ANALISIS HUKUM TENTANG WEWENANG NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA IKRAR WAKAF
ARTIKEL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan MemperolehGelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Oleh :
ARI LATIF PRATAMA NIM. 0218132005050 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ridwan, S.H.,M.Hum. 2. Hj. Elmadiantini, S.H.,Sp.N
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2015
ANALISIS HUKUM TENTANG WEWENANG NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA IKRAR WAKAF Oleh : ARI LATIF PRATAMA1 Government Regulation No. 42 year 2006 was on the implementation of Law No.41 year 2004 on waqf / endownment. According to the regulation, waqif could make the pledge deed of waqf (AIW) both before the notary and the Office of Religious Affair. The problem was whether all the notaries had authorization to make the the pledge deed of waqf (AIW) based on the regulation for pledge deed officer of waqf (PPAIW). This study was a normative study which analyzed a legal enforceability and was conducted by examining law materials, such as research on the principles of law, rule of law, and legal norm. This study used two approaches: statue approach and historical approach. The result showed that the authority of notary in making the pledge deed of waqf (AIW) was authorized in Goverment Regulation No. 42 year 2006 article 37. This authority did not contradict to the authority of notary as regulated in Government Regulation No. 2 year 2014 article 15 concerning to the amandment of law no. 30 year 2004 on notary. However, not all notaries could be appointed as deed officer of waqf (PPAIW). There were three basic requirements for becoming PPAIW: 1) a moslem, 2) trustworthy, and 3) having certificateof competency in waqf issued by the Ministry of Religious Affair. It was associated with the waqf/endowment itself as a religious charity. Furthermore, if there is a dispute about it, the Ministry of Religious Affair who always handle the case of moslems will solve it. The role of notary as PPAIW is as a party who gives legal certainty, collects authentic information about waqf, and provides services to the community. It was suggested this information should be socialized and a notary should be appointed as PPAIW. Howeever, cooperation among the Ministry of Religious Affair, Indonesian Waqf Board, National Land Agency, Islamic Financial Institution, Professional Association of Notary, and the Land Deed Officer is needed.
A. Pendahuluan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) merupakan salah satu pilar penting dalam perwakafan nasional. PPAIW menurut ketentuan umum Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf adalah pejabat yang berwenang yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW)2. PPAIW berkewajiban menerima ikrar dari wakif dan menyerahkannya kepada nadzir serta melakukan pengawasan untuk
1
Mahasiswa Progaram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, NIM. 0218132005050 2 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Wakaf
kelestarian perwakafan, yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.3 Berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, menyebutkan lembaga atau siapa sajakah yang berhak menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf : (1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA (2) PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri. (3) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi Wakif untuk membuat Akta Ikrar Wakaf di hadapan Notaris. (5) Persyaratan Notaris sebagai Pembuat Akta Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri. Dari gambaran Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 diatas, secara jelas dinyatakan siapa sajakah yang dapat ditunjuk sebagai PPAIW, adapun dapat diterangkan disini bahwa seorang Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf dapat menjadi PPAIW untuk harta benda wakaf yang tidak bergerak dan PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang. Sedangkan untuk PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang yaitu Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri. 3
Rachmadi Usman.2013. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.Hlm.70
Pada pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 khususnya ayat (4) dan (5), menyebutkan secara jelas : (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi Wakif untuk membuat Akta Ikrar Wakaf di hadapan Notaris. (5) Persyaratan Notaris sebagai Pembuat Akta Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri. Adanya peluang bagi Notaris untuk ditunjuk sebagai PPAIW untuk harta benda bergerak, harta benda tidak bergerak uang dan bukan uang, walaupun dalam prakteknya nanti Notaris yang akan ditunjuk sebagai PPAIW harus terlebih dahulu memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Notaris4
dikualifikasikan sebagai pejabat umum5 akan tetapi
pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya kepada Notaris saja, tetapi juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 6, Pejabat Lelang7 dan tidak menutup kemungkinan kepada Notaris untuk menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Berdasarkan Pasal 4
