IMPLIKASI HUKUM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK NOTARIS YANG BERSTATUS TERSANGKA Oleh: Regina Malviani Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mahaputra Riau Alamat kantor: Jl. Ahmad Yani Kota Pekanbaru Email:
[email protected]
Abstrak Notaris merupakan pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta autentik. Sementara itu, akta autentik adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang termuat dalam akta tersebut. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, banyak notaris yang menjadi tersangka karena melakukan suatu kejahatan. Permasalahannya, apakah notaris yang menjadi tersangka memiliki kewenangan dalam hal pembuatan akta? bagaimanakah implikasi hukum pembuatan akta autentik yang dilakukan oleh notaris yang berstatus tersangka? Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mengkaji peraturan perundangundangan yang menyangkut dengan pokok permasalahan penelitian dan pendekatan konseptual dengan mempelajari pandangan ahli dan doktrin hukum serta konsep asas hukum yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implikasi kewenangan yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat umum pembuat akta autentik, meskipun ia berstatus tersangka, namun tetap berwenang dalam pembuatan akta. Sebab, notaris yang berstatus tersangka belum tentu bersalah dan harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah. Salah atau tidak seseorang ditetapkan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, masyarakat bebas menentukan pilihannya apakah menggunakan jasa notaris yang tidak bermasalah hukum atau menggunakan jasa notaris yang dalam status sebagai tersangka. Abstract Notary is a public official who has the authority to make an authentic deed. Meanwhile, the authentic deed is proving the perfect tool for both parties and their heirs and as well as all those who got the rights from him regards to what was contained in the deed. In carrying out its duties and authorities, amount of notaries were suspected for committing a crime. The problem is, if the notary who was suspected commit a crime, does he have power to legitimate a deed? How the legal implications of making authentic deed done by a notary that commit a crime? This study uses normative law research that examines the legislation pertaining to the subject matter of research and
1
conceptual approaches to studying the views of experts and legal doctrine and concepts relevant legal principles. The results showed that the implications of authority committed by a Notary Public although he is suspect remains in charge of to make the deed. Therefore, the notary is not necessarily guilty and must uphold the presumption of innocence until the court decides. Finally, people are free to choose whether to use a notary that is not involve in a crime. Kata kunci: notaris, akta autentik, tersangka Pendahuluan Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris. 1 Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah melahirkan perkembangan hukum dalam dunia kenotariatan pada saat ini. Undang-Undang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang selanjutnya disingkat UUJN yang menandai adanya perluasan kewenangan notaris. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya. Kewenangan tersebut merupakan bentuk pelaksanaan undang-undang di dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Keberadaan kode etik profesi notaris diatur oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai wadah tunggal tempat berhimpunnya notaris di Indonesia. Berbeda dengan keadaan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang memungkinkan notaris berhimpun dalam berbagai wadah organisasi notaris. Organisasi Ikatan Notaris Indonesia memiliki kode etik yang berlaku bagi masing-masing anggotanya. Keberadaan INI sebagai satu-satunya organisasi profesi notaris semakin mantap setelah melewati Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Kode etik profesi notaris dalam Pasal 1 Angka 2 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia ialah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut ”Perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kode etik ini berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para pejabat sementara notaris, notaris pengganti dan notaris pengganti khusus. 1
Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
2
Ruang lingkup kode etik notaris berdasarkan Pasal 2 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari dan memuat kewajiban, larangan dan pengecualian bagi notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Notaris dapat dikenakan sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Pengawasan terhadap Notaris sangat diperlukan untuk menjaga martabat notaries dari tugas dan jabatannya. Selain itu, agar notaris tidak melakukan kesalahan-kesalahan lain di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa kewenangan notaris adalah membuat akta. Di dalam Pasal 1870 dan 1871 fungsi akta autentik dalam hal pembuktian tentunya diharapkan dapat menjelaskan secara lengkap dalam proses pembuktian di persidangan karena pada proses peradilan berdasarkan hukum acara pidana di dalamnya terdapat proses pembuktian.2 Akta autentik sebagai produk notaris dalam pembuktian dipersidangan dikategorikan sebagai alat bukti surat. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Eksistensi Notaris sebagai Pejabat Umum didasarkan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menetapkan rambu-rambu bagi gerak langkah seorang Notaris. Kewenangan notaris juga diatur pada Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa notaris sebagai pejabat publik yang berwenang untuk membuat akta autentik. Banyak sektor kehidupan transaksi bisnis dari masyarakat yang memerlukan peran serta dari notaris. Pentingnya akta notaris dapat dalam suatu transaksi atau kegiatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum bila tidak menggunakan akta notaris.3 Pelaksanaan tugas dan jabatan notaris sebagai pejabat umum berasal dari 2 (dua) sumber.4 Pertama, anggota masyarakat yang menjadi klien notaris, menghendaki agar notaris membuatkan akta autentik yang berkepentingan. Kedua, amanat berupa perintah dari undang-undang secara tidak langsung kepada notaris agar untuk perbuatan hukum itu dituangkan dan dinyatakan dengan akta autentik. Notaris terikat dan berkewajiban untuk mentaati peraturan yang mensyaratkan untuk 2
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm.
