BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi
massa. Wilbur Scramm menggunakan ide yang telah dikembangkan oleh seorang psikolog, yaitu Charles E. Osgood yang mendefinisikan Komunikasi massa sebagai sebuah proses untuk membuat kesepahaman antara media massa dan audiensnya (Baran, 2009 h.312 ) Komunikasi massa sering kali berhubungan dengan media massa. Pengertian media massa dapat dilihat dari asal katanya, yaitu media dan massa. Kata media adalah bentuk jamak dari kata medium. Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk memberi istilah pada jenis media yang secara khusus dibuat untuk menjangkau masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti kelompok atau kumpulan. Berarti, pengertian media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain (Soehadi, 1978 h. 38). Seiring dengan perkembangan internet yang pesat, pertumbuhan pengguna internet dalam media online pun ikut berkembang sangat cepat. Ada beberapa perusahaan media yang sebelumnya telah memiliki media lain seperti surat kabar,
1
radio, hingga televisi juga turut melebarkan jaringannya ke media online. Contohnya, Detikcom yang mendirikan situs online nya bernama Detikcom pada tahun 1998. Begitu pula Metro TV yang juga membuat versi online nya dengan sebutan Metrotvnews.com. Tidak hanya itu, ada juga media yang terlahir sebagai pemberitaan media online yaitu Kompas.com yang dikembangkan dari surat kabar harian Kompas yang sudah terbit sejak tahun 28 Juni 1965. Di Indonesia, media baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan internet berkembang pesat dari tahun ke tahun. Dalam artikel yang tertulis pada Antaranews.com, pengguna internet juga mengalami peningkatan yang sejalan dengan ketersediaan infrastruktur yang semakin luas. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 71,9 juta orang yang meningkat 13 % dibanding tahun sebelumnya yaitu 63 juta orang. Peningkatan jumlah pengguna internet mencapai 28% dari total jumlah populasi Indonesia (“Media Online Utamakan Kecepatan Korbankan Akurasi”, 2014, para. 5) Craig (2005, h. 12) dalam bukunya menyebutkan bahwa di era informasi seperti sekarang ini, informasi sudah menjadi suatu kebutuhan yang sangat berharga. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa masyarakat informasi adalah masyarakat yang haus akan informasi. Dengan tingginya tingkat mobilitas seseorang, maka mengakibatkan waktu yang dimiliki untuk membaca menjadi semakin sedikit. Pencarian dan penyajian informasi secara cepat benar-benar menjadi suatu kebutuhan olehnya.
2
Media - media online saling bersaing untuk menyajikan informasi yang cepat kepada publik. Persaingan untuk menyajikan informasi secara cepat inilah memberi dampak pada persoalan keakuratan berita. Pendapat ini didukung oleh Margianto dan Syaefullah (2013, hal.38-39) yang menyebutkan bahwa berita-berita yang disajikan melalui media online seringkali tidak mengindahkan akurasi. Ketidakakuratan ini dapat dilihat pada hal yang paling mendasar seperti, salah ejaan hingga yang paling serius yakni substansi berita. Media online merupakan bagian yang baru dalam dunia jurnalistik setelah era media cetak yaitu koran, majalah dan media elektronik seperti, radio, televisi dan film atau video (Romli, 2012, h.30). Keunggulan media online dalam menyajikan berita dibandingkan media lainnya adalah informasi yang disajikan bersifat up to date dan real time. Dapat dikatakan up to date karena media online dapat melakukan pembaharuan berita yang sangat cepat dalam hitungan menit bahkan detik. Sedangkan dikatakan real time karena media online dapat langsung menyajikan berita yang bersangkutan pada saat peristiwa berlangsung. Wartawan online dapat mengirimkan informasi langsung ke meja redaksi dari lokasi peristiwa setiap saat dan setiap waktu untuk terus memperbaharui informasi berita (Yunus, 2010, h.32). Kecepatan dalam memberikan dan menyajikan informasi oleh media online menjadi hal yang paling diutamakan. Beberapa media online saling bersaing untuk menyampaikan informasi yang cepat kepada khalayak. Persaingan dalam menyajikan informasi yang cepat inilah yang menimbulkan impilikasi pada persoalan keakuratan berita. Margianto dan Syaefullah (2012, h.38-39) menyatakan
