1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta. Akta yang dibuat notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta notaris bersifat autentik, yaitu dalam nilai pembuktian, akta autentik ini mempunyai pembuktian yang sempurna, kesempurnaannya sebagai alat bukti maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau di tafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut.1 Seiring dengan perkembangan saat ini, kebutuhan masyarakat terhadap notaris dan akta-akta yang dibuatnya mengalami perkembangan yang semakin meluas. Masyarakat sekarang lebih mempunyai kesadaran hukum dalam melakukan hubungan hukumnya, baik itu hubungan hukum dalam bidang bisnis, perbankan, bahkan kegiatan-kegiatan sosial telah menggunakan jasa notaris untuk membuat akta autentik yang mengikat para pihak dalam kegiatannya. Seiring dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dalam membuat akta, maka notaris juga mempunyai hak yang telah diatur dalam Undang-Undang. Salah satu hak yang dimiliki oleh notaris tersebut adalah hak untuk mengajukan permohonan cuti.
1
Habib Adjie, 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 7.
2
Setiap notaris yang akan mengajukan permohonan cuti maka mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan usulan penunjukan Notaris Pengganti. Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyatakan “Pada setiap permohonan cuti dilampirkan sertifikat cuti”. Sertifikat cuti tersebut memuat data pengambilan cuti. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris menyatakan “Notaris yang mengajukan permohonan cuti wajib menyampaikan laporan cuti kepada Menteri cq. Direktur Jenderal tentang cuti dimaksud dengan melampirkan fotokopi sertifikat cuti yang disahkan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum waktu cuti dimulai, kecuali ada alasan lain yang dapat diterima”. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa sertifikat cuti merupakan salah satu persyaratan yang harus ada dan dilampirkan saat notaris mengajukan permohonan cuti. Sertifikat cuti berisi data pengambilan cuti yang dicatat dalam buku register cuti notaris serta ditandatangani oleh Majelis Pengawas. Pada fakta di lapangan tidak semua notaris mempunyai sertifikat cuti tersebut. Hal itu dikarenakan dengan berbagai macam sebab. Berdasarkan hasil pra penelitian penulis di wilayah Kabupaten Bantul, dapat diketahui bahwa notaris di wilayah Kabupaten Bantul tidak semuanya memiliki sertifikat cuti.
3
Anggapan mengenai kepemilikan sertifikat cuti tersebut ditanggapi beragam oleh notaris. Berdasarkan hasil wawancara awal penulis dengan notaris di Kabupaten Bantul dapat diketahui bahwa tidak wajibnya kepemilikan sertifikat cuti tersebut dikarenakan selain notaris yang bersangkutan tidak atau belum ingin mengajukan permohonan cuti, dan ada pula yang mengganggap bahwa kepemilikan sertifikat cuti tersebut hanya wajib bagi notaris yang sumpah atau pengangkatannya dilakukan setelah disahkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris.2 Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006 pasal 40 ayat (4) disebutkan bahwa Permohonan sertifikat cuti diajukan dalam waktu maksimum 90 (sembilan puluh) hari setelah notaris yang bersangkutan diangkat sumpah sebagai notaris. Adanya
tanggapan
yang
berbeda-beda
dari
notaris
mengenai
kepemilikan sertifikat cuti tersebut membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pandangan notaris di Kabupaten Bantul terhadap kepemilikan sertifikat cuti. Kepemilikan sertifikat cuti menjadi penting dan wajib karena dibutuhkan sewaktu-waktu oleh notaris, dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006, akan tetapi pada faktanya di lapangan terutama di wilayah Kabupaten Bantul belum banyak notaris yang mengajukan 2
Heru Sabto Widodo, Wawancara Pra Penelitian, Notaris di Kabupaten Bantul, pada hari Rabu, 16 April 2014.