Menurut Abdul Ghofur Abshori, Notaris merupakan suatu profesi mulia (officium nobile) karena sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh Notaris menjadi alas hukum atas status harta benda, hak, dan kewajiban seseorang Kekeliruan atas akta Notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban; Abdul Ghofur Anshori.2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta : UII Press. Hlm.25. 5 Istilah pejabat umum merupakan terhemahan dari istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Art 1 dalam Reglement op het Notaris Ambt in Indonesia (Ord.Van Jan. 1860) S.18603, diterjemahkan menjadi pejabat umum oleh G.H.S Lumban Tobing, sebagaimana tersebut dalam pengantar buku , Peraturan Jabatan Notaris.Jakarta:Erlangga.1983 dan Pasal 1868 Burgelijk Wetboek (BW) diterjemahkan oleh istilah Openbare Amtbtenaren diterjemahkan menjadi pejabat umum oleh R.Soebekti dan R.Tjitrosudibio.1983.Kitab Undang-undang Hukum Perdata.Jakarta:Pradnya Paramit. 6 Pasal 1 angka (4) UU Nomor 4 Tahun 1996, dan pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. 7 Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 338/KMK.01/2000
37 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 sebagaimana telah dikutip sebelumnya, disimpulkan bahwa tidak menutup kesempatan bagi wakif untuk membuat Akta Ikrar Wakaf di hadapan Notaris dan Persyaratan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf ditetapkan oleh menteri. Berdasarkan Pasal 37 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 telah memberikan kesempatan atau peluang bagi Notaris Indonesia untuk menjadi pembuat akta ikrar wakaf. Maksud dari kesempatan atau peluang disini kemungkinan adalah Notaris dapat memberikan pelayanan pembuatan akta ikrar wakaf, asalkan telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Dengan demikian tidak setiap notaris dapat menjadi pembuat akta ikrar wakaf ini, namun notaris-notaris yang telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia yang dapat ditunjuk sebagai pembuat akta ikrar wakaf. Pasal 37 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, juga memberikan kesempatan bagi para wakif untuk dapat membuat akta ikrar wakafnya dihadapan
Notaris, dan tidak harus
dihadapan KUA. Dengan perkataan lain kewenangan membuat akta ikrar wakaf tidak hanya kewenangan dari Kantor Urusan Agama (KUA) melainkan juga dapat diserahkan kepada Notaris yang telah memenuhi syarat. Hal ini akan sangat baik bagi KUA maupun Notaris dalam pelayanan kepada wakif, akan ada persaingan sehat diantara keduanya.
B. Kerangka Konseptual 1. Teori Utilitarianisme Menurut Jerremy Bentham bahwa undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai
undang-undang
yang
baik8.
Berdasarkan
pada
Teori
Utilitarianisme, dilakukan analisa terhadap pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang memungkinkan Notaris sebagai pejabat negara untuk membuat akta ikrar wakaf dikaitkan dengan ketentuan yang berlaku bagi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
2. Teori Kepastian Hukum Menurut Gustav Radbruch, ada dua macam pengertian kepastian hukum, yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian dalam Perhubungan-perhubungan kemasyarkatan adalah hukum yang berguna. Kepastian oleh karena hukum memberikan dua tugas hukum yang lain, yaitu menjamin keadilan serta hukum harus tetap berguna Sedangkan kepastian dalam hukum, tercapai apabila hukum itu sebanyak-banyaknya undang-undang, dalam undang-undang tersebut tidak ada ketentuanketentuan yang bertentangan (undang-undang,berdasarkan suatu sistem
8
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi.2004.Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Hlm.64.
yang logis dan praktis), undang-undang itu dibuat berdasarkan, rechtswerkelijkheid (keadaan hukum yang sungguh-sungguh) dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah istilah yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan.9 3. Teori Jabatan Menurut Logemann; jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang digaris batasi dan yang disediakan untuk ditempati oleh pemangku jabatan yang ditunjuk dan disediakan untuk diwakili oleh mereka sebagai pribadi. Berdasarkan hukum tata negara jabatanlah yang dibebani dengan kewajiban, yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum. Hak dan kewajiban berjalan terus, tidak terpengaruh dengan pergantian pejabat.10 Menurut E.Ultrecht; karena diwakili pejabat, jabatan itu berjalan. Pihak yang menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh jabatan ialah pejabat. Jabatan bertindak dengan perantara pejabatnya.11 4. Teori Wewenang Teori wewenang ini dikemukakan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisa masalah tentang kewenangan Notaris dalam pembuatan akta ikrar wakaf. Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan
9
E.Ultrech.1957. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta :Ichtiar. hlm.22-23 Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
10
hlm.79.
11
Ibid.
perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan.12 C. Metode Penelitian Tulisan ini merupakan Penelitian hukum normatif yang menganalisis suatu keberlakuan hukum. Dilakukan dengan meneliti bahan-bahan hukum, seperti penelitian terhadap asas-asas hukum, hukum postitif, aturan hukum, dan kaedah-kaedah hukum. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan dalam penelitian hukum, yaitu: Pendekatan Perundangundangang (Statue Approach), dan Pendekatan Sejarah (Historical Approach). Analisis terhadap bahan-bahan hukum, yang berupa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang. Maka semua bahan hukum yang diperoleh akan dianalisa secara deskriftif kualitatif. Analisa dilakukan dengan menggunakan penafsiran hukum berupa penafsiran otentik (resmi) dari pembentuk undang-undang dan penafsiran 12
Habib Adjie. 2009. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU no.30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, cet. Kedua. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm. 77.