3
bahwa berita-berita yang disajikan melalui media online seringkali tidak mengutamakan akurasi. Ketidak akuratan tersebut terlihat pada hal yang paling sederhana, contohnya seperti salah ejaan hingga paling serius yakni substansi dan relevansi berita. Kelebihan dari aktualitas media online adalah dengan menyajikan berita secepat mungkin sehingga berita yang diterima oleh masyarakat merupakan informasi peristiwa yang baru saja terjadi. Kekurangan dari keaktualan sebuah berita itu sendiri adalah keakuratan data yang kurang mendalam dan belum ada verifikasi terhadap objek yang diberitakan, padahal akurasi pemberitaan yang dibuat oleh seorang wartawan merupakan barometer citra media massa dimata pembacanya. Aktualitas juga merupakan komponen yang penting dari sebuah media massa itu sendiri, namun wartawan terkadang sering mengabaikan akurasi demi bersaingan dengan waktu agar dapat menjadi berita yang aktual. Berita yang disajikan selain harus dilengkapi dengan aktualitas juga harus dilengkapi dengan akurasi. Selain itu berita bisa dikatakan layak jika sisi aktualitasnya diperhatikan. Aktualitas berarti informasi apapun yang disajikan media pers harus mengandung unsur kebaruan dan merujuk pada suatu peristiwa yang benar-benar baru atau sedang terjadi (Sumadiria, 2006, h.37) Akurasi merupakan suatu nilai dasar yang harus selalu diterapkan tanpa syarat (nilai fundamental). Pentingnya akurasi ini sudah tidak dapat diperdebatkan lagi dengan alasan apapun, sebab berita yang tidak akurat dapat mengakibatkan media yang bersangkutan kehilangan kredibilitas di mata publik (Ishwara, 2011, h.39). Wartawan tidak diperbolehkan untuk memasukkan opini atau intepretasinya
4
sendiri kedalam berita yang ditulis, karena apabila hal tersebut terjadi maka wartawan telah mengaburkan kebenaran suatu peristiwa dan melakukan kebohongan terhadap publik, ini berarti wartawan mengingkari etika media (Ardianto dan Lukiati, 2004, h. 202).Objektivitas seorang wartawan dapat terlihat dari pemberitaan yang bersifat faktual dan keberimbangan informasi yang dimuatnya. Jika wartawan dan redaksi bisa bersikap objektif, maka media tersebut akan memiliki kredibilitas. Laporan yang sampai ke Dewan Pers mengenai keluhan berita di media online jumlahnya terus menerus meningkat. Sepanjang tahun 2012, Dewan Pers menerima sebanyak 90 pengaduan terkait dengan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh media online, yaitu kedua terbanyak setelah media cetak. Dari jumlah tersebut, 24 diantaranya mengenai berita yang tidak akurat (Laporan Dewan Pers, dimuat dewanpers.or.id) Fenomena diatas tersebut jelas tidak sejalan dengan Kode Etik Jurnalistik. Dalam Surat Keputusan Dewan Pers Nomor: 03/SK- DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik, pada pasal 1 disebutkan dengan jelas bahwa “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.” (Dewan Pers, 2014) Dalam bukunya Severin dan Tankard (2009, h. 377-379) dijelaskan bahwa media dalam menyajikan berita harus akurat, berimbang, dan tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Dengan demikian, media dikontrol oleh pendapat khalayak, tindakan konsumen, dan juga etika profesi. Kebebasan yang telah dinikmati oleh pers bukan berarti bahwa bebas tanpa aturan, melainkan bebas yang
5
