pengasahan bagian – bagian lensa. Distorsi radial dibagi menjadi dua, distorsi ke arah dalam (positif) dan distorsi ke arah luar (negatif). Distorsi radial ke arah dalam disebut sebagai pinchusion distortion, dan distorsi radial ke arah luar disebut barrel distortion. Perbedaan keduanya dapat dilihat pada Gambar I.5.
(a)
(b)
Gambar I.5. (a) Pinchusion distortion dan (b) barrel distortion
Jenis distorsi yang lain adalah distorsi tangensial. Distorsi ini terjadi apabila terdapat kesalahan pada saat pengaturan letak titik pusat lensa dalam suatu susunan lensa gabungan sehingga proyeksi dari masing-masing pusat lensa tidak berada dalam satu garis lurus. Pengaruh dari distorsi ini sangat kecil sehingga sering diabaikan. Distorsi tangensial disebut juga sebagai decentering distortion (Wong, 1980). Orientasi dalam dilakukan dengan mengidentifikasi semua koordinat tanda fidusial pada tepi kiri atas dan kanan atas, serta tepi kiri bawah dan kanan bawah foto udara. Hasil bacaan koordinat fidusialnya masih diperoleh dalam bentuk baris dan kolom. Koordinat ini selanjutnya digunakan sebagai titik kontrol dalam melakukan konversi dari koordinat piksel ke koordinat fidusial.
Secara sederhana, orientasi dalam dapat digambarkan seperti gambar I.6. (0,0)
(+,+ )
(-,+)
m
mxn (0,0)
n
(-,-)
(+,-)
Gambar I.6. Sistem koordinat piksel menjadi sistem koordinat foto
I.5.5. Ground Sampling Distance Dalam era fotogrametri digital, dikenal suatau terminology baru yaitu Ground Sampling Distance (GSD). GSD menentukan resolusi spasial suatu foto udara digital. Nilai GSD tergantung ukuran piksel dari ukuran sensor digital kamera (CCD atau CMOS) dan skala foto yang dipakai. Semakin kecil ukuran pikselnya, dengan nilai skalas foto tetap, maka nilai GSD akan semakin kecil. Nilai GSD yang semakin kecil berarti bahwa foto udara digital tersebut memiliki tingkat ketelitian yang semakin tinggi (Wolf, 1993). I.5.5.1. Resolusi piksel. Piksel (dari bahasa inggris, picture element) merupakan unsur gambar atau representasi sebuah titik terkecil dalam sebuah gambar grafis yang dihitung per inchi. Jumlah piksel dalam sensor menentukan tingkat kehalusan foto atau resolusi yang dihasilkan. Resolusi piksel merupakan ukuran dari 1 buah piksel. Semakin kecil ukuran sebuah piksel semakin halus gambar yang dihasilkan. Rumus resolusi piksel dapat ditunjukkan pada persamaan 1.1. Ukuran piksel = panjang sensor / jumlah piksel
................................ (1.1)
I.5.5.2. Skala foto. Skala foto merupakan perbandingan antara jarak antar obyek di foto dengan jarak obyek yang sama di lapangan. Skala foto dapat juga berupa perbandingan antara panjang fokus kamera pemotretan dengan tinggi terbang wahana. Rumus skala rata-rata foto dijelaskan pada persamaan 1.2. Gambar I.7 berikut menunjukkan bentuk geometri foto udara.
