BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang
Di zaman modern ini, ilmu dan teknologi Geodesi dan Geomatika terus berkembang guna menyediakan dan mendukung tersedianya data spasial. Bukan hanya data spasial topografi melainkan juga data spasial non-topografi. Data spasial yang disediakan berupa data dalam dua dimensi maupun juga data spasial tiga dimensi baik secara teristris maupun ekstra teristris. Dengan keunggulan dan kemudahan dalam mendapatkan informasi, maka data spasial tiga dimensi dewasa ini menjadi populer dalam bidang geospasial. Data spasial tiga dimensi direpresentasikan dengan model tiga dimensi (3D). Dengan model 3D, visualisasi geospasial menjadi lebih menarik dan lebih jelas mengenai bentuk nyata suatu objek. Model 3D juga dapat memberikan informasi yang lebih jelas kepada pengguna sehingga informasi yang disampaikan dapat terserap dengan baik. Akuisisi data untuk mendapatkan model 3D dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah menggunakan teknologi fotogrametri jarak dekat. Teknologi fotogrametri jarak dekat (Close Range Photogrammetry) adalah salah satu teknologi dalam bidang Geodesi dan Geomatika yang dapat digunakan untuk akuisisi data 3D non-topografi. Fotogrametri jarak dekat merupakan fotogrametri yang dilakukan secara teristris untuk pekerjaan non-pemetaan dimana pembentukan image-nya dilakukan pada jarak kurang dari 100 meter (Atkinson 1996). Dalam pelaksaananya, fotogrametri jarak dekat membutuhkan proses yang mudah dan biaya yang lebih murah. Pekerjaan fotogrametri jarak dekat banyak difokuskan dengan pengambilan foto suatu objek yang dilakukan diatas permukaan tanah dengan medium udara. Sedangkan pembentukan model 3D tidak terbatas pada objek yang terletak diatas
1
2
permukaan tanah dengan medium udara, namun dapat juga dilakukan di medium air. Seiring berkembangnya teknologi, saat ini banyak terdapat perangkat pendukung kamera non-metrik yang memungkinkan untuk dilakukanya pekerjaan fotogrametri jarak dekat di dalam air. Pengambilan foto di dalam air sendiri sudah dilakukan dalam kepentingan pemantauan objek yang cukup vital, salah satunya adalah dokumentasi pilar suatu jembatan (US Departement of Transportation 2010). Pembuatan model 3D dalam air sendiri sudah dilakukan namun masih terbatas pada perbandingan geometri objek yang dimodelkan antara di air dan di udara. Seperti yang dilakukan oleh M.O. Zhukovsky (2013) mengenai pemodelan 3D dalam air pada peninggalan kapal kuno dan Marco Cancani (2003) pada pemodelan situs arkeologi bawah air. Sedangkan keperluan dalam pemodelan 3D dengan hasil yang baik semakin diperlukan guna memperoleh informasi yang lebih informatif dan akurat. Sehingga kebutuhan akan model 3D akan semakin diperlukan di masa yang akan datang. Dalam teknologi geodesi dan geomatika, pembentukan model 3D di dalam air yang saat ini sering dilakukan adalah menggunakan Echosounder baik Multibeam Echosounder atau Single-beam Echosounder. Tetapi teknologi ini merupakan teknologi dengan sistem dan pengoperasian yang kompleks. Untuk pekerjaan model 3D dengan bentuk relatif sederhana di dalam air tentu tidak akan sebanding antara waktu dan harga yang dikorbankan dengan apa yang didapat. Hal ini menjadi kendala untuk pembentukan model 3D di dalam air dengan bentuk sederhana dan dengan kedalaman air yang masih dapat terjangkau oleh manusia. Metode fotogrametri jarak dekat merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk pembuatan model 3D di dalam air dengan objek sederhana dan dengan kedalaman air yang masih dapat terjangkau oleh manusia. Dibandingkan dengan teknologi pembentukan model 3D di dalam air lainnya, fotogrametri jarak dekat yang dilakukan di dalam air dapat memperoleh bentuk 3D dengan lebih murah, mudah dan cepat. Dengan uraian tersebut, metode fotogrametri jarak dekat akan digunakan dalam pekerjaan ini untuk pembuatan model 3D objek sederhana di dalam air (underwater).
