BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pajak dapat diartikan sebagai sumber dana dari sebuah negara untuk
mengatasi berbagai masalah-masalah seperti masalah sosial, peningkatan kesejahteraan, kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara pemerintah dengan warga negaranya (Ruyadi, 2009). Dengan adanya perkembangan kemajuan pembangunan disegala bidang, pemerintah membutuhkan biaya yang tak sedikit jumlahnya untuk meningkatkan pembangunan tersebut. Seiring dengan peningkatan kebutuhan pembangunan itu sendiri, dana yang dibutuhkan juga semakin meningkat (Christina dan Kepramareni, 2012). Berbagai upaya telah dilakukan bangsa kita untuk mengejar ketertinggalan. Salah satu sumber pendapatan pemerintah adalah penerimaan dari sektor pajak. Hampir semua penyelenggaran pemerintah, pembangunan daerah, bantuan dana sosial dibiayai dari sektor pajak. Dikarenakan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting untuk pembangunan nasional, maka pemerintah harus bisa bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan dari penerimaan pajak. Tetapi untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak hanya dari usaha pemerintah, melainkan dari masyarakatnya sendiri, hal ini berpengaruh dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang tentunya akan berpengaruh langsung pada kemampuan masyarakat secara finansial untuk membayar pajak.
1
2
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman dibuatlah alat transportasi yang semakin modern, salah satunya kendaraan bermotor. Dengan adanya kendaraan bermotor maka perlu didukung pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan marka-marka jalan yang tentunya dibuat oleh pemerintah dan dananya pun tidak sedikit. Oleh karena itu pemerintah menetapkan pemungutan pajak kepada pemilik kendaraan bermotor. Pemungutan pajak kendaraan bermotor merupakan jenis pemungutan yang sudah lama dilakukan oleh pemerintah. Pajak ini sangat berpengaruh terhadap sumber pendapatan asli daerah, yang berguna untuk membiayai pelaksanaan tugas rutin pemerintah daerah (Yunus, 2010). Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya pemberlakuan tarif pajak progresif setelah dikeluarkannya UndangUndang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dasar kewenangan Menteri Dalam Negeri yang memberlakukan kebijakan tarif pajak progresif pada kendaraan bermotor dimana tujuan dari kebijakan tersebut diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan memberikan kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menerapkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor secara progresif, dengan diberlakukannya tarif progresif setiap wajib pajak yang memiliki jumlah kendaraan lebih dari satu tangan dengan nama dan alamat yang sama, untuk pajak kendaraan bermotor yang kedua dan seterusnya
3
dikenakan pajak yang lebih tinggi dari pajak kendaraan bermotor yang pertama dan ini hanya untuk motor ke motor atau mobil ke mobil. Tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) diatur dalam pasal 7, sedangkan tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) diatur dalam pasal 24 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011. Tabel 1.1 Perbandingan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Barat No Jenis Pajak Tarif Pajak 1 Pajak Progresif Kepemilikan Pertama 1,75% Kendaraan Bermotor Kepemilikan Kedua 2,25% (Roda Empat) Kepemilikan Ketiga 2,75% Kepemilikan Keempat 3,25% Kepemilikan Kelima dan seterusnya 3,75% 2 Pajak Progresif Kepemilikan Pertama 1,75% Kendaraan Bermotor Kepemilikan Kedua 2,25% (Roda Empat) Kepemilikan Ketiga 2,75% Kepemilikan Keempat 3,25% Kepemilikan Kelima dan seterusnya 3,75% 3 Bea Balik Nama Penyerahan Pertama 10% Kendaraan Bermotor Penyerahan Kedua dan seterusnya 1% Sumber : Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan merupakan unsur Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat. Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian fungsi Dinas di Bidang Pendapatan Daerah, yang mempunyai visi “Menjadi Pengelola Pendapatan Daerah yang Amanah dengan Berorientasi Kepada Kepuasan Pelayanan Publik” adapun misi yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pendapatan daerah
4
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat 3. Memantapkan kinerja sumber daya manusia dan organisasi 4. Menjalin jejaring kerja (networking) dan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah. Tabel 1.2 Penerimaan Pajak Daerah per-Jenis Pajak Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III dari tahun 2011-2014 Tahun 2011
Pajak Kendaraan BBNKB Bermotor Rp.147.318.005.375 Rp.166.277.394.800
Sanksi Pajak Rp.5.339.424.321
2012
Rp.195.674.327.725 Rp.183.619.398.760
Rp.3.647.321.119
2013
Rp.227.362.778.500 Rp.226.840.943.450
Rp.4.622.514.485
2014
Rp.190.352.612.800 Rp.171.098.068.000
Rp.4.266.429275
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III (2015) Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa satu tahun dilakukannya tarif progresif PKB pada tahun 2011 Cabang Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III penerimaan PKB sebesar Rp.147.318.005.375 dan pada tahun 2012 setelah tarif pajak progresif PKB diberlakukan, penerimaan PKB sebesar
Rp.195.674.327.725.