sistematis dengan cara mengaitkan isi norma pengaturan hukum yang satu dengan yang lain. Bahan hukum yang telah dianalisis akan diorganisir sesuai dengan topik dan permasalahan penelitian, dan atas dasar itu ditarik kesimpulan secara deduktif
D. Temuan dan Analisis 1. Kewenangan Notaris Membuat Akta Ikrar Wakaf Dikaikan dengan Ketentuan Yang Berlaku Bagi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf a) Notaris Sebagai Pelaksana Peraturan Perundang-Undangan Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif13 dari Negara. Pelayanan tersebut dalam hubungan hukum yang terjadi antara para pihak yang digunakan sebagai alat bukti berupa dokumen-dokumen hukum yang sah yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Keberadaan Notaris dilandasi atas kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat berupa dokumen selain alat bukti saksi. Adanya alat bukti berupa
dokumen
dan
mengikat,
sesuai
dengan
perkembangan
masyarakat. perjanjian-perjanjian yang dilaksanakan dalam hubungan anggota masyarakat semakin rumit dan kompleks. Notaris adalah seorang pejabat negara/pejabat umum dan mewakili kekuasaan umum negara yang diangkat oleh negara untuk melakukan masyarakat
13
tugas-tugas demi
Negara
tercapainya
dalam
pelayanan
kepastian
hukum,
hukum
kepada
ketertiban
dan
Atribusi merupakan pemberian kewenangan secara langsung oleh peraturan perundangundangan formal. DianaHalim Koentjro.2004.Hukum Administrasi Negara.Bogor : Ghalia Indonesia. Hlm.27.
perlindungan hukum, sebagai pejabat pembuat akta otentik dalam hal hukum keperdataan untuk kepentingan pembuktian atau sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, dalam arti apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan dihadapan persidangan pengadilan, sebagaimana tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Jabatan Notaris. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Pasal 1 ayat (1) Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
b) Notaris Ditinjau Dari Al-Qur’an dan Hadis Sumber hukum dalam perspektif Al-Quran mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan Notaris disebutkan dalam banyak ayat di dalam Al-Quran, baik secara eksplisit maupun implisit. Beberapa ayat yang mengelaborasi tentang Notaris, diantaranya :14 1. QS. Al-Baqarah (2) : 282 Dalam ayat ini Allah memerintahkan bahwa dalam transaksi utang piutang tercatat, di mana tugas dan wewenang pencatat harus professional dan benar sesuai dengan tuntutan ilahi.
14
Ustad Adil. 2011. Mengenal Notaris Syari’ah. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Hlm.21
2. QS. Al-„Alaq (96) : 4 Melalui Wahyu yang pertama kali turun, tuhan secara eksplisit telah mengajarkan hambanya dengan pena, disini dapat dipahami bahwa posisi para pencatat / Notaris sebagai pencatat akta otentik sangat dibutuhkan dan sangat urgen karena catatan adalah tanda bukti kuat dalam segala urusan. 3. QS. Al-Qalam (68) : 1-2 Surah ini dinamai Al-Qalam (pena) menandai betapa pentingnya catatan (Pena) dalam perspektif islam dan bahkan catatan itu bisa dapat dijadikan alat bukti yang kuat, sampai-sampai Allah berani bersumpah dengan “pena” tatkala saksi tidak ada, catatkanlah (bukti tulisan) sebagai pengganti bukti yang otentik. Demikianlah secara tegas bahwa Al-quran menguak secara jelas tentang fungsi dan tugas seorang juru tulis atau Notaris dalam hal pencatatan akta-akta otentik dan dokumen-dokumen penting. Manurut Abdullah Faqih bahwa:15 “Apabila Notaris menjadi saksi sesuai dengan kode etiknya dan juga apabila menjadi saksi terhadap transaksi-transaksi yang sesuai dengan syari‟ah, serta terhadap kegiatan ekonomi yang dibolehkan secara hukum, juga menjadi saksi terhadap lembaga-lembaga keuangan syari‟ah, maka kesaksiannya pun sah dan halal secara hukum. Demikian apabila Notaris menjadi saksi terhadp transaksitransaksi yang haram, atau pada kegiatan ekonomi yang ribawi atau menjadi saksi pada perbankan konvensional maka kesaksiannya pun menjadi haram dan sama sekali tidak ada keraguan secara hukum” Pendapar Abdullah Faqih ini mempertegas bahwa Notaris yang membuat akta otentik, maka harus menganalisis terlebih dahulu apakah
15
Abdullah Faqih dalam http://www.islamweb.net diakses pada 12 Desember 2014.