(courtesy of image.google.com) Gambar I.7. Geometri foto udara tegak Skalarata−rata =
𝑓 ⁄𝐻 ………………………………….. (1.2) 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
dalam hal ini, f
: panjang fokus kamera
Hrata-rata : tinggi terbang rata-rata
I.5.6. Ground control point (GCP) Ground control point atau titik kontrol tanah adalah titik yang terdapat di lapangan dan dapat diidentifikasi pada foto dan mempunyai koordinat di kedua sistem. GCP diperlukan untuk kegiatan transformasi koordinat dari sistem koordinat tertentu ke sistem koordinat tanah. Titik kontrol ini terdapat pada kedua sistem koordinat yang mempunyai posisi relatif pada obyek yang sama. Pada pengkoreksian suatu citra diperlukan GCP, sehingga ada keterkaitan antara sistem citra dengan sistem tanah. Menurut Welch dkk.(1993), dalam Jensen (1996), GCP hasil pengukuran GPS yang sudah dalam bentuk koordinat peta sangat efektif digunakan untuk rektifikasi citra. Titik kontrol tanah ini dapat ditentukan dengan berbagai cara. Untuk penentuan koordinat planimetrisnya (X,Y) dapat digunakan metode trianggulasi, trilaterasi, poligon dan GPS. Sedangkan untuk penentuan tinggi titiknya (Z) dapat digunakan metode sipat datar atau trigonometris. Data pengukuran disini adalah pengukuran
titik kontrol horisontal dan tinggi. Hasil dari pengukuran titik kontrol ini adalah daftar koordinat tanah X, Y, Z pada masing-masing titik kontrol tanah yang dilalui jalur pengukuran. Dalam pemotretan udara, titik kontrol tanah diperlukan untuk trianggulasi udara. Trianggulasi udara adalah cara penentuan koordinat titik kontrol minor secara fotogrametris. Titik kontrol minor adalah titik kontrol tanah perapatan yang mengacu pada titik kontrol tanah hasil premarking. Titik kontrol minor ini sering disebut dengan postmark, karena ditentukan setelah pemotretan. Titik kontrol tanah berfungsi sebagai data masukan untuk proses hitungan titik bantu minor atau ikatan bantu secara fotogrametris. Hasil dari pekerjaan trianggulasi udara ini adalah koordinat titik kontrol minor, baik titik kontrol penuh (X, Y, Z), titik kontrol planimetris (X,Y) dan tinggi (Z) yang telah diratakan. Tahapan trianggulasi udara sangat penting karena titik-titik kontrol minor yang diperoleh dari proses ini akan memberikan kerapatan titik kontrol tanah. Titik-titik kontrol tanah inilah yang digunakan untuk rektifikasi. Rektifikasi adalah suatu proses pekerjaan untuk memproyeksikan citra ke bidang datar dan menjadikan bentuk konform (sebangun) dengan sistem proyeksi peta yang digunakan, juga digunakan mengorientasikan citra sehingga mempunyai arah yang benar. Yang perlu diperhatikan dalam penentuan atau pemilihan titik yang akan digunakan untuk rektifikasi ini adalah bahwa titik-titik kontrol tanah tersebut harus tersebar merata pada area pemotretan, mampu mewakili kondisi medan yang sesungguhnya, dan jumlahnya makin banyak makin baik. Hal ini berkaitan dengan ketelitian dari hasil rektifikasi. Titik kontrol tanah yang terdistribusi merata pada area pemotretan
akan
memberikan hasil rektifikasi yang lebih presisi. Selain itu, perlu dilakukan pemasangan titik kontrol tanah pada daerah-daerah ekstrim, agar diperoleh titik-titik kontrol tanah yang mewakili kondisi medan yang sesungguhnya. Hal ini berkaitan dengan pergeseran relief. Semakin banyak titik kontrol tanah yang digunakan untuk rektifikasi, akan semakin banyak kontrol hitungan yang digunakan, sehingga semakin teliti hasil rektifikasi.
Dalam proyek ini, karena untuk keperluan pemetaan cepat, koordinat titik kontrol tanah diperoleh dari koordinat kamera saat exposure, sehingga tidak peprlu mengukur koordinat titik kontrol tanah di lapangan.