Jadi
sejak
diberlakukannya
tarif
progresif
penerimaan PKB di Cabang Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III mengalami peningkatan yang signifikan sebesar Rp.48.356.322.350 atau sebesar 33%. Begitupun pada tahun 2013 Penerimaan Pajak dari PKB mengalami kenaikan sebesar Rp.31.368.450.775 atau sebesar 16%.
5
BBNKB pada tabel 1.2 di Cabang Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III pada tahun 2011 (sebelum progresif) dan dari tahun 2012-2014 (setelah progresif) mengalami fluktuaasi dan cenderung menurun. Penyebab menurunnya penerimaan BBNKB II adalah karena masih banyak wajib pajak yang belum hafal terhadap penerapan pajak progresif, jadi wajib pajak yang telah menjual kedaraannya tidak melaporkan kepada pihak samsat untuk di blokir nomor polisi kendaraannya, sehingga wajib pajak tersebut dikenai tarif progresif dengan demikian pembeli kendaraan bekas membayar pajak kendaraan yang telah dibelinya tanpa harus melakukan BBNKB sehingga tingkat penerimaan BBNKB menjadi menurun. Sanksi
pajak
pada
tahun
2011
(sebelum
progresif)
sebesar
Rp.5.339.424.321, dan pada tahun 2012 (setelah pajak progresif) sanksi perpajakan menurun menjadi Rp.3.647.321.119, hal ini menunjukan bahwa dengan diberlakukannya pajak progresif, wajib pajak semakin patuh terhadap pajak yang harus dibayarkan. Pada tahun 2013 sanksi pajak meningkat kembali menjadi sebesar Rp.4.622.514.485 hal ini dikarenakan wajib pajak merasa keberatan dengan adanya pajak progresif yang dibayarkan tahun sebelumnya sehingga wajib pajak membalik namakan kendaraannya atas nama sendiri sehingga BBNKB pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp.226.840.943.450. dan pada tahun 2014 sanksi pajak terjadi penurunan menjadi Rp.4.226.429.275. Pengenaan pajak progresif ini bertujuan untuk mengurangi angka kemacetan yang disebabkan padatnya kendaraan bermotor pribadi. Akan tetapi, karena banyak warga yang tidak mengerti sepenuhnya tentang penerapan pajak
6
progresif ini, menyebabkan tidak sedikit terjadi permasalahan pada saat warga akan membayar kendaraan bermotor mereka ternyata mereka harus membayar nominal lebih banyak disebabkan jumlah kendaraan yang terdaftar atas nama warga tersebut walaupun sebenarnya kendaraan tersebut sudah tidak dikuasai lagi. Hal ini sering terjadi karena warga telah menjual kendaraan bermotor namun kendaraan tersebut masih atas nama pemilik sebelumnya sehingga ia dikenakan pajak progresif terhadap kendaraan yang tidak dikuasainya lagi (Agung, 2012). Pada tabel 1.2 sanksi pajak dari tahun ke tahun mengalami fluktiasi, tahun 2011(sebelum progresif) sebesar Rp.5.339.424.321 dan pada tahun 2012 (setelah progresif) menurun menjadi Rp.3.647.321.119. dan maningkat kembali pada tahun 2013 menjadi Rp.4.622.514.485. Hal ini disebebkan karena wajib pajak dikenakan pajak progresif dan tidak membayarkan pajaknya karena dikenakan biaya lebih, dan pada tahun 2013 penerimaan sanki pajak meningkat sebagai efek dari ketidakpatuhan wajib pajak tahun sebelumnya. Selain itu Republika.co.id menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan kepolisian untuk mempermudah penerimaan pajak kendaraan bermotor. Salah satu yang disasar dari kerja sama tersebut yakni para penunggak pajak. Menurut Kepala Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat, sekitar ada 5 juta orang yang penunggak pajak kendaraan bermotor. Upaya upaya untuk menagih para penunggak pajak kendaraan bermotor ini sangat penting karena dapat meningkatkan pendapatan Pemprov Jabar. Ditargetkan, pemprov bisa mendapatkan Rp1-2 triliun di sektor tersebut (www.nasional.republika.co.id).