perjanjian dengan penghadapnya (klien) itu sesuai dengan konsep syari‟ah ataupun tidak, karena akan mempengaruhi pada produk yang dihasilkannya. Apabila mengandung riba dan menjadi haram, produknya pun menjadi haram, sebaliknya apabila sesuai dengan konsep syari‟ah, produknya pun menjadi halal. Argumen diatas bukan tanpa alasan, melainkan bersumber dari Hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Jabir r.a : “Rasulullah melaknat terhadap pemakan riba, yang mewakilinya, yang mencatatnya (Notarisnya), dan Penghadap saksinya, mereka itu sama-sama mendapatkan dosa”16
Bahkan menurut Abdullah Faqih, mereka (baik pemakan, yang mewakilinya, yang mencatatnya maupun yang menjadi saksinya terhadap transaksi ribawi) adalah mereka yang bekerja sama dalam dosa dan permusuhan.17 Pendapat ini diperkuat oleh Firman Allah dalam QS. AlMa‟idah (5) : 2 yang berbunyi : “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.18 Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang
16
Hadis Riwayat Muslim dari Jabir r.a dalam Ustad Adil. 2011. Mengenal Notaris Syari’ah. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Hlm.23 17 Abdullah Faqih.Op.Cit. 18 Departemen Agama Republik Indonesia.2005. Al-Wuran dan Terjemahannya. Jakarta : PT Syaamil Cipta Media.
menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat, baik bisnis, perbankan, pertanahan, perwakafan, kegiatan sosial, dan lain-lain19. Semua kegiatan tersebut AlQuran terlebih dahulu menjamin tentang hak seseorang atau dalam istilah ushul fiqh maqashid as-syari’ah, menjaga agama, jiwa, keturunan, akal dan harta20 termasuk didalamnya bahwa islam menjamin tentang hak harta seseorang dengan sepenuhnya tatkala ditemukan bukti otentik bahwa harta tersebut adalah sebagai miliknya.
c) Prasyarat Notaris sebagai PPAIW Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) menurut Ketentuan Umum Undang-undangNomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia untuk membuat Akta Ikrar Wakaf21. Pejabat yang diberikan tugas dan kewenangan yang sah menurut hukum untuk membuat akta ikrar wakaf.
19
Tim Penelitian Hukum Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta.2009. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Hukum. Jakarta : Kanwil kumham DKI Jakarta. Hlm.1-2 20 A. Kadir.2010. Hukum Bisnis Syariah dalam Al-Quran. Jakarta : Amzah. Hlm 122 21
Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) merupakan salah satu pilar penting dalam perwakafan nasional. PPAIW menurut ketentuan umum Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf adalah pejabat yang berwenang yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) .22 PPAIW diberikan tugas dan kewenangan yang sah menurut hukum untuk membuat AIW. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf berstatus sebagai petugas pemerintah yang diangkat berdasarkan peraturan yang berlaku, berkewajiban menerima ikrar dari wakif dan menyerahkannya kepada nadzir serta melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan, yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.23 Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (5)
Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang. Prasyarat Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf diatur dialam pasal 27 Peraturan Menteri Agama 73 Tahun 2013 tentang Tata
22
Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Wakaf Rachmadi Usman, op.cit.,Hlm.70
23
Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang, yaitu : (1) Notaris ditetapkan menjadi PPAIW dengan Keputusan Menteri. (2) Persyaratan notaris untuk dapat ditetapkan menjadi PPAIW sebagai berikut: a. beragama Islam; b. amanah; dan c. memiliki sertifikat kompetensi di bidang perwakafan yang diterbitkan oleh Kementerian Agama. (3) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dapat diangkatmenjadi PPAIW setelah mengajukan permohonan kepada Menteri. d) Analisa Syarat Notaris Sebaga PPAIW Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 Salah satu syarat yang ditentukan oleh Menteri Agama kepada Notaris yang memohon untuk menjadi PPAIW adalah beragama Islam, menurut penulis hal itu dikarenakan lembaga wakaf merupakan sebuah lembaga keagamaan dalam Islam. maka Notaris sebagai PPAIW yang mengeluarkan Akta Ikrar Wakaf haruslah beragama Islam ,
hal
ini terkait dengan masalah-masalah perwakafan dalam praktik yang menjadi alasan untuk terjadinya sengketa wakaf dikemudian hari.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memiliki hubungan yang erat dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak merupakan Peraturan Perundang-undangan yang menguatkan kepastian hukum bagi Notaris sebagai Pejabat Pencatat Akta Ikrar Wakaf termasuk Syarat yang harus dimiliki oleh Notaris yang ingin menjadi PPAIW. Pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menegaskan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Selanjutnya disebutkan dalam penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah. Undang-Undang Nomor 50 Tahin 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