23-24. 3
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 5. 4 Rahmat Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Putra A Bardin, 1999), hlm. 45.
3
sahnya sebagai akta autentik.5 Profesi hukum khususnya notaris merupakan profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu notaris dituntut memiliki nilai moral yang kuat 6. Pertanggungjawaban timbul akibat penyimpangan kewenangan dan kewajiban notaris. Pertanggungjawaban secara hukum baik civil responsibility, administrative responsibility, maupun criminal responsibility. Banyaknya notaris terlibat kasus hukum harus dibenahi oleh lembaga yang mengangkatnya. Jumlah notaris yang sudah tidak sesuai dengan permintaan pasar sebagai akibat jumlah notaris yang terus bertambah yang berdampak persaingan yang kurang sehat sehingga terjadi perebutan klien (pasar) yang mengakibatkan notaris mengeyampingkan ketentuan perundang-undangan dan etika profesi.7 Pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat membuat pengaduan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), Dewan Kehormatan dan Kepolisian. Notaris yang mengabaikan tugas jabatannya dan melakukan pelanggaran UUJN dapat ditindak tegas dan dikenai sanksi serta dapat diberikan rekomendasi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dicabut izin operasionalnya. Notaris dapat dituntut ke pengadilan dalam perkara pidana maupun perkara perdata.8 Akibatnya notaris dapat dijadikan tergugat untuk perdata dan tersangka untuk pidana. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 Ayat (14) dijelaskan bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Pada dasarnya notaris melakukan pelanggaran akibat tekanan faktor internal dan eksternal dari lingkungan serta pertahanan diri yang lemah merupakan sebagian oknum notaris mudah terjerumus ke praktek kenotariatan tidak ideal yang mengurangi esensi keseluruhan dan bermartabat sebagai pejabat umum.9 Dalam hal Notaris dijadikan tersangka terdapat 2 (dua) jenis tersangka. Pertama, Tersangka karena diduga melakukan tindak pidana dalam lingkup jabatan. Kedua, Tersangka karena diduga melakukan tindak pidana di luar jabatannya. Pelaksanaan tugas dan kewenangan notaris jika melakukan pelanggaran hukum maka notaris akan dihadapkan dengan ketentuan hukum perdata, hukum pidana,
5 6
Ibid., hlm. 45. Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), hlm. 89. 7 Muhammad Fadli Bahtiar, Muhadar, dan Anshori Ilyas, Implikasi Penjatuhan Sanksi Pidana kepada Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta yang Dibuatnya, Jurnal Hukum UNHAS, Vol. 2 No. 1 2013, hlm. 132. 8 Reynaldo James Yo, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris dalam Proses Peradilan Pidana Berkaitan dengan Akta yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Jurnal Ilmiah Calyptra Universitas Surabaya, Vol. 2 No. 2 Tahun 2013, hlm. 13-14. 9 Ibid., hlm. 15.
4
UUJN serta peraturan hukum materil lainnya.10 Status tersangka tidak menyebabkan seorang notaris diberhentikan dari jabatannya. Seorang notaris dengan status tersangka tetap diperbolehkan membuat akta kecuali notaris tersebut ditahan. Dapat dikatakan bahwa notaris sebagai tersangka dalam kondisi tidak bebas meskipun ada asas persumption of innocent (praduga takbersalah). Oleh karena itu, harus mengurus izin cuti terlebih dahulu jika tidak juga dapat dikatakan melanggar kode etik. Berdasarkan uraian tersebut permasalahan pokok dalam penelitian ini ialah apakah yang menjadi dasar hukum untuk menetapkan notaris sebagai tersangka dalam melaksanakan kewenangannya dalam membuat akta? bagaimanakah implikasi kewenangan yang dilakukan oleh notaris dalam status tersangka sebagai pejabat umum pembuat akta autentik? Tulisannya ini berupaya menjelaskan beberapa permasalahan tersebut. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan kasus (case approach). Penulis mengkaji dan menelaah peraturan perundang-undangan yang menyangkut dengan pokok permasalahan penelitian dengan mempelajari pandangan dan doktrin dalam ilmu hukum, konsep asas hukum yang relevan.11 Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang dikumpulkan dengan menggunakan metode studi dokumentasi. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan penafsiran atau interprestasi. Penafsiran tersebut untuk menguraikan pembahasan lebih fokus yang tersusun berdasarkan konsep dan teori. Setelah itu ditarik penemuan hukum yang dirumuskan menjadi kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah penelitian secara deduktif. Wanprestasi dan Perjanjian Simulasi dalam Praktik Notaris Terkait Perjanjian Pembuatan Akta Dalam hukum perjanjian dikenal bentuk penyimpangan dalam pembuatan akta. Penyimpangan itu dapat berupa wanprestasi dan perjanjian simulasi. Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan,12 dan pemenuhan prestasi sebagai hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai dengan tanggung jawab (liability). Debitur mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada kreditur. Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua harta kekayaan
10
Muhammad Fadli Bahtiar, Muhadar, dan Anshori Ilyas, Implikasi Penjatuhan …..,
Op. Cit., hlm. 135. 11
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UIPress, 1986), hlm. 50-51. 12 Mariam Darus Badrulzaman, Asas-Asas Hukum Perikatan, (Medan: Fakultas Hukum USU, 1970), hlm. 8.