3
I.2
Lingkup Kegiatan
Lingkup Kegiatan dalam tugas akhir ini berupa pemodelan 3D objek di bawah air menggunakan metode fotogrametri jarak dekat. Batasan kegiatan ini adalah : 1. Pengambilan foto dilakukan di bawah air menggunakan underwater case pada kamera DSLR Canon 550D Lensa 18-55 pada focal length 18 mm. 2. Kalibrasi kamera menggunakan software dan grid pattern pada Photomodeller Scanner 2013. 3. Pengolahan data foto dalam pembentukan model 3D menggunakan software Photomodeller Scanner 2013. 4. Data koordinat Control Point diukur menggunakan sistem koordinat lokal dengan Total Station Reflectorless pada bingkai kubus yang diukur diatas permukaan tanah yang digunakan juga sebagai Control Point dalam pengambilan foto di dalam air. 5. Pengambilan foto dilakukan pada kolam renang dengan kedalaman kurang dari 1 m sebagai simulasi pemotretan di dalam air tanpa adanya arus air. 6. Hasil ukuran geometri jarak model 3D di dalam air dan di udara dibandingkan dengan ukuran geometri jarak objek 3D nyata dengan pengukuran menggunakan pita ukur yang diasumsikan sebagai data yang benar. I.3
Tujuan
Tujuan dari kegiatan aplikatif ini adalah melakukan pemodelan 3D yang memiliki tingkat kedetilan yang baik dari objek bawah air menggunakan teknik fotogrametri jarak dekat. I.4
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari pekerjaan ini adalah mendapat model 3D dari objek yang berada di dalam air dengan metode fotogramteri jarak dekat yang relatif murah, mudah dan cepat. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pekerjaan selanjutnya dalam pemodelan 3D di dalam air dengan menggunakan metode fotogramteri jarak dekat menggunakan kamera non-metrik.
4
I.5 I.5.1
Landasan Teori
Fotogrametri Digital Teknologi pemetaan terus berkembang kearah yang lebih baik pada era digital
sekarang ini. Fotogrametri telah berkembang dari teknologi analog ke teknologi digital baik dalam fotogrametri jarak dekat ataupun satelit fotogrametri. Pekerjaan yang menjadi lebih fleksibel dan ekonomis menjadi faktor utama dalam keterlibatan teknologi digital dalam fotogramteri jarak dekat (Septifa 2013). Beberapa keuntungan menggunakan foto digital pada pemotretan menggunakan kamera metrik (Atkinson 1996) : 1. Foto digital dapat ditampilkan dan diolah menggunakan komputer (tidak perlu alat optis ataupun mekanis) 2. Sistem pengolahan stabil dan tidak memerlukan kalibrasi. 3. Penajaman gambar dapat dilakukan. 4. Otomatisasi dapat dilakukan. Tidak seperti kamera analog yang memerlukan film untuk menyimpan hasil foto, kamera digital menggunakan memori untuk menyimpan hasil foto. Kamera ini memiliki karakteristik desain yang berbeda dengan kamera analog. Perbedaan utamanya ialah pada media film seluloid yang diganti oleh sensor optik elektrik seperti ChargeโCouple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS). CCD berfungsi mengubah photon yang jatuh mengenai permukaan sensor menjadi elektron yang selanjutnya elektron ini diakumulasikan ke dalam kapasitor dan diubah menjadi bentuk sinyal elektronik. CCD memiliki keunggulan di mana sensor lebih peka terhadap cahaya sehingga pada kondisi redup tanpa bantuan flash masih bisa menangkap obyek dengan baik. Semakin banyak piksel yang terdapat di dalam sensor, maka resolusinya semakin tinggi. Konsekuensi yang ditimbulkan ialah media penyimpanannya memerlukan kapasitas yang lebih besar (Suharsana 1997). Kamera digital juga dilengkapi dengan Liquid Crystal Display (LCD), yaitu layar monitor mini yang digunakan untuk melihat secara langsung hasil pemotretan yang dilakukan. Adanya LCD ini dapat membantu pengguna untuk memilih dan
5
mengatur menu secara interaktif, serta apabila hasil pemotretan kualitasnya kurang baik, maka dapat langsung dihapus, kemudian dilakukan pemotretan ulang. Terdapat sebuah istilah yang dikenal dengan nama ppi (pixel per inch) pada kamera digital. Ppi menunjukkan jumlah piksel per inch linear dalam sebuah foto. Resolusi foto tidak dapat dipisahkan dengan ppi. Semakin besar ppi maka jumlah piksel per satuan inchinya semakin banyak, sehingga obyek pada foto akan semakin jelas atau resolusi fotonya baik (Ikawati 2012). I.5.2