khususnya Pasal 1 ayat (1) menyatakan : “Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam” jo Pasal 49 huruf (e) menyatakan :“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di Bidang : Wakaf24 Dari pasal-pasal diatas telah dinyatakan secara terang bahwa negara telah menetapkan peraturan dimana penyelesaian sengketa mengenai wakaf masuk didalam yurisdiksi pengadilan agama, dimana pengadilan
agama merupakan
peradilan
bagi
orang-orang
yang
beragama islam. Tentunya subjek hukum dan objek hukum yang harus dibawa dalam persidangan tersebut haruslah yang sesuai dengan tuntunan agama islam. Apabila Subjek Hukum dimana salah satu pihak bukanlah orang yabf beragama islam tentu akan bertentangan dengan ketentuan yang ada. Dapat diberikan contoh, apabila A menggugat B berkenaan dengan tanah wakaf, sedang diketahui C (tidak beragama islam) merupakan notaris pencatat akta wakaf, berakibat C tidak dapat dijadikan salah satu 24
Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yang menyebutkan “Pengadilan Agama bertugas dan memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, di bidang : a. perkawinan ; b. waris ; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; i. ekonomi syari’ah
pihak yang dapat digugat karena peradilan agama khusus untuk orang yang beragama islam. Oleh karena itulah dengan adanya kepastian hukum ini Notaris yang seharusnya mencatat Akta Wakaf ini adalah orang yang beragama Islam. Dari kedua alasan diatas diperoleh kesimpulan bahwa alasan dibuatnya syarat “beragama islam” merupakan syarat yang telah dibuat dengan mempertimbangkan hal-hal khusus dalam ajaran agama islam yang didalamnya menggariskan mengenai wakaf itu sendiri. Tujuan dari kehidupan itu sendiri menurut islam adalah untuk terealisasinya kemaslahatan hidup bagi manusia yang dicapai dengan menjaga agama, akal, harta dan keturunan yang bila dihubungkan dengan pencatatatan wakaf itu sendiri, yang dapat melaksanakan hal ini adalah orang yang beragama islam, khususnya mengenai menjaga agama yang diperlukan untuk mengatur dan menata hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengelola hubungan antar manusia di mana dengan hukum itu Allah bermaksud untuk membangun dan menetapkan agama dalam jiwa manusia dengan cara mengikuti hukum syariah dan menjauhi perilaku dan perkataan yang dilarang syariah. Oleh sebab itu syarat utama bagi seorang Notaris untuk menjadi PPAIW haruslah beragama Islam karena menyangkut kompetensi pengadilan yaitu Pengadilan Agama. Syarat Kedua Notaris untuk menjadi PPAIW yaitu amanah. Mendasarkan pada nilai moral dan nilai etika Notaris, maka pengembanan
jabatan Notaris adalah pelayanan kepada masyarakat (klien) secara mandiri
dan
tidak
memihak
dalam
bidang
kenotariatan
yang
pengembanannya dihayati sebagai panggilan hidup bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia demi kepentingan umum serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya.25 Di dalam pasal 16 ayat (1) huruf a UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) disebutkan bahwa, “dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak memihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dengan perbuatan hukum. Berdasarkan hal tersebut diatas maka Amanah sebagai salah satu syarat untuk menjadi seorang PPAIW adalah mutlak harus dipenuhi oleh seorang Notaris. Karena Jabatan yang dipangku Notaris adalah jabatan kepercayaan dan amanah ,justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan, Notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris sekaligus PPAIW.26 Posisi Notaris sebagai PPAIW secara administratif sangat penting dan strategis, yaitu untuk kepentingan pengamanan harta benda wakaf dari sisi hukum, khususnya dari sengketa dan perbuatan pihak ketiga 25
Herlien Budiono. 2007, Notaris dan Kode Etiknya, Upgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, Medan, hal. 3. 26 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 117.
yang tidak bertanggung jawab27 untuk itu PPAIW harus selalu bertindak amanah dalam menjalankan jabatannya.
2. Peran Notaris Selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Terdapat tiga hal pokok yang melekat dalam diri Notaris sebagai PPAIW, yaitu peran, tugas, dan wewenang. Meskipun ketiganya dapat dipisahkan dalam pengertiannya masing masing, namun antara satu dengan yang lain saling terkait dan tidak dapat saling menafikan. Peran Notaris sebagai PPAIW dapat disebutkan sebagai berikut:28 a. Sebagai
pihak
yang
memberikan
kepastian
hukum
dalam
pengamanan dan meminimalisir persengketaan, perselisihan, dan penghilangan harta benda wakaf dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. b. Sebagai basis informasi dan data perwakafan nasional yang akurat dan lengkap di tingkat kecamatan seluruh Indonesia yang dapat dijadikan
pedoman
dalampemetaan
pemberdayaan
dan
pengembangan wakaf c. Sebagai pihak yang memberikan pelayanan, baik administratif maupun pembimhingan bagi kepentingan perwakafan masyarakat sesuai dengan koridor hukumyang berlaku.