I.5.7. Perataan Bundle Perataan Bundle adalah suatu hitungan yang digunakan untuk mencari parameter exterior orientation (EO) dan juga koordinat tie point berdasarkan persamaan kolinear. Orientasi luar merupakan posisi dan ketinggian ruang (xo, yo,zo, ω, φ, dan κ) tiap berkas sinar tiap foto terhadap/pada sistem koordinat tanah. Setelah unsur-unsur orientasi luar dihitung, maka koordinat titik obyek pada foto terhadap sistem koordinat tanah dapat dihitung dengan memecahkan persoalan reseksi keruangan (space resection problem) seperti pada gambar I.8. z
Bidang foto
Z
y
f
c
a (xa, ya, f)
x
ZC
Y A (XA, YA, ZA) ZA
XA XC
Permukaan bumi
c YC
YA
X
O
Gambar I.8. Hubungan antara sistem koordinat foto dan tanah (Priastina I. M., 2007) Keterangan gambar : (X, Y, Z)
: sistem koordinat tanah (peta) dengan origin O
(x, y, Z)
: sistem koordinat foto dengan origin c
f
: fokus kamera
(XA, YA, ZA)
: titik A pada permukaan bumi
(Xc, Yc, Zc)
: proyeksi titik c pada permukaan bumi
(xa, ya, f)
: titik A pada bidang foto
(ω, φ, κ)
: rotasi pada bidang foto
Pada kasus triangulasi udara dengan metode bundle adjustment digunakan persamaan kolinear untuk menghitung parameter-parameternya. Persamaan kolinear dapat dilihat pada persamaan (I.5) dan (I.6).
𝑥𝑎 = 𝑓
𝑟11 (𝑋𝐴 −𝑋0 )+𝑟21 (𝑌𝐴 −𝑌0 )+𝑟31 (𝑍𝐴 −𝑍0 )
𝑦𝑎 = 𝑓
𝑟12 (𝑋𝐴 −𝑋0 )+𝑟22 (𝑌𝐴 −𝑌0 )+𝑟32 (𝑍𝐴 −𝑍0 )
𝑟13 (𝑋𝐴 −𝑋0 )+𝑟23 (𝑌𝐴 −𝑌0 )+𝑟33 (𝑍𝐴 −𝑍0 )
.......................…………………… (I.5)
.......................…………………… (I.6)
𝑟13 (𝑋𝐴 −𝑋0 )+𝑟23 (𝑌𝐴 −𝑌0 )+𝑟33 (𝑍𝐴 −𝑍0 )
Persamaan (I.5) dan (I.6) merupakan persamaan tidak linier dengan parameter orientasi dalam dan koordinat tie point yang tidak diketahui. Untuk menyelesaikan persamaan (I.5) dan (I.6) perlu dilinierkan dengan deret Taylor, sehingga didapat persamaan linear seperti pada persamaan (I.7) dan (I.8). Vxa a11d a12d a13d a14dX 0 a15dY0 a16dZ 0 a17dX A a18dYA a19dZ A J ..................................................................................................................................(I.7) Vy a a21 a22 a23 a24X 0 a25Y0 a26Z 0 a27X A a28YA a29Z A K ..................................................................................................................................(I.8) Persamaan (I.7) dan (I.8) dapat ditulis menjadi perkalian matrik seperti pada rumus (I.9). V = Ax – L .............................................................................................................(1.9) Dengan : Vx a a11 a12 a13 a14 a15 a16 a17 a18 a19 a Vy a 22 a 23 a 24 a 25 a 26 a 27 a 28 a 29 a 21 A V ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2 a2n ... 2 a2n
Ja K L a ... ... 2 a2n
………………………………………………………..……….…(I.10)
Dengan x sebagai berikut :
d d d dX 0 x dY0 dZ 0 dX A dY A dZ A
………………………………………………………..…………..(I.11)
x dapat peroleh dari rumus (I.12) x = (AT р A)-1 (AT р L) ………………………………………..……..………… (I.12) Untuk р = 1 maka x dapat ditulis seperti rumus (I.13) x =(AT A)-1 (AT L) …………………………………………...……………….. (I.13) Keterangan : n = jumlah titik (Tie Point) untuk nilai a11, a12, a13 ………………… a29 dapat dilihat pada rumus (I.14) sampai dengan rumus (I.25). a11
xa r33 Dy r32 Dz f r13 Dy r12 Dz …………………...………………. (I.14) q q
x a12 a cos DX sin sin DY cos sin DZ q f sin cos DX sin cos cos DY cos cos cos DZ .………....(I.15) q
f a13 r21DX r22 DY r23 DZ …………………………..……….…….. (I.16) q a14
xa f r31 r11 ……………………………………………...……………... (I.17) q q
a15
xa f r32 r12 ……………………………………………...……………... (I.18) q q
a16