Fotogrametri Jarak Dekat Fotogrametri jarak dekat atau lebih dikenal dengan Close Range
Photogrammetry (CRP) merupakan fotogramteri non pemetaan dimana pembentukan image-nya dilakukan pada jarak kurang dari 100 meter (Atkinson 1996). Prinsip dasar dari proses fotogrametri jarak dekat adalah adalah model tiga dimensi (3D) diperoleh dari pengukuran tumpang tindih antar foto dengan sudut pandang yang berbeda dan pengukuran dari orientasi kamera. Kalibrasi pada kamera non metrik dapat di selesaikan dengan bantuan komputerisasi sehingga mengetahui parameter kamera dan lokasi kamera, yang nantinya mendapatkan nilai dari hasil pengukuran orientasi kamera (interior orientation, exterior orientation, absolute orientation, dan bundle adjustment) (Aulejtner 2011). Data berupa jarak, luas dan volume yang diperoleh dari mteode fotogrametri jarak dekat dapat dimanfaatkan dalam ilmu geodesi. Selain itu dalam fotogrameteri jarak dekat, koordinat 3D dalam sistem foto dapat diperoleh. Transformasi ke dalam sistem koordinat tanah dapat dilakukan untuk membandingkan dengan koordinat yang sebernarnya (Septifa 2013). Kamera yang digunakan dalam fotogrametri jarak dekat memerlukan kamera denga fokus yang tinggi. Dibanding dengan teknologi lain, fotogrametri jarak dekat mempunyai beberapa kelebihan : 1. Dapat dilakukan pada objek yang sulit diakses karena tidak diperlukan kontak langsung saat pengukuran (Thompson 1962 dalam Atkinson 1996).
6
2. Akuisisi data dapat dilakukan dengan cepat dan dapat digunakan untuk memroses terkait dengan ukuran obyek (Atkinson 1996). 3. Dapat digunakan untuk mengukur obyek yang relatif kecil dan atau tidak beraturan (Thompson 1962 dalam Atkinson 1996). 4. Merupakan teknik yang baik bila dibandingkan dengan teknologi lain, apabila teknologi lain tidak dapat melakukan pengukuran secara efisien dan efektif. (Hanifa 2007). 5. Memiliki nilai ekonomis untuk pengukuran dalam obyek yang bersifat kompleks (Hanifa 2007) Dengan kelebihan di atas, Close Range Photogramtery juga memiliki kelemahan seperti : 1. Hasil pengukuran tidak dapat diperoleh secara langsung namun masih harus diperlukan pengolahan dan evaluasi (Hanifa 2007). 2. Membutuhkan teknik yang kompleks dan kurang praktis jika diaplikasikan untuk analisis yang relatif kecil (Trieb, dkk 2004). 3. Area cakupan akan terbatas sehingga ada keungkinan semua area tidak tercakup dalam foto (Trieb, dkk 2004). 4. Ketelitian hasil dipengaruhi oleh kesalahan yang terjadi pada saat pengambilan dan pemrosesan foto (Septifa 2013) Pada prinsipnya metode fotogrametri dilakukan dengan melakukan pengambilan gambar di sekitar atau sekeliling obyek yang akan dipotret dengan posisi kamera yang konvergen (Atkinson 1996). Dengan teknologi yang terus berkembang seperti saat ini, penggunaan teknologi yang efisien dan efektif merupakan pilihan yang tepat dalam analisis suatu permasalahan dalam bidang geodesi dan geomatika. Teknik CRP dengan menggunakan kamera non-metrik yang relative murah dan pengolahan yang lebih efisien dapat menjadi pilihan teknologi yang efisien dan efektif (Ikawati 2012). I.5.3
Kalibrasi Kamera Salah satu hal yang penting dalam proses akuisisi gambar menggunakan teknik
fotogrametri adalah kalibrasi kamera. Karena kamera non-metrik merupakan kamera
7
yang tidak sempurna, maka segala proses akuisisi data fotogrametri menggunakan kamera non-metrik harus melalui tahap kalibrasi kamera. Kalibrasi kamera merupakan kegiatan untuk memastikan hubungan antara harga-harga yang ditunjukkan oleh suatu alat ukur dengan harga yang sebenarnya dari besaran yang diukur (Septifa 2013). Kalibrasi kamera dilakukan untuk mengetahui parameter lensa yang meliputi panjang fokus (c), principle point (Xp, Yp), dan distorsi lensa (K1, K2, K3, P1, P2) dan parameter distorsi yang meliputi distorsi radial dan distorsi tangensial (Fraser 1997 dalam Hanifa 2007).