27
Kementerian Agama RI.Op.Cit. hlm.8 Hasil Wawancara dengan Drs.H.Iskandar, S.H,M.H. Kepala Seksi Pemberdayaan Wakaf Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Selatan. Pada tanggal 13 januari 2015 28
Tugas PPAIW bersifat lebih operasional terhadap pelayanan perwakafan nasional. Jika merujuk pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dijelaskan tugas-tugas langsung PPAIW dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Sebelum pelaksanaan ikrar wakaf dari calon wakif, PPAIW harus dapat memastikan terbentuknya Majelis Ikrar Wakaf yang terdiri dati Wakif, Nazhir, mauquf alaih, dua orang saksi,dan PPAIW itu sendiri. 2. Meneliti kelengkapan persyaratan administrasi perwakafan dan keadaan fisik benda wakaf 3. Menyaksikan pelaksanaan Ikrar Wakaf (pernyataan kehendak Wakif) di hadapan Majelis Ikrar Wakaf. 4. Mengesahkan AIW yang telah clitandatangani oleh Wakif, Nazhir, 2 (dua) orang saksi, dan/atau Mauquf alaih. 5. Membuat berita acara serah terima harta benda wakaf dari Wakif kepada Nazhir beserta penjelasan tentang keadaan serta rincian harta benda wakaf yang ditandatangani oleh Wakif dan Nazhir, 6. Mengesahkan Nazhir, balk perseorangan, badan hukum, maupun organisasi. 7. Menyampaikan salinan AIW kepada: Wakif; Nazhir; Mauquf alaih;Kantor Pertanahan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf berupa tanah; dan instansi berwenang lainnya dalam hal benda
wakaf berupa benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang. 8. Membuat Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf, atau pihak yang telah diitentukan oleh peraturan perundang-undangan. 9. Atas namaNazhir,PPAIW wajibmenyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya kepada kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW 10. Penyerahan kelengkapan adminstrasi pelaksanaan wakaf kepada Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dan instansi terkait bertujuan untuk mengurus diterbitkannya sertifikat wakaf atas benda dimaksud yang menjadi otoritas Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dan/ atau instansi terkait. 11. PPAlW atas nama Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) wajib mendaftar Nazhir di lingkup wilayah tugasnya. 12. Memproses penggantian Nazhir lama yang berhenti karena kedudukannya yang disebabkan meninggal dunia, berhalangan tetap, mengundurkan diri, atau diberhentikan oleh BWI. 13. Menginventarisasi data tanah wakaf, baik yang sudah ber-sertifikat maupun masih dalam proses di BPN Kabupaten.
14. Ikut membantu penyelesaian bila terjadi masalah yang berkaitan dengan pensertifikatan tanah wakaf Dalam terminologi hukum, wewenang seorang pejabat seperti PPAIW, melekat pada peran dan tugasnya sebagai manifestasi dalam menjalankan dan mengoptimalkan fungsinya. Sebagaimana tugas PPAIW, Peraturan perundangundangan wakaf juga tidak secara rinci menyebut tentang wewenangnya secara langsung.Namun, wewenangnya dapat digali dari beberapa klausul yang menyangkut pengaturan tentang PPAIW. Beberapa wewenang Notaris sebagai PPAIW pada umumnya sama dengan PPAIW pada umumnya (sebagai kepala KUA) yang
dapat
dijabarkan sebagai berikut:29 1. Memeriksa
keabsahan
administrasi
sebagai
persyaratan
dilaksanakannya Ikrar Wakaf dan penerbitan Akta Ikrar Wakaf, meliputi kepemilikan harta benda yang akan diwakafkan, identitas calon Wakif, Nazhir, dan saksi-saksi, serta hal-hal lain yang dianggap perlu, 2. Menolak pelaksanaan ikrar wakaf yang akan dilaksanakan oleh Wakif jika persyaratan administrasi dan ketentuan hukumnya belum terpenuhi sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku, seperti harta benda yang akan diwakafkan masih menjadi sengketa. 29
Ibid.