xa f r33 r13 ……………………………………………... .…..………….(I.19) q q
y f a21 a r33 DY r22 DZ r23 DY r22 DZ ……...……………... (I.20) q q y a 22 a cos DX sin sin DY cos sin DZ q f sin cos DX sin cos cos DY cos cos sin DZ ………..(I.21) q
f a 23 r11DX (r12 ) DY (r13 ) DZ …………………...……………… (I.22) q a 24
ya f r31 r21 ……………………………………………..……………… (I.23) q q
a 25
ya f r32 r22 ……………………………………………..…………….... (I.24) q q
a 26
ya f r33 r23 ……………………………………………..……………… (I.25) q q
Adapun catatan yang perlu diperhatikan untuk nilai a sebagai berikut : a14 = - a17
a24 = - a27
a15 = - a18
a25 = - a28
a16 = - a19
a26 = - a29
I.5.8. Orientasi Absolut dengan Transformasi Koordinat Konform 3D Pekerjaan orientasi absolut adalah proses pengikatan sistem koordinat model ke sistem pemetaan atau sistem tanah. Secara analitis, orientasi absolut tersebut adalah melakukan transformasi sebangun 3D dari sistem koordinat model ke sistem koordinat tanah (Soeta’at, 1994). Untuk dapat melakukan orientasi absolut dibutuhkan minimal tiga titik pada model yang diketahui koordinat tanahnya. Titiktitik tersebut biasanya disebut titik kontrol yang koordinatnya diperoleh dari proses triangulasi udara pada sistem tanah. Transformasi koordinat konform tiga dimensi meliputi perubahan dari suatu sistem tiga dimensional ke sistem lainnya. Di dalam transformasi konform, bentuk yang benar tetap dipertahankan. Jenis transformasi koordinat ini penting di dalam fotogrametri analitik dan fotogrametri komputasional sehubungan dengan dua masalah pokok, yaitu: untuk mengubah koordinat titik-titik dari sistem koordinat foto
yang mengalami kecondongan (tilt) ke sistem foto tegak ekivalennya yang sejajar dengan sistem ruang medan atau sembarang, dan untuk membentuk model jalur tiga dimensional dari model stereo mandiri (Wolf, 1993). Dalam transformasi ini melibatkan tujuh faktor transformasi, yaitu: tiga sudut rotasi ω, φ, dan κ, satu faktor skala s, dan tiga faktor translasi TX, TY, TZ.
I.5.9. Implementasi Fotogrametri pada Software Agisoft PhotoScane versi 9.0 Agisoft PhotoScane versi 9.0 merupakan software pengolahan foto udara yang dikembangkan oleh AgiSoft LLC Suport dari Rusia. Software Agisoft PhotoScane dapat digunakan untuk proses pembentukan mosaik dengan pengidentifikasian tie point secara otomatis, pembentukan point cloud beserta hasil residual hitungan bundle adjustment, pembentukan DEM dan DSM dari mosaik yang dibentuk Kelebihan dari software ini adalah dapat melakukan pengolahan mosaik dalam waktu singkat dengan mosaik yang dihasilkan mempunyai color balancing yang baik, dan sambungan antar foto yang tidak terlihat. Mulai
Masukan foto
Identifikasi tie-point (Otomatisasi dengan algoritma SIFT Invariant)
Bundle Adjustment
(with self-calibration)
-Exterior orientation -Koordinat tie point - Kalibrasi kamera
Transformasi koordinat konform 3D (Orientasi absolut)
A
Ground control point
A Export mosaik foto(*.tif) Cloud point Selesai
Gambar I.9. Diagram alir pengolahan mosaik pada software Agisoft PhotoScane versi 9.0