Gambar I.1 Distorsi yang terdapat pada lensa 1. Panjang Fokus / Focal Length Panjang fokus merupakan jarak tegak lurus antara titik pusat lensa (titik fokus) dengan bidang proyeksi kamera (CCD/CMOS dalam kamera digital atau film dalam kamera analog). Dalam metadata suatu foto dapat diketahui panjang fokus ynag digunakan ketika melakukan pemotretan, namun panjang fokus tersebut memiliki nilai pendekatan dari pabrikan kamera. Hasil yang tepat dibutuhkan dalam pekerjaan fotogrametri sehingga nilai pasti dari panjang fokus yang digunakan ketika pemotretan diperlukan. Untuk memperoleh panjang fokus yang tepat dilakukan dengan cara kalibrasi kamera.
8
2. Titik Pusat Foto Titik Pusat Foto adalah titik utama hasil proyeksi tegak lurus titik pusat perspektif (titik pusat proyeksi) pada bidang foto. Titik ini merupakan titik utama dalam koordinat foto yang dinyatakan dengan Xp dan dan Yp. 3. Distorsi Lensa Distorsi lensa menyebabkan titik perspketif lensa yang terproyeksi tidak tepat berada di titik pusat kordinat sistem koordinat foto. Distorsi lensa tidak akan mempengaruhi ketajaman hasil foto namun berpengaruh pada kesalahan geometrik pada foto. Untuk pekerjaan fotogramteri distorsi lensa merupakan hal yang diperhitungkan dan tidak dapat diabaikan. Besarnya distorsi lensa bergantung pada lensa yang digunakan. Distorsi lensa dibedakan menjadi distorsi radial dan distorsi tangensial (Wolf 1983). Distorsi Radial (K1, K2, K3) adalah pergeseran linier titik foto dalam arah radial terhadap titik utama dari posisi idealnya (Hanifa 2007). Distorsi lensa biasa diekspresikan sebagai fungsi polynomial dari jarak radial (ฮr) terhadap titik utama foto. Distorsi radial ke arah luar dianggap positif dan disebut sebagai barrel distortion dan ke arah dalam dianggap negatif dan siebut sebagai pinchusion distortion. Fungsi distorsi radial bisa ditentukan dengan persamaan (1.1) sebagai berikut (Atkinson 1996) : ๐ฟ๐ = ๐พ1 ๐ 3 + ๐พ2 ๐ฆ 5 + ๐พ3 ๐ 7 , ๐ 2 = (๐ฅ โ ๐ฅ0 )2 + (๐ฆ โ ๐ฆ0 )2 ............. (I.1) Distorsi Tangensial pergeseran linier titik di foto pada arah normal (tegak lurus) garis radial melalui titik foto tersebut. Distorsi tangensial disebabkan kesalahan sentering elemen-elemen lensa dalam satu gabungan lensa dimana titik pusat elemen-elemen lensa dalam gabungan lensa tersebut tidak terletak pada satu garis lurus (Hanifa 2007). Pergeseran ini biasa dideskripsikan dengan dua persamaan kuadratik untuk pergeseran pada arah x (ฮดx) dan arah y (ฮดy) (Atkinson 1996) sebagaimana disajikan pada perasamaan (I.2) dan (I.3) :
9
ฮดx = [P1 [ r2 + 2 (๐ฅฬ โ xp)2 ] + 2P2 (๐ฅฬ โ xp) (๐ฆฬ โ yp)] (1+P3r2) ................ (I.2) ฮดy = [2P1(๐ฅฬ โ xp) (๐ฆฬ โ yp) + 2P2( r2 + 2 (๐ฆฬ โ yp)2 )] (1+P3r2) ................. (I.3)
I.5.4
Fotogrametri Bawah Air Berbeda dengan fotogrametri di udara, fotogrametri di bawah air memiliki
banyak hal yang dipertimbangkan dan diperhatikan dalam pelaksanaanya. Hal inilah yang menyebabkan fotogrametri di bawah air kurang begitu berkembang dalam aplikasinya. Beberapa hal yang menyebabkan fotogrametri di bawah air kurang begitu berkembang menurut (Karara 1989) : 1. Operator terbatas waktu karena lingkungan bawah air merupakan lingkungan yang minim oksigen. Hal ini menyebabkan pengambilan data menjadi tidak optimal dan operator hanya melakukan tugas-tugas sederhana saja. 2. Air memiliki kondisi dan karektiristik yang dapat berubah pada setiap lokasi dan