3. Memberikan masukan atau atensi kepada calon Wakif, calon Nazhir,dan calon saksi-saksi pada saat pelaksanaan Ikrar Wakaf dalam rangka untuk memenuhi persyaratan dan perbaikan wakaf, baik menyangkut rencana pengelolaan maupun peruntukannya (mauquf alaih) agar lebih memberi manfaat untuk kebajikan umum. 4. PPAIW berhak mengusulkan penggantian Nazhir, baik atas inisiatif sendiri atau usul Wakif atau ahli warisnya apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. 5. Memediasi jika terjadi konflik antara Nazhir dengan anggota Nazhir lainnya, antara Nazhir dengan Wakif, antara Nazhir dengan masyarakat atau pihak-pihak lain terkait.
E. Kesimpulan 1. Kewenangan Notaris dalam membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) telah diberikan oleh Pasal 37 PP No. 42 Tahun 2006. Kewenangan ini tidak bertentangan dengan kewenangan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tetapi tidak semua Notaris dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Syarat utama seorang Notaris untuk menjadi PPAIW haruslah beragama Islam,amanah serta memiliki sertifikat kompetensi dibidang Perwakafan yang
diterbitkan oleh Kementerian Agama. Hal ini terkait dengan dengan wakaf itu sendiri sebagai perbuatan amal dalam Agama Islam bagi umat beragama Islam dan disisi lain jika terjadi sengketa tentang wakaf maka penyelesaiannya dilakukan oleh Pengadilan Agama yang kompetensinya menangani perkara-perkara bagi orang yang beragama Islam. 2. Bagi Notaris yang diangkat sebagai PPAIW mempunyai peran, yaitu : a. Sebagai pihak yang memberikan kepastian hukum dalam pengamanan dan meminimalisir persengketaan, perselisihan, dan penghilangan harta benda wakaf dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. b. Sebagai salah satu pejabat yang menghimpun informasi secara otentik tentang perwakafan sehingga dapat menjadi basis dalam pemetaan dan pengembangan wakaf. c. Sebagai pihak yang memberikan pelayanan, baik administratif maupun
pembimbing
kepada
masyarakat
mengenai
perwakafan untuk kepentingan perwakafan masyarakat sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
F. Saran 1. Agar kewenangan Notaris sebagai PPAIW dalam Membuat Akta Ikrar Wakaf dapat segera terlaksana dengan baik, Peraturan
Menteri Agama tentang persyaratan Notaris sebagai PPAIW harus segera dilaksanakan. 2. Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia, Badan Pertanahan Nasiona, Lembaga Keuangan Syariah serta organisasi profesi Notaris dan PPAT harus segera melakukan koordinasi dalam rangka menyambut kehadiran Notaris sebagai PPAIW, terutama dalam hal : a. mempersiapkan kemampuan dan pengetahuan Notaris di bidang perwakafan, antara lain melalui sarana seminar, diskusi, pelatihan bahkan pendidikan khusus perwakafan. Diharapkan Notaris yang telah mengikuti pendidikan khusus perwakafan dan dinyatakan lulus, siap untuk ditetapkan menjadi PPAIW oleh Menteri Agama. b. Sistem dan desain Notaris sebagai PPAIW yang membuat Akta Ikrar Wakaf
Tanah harus memperjelas kedudukan dan
hubungan serta pembagian kewenangan antara Notaris sebagai PPAIW dalam membuat Akta Ikrar Wakaf dengan Kepala KUA, Pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi, Pejabat Lembaga Keuangan Syariah dan Notaris, agar potensi konflik (benturan) kewenangan diantara mereka tidak menjadi nyata di dalam praktek
DAFTAR PUSTAKA a. Buku : Abdurrahman. 2007. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo Adiwinata, Saleh, A. Taloeki, H Boerhanoeddin ST Batoeah. 1983. Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia.Jakarta : Binacipta. Adjie, Habib. 2007. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.Bandung : Refika Aditama. ____________.2007.Hukum Notaris Indonesia. Surabaya : Refika Aditama. ____________.2008. Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik, Bandung : PT. Refika Aditama ____________.2009. Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan). Bandung : Mandar Maju. ____________.2011.Aspek Pertanggung jawaban Notaris Pembuatan Akta. Bandung:CV Mandar Maju ____________.2011.Merajut Pemikiran Bandung : AdityaBakti.
dalam
Dalam Dunia Notaris dan PPAT.
Al-Alabij, Adijani. 1989. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rajawali Pers. Al-Hafidz bin Hajar al-„Asqallani. Buluq al-Maram al-ahkam. Surabaya : Syarikah Bungkul Indah
min
Abdillah
Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia.Yogyakarta : UII. ____________.2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. Yogyakarta : UII Press. Bagirmanan, 2004.Hukum Positif Indonesia.Yogyakarta : UII Press.