5
debitur baik bergerak maupun tidak bergerak dapat dijadikan jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur.13 Prestasi dianggap sebagai esensi suatu perikatan. Esensi suatu perikatan yang dipenuhi debitur maka perikatan itu berakhir. Agar esensi itu dapat tercapai dan dipenuhi oleh debitur maka harus diketahui sifat-sifat dari prestasi tersebut, yakni harus sudah tertentu atau dapat ditentukan, harus mungkin, harus diperbolehkan (halal), harus ada manfaatnya bagi kreditur, dan dapat terdiri atas suatu perbuatan atau serentetan perbuatan.14 Debitur (nasabah) terkadang lalai dalam melaksanakan kewajibannya terhadap pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak. Debitur yang tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya disebut wanprestasi. Keadaan wanprestasi terjadi pada saat tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak yang disebut di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.15 Akta notaris baik akta partij maupun akta pejabat (akta relaas) memuat perbuatan hukum para pihak yang dikonstatir oleh notaris dalam suatu akta autentik. UUJN telah melakukan objektifitas suatu akta notaris yang diatur dalam beberapa Pasal UUJN. Pertama, notaris dilarang untuk membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami atau orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan dalam garis samping sampai derajat ketiga, baik menjadi pihak untuk diri sendiri sebagai kuasa atau dalam kedudukan. Kedua, akta notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak atau keuntungan bagi notaris, suami/istri notaris, orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan dalam hubungan perkawinan sampai derajat ketiga. Ketiga, notaris berwenang membuat akta autentik atas kehendak atau permintaan yang berkepentingan, sehingga isi akta juga merupakan kehendak para pihak dan harus memuat tindakan hukum keperdataan.16 Perbuatan hukum yang dimuat dalam akta notaris dapat mengandung cacat yuridis. Akibat hukumnya dapat mengakibatkan batalnya akta tersebut, pertanggungjawaban notaris baik yang bersumber UUJN, hukum perdata dan hukum pidana. Untuk menghindari cacat yuridis maka dalam menjalankan jabatannya, notaris harus berpegang teguh pada ketentuan yang diatur dalam UUJN yang menyebutkan bahwa Notaris mempunyai kewenangan untuk melakukan penyuluhan hukum berkaitan dengan akta yang dibuatnya dan notaris wajib menolak membuat akta jika keterangan dan atau data formal yang disampaikan bertentangan dengan aturan hukum.
13 14
Ibid., hlm. 20. Ibid.
15
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur, 1990), hlm.
16
Ibid.
17.