setiap waktu. Pembuatan model matematika pendekatan untuk koreksi refraksi atau distorsi yang ada di dalam air dapat terhambat karena kondisi seperti ini. 3. Perlengkapan fotogrametri membutuhkan biaya yang lebih untuk kelengkapan peralatan, seperti casing kedap udara, cahaya tambahan dan peralatan menyelam. Dengan uraian diatas mengenai fotogrametri di bawah air yang relatif rumit dengan fotogrametri di udara, maka perlu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengambilan data yaitu absorpsi, penghamburan cahaya dan refraksi cahaya (Rohmanto 2013). 1. Absorpsi Absorpsi atau penyerapan merupakan proses penyerapan energy yang menyebabkan perubahan tingkat-tingkat energi dalam molekul. Absorpsi
10
cahaya dalam aplikasi fotograetri jarak dekat di dalam air menyebabkan beberapa hal dalam pemotretan perlu diperhatikan dengan lebih baik. Dengan medium air, penyerapan cahaya memiliki nilai dan karakteristik yang berbeda dengan penyerapan di udara. Pada air murni, minimal panjang gelombang yang dapat lolos adalah 480 nanometer sedangkan di atas cahaya adalah 340 -740 nanometer. Zat tarsuspensi dalam air, temperature dan kedalaman air adalah hal-hal yang mempengaruhi tingkat absoprsi. 2. Penghamburan Cahaya Pengamburan adalah proses dimana partikel suatu gelombang dipaksa menyimpang dari jalur sebenarnya. Hal ini menyebabkan tingkat kekontrasan dan resolusi dari suatu citra akan berkurang. Partikel asing yang tidak dapat ditembus oleh gelombang spektral dapat menyebabkan terjadinya penghamburan. Kandungan mikro-organisme yang ada di dalam air sanget mempengaruhi terjadinya penghamburan.
3. Refraksi Refraksi terjadi ketika sebuah cahaya yang berjalan melalui medium satu ke medium lain yang menyebabkan perubahan kecepatan sesuai dengan komposisi medium yang dilewati (Wolf 1993). Cahaya mencapai kecepatan maksimum ketika berjalan melewat ruang hampa, lalu melambat ketika melalui udara dan lebih lambat lagi ketika melalui air dan kaca. Ukuran dari tingkat dimana cahaya bergerak melalui zat atau medium apapun disebut dengan indeks refraksi. Atau dengan kata lain indeks refraksi adalah rasio dari kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan melalui medium lain. Indeks refraksi dijelaskan pada persamaan (I.4) berikut : ๐=
๐ ๐
............................................................................................... (I.4)
11
dimana n adalah indeks refraksi, c adalah kecepatan cahaya di ruang hampa dan V adalah kecepata di medium. Indeks refraksi yang umum pada ruang hampa adalah 1.000, pada udara 1.0003, pada air 1.33, dan pada kaca 1.51.7. Perbedaan nilai indeks refraksi antara air dengan udara menyebabkan panjang fokus kamera berubah. Laves et al (2003) menyebutkan perbandingan panjang fokus di udara dengan di air dapat dijelaskan dalam persamaan (I.5) dan (I.6) berikut: ๐๐ = ๐๐ =
๐๐ ๐ ๐๐ ๐
............................................................................................. (I.5) .............................................................................................. (I.6)
Dari persamaan (I.5) dan (I.6) maka didapatkan persamaan (I.7) berikut: ๐๐ ๐๐
๐๐
= ๐๐ ............................................................................................... (I.7)
dengan no adalah indeks refraksi di udara, ni adalah indeks refraksi di air, fo adalah jarak utama di udara, fi adalah jarak utama di air dan k adalah konstanta.