Baiquni, Abu A dan Fauziana, Eni.1995. Kamus Istilah Agama Islam.Surabaya : ARLOKA Basyir, Ahmad Azhar.1987. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah,Syirkah. Bandung : Al-Ma‟arif. Budiono, Herlien. 2007. Notaris dan Kode Etiknya, Upgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia. Medan ____________.2013. Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris. PT Citra Aditya Bakti : Bandung. Departemen Agama Republik Indonesia.1994. Al-qur’an dan Terjemahannya. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-qur‟an. Jakarta : Dep. Agama RI. ____________.2005. Al-Quran dan Syaamil Cipta Media
Terjemahannya.
Jakarta
:
PT
____________.2005.Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta : Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. ____________.2005.Wakaf Tunai dalam Perspektif Islam. Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. Dewi, Santia dan Diradja, Fauwas. 2011.Panduan Teori dan Praktik Notaris.Yogyakarta : Pustaka Yustisia. Direktorat pengembangan Zakat dan Wakaf dan Direktorat Bibingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Haji.2013. Standar Pelayanan Wakaf bagi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). ____________..2005. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. E.Ultrech.1957. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta :Ichtiar. Erwin, Muhamad dan Arpan, Amrullah.2007.Filsafat Hukum Renungan untuk Mencerahkan Kehidupan Manusia di bawah Sinar Keadilan. Palembang : Universitas Sriwijaya. Fyzeel, Asaf A.A.1966. Pokok-Pokok Hukum Islam II. Jakarta: Tinta Mas. Hadjon, Philipus M. dan Djatmiati, Titiek Sri. 2005. Argumentasi Hukum. Yogyakarta : University Press
Hamami ,Taufiq.2003. Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional. Cet. 1. Jakarta: Tatanusa Hasan, KN Sofian.2004.Hukum Islam. Jakarta: Literata Lintas Media Hisyam, M.1996.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas. Jakarta, FE UI. HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Kadir,A.2010. Hukum Bisnis Syariah dalam Al-Quran. Jakarta : Amzah Kementerian Agama RI.2013. Standar Pelayanan Wakaf Bagi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).Jakarta : Dikrektorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Khosyi‟ah, Siah. 2010. Wakaf dan Hibah. Bandung : Pustaka Setia. Kie, Tan Thong.2011. Studi Notariat dan Serba SerbiPraktek Notaris. Jakarta : PT.Ichtiar Baru Van Hoeve Koentjro, Diana Halim.2004. Hukum Administrasi Negara.Bogor : Ghalia Indonesia Lubis ,Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung : Andar Maju. Lubis, Suhardi K.2010. Wakaf dan Pemberdayaan Umat. Jakarta : Sinar Grafika. Mahdi bin Ibrahim.1997.Amanah Dalam Manajemen, penerjemah :Rahmad Abbas. Jakarta:Pustaka Al-Kausar. Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Pranada Media Group. Mubarak, Jaih.2008.Wakaf Produktif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Notodiseorjo, R.Soegpndo.1982.Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan. Jakarta : Rajawali Pers Notodisoerjo,R.Soegondo.1982.Hukum Penjelasan. Jakarta: Rajawali.
Notariat
di
Indonesia,
Suatu
Panjaitan, Saut P.1998. Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Asas, Pengertian, dan Sistematika). Palembang : Universitas Sriwijaya. hlm.158-159
Rahardjo, Satjipto.2006.Ilmu Hukum. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti. Rasjidi, Lili dan Thania, Ira Rasjidi.2004. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Santoso, Didi.2000.Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta yang Memuat Dua Perbuatan Hukum. Tesis. Magister Kenotariatan.Undip.Semarang Setiawan ,Wawan. Kekuatan Hukum Akta Notaris Sebagai Alat Bukti. Varia Peradilan 48. September 1989 Sjaifurrachman dan Adjie, Habib.2011. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta. Bandung:CV Mandar Maju. Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri.1985. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : CV Rajawali. Soesanto, R.1982.Tugas Kewajiban dan Hak-Hak Notaris, (Wakil Notaris Sementara). Jakarta : Pradnya Paramita. Subekti,R dan Tjitrosudibio.2001.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Jakarta : Pradnya Paramita ____________.2008.Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita Suharjono. Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, Desember 2005 Suparman,Usman. 2008.Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta : Gaya Media Pratama Surayin. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung:Yrama Widya. Thamrin,Husni. 2010. Pembuatan Akta Yogyakarta : LaksBank PresSindo
Pertanahan
Oleh
Notaris.
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Tobing, G.H.S Lumban. 1999. Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement). Jakarta : Penerbit Erlangga Usman, Rachmadi.2013. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Ustad Adil. 2011. Mengenal Notaris Syari’ah. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Widjaya , I.G.Rai. 2002.Merancang Suatu Kontrak Contract Drafting. Bekasi Timur : Kesaint Blanc
b. Peraturan Perundang-undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