6
Akta-akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan aturan hukum dapat terhindar dari cacat yuridis. Jika penghadap tetap memaksa untuk membuat akta yang bertentangan dengan aturan hukum maka notaris memiliki landasan hukum untuk menolaknya. Notaris tidak dibenarkan memaksa untuk membuat akta tersebut yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan hukum. Pemaksaan itu dapat berakibat pada notaris dalam sengketa hukum. Perjanjian yang dibuat dengan kausa terlarang atau kausa palsu atau tanpa kausa mengakibatkan aktanya batal demi hukum. Perjanjian simulasi dapat terjadi karena motivasi dalam membuat perjanjian bertentangan dengan undang-undang atau perbuatan hukum yang dituangkan dalam suatu akta mengandung kausa palsu.17 Perjanjian simulasi atau perjanjian pura-pura merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang disembunyikan (dirahasiakan). Akibat hukumnya terhadap pihak ketiga dan dapat terjadi dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, persetujuan lanjutan (akta lanjutan atau disebut perjanjian simulasi) dibuat bertentangan dengan persetujuan awal (akta aslinya). Persetujuan lanjutan mengandung kausa yang terlarang dan keadaan yuridis dari akibat hukumnya disembunyikan terhadap pihak ketiga. Kedua, persetujuan lanjutan (akta lanjutan atau disebut perjanjian simulasi) dibuat bertentangan dengan persetujuan awal (akta asli). Persetujuan lanjutan tidak mengandung kausa yang terlarang dan keadaan yuridis dari akibat hukumnya disembunyikan terhadap pihak ketiga.18 Akibat hukum perjanjian simulasi ini tidak berlakunya bagi pihak ketiga yang beritikad baik berdasarkan ketentuan Pasal 1873 KUHPerdata. Implikasi hukumnya terhadap akta-aktanya dapat berakibat batal demi hukum, dapat dibatalkan atau non existent. Perjanjian terlarang menurut Undang-Undang dapat ditinjau dari 3 aspek. Pertama, substansi perjanjian yang dilarang undang-undang, yaitu pembuatan kuasa mutlak yang obyeknya adalah hak atas tanah, mengandung kausa yang dilarang, yakni melanggar Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak atas Tanah. Pengalihan barang jaminan kepada kreditur dalam hal debitur wanprestasi/lalai, dilarang oleh undang-undang (Pasal 1154 KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999). Kedua, pelaksanaan perjanjian yang dilarang oleh undang-undang, seperti jual beli pisau tidak dilarang, namun jika digunakan untuk membunuh maka perjanjian ini menjadi terlarang. Jika sejak semula kedua belah pihak telah mengetahui adanya kausa yang terlarang (penggunaan pisau untuk membunuh) dalam pembuatan perjanjian jual beli pisau maka perjanjian ini menjadi batal demi hukum, jika kausa yang terlarang diketahui sejak semula oleh para pihak. Ketiga, motivasi membuat perjanjian yang dilarang oleh undang-undang adalah perjanjian
17
J Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1992), hlm. 321-322. Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2009), hlm. 86-92. 18
7
yang sengaja dibuat untuk menghindari ketentuan undang-undang. Motivasi membuat perjanjian yang dilarang dikenal dengan perjanjian simulasi. Ditinjau dari keadaan yuridis dari perbuatan hukum yang akibat hukumnya disembunyikan dari pihak ketiga perjanjian simulasi dapat dibedakan. Pertama, perjanjian simulasi absolut, yakni suatu perjanjian di mana para pihak membuat perjanjian yang terhadap pihak luar menimbulkan kesan yang berbeda dengan perjanjian yang oleh para pihak secara diam-diam. Kedua, perjanjian simulasi relativ, yakni perjanjian dimana para pihak menginginkan akibat hukumnya tetapi memakai bentuk hukum yang lain. Prinsip Kehati-hatian Notaris dalam Pembuatan Akta Autentik Pemberlakukan UUJN diharapkan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi notaris yang membuat akta autentik. Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Jabatan Notaris telah menetapkan dalam Pasal 15 Ayat (1) tentang kewenangan seorang Notaris. Notaris berwenang membuat akta autentik tentang semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak ditugaskan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.19 Selain itu, dalam Pasal 15 Ayat (2) undang-undang perubahan atas undang-undang jabatan notaris menyatakan notaris juga berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang.20 Dari beberapa kewenangan tersebut jasa seorang notaris kebanyakan dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal pembuatan akta autentik.21 Akta autentik yang dibuat oleh notaris pada hakikatnya sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris. Dalam UUJN kewenangan notaris dalam membuat akta autentik adalah mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terkait. Dalam menentukan adanya suatu pertanggungjawaban secara perdata atau pidana yang dilakukan oleh seorang notaris harus dipenuhi tiga syarat, yaitu harus ada perbuatan notaris yang dapat dihukum yang unsur-unsurnya secara tegas dirumuskan oleh undang-undang. 19
Endang Purwaningsih, Penegakan Hukum Jabatan Notaris dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Pancasila dalam Rangka Kepastian Hukum, Jurnal Hukum ADIL FH YARSI, Vol. 2 No. 3 Desember 2011, hlm. 324-325. 20 Ibid., hlm. 326. 21 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003), hlm. 14.