Gambar I.2 Geometri pemotretan fotogrametri dalam air
12
I.5.4.1 Enchancement (Penajaman) Hasil Foto. Karena beberapa faktor ketika pengambilan foto, maka perlu dilakukan enhancement (penajaman) hasil foto. Enhancement adalah penajaan hasil foto yang dilakukan dengan melakukan koreksi nilai contrast, brightness dan gamma pada foto secara manual. Keterangan mengenai contrast, brightness dan gamma dijelaskan sebagai berikut: 1. Contrast / kontras Pengaturan kontras dilakukan untuk menambahkan atau mengurangi kontras warna dari foto yang diambil. Nilai kontras lebih berpengaruh pada pewarnaan foto. 2. Brightness Brightness merupakan tingkat kecerahan dari suatu foto. Pengaturan terhadap brightness dilakukan jika foto terlalu underexposure atau overexposure. Pengaturan brightness dilakukan bergantung pada hasil foto dan kebutuhan akan penambahan pengurangan nilai terang suatu foto. 3. Gamma Koreksi nilai gamma dilakukan untuk mengatur jumlah sinar gamma yang masuk ke foto. Secara umum koreksi gamma dilakukan pertama kali sebelum dilakukan contrast dan brightness. I.5.5
Pembuatan Model 3D Pembuatan model 3D merupakan hasil akhir yang umumnya diharapkan dari
proses fotogramteri jarak dekat. Dalam data yang diperoleh dari fotogrametri yaitu gambar, dua buah gambar yang saling bertampalan satu sama lain dapat membentuk sebuah model tiga dimensi, yaitu sekumpulan titik-titik dalan sistem koordinat tiga dimensi (X, Y, Z). Orientasi relatif dapat membentuk model tiga dimensi dengan cara membentuk garis-garis seasal bertemu atau menjadi satu titik yang berpotongan yang dinamakan
kondisi
kesebidangan
(collinearity).
Kondisi
kesebidangan
ini
dimaksudkan agar pandangan tiga dimensi terhadap objek pada foto dapat terbentuk. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat dua foto yang berpasangan atau lebih. Jika
13
terdapat dua atau lebih foto maka akan diperlukan proses bundle adjustment. Bundle adjustment merupakan perataan kuadrat terkecil secara simultan terhadap pengamatan dan parameter yang terlibat dari data foto, sampai memperoleh koordinat tanah. Hasil bundle adjustment adalah kerangka dalam dimensi tiga dimensi, model permukaan objek dan daftar koordinat dari titik-titik yang diukur beserta topologinya. Selain uraian tersebut, pekerjaan orientasi diperlukan untuk memperoleh semua informasi. Dalam pekerjaan fotogrametri, orientasi merupakan proses transformasi berturut-turut untuk membentuk hubungan antara sistem koordinat ruang (referensi) dan sistem foto internal (Ikawati 2012). Proses orientasi dalam fotogrametri dapat dijelaskan dibawah ini (Dipokusumo 2004): 1. Orientasi dalam adalah merekonstruksi berkas sinar dari foto udara seperti saat foto tersebut diambil oleh kamera. Proses orientasi dalam menunjukan hubungan antara pusat perspektif kamera dan pusat sistem koordinat foto. 2. Orientasi relatif adalah proses untuk mempertemukan dua berkas sinar yang berpasangan antara foto kanan dan kiri. Model 3D adalah hasil dari orientasi relatif, namun masih dengan koordinat mesin. 3. Orientasi absolut adalah proses pengikatan model 3D yang masih memiliki koordinat mesin ke koordinat tanah atau koordinat definitive. Orientasi ini dilakukan dengan transformasi tiga dimensi dari suatu sistem koordinat ke sistem koordinat lain.