7
Hal lain juga disampaikan dalam website Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Barat Edisi 14 September 2015 bahwa Pandangan umum fraksi pada Sidang Paripurna yang berlangsung belum lama ini mereka menanyakan Penurunan Target PAD ini dari 15,851 Trilyun menjadi 15.415 Trilyun. Wakil Pimpinan DPRD Jawa Barat Irianto MS. Syaifudin mengatakan penurunan pendapatan ini harus dijadikan pemacu agar kinerja Dinas Pendapatan Daerah harus lebih giat lagi dalam menghasilkan pemasukan dari Pajak Kendaraan Bermotor karena pajak Pajak Kendaraan Bermotor dan Biaya Balik Nama menurun tetapi pajak lainnya meningkat. Sosialisasi kepada masyarakat untuk taat membayar pajak bisa menjadi saah satu upaya untuk mengajak masyarakat membayar pajak kendaraan karena jumlah pemakaian kendaraan di Jawa Barat cukup banyak. Hal ini terbukti bahwa banyak terjadinya ketidakpatuhan wajib pajak kendaraan bermotor yang berada di Kota Bandung. (www.jabarprov.go.id). Sanksi perpajakan memilki peran penting guna memberikan pelajaran dan efek jera bagi wajib pajak yang meremehkan peraturan pajak. Salah satu sanksi pajak yang paling banyak ditemukan dalam undang-undang perpajakan yaitu denda. Tetapi masih banyak wajib pajak yang mengacuhkan sanksi ini. Alasannya wajib pajak mengacuhkan sanksi ini karena sanksi denda untuk pelanggaran kepatuhan pajak kendaraan bermotor hanya 5% persen dari pajak pokoknya. Sehingga wajib pajak mengacuhkan sanksi ini dan tetap melanggar peraturan pajak. Kepatuhan pajak adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi dari komponen kognitif, efektif, dan konatif yang berinteraksi dalam
8
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak (Yadnyana dan Sudiksa, 2011). Seperti yang kita ketahui bahwa kepatuhan pajak berhubungan dengan ketaatan, tunduk, dan patuh dalam melakukan ketentuan perpajakan, kepatuhan pajak merupakan salah satu agenda yang penting baik di negara maju maupun dinegara berkembang seperti halnya Indonesia dalam meningkatkan pendapatan dari pajak, sehingga dengan adanya kepatuhan maka wajib pajak dapat memenuhi semua kewajiban perpajakannya dengan baik dan tepat waktu dalam membayar pajak. Kesadaran wajib pajak untuk patuh membayar pajak masih rendah. Ada beberapa faktor yang mendorong wajib pajak untuk tidak patuh membayar pajak. Antara lain, tidak adanya pengetahuan pajak sehingga timbul sikap menganggap remeh terhadap pajak, adanya kekhawatiran masyarakat dalam membayar pajak disebabkan maraknya kasus yang sering terjadi khususnya dibidang perpajakan. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kepatuhannya, karena para wajib pajak tidak ingin pajak yang telah dibayarkan disalahgunakan oleh aparat pajak itu sendiri (Puspa Arum, 2012). Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil judul “Pengaruh Penerapan Pajak Progresif dan Sanksi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor”.
1.2
Identifikasi Masalah Masalah yang terjadi pada saat ini adalah bahwa tingkat kepatuhan wajib
pajak dalam membayar pajak kendaraaan bermotor cenderung rendah dari tahun
9
ke tahun. Oleh sebab itu penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Pajak Progresif dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor perlu dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh penerapan Pajak Progresif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak? 2. Bagaimana pengaruh sikap Wajib Pajak pada sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak? 3. Bagaimana pengaruh penerapan Pajak Progresif dan Sanksi Perpajakan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak?
1.3
Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan Pajak Progresif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. 2. Untuk mengetahui sikap Wajib Pajak pada sanksi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. 3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan Pajak Progresif dan Sanksi Perpajakan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
1.4
Kegunaan Penelitian Dari tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain:
10
1. Kegunaan Akademis Sebagai sarana untuk menerapkan, mengaplikasikan, dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama masa studi. 2. Kegunaan Operasional a. Bagi Peneliti, diharapkan dapat memberikan ilmu dan wawasan tambahan mengenai praktek perpajakan yang terjadi di Indonesia beserta fenomena-fenomena yang terjadi didalamnya. b. Bagi Kantor Bersama SAMSAT Bandung Timur, diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi yang berguna bagi Kantor Bersama SAMSAT Bandung Timur dan menjadi acuan untuk meningkatkan pelayanan yang sesuai harapan masyarakat. c. Bagi Masyarakat Umum, diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi tambahan dalam pembuatan penelitian selanjutnya dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan penilitian ini.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas
dalam penyusunan proposal ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada Kantor SAMSAT Kota Bandung Timur sebagai tempat pengumpulan data yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta No. 528 (Kiaracondong) Bandung. Sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini dimulai pada bulan Oktober sampai dengan Januari.