8
Kesalahan atau kelalaian dalam pengertian pidana meliputi unsur-unsur bertentangan dengan hukum dan harus ada perbuatan melawan hukum. Pada dasarnya setiap bentuk pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan notaris selalu mengandung sifat melawan hukum dalam perbuatan itu. Kelalaian Notaris dalam Pembuatan Akta Autentik Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Notaris dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya. Penuntutan itu dapat dilakukan apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari mengandung sengketa. Dalam kasus seperti ini perlu dipertanyakan tentang akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak ingin jujur dalam memberikan keterangannya terhadap notaris. Di satu sisi, terdapat kemungkinan adanya kesepakatan yang telah dibuat antara notaris dan salah satu pihak yang menghadap. Jika akta yang diterbitkan notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan notaris karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris memberikan pertanggungjawaban. Akta autentik sebagai produk notaris yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian.22 Akta notaris tidak memenuhi syarat sebagai keputusan tata usaha negara yang bersifat konkrit, individual, dan final, dan akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak para pihak yang dituangkan dalam akta notaris yang dibuat di hadapan atau oleh notaris dan bukan kehendak notaris. Akta notaris yang dibuat akibat kelalaian notaris dalam pembuatannya sehingga mengakibatkan akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta tersebut menjadi batal demi hukum. Klien dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris yang membuat akta tersebut.23 Kelalaian menurut KUHPerdata dapat terjadi karena adanya kekhilafan atau kesesatan (dwaling), adanya paksaan (dwang), dan adanya penipuan (bedrog). Tanggung jawab hukum menurut KUHPerdata adalah tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata dan tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata. Bentuk pertanggungjawaban dalam hukum perdata dapat dikelompokan menjadi 2 (dua), yaitu pertanggungjawaban kontraktual dan pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum. Dalam hukum pidana, Kesalahan dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Pertanggungjawaban hukum itu 22
Lilin Royani, Hernawan Hadi, M. Hudi Asrori, Problematika Yuridis Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian Perbankan Terhadap Covernote Sebagai Syarat Pencairan Pembiayaan, Jurnal Reportorium, Vol. 2 No. 3 Tahun 2014, hlm. 188-189. 23 Ibid., hlm. 190.
9
terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pembuat atas perbuatannya. Orang bersalah melakukan suatu tindak pidana berarti bahwa ia dapat dicela atas perbuatannya. Dalam hukum pidana kesalahan memiliki 3 pengertian. Pertama, kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Dalam hal ini terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pelaku atas perbuatannya. Kedua, kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (sculdvorm) yang berupa kesengajaan (dolus, opzet, vorzatz atau intention) atau kealpaan (culpa, onachtzaamheid, fahrlassigkeit atau negligence). Ketiga, kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa). Pemakaian istilah “kesalahan” dalam arti ini sebaiknya dihindarkan dan digunakan saja istilah “kealpaan”. Dalam doktrin ilmu hukum pidana, kesenggajaan (dolus) mengenal berbagai macam kesenggajaan. Pertama, aberratio ictus, yakni dolus seseorang yang sengaja melakukan tindak pidana untuk tujuan terhadap objek tertentu, namun ternyata mengenai objek yang lain. Kedua, dolus premeditates, yaitu dolus dengan rencana terlebih dahulu. Ketiga, dolus determinatus, yakni kesengajaan dengan tingkat kepastian objek, misalnya menghendaki matinya. Keempat, dolus indeterminatus, yakni kesengajaan dengan tingkat ketidakpastian objek, misalnya menembak segerombolan orang. Kelima, dolus alternatives, yakni kesengajaan di mana pembuat dapat memperkirakan satu dan lain akbat. Keenam, dolus directus, yakni kesengajaan tidak hanya ditujukan kepada perbuatannya, tetapi juga kepada akibat perbuatannya. Ketujuh, dolus indirectus, yakni bentuk kesengajaaan yang menyatakan bahwa semua akibat dari perbuatan yang disengaja, dituju atau tidak dituju, diduga atau tidak diduga, itu dianggap sebagai hal yang ditimbulkan dengan sengaja. Misalnya dalam pertengkaran, seseorang mendorong orang lain, kemudian terjatuh dan tergilas mobil (dolus ini berlaku pada Code Penal Perancis, namun KUHP tidak menganut dolus ini). Sanksi Bagi Notaris yang Terindikasi Adanya Penyimpangan Akta Notaris dalam membuat akta autentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya. Akta notaris tidak dapat dinilai atau dinyatakan sebagai akta di bawah tangan kecuali dilakukan oleh Pengadilan. Langkah yang harus dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban itu harus adanya pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan oleh notaries. Laporan disampaikan kepada Majelis Pengawas Notaris di daerah, wilayah ataupun pusat tergantung lokasi pengaduan terjadi. 24 Sebelum sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Pengawas, notaris diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Majelis Pengawas yang menjatuhkan sanksinya baik Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, maupun Majelis Pengawas Pusat. Atas putusan itu, notaris dapat mengajukan banding kepada instansi Majelis Pengawas yang lebih tinggi.
24
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrative Terhadap Notaris Sebagai Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 54.