Point cloud dalam software ini adalah tie point yang secara otomatis dihitung menjadi koordinat minor. Secara umum point cloud merupakan titik-titik hasil perekaman data DTM ataupun DSM permukaan bumi yang tersusun dengan menggunakan sistem koordinat tiga dimensi. Titik-titik ini biasanya terdefinisikan dengan koordinat X,Y,Z dan biasanya dimaksudkan untuk memberi gambaran suatu permukaan pada suatu objek. Point cloud biasanya dihasilkan dari proses matching. Proses ini secara automatis mengukur serta merekam banyak titik yang terdapat pada suatu objek dan dikeluarkan dalam bentuk data. Point cloud mempresentasikan datadata yang telah di scan dan memiliki koordinat tiga dimensional ( Harjanto, 2012). I.5.10. Pembentukan Model Tiga Dimensi Pembentukan model tiga dimensi atau proses pembentukan digital elevation model (DEM) adalah sebuah penyajian digital dan matematis dari sebuah obyek nyata atau obyek virtual, beserta keadaan sekitarnya. Misal undulasi terrain terhadap suatu area tertentu. DEM merupakan sebuah konsep umum yang menunjukkan ketinggian permukaan tanah, beserta beberapa layer diatasnya, seperti bangunan, pepohonan, segala yang ada di atasnya disebut digital surface model (DSM). DEM digunakan pada proses ortorektifikasi foto udara, yaitu untuk melakukan koreksi geometrik pada pergeseran relief, atau jika titik kontrol tanah tidak terdapat data elevasi.
Pada software Agisoft PhotoScane memiliki kendala dalam pembentukan model 3D dan teksturnya, sehingga akan berpengaruh dalam mosaik foto yang dihasilkan. Kelemahan ini diantaranya: 1) Kurang baik untuk pemrosesan pembentukan model 3D pada pepohonan tinggi dan heterogen. 2) Bangunan dengan ketinggian lebih dari 100 meter. 3) Pemrosesan foto udara jika keadaan cuaca pada obyek yang sama terlihat sangat berbeda antar image. Hasil yang kurang baik tersebut dapat dihilangkan dengan menambah tingkat akurasi pada saat pemrosesan ( Harjanto, 2012).
I.5.11. Foto Ber-geotag Sebuah foto ber-geotag adalah foto yang diasosiasikan dengan lokasi geografis dengan geotagging. Hal ini dilakukan dengan menetapkan setidaknya lintang dan bujur, dan ketinggian, arah kompas dan ukuran lainnya yang juga dapat dimasukkan untuk foto. Secara teori, setiap bagian dari gambar dapat dikaitkan dengan lokasi geografis, tetapi dalam aplikasi yang paling khas, hanya posisi fotografer dikaitkan dengan seluruh gambar digital.. Posisi titik fotografer dalam beberapa kasus termasuk bisa bearing, arah kamera, serta ketinggian. Ada beberapa metode geotagging foto, baik otomatis atau manual. Metode otomatis merupakan cara termudah dan paling tepat geotagging foto, dan menyediakan sinyal GPS yang baik telah diperoleh pada saat mengambil foto. I.5.11.1. Metode otomatis menggunakan GPS built-in. Beberapa produsen menawarkan kamera dengan penerima GPS built-in, namun kebanyakan kamera dengan kemampuan ini adalah ponsel kamera sebagai produsen kamera setelah pengalaman awal di pasar datang untuk memperlakukan kamera GPS sebagai pasar khusus. Nikon P6000 pada tahun 2008, misalnya, kamera geotagging awal, digantikan pada tahun 2010 oleh P7000 yang tidak memiliki fitur itu. Beberapa model juga mencakup kompas untuk menunjukkan arah kamera menghadap ketika
foto itu diambil. Beberapa ponsel dengan GPS dibantu menggunakan jaringan telepon seluler untuk mempercepat waktu akuisisi GPS. I.5.11.2. Metode otomatis menggunakan GPS yang terhubung. Beberapa kamera digital dan ponsel kamera mendukung penerima GPS eksternal dihubungkan dengan kabel, atau dimasukkan ke dalam slot kartu memori atau flash shoe. Samsung SH100 dapat menghubungkan menggunakan Wi-Fi untuk mendapatkan data posisi dari smartphone GPS-enabled. Secara umum data GPS yang relevan secara otomatis disimpan dalam informasi Exif rai foto saat foto diambil. Sebuah GPS yang terhubung umumnya akan tetap diaktifkan terus