4
permohonan pembuatan sertifikat cuti. Perlu ada upaya yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) di wilayah Kabupaten Bantul untuk melakukan pemenuhan kepemilikan sertifikat cuti bagi notaris sehingga apabila suatu waktu dibutuhkan sudah terpenuhi salah satu syarat permohonan cuti tersebut. Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji mengenai upaya yang harus dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) agar setiap notaris memiliki sertifikat cuti sebagai salah satu persyaratan dalam mengajukan permohonan cuti mengingat banyak notaris yang belum memiliki sertifikat cuti tersebut.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang dapat disusun adalah: 1. Bagaimana pandangan notaris di Kabupaten Bantul terhadap kepemilikan sertifikat cuti? 2. Upaya apa yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah dalam rangka untuk pemenuhan kewajiban bagi notaris untuk memiliki sertifikat cuti di Kabupaten Bantul?
5
C. Keaslian Penelitian Sepanjang
pengetahuan
penulis,
judul
KEPEMILIKAN
SERTIFIKAT CUTI BAGI NOTARIS DI KABUPATEN BANTUL belum pernah diajukan sebagai karya tulis. Adapun judul yang terkait secara tidak langsung dengan tema yang diangkat yaitu: 1. Andre Ambrosius Abraham Paat3, “Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Mengawasi Notaris di Kota Manado. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana peran Majelis Pengawas Daerah dalam mengawasi Notaris di Kota Manado, apa kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah dalam melaksanakan pengawasan terhadap Notaris di Kota Manado, dan apa upaya yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah untuk mengatasi kendala dalam melaksanakan tugas pengawasan Notaris di Kota Manado. 2. Yoseph Bambang Dwi Atmojo4, Pengawasan Majelis Pengawas Daerah (MPD) terhadap Notaris yang melakukan Pelanggaran Kode Etik di Kota Surakarta. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana pelangaranpelanggaran kode etik yang dilakukan notaris di kota Surakarta dan bagaimanakah pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah Kota Surakarta sebagai Pengawas Notaris terhadap notaris yang melakukan pelangaran kode etik di Kota Surakarta.
Andre Ambrosius Abraham Paat, “Peran Majelis Pengawas Daerah Dalam Mengawasi Notaris di Kota Manado” Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014, hlm. 5. 4 Yoseph Bambang Dwi Atmojo, “Pengawasan Majelis Pengawas Daerah (MPD) terhadap Notaris yang melakukan Pelanggaran Kode Etik di Kota Surakarta” , Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014, hlm. 7. 3
6
3. Muhammad Syaifuddin5, Kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Berkenaan dengan Izin Cuti Notaris di Kota Banjarmasin. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kota Banjarmasin terhadap Notaris yang menjalankan izin cuti dan bagaimana pelaksanaan pengawasan Majelis Pengawas Daerah Kota Banjarmasin terhadap Notaris yang menjalankan izin cuti. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sama-sama membahas mengenai peran dan wewenang Majelis Pengawas Daerah (MPD) dalam melakukan pengawasan terhadap notaris. Perbedaan penelitian penulis dengan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah pada penelitian ini penulis fokus kepada permasalahan mengenai kepemilikan sertifikat cuti sebagai salah satu syarat untuk mengajukan cuti oleh notaris dan apa upaya yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) di wilayah Kabupaten Bantul untuk melakukan pemenuhan kepemilikan sertifikat cuti bagi notaris. Kepemilikan sertifikat cuti menjadi penting karena telah diatur Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006.
5
Muhammad Syaifuddin, “Kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Berkenaan dengan Izin Cuti Notaris di Kota Banjarmasin” Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011, hlm. 5.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah untuk menambah kajian mengenai kepemilikan sertifikat cuti bagi notaris. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bagian dari referensi penelitian lain selanjutnya. 2. Manfaat Bagi Pembangunan Negara dan Bangsa Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi: a. Bagi notaris diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui pentingnya kewajiban kepemilikan sertifikat cuti sebagai persyaratan pengambilan cuti b. Bagi Majelis Pengawas Daerah diharapkan penelitian ini dapat untuk lebih memberikan pengawasan dan sanksi kepada notaris yang tidak memiliki sertifikat cuti
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis secara mendalam pandangan notaris di Kabupaten Bantul terhadap kepemilikan sertifikat cuti. 2. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis secara mendalam upaya yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah dalam rangka untuk pemenuhan kewajiban bagi notaris untuk memiliki sertifikat cuti.