10
Notaris mendapat perlindungan hukum ketika menjalankan tugas jabatan sebagai notaris. Perlindungan itu berdasarkan ketentuan implementasi Pasal 66 UUJN yang dilakukan Majelis Kehormatan Notaris. Proses pemeriksaan diharapkan menggunakan proses yang adil, transparan, beretika dan ilmiah ketika Majelis Kehormatan Notaris memeriksa notaris atas permohonan pihak lain. Notaris yang melakukan pelanggaran akan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 84 dan 85 UUJN. Hasil akhir dari pemeriksaan yang dilakukan Majelis Pengawas Notaris berupa surat keputusan berupa penetapan tertulis. Surat keputusan tersebut bersifat konkrit, individual, final, dan menimbulkan akibat hukum. Konkrit artinya objek yang diputuskan bukan suatu hal yang abstrak tapi dalam hal ini objeknya, yakni akta tertentu yang diperiksa oleh Majelis Pengawas Notaris baik MPD, MPW dan MPP serta MKN yang dibuat oleh notaris bersangkutan. Individual artinya keputusan tidak ditujukan kepada umum atau kepada semua orang, tapi kepada nama notaris yang bersangkutan. Final artinya sudah defenitif yang tidak memerlukan persetujuan pihak lain atau instansi atasannya, sehingga hal ini dapat menakibatkan akibat hukum tertentu bagi notaris yang bersangkutan. Ketentuan semacam ini hanya berlaku untuk surat keputusan MKN sebagai penerapan Pasal 66 UUJN. Perlindungan hukum hanya berlaku ketika notaris menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan wewenang notaris dan tidak berlaku jika tindakan notaris tidak dalam menjalankan tugas jabatannya atau tidak sesuai dengan wewenang notaris. Perbuatan Notaris yang Dapat Berimplikasi Pidana Terkait Pembuatan Akta Autentik Seorang Notaris dapat menjadi tersangka dalam suatu kasus pidana, namun belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht) sebaiknya dianggap tidak cakap ataupun tidak berwenang untuk membuat akta. Karena hal ini akan menimbulkan kesan yang tidak baik bagi profesinya di hadapan masyarakat. Selain untuk memudahkan proses peradilan, tidak berwenangnya seorang Notaris untuk membuat akta juga dipandang sebagai bentuk perlindungan terhadap klien notaris tersebut pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.25 Pada praktiknya ditemukan kenyataan bahwa apabila ada akta notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lainnya, seringkali notaris dikaitkan sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan. Kondisi ini menimbulkan kerancuan tentang kemungkinan notaris secara sengaja (culpa) atau khilaf (alpa) bersama-sama para penghadap/para pihak membuat akta yang sejak awal diniatkan untuk melakukan tindak pidana. Notaris dapat saja dihukum pidana jika dapat dibuktikan di pengadilan secara sengaja atau tidak sengaja notaris bersama-sama dengan para pihak/penghadap membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk kepentingan pihak tertentu dan merugikan pihak tertentu atau melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum dan menguntungkan pihak atau 25
Distriani Latifah, Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis yang Mempunya Kekuatan Pembuktian Hukum Sempurna. Lihat http:/staff.blog.ui.ac.id/distriani.latifah/2015/01/05/akta notaris sebagai-alat-bukti-tertulis, diakses pada tanggal 25 Mei 2015.
11
penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap yang lain. Oleh karena itu, hanya notaris yang tidak taat hukum dalam menjalankan tugas dan jabatannya ketika membuat akta sengaja menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.26 UUJN tidak mengatur secara tegas dan terperinci mengenai notaris yang melakukan tindak pidana sehubungan dengan profesinya. Tindak pidana yang dilakukan tetap akan mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat karena kejahatan terutama notaris yang dijatuhkan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan pemalsuan surat (Pasal 263, 264,265,266), penggelapan (pasal 372 dan pasal 374 KUHP), dan penipuan atau perbuatan curang (Pasal 378). Pada dasarnya notaris adalah pejabat umum untuk melayani masyarakat. Dalam rangka pembuatan akta autentik oleh notaris, masyarakat wajib dilindungi. Untuk itulah diciptakan Majelis Pengawas yang fungsinya melindungi masyarakat jika terjadi "malpraktik" oleh notaris. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat. Notaris yang melakukan pelanggaran diberikan penindakan hukum. Notaris yang bersangkutan diberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang dilakukannya. UUJN menyebutkan bahwa sanksi yang paling ringan adalah teguran lisan. Sanksi kedua adalah teguran tertulis, dan yang ketiga, sanksinya adalah pemberhentian sementara maksimal 6 bulan. Sanksi yang terakhir adalah pemecatan terhadap jabatannya dengan tidak hormat berdasarkan Pasal 73 UUJN.27 UUJN tidak mengatur bagaimana kedudukan hukum Notaris dengan status sebagai tersangka yang dikenakan penahanan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, proses pemeriksaan oleh majelis hakim dan belum ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Notaris yang menjadi tersangka dalam suatu kasus pidana tidak ditahan sebaiknya diberhentikan sementara atau mengurus ijin cuti. Tujuannya untuk mempermudah pemeriksaan proses peradilan dan untuk menghindari hal-hal yang tidak baik yang dapat berdampak terhadap akta dan klien dari notaris yang memperoleh status sebagai terdakwa28. Seorang notaris yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana maka Majelis Pengawas Notaris akan mengusulkan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mencabut ijin operasionalnya. Sanksi yang diberikan kepada notaris bukan saja yang melakukan tindak pidana berat, karena bila dihukum percobaan pun yang bersangkutan akan ditindak tegas, yakni pencabutan ijin. Pemberhentian notaris bukan saja yang melanggar hukum, tetapi bisa juga akibat melakukan perbuatan
26
Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba Serbi Praktik Notaris, (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 2000), hlm. 162. 27 Habib Adjie, Hukum Notaris ….., Op. Cit., hlm. 22. 28 Endang Purwaningsih, Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris di Wilayah Provinsi Banten dan Penegakan Hukumnya, Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum UGM, Vol. 27 No. 1 Februari 2015, hlm. 112-113.