menerus, memerlukan daya, dan kemudian akan memiliki informasi lokasi yang tersedia segera ketika kamera diaktifkan. Geotagging otomatis dikombinasikan dengan real-time transfer dan penerbitan hasil secara real-time geotagging. I.5.11.3. Metode sinkronisasi dengan GPS yang terpisah. Kebanyakan kamera dijual hari ini tidak terdapat penerima GPS built-in. Namun perangkat eksternal, seperti GPS handheld, masih dapat digunakan dengan kamera digital non-GPS untuk geotagging. Foto diambil tanpa informasi geografis dan diproses kemudian menggunakan perangkat lunak dalam hubungannya dengan data GPS. Informasi waktu yang dibuat oleh kamera dapat dibandingkan dengan informasi waktu dalam informasi GPS yang tercatat, dengan ketentuan bahwa informasi waktu dalam perangkat yang terpisah dapat disinkronkan. Koordinat yang dihasilkan kemudian dapat ditambahkan ke informasi Exif foto. I.5.11.4. Metode geotagging manual. Informasi lokasi juga dapat ditambahkan ke foto, misalnya melalui spesifikasi Exif-nya yang memiliki kolom untuk bujur / lintang, bahkan jika tidak ada perangkat GPS ketika foto itu diambil. Informasi yang dapat dimasukkan dengan langsung memberikan koordinat atau dengan memilih lokasi dari peta menggunakan perangkat lunak. Beberapa alat memungkinkan masuknya tag seperti kota, kode pos atau alamat jalan. Geocoding dan reverse geocoding dapat digunakan untuk mengkonversi antara lokasi dan alamat. Manual geotagging juga terdapat kemungkinan kesalahan, di mana lokasi foto itu diwakili oleh koordinat yang salah. (http://en.wikipedia.org/wiki/Geotagged_photograph)
I.5.12. Google Earth Google Earth menggunakan proyeksi Silinder Sederhana dengan data WGS84 untuk basis pencitraannya.
(courtesy of earth.google.com) Gambar I.10. Proyeksi Silinder Sederhana dan Basis Gambar Google Earth Umumnya, data yang diimpor ke aplikasi Google Earth dibuat dengan sistem koordinat geografis yang spesifik, misalnya proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) dan data NAD27 (Data Amerika Utara, 1927). Setiap sistem koordinat geografis dapat menetapkan koordinat yang sedikit berbeda untuk lokasi yang sama di bumi. Bila data diimpor ke Google Earth, data tersebut akan diinterpretasikan berdasarkan sistem koordinat Google Earth. Pada kondisi umum, proyeksi ulang akan berfungsi seperti yang diharapkan. Dalam kondisi tertentu, transformasi mungkin tidak berfungsi dengan benar. Dalam hal ini, kita dapat menggunakan alat pihak ketiga untuk mentransformasi data dari sistem koordinat awal ke sistem koordinat yang digunakan oleh Google Earth. Bila membuat database seluruh bumi, satu proyeksi global merupakan cara yang paling mudah. Google Earth menggunakan proyeksi Silinder Sederhana untuk basis pencitraannya. Proyeksi peta ini cukup sederhana dengan sistem paralel dan meridian merupakan ekuidistan, garis horizontal dan kedua garis memotong pada sudut tegak lurus. Proyeksi ini juga dikenal sebagai Lintang/Bujur WGS84. Sewaktu proyeksi digunakan dalam pemetaan untuk menetapkan bumi pada permukaan datar, maka data digunakan untuk menjelaskan bentuk bumi yang sebenarnya dalam persamaan matematis. Hal ini disebabkan oleh permukaan bumi yang tidak bulat sempurna, namun mirip elips. Data juga menetapkan hubungan koordinat garis lintang dan bujur terhadap titik pada permukaan bumi serta
menetapkan
basis
untuk
pengukuran
(http://portal.opengeospatial.org /files/?artifact_id=27810)
derajat
ketinggian.