Pembentukan model 3D pada kegiatan sendiri dimulai dari pengenalan smartpoints pada perangkat lunak Photomodeler Scanner. Semakin banyak titik samrtpoints yang dikenali maka akan semakin menghasilkan output yang baik. Titiktitik tersebut selanjutnya akan dihubungkan secara otomatis pada perangkat lunak yang akan menghasilkan bentuk jaring-jaring segitiga yang disebut TIN (Triangulated Irregular Network). TIN adalah salah satu metode untuk merepresentasikan suatu surface (permukaan) dalam bentuk jaring-jaring segitiga. Dalam pembentukan TIN dibutuhkan setidaknya enam titik yang dapat digunakan untuk pembentukan jaring
14
segitiga. Tiga titik berada pada node sebagai ujung sisi โ sisi segitiga dan tiga titik lainya merupakan titik luar yang membentuk jaring segitiga lain. Jaring-jaring segitiga tersebut tersusun oleh garis-garis yang saling berhubungan yang disebut vertex. I.5.6
Bundle Adjustment Bundle adjustment merupakan hitungan untuk mencari nilai parameter
orientasi luar (EOP) dari setiap foto ke koordinat tie point pada sepasang foto yang bertampalan atau lebih. Prinsip dari bundle adjustment adalah menghubungkan antara sistem koordinat foto ke sistem koordinat peta tanpa tahap orientasi relatif dan absolut. Inti dari fotogrametri jarak dekat adalah persamaan kolinier sehingga mendasari perhitungan bundle adjustment. Koordinat objek didapat dari persamaan kolinier yang berasal dari koordinat foto. Sehingga persamaan kolinier dituliskan sebagai persamaan (I.8) dan (I.9) berikut (Soetaโat 2004): ๐ฅ ๐๐ ๐ ๐ฆ (๐ ) = ฮป . R . ( ) + (๐๐ ) ............................................................................. (I.8) โ๐ ๐ ๐๐ dimana : X, Y, Z
: Sistem koordinat objek (model)
x, y
: Sistem koordinat foto (piksel)
f
: Panjang fokus kamera
ฮป
: Skala foto
XO, Yo, Zo
: Koordinat saat pemotretan
R
: Matriks rotasi 3D
๐11 ๐12 ๐13 ๐
= (๐21 ๐22 ๐23 โฎ) ................................................................................... (I.9) ๐31 ๐23 ๐33 dimana : r11
: cos ฯ . cos ฮบ
r12
: sin ฯ . sin ฯ . cos ฮบ + cos ฯ . sin ฮบ
r 13
: -cos ฯ . sin ฯ . cos ฮบ + sin ฯ . sin ฮบ
r21
: -cos ฯ . sin ฮบ
15
r22
: -sin ฯ . sin ฯ . sin ฮบ + cos ฯ . cos ฮบ
r23
: cos ฯ . sin ฯ . sin ฮบ + sin ฯ . sin ฮบ
r31
: sin ฯ
r32
: - sin ฯ . cos ฯ
r33
: cos ฯ . cos ฯ Matriks R adalah orthogonal, sehingga RT = R-1. Bila ฮป-1 = s, maka persamaan
(1.8) menjadi persamaan (I.10) (Soetaat 2004) : ๐ฅ ๐ โ ๐๐ ( ๐ฆ ) = s . ๐
๐ . ( ๐ โ ๐๐ ) .......................................................................... (I.10) โ๐ ๐ โ ๐๐ Sehingga diperoleh persamaan kolinier sebagaimana dijelaskan pada persamaan (I.11) dan (I.12) berikut :
๐ฅ = โ๐ ๐ฆ = โ๐
I.5.7
๐11(๐โ๐๐)+๐21(๐โ๐๐)+๐31(๐โ๐๐) ๐13((๐โ๐๐)+๐23(๐โ๐๐)+๐33(๐โ๐๐) ๐12(๐โ๐๐)+๐22(๐โ๐๐)+๐32(๐โ๐๐) ๐13((๐โ๐๐)+๐23(๐โ๐๐)+๐33(๐โ๐๐)
................................. (I.11)
................................ (I.12)
Kualitas Hasil Kualitas hasil dilakukan dengan melakukan pengukuran jarak objek nyata
secara manual menggunakan alat ukur dan pengukuran objek 3D dilakukan dengan perangkat lunak pada model 3D yang telah terbentuk. Selisih pengukuran jarak antara objek nyata dengan model 3D di atas permukaan air atau di bawah permukaan air diperoleh menggunakan persamaan matematis seperti dijelaskan pada persamaan (I.13) dan (I.14) berikut: dD1 = Dobjek - Dair ............................................................................................ (I.13) dD2 = Dobjek โ Dudara ......................................................................................... (I.14) dimana: dD
: Selisih jarak
16
Dobjek : Jarak pada model nyata Dair
: Jarak pada model 3D di dalam air
Dudara : Jarak pada model 3D di atas permukaan air Ketelitian dapat diperoleh menggunakan persamaan (I.15) dan (I.16) berikut: ฮฃ (DobjekโDair)2
๐
๐๐๐ ๐๐๐ = โ
๐
๐๐๐ ๐ข๐๐๐๐ = โ
๐
....................................................................... (I.15)
ฮฃ (DobjekโDudara)2 ๐
.............................................................. (I.16)