12
tercela lainnya, seperti melanggar norma agama, norma kesusilaan dan norma adat, kesemuanya itu akan merendahkan kehormatan dan martabat jabatan notaris.29 Implikasi Pembuatan Akta Notaris dalam Status Tersangka Seorang notaris dalam membuat akta autentik yang berkaitan dengan keperdataan memiliki kewenangan atributif berdasarkan undang-undang. Notaris melakukan yang melakukan penyimpangan terhadap sebuah akta yang dibuatnya dan menimbulkan perkara pidana maka harus mempertanggungjawabkan secara pidana. Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan (verwijbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku dan secara subyektif kepada pelaku yang memenuhi persayaratan untuk dapat dikenakan pidana karena perbuatannya itu.30 Seorang Notaris dalam status tersangka masih diperbolehkan membuat akta sebelum terbit putusan tetap dari persidangan. Notaris belum dapat disebut bersalah dan status dari notaris tersebut masih sebagai notaris aktif, dan akta yang dibuat seorang notaris aktif memiliki kekuatan hukum yang sah terhadap para pihak yang keinginannya dituangkan dalam akta. Tidak berwenangnya seorang notaris dalam membuat akta adalah apabila notaris tersebut berada dalam status skors, atau kewenangan notaris tersebut telah dicabut karena sanksi (dipecat) ataupun telah pensiun. Pada hakikatnya tidak ada aturan yang menghalangi kewenangan seorang notaris yang berada dalam status tersangka untuk membuat akta, kecuali telah ada surat keputusan menteri untuk memberhentikannya. Seorang Notaris dapat bertanggungjawab apabila dapat dibuktikan bahwa Notaris tersebut bersalah. Berhubungan dengan kesalahan Notaris, maka yang digunakan adalah beroepsfout, yang merupakan istilah khusus yang ditujukan terhadap kesalahan yang dilakukan oleh para profesional dengan jabatan-jabatan khusus, misalnya dokter, advokat, maupun notaris. Kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan. Namun untuk mengkaji pengertian kesalahan dalam beroepsfout dapat mengacu pada definisi kesalahan pada umumnya, dan khususnya dalam hukum pidana. Akta notaris yang menimbulkan perkara pidana akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau menjadi batal demi hukum. Menurut Hans Kelsen, konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum.31 Seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau dia memikul tanggung jawab
29
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 45. Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, (Bandung: Utomo, 2004), hlm. 30. 31 Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 1, April 2009, hlm. 135. 30
13
hukum.32 Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan hubungan antara tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung jawabkan secara pidana. Seseorang menjadi tersangka karena berbagai sebab, dapat disengaja atau tidak disengaja. Tanpa dalih apapun jika terbukti bersalah, notaris tersebut telah melanggar sumpahnya sendiri dan ditambah dengan membuat akta palsu karena tidak menjalankan jabatannya dengan benar. Dalam kasus hukum yang melibatkan notaris atau notaris menjadi tersangka maka perlindungan yang ia peroleh sebagai pejabat umum diproses dengan cara pada umumnya sesuai dengan KUHP. Setiap perbuatan melanggar hukum tentunya haruslah mengalami proses penyelidikan, penyidikan, dan persidangan serta proses hukum lainnya, baik secara perdata maupun pidana. Seringkali permasalahan tersebut masuk dalam ranah hukum pidana. Sengketa hukum ini tentunya tidak hanya berimplikasi pada notaris yang membuat akta itu saja, tetapi juga dapat berimplikasi pada akta itu sendiri. Implikasi Kewenangan Notaris dalam Perjanjian Terhadap Para Pihak Notaris hanyalah sebagai pejabat yang karena kewenangannya untuk membuat akta autentik sesuai keinginan para pihak/penghadap. Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan dalam 3 (tiga) hal. Pertama, para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri. Kedua, para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain berdasarkan surat kuasa maupun ketentuan undang-undang. Ketiga, para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang. Hubungan hukum para pihak atau penghadap kepada notaris dalam menuangkan keinginannya pada suatu akta autentik. Para pihak ingin dengan akta autentik yang dibuat oleh notaris tersebut akan menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan para pihak terlindungi dengan adanya akta tersebut. Akta autentik menjamin adanya kepastian hukum. Dengan demikian dapat dihindari kerugian maupun sengketa yang akan terjadi dikemudian hari. Dengan hubungan hukum seperti itu, kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal tanggung gugat notaris. Pada dasarnya hubungan hukum antara notaris dengan para pihak/para penghadap yang telah membuat akta autentik di hadapan notaris tidak dapat dikonstruksikan/ditentukan pada awal pertemuan atau hubungan antara notaris dan para penghadap. Karena pada saat pertemuan tersebut harus sesuai dengan UUJN. Notaris hanya melaksanakan segala sesuatu yang diperbolehkan oleh UUJN, misalnya kewenangan notaris secara umum yang diatur dalam Pasal 15 UUJN. 32
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, Alih Bahasa oleh Somardi, (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), hlm. 81.