juga harus dibatasi oleh etika dan moral. Dalam menjalankan tugasnya, media massa harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan mematuhi aturan standar hukum tertentu. Teori tanggung jawab sosial membawahi fungsi pers. Salah satu dari fungsi pers adalah sebagai penyebar informasi bagi khalayak luas. Sudah menjadi kewajiban bagi media massa melayani kebutuhan masyarakat luas akan informasi. Masyarakat tentu berhak mendapat informasi yang tepat, akurat, dan benar. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 pada pasal 6 yang berbunyi, Pers nasional memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan hak masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya kebenaran dan keadilan, serta diwujudkannya supermasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib. (UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, dimuat depkominfo.co.id) Romli (2012, h. 34) menyatakan bahwa teknologi informasi menimbulkan perdebatan etik baru dan mendorong revolusi etik di dunia digital. Salah satu etik jurnalistik yang seringkali dilanggar oleh media online adalah menyangkut permasalahan akurasi pemberitaan. Kesalahan akurasi yang banyak seringkali terjadi adalah dalam hal penulisan kata atau juga sering disebut salah tulis. Menurut Kovach dan Rosenstiel dalam Margianto dan Syaefullah (2012, h. 42), fungsi jurnalisme secara mendasar tidak boleh berubah meski telah memasuki era digital seperti saat ini. Teknik yang diterapkan mungkin dapat berlainan, tetapi prinsip-prinsip yang bersangkutan tetaplah sama. Hal utama yang wajib dilakukan
6
oleh wartawan adalah verifikasi. Verifikasi adalah syarat yang mutlak bagi akurasi. Oleh karena itu, bagaimanapun cara dan jenis pemberitaannya, media online tidak dapat melepaskan diri dari disiplin verifikasi. Verifikasi informasi merupakan hal yang esensial, karena pemberitaan yang tidak akurat dapat merugikan banyak pihak. Selain memengaruhi reputasi media dan subjek pemberitaan, berita yang tidak akurat juga berdampak tidak baik bagi masyarakat luas. Publik mendapatkan pengetahuan yang keliru dari media, sehingga opini yang terbentuk juga salah. Dengan demikian, media dinilai gagal dalam memberikan pencerdasan dan pencerahan kepada khalayak (“ Media Belum Akurat”, 2010, para. 3) Berangkat dari latar belakang penelitian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tingkat akurasi pemberitaan pada media online. Dalam penelitian kali ini, peneliti memilih berita mengenai pemberitaan perseteruan Ahok dan Lulung pada media online Kompas.com periode 1-31 Maret 2015 sebagai objek penelitian. Dipilihnya Kompas.com sebagai subjek penelitian karena situs ini memiliki pertumbuhan traffic yang terus meningkat setiap tahunnya. Portal berita ini dikunjungi 53.209.530 pengguna setiap bulannya (Statshow.com). Selain itu, berdasarkan analisis data yang diterbitkan oleh Alexa.com yaitu salah satu analisator laman internet terbesar, Kompas.com merupakan salah satu situs berita di Indonesia yang menempati peringkat 2 yang paling banyak dikunjungi. Sedangkan untuk jumlah kunjungan, terdapat sekitar 3.000.000 kunjungan per harinya pada situs Kompas.com pada tahun 2015 (Statshow.com).
7
1.2
Rumusan Masalah Bagaimana tingkat akurasi mengenai pemberitaan perseteruan Ahok dan
Lulung terkait masalah APBD pada media online Kompas.com periode 1 – 31 Maret 2015 ?
1.3.1
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat akurasi
mengenai pemberitaan perseteruan Ahok dan Lulung terkait masalah APBD pada media online Kompas.com periode 1-31 Maret 2015.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian media yang terkait dengan penerapan model akurasi kriteria Melvin Mencher dari pengukuran persoalan akurasi, khusunya pemberitaan di media online. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan tidak hanya bisa dijadikan bagian dari standar atau dasar pengambilan kebijakan redaksi Kompas.com yang berhubungan dengan akurasi pemberitaan perseteruan Ahok – Lulung terkait masalah APBD, sekaligus juga dapat dijadikan pedoman masyarakat umum yang tertarik dengan persoalan bagaimana akurasi pemberitaan di media online.
8