14
Akta notaris yang dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap maka dengan dasar putusan tersebut notaris dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum. Hubungan notaris dengan para pihak dalam perjanjian sangat erat kaitannya dan apabila akibat akta notaris ada yang merugikan maka para pihak dapat menuntut kerugian dan pembatalan perjanjian. Penutup Dasar hukum untuk menjadikan notaris sebagai tersangka dalam melakukan kewenangannya dalam membuat akta, pada dasarnya tidak diatur secara konkrit. Karena itu, notaris dalam status tersangka sebagai pejabat umum pembuat akta autentik tetap berwenang dalam membuat akta, karena pada dasarnya notaris sebagai tersangka belum tentu bersalah dan harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumtion of innocence). Salah atau tidak seorang ditetapkan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kendatipun demikian, secara moral untuk memudahkan dalam proses peradilan dan juga sebagai wujud perlindungan terhadap klien notaris tersebut pada khususnya dan masyarakat pada umumnya sebaiknya tidak menggunakan kewenangnya untuk membuat akta. Hal ini disebabkan karena akan menimbulkan kesan yang tidak baik di masyarakat terhadap profesi notaris itu sendiri.
Daftar Pustaka Andi Hamzah. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Dwidja Priyatno. 2004. Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia. Bandung: Utomo. Endang Purwaningsih. Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum. Jurnal
Hukum ADIL FH YARSI Vol. 2 No. 3 Desember 2011. Endang Purwaningsih. Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris Di Wilayah Provinsi Banten Dan Penegakan Hukumnya. Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum UGM, Vol.
27 No. 1 Februari 2015. Habib Adjie. 2008. Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Bandung: Refika Aditama. Habib Adjie. 2008. Sanksi Perdata dan Administrative Terhadap Notaris Sebagai Publik. Bandung: Refika Aditama. Habib Adjie. 2008. Hukum Notaris Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Hans Kelsen. 2007. General Theory of Law and State,Teori Umum Hukum dan
Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum DeskriptifEmpirik. Alih Bahasa oleh Somardi. Jakarta: BEE Media Indonesia. Herlien Budiono. 2009. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bhakti. J Satrio. 1992. Hukum Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bhakti.
15
Lilin Royani, Hernawan Hadi, M. Hudi Asrori. Problematika Yuridis Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian Perbankan Terhadap Covernote Sebagai Syarat Pencairan Pembiayaan. Jurnal Reportorium, Vol. 2 No. 3 Tahun 2014. Mariam Darus Badrulzaman. 1970. Asas-Asas Hukum Perikatan. Medan: Fakultas Hukum USU. Muhammad Fadli Bahtiar, Muhadar, dan Anshori Ilyas. Implikasi Penjatuhan Sanksi Pidana Kepada Notaris dalam Menjalankan Jabatannya Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta yang Dibuatnya. Jurnal Hukum UNHAS Vol. 2 No. 1
Tahun 2013. Pan Mohamad Faiz. Teori Keadilan John Rawls. Jurnal Konstitusi, Vol. 6 No. 1 April
2009. Rahmat Setiawan. 1999. Pokok-pokok Hukum Perikatan. Bandung: Putra A Bardin. Reynaldo James Yo. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Berkaitan Dengan Akta yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Jurnal Ilmiah Calyptra
Universitas Surabaya Vol. 2 No. 2 Tahun 2013. Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. Supriadi. 2008. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Tan Thong Kie. 2000. Studi Notariat Serba Serbi Praktik Notaris. Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve. Wirjono Prodjodikoro. 1990. Asas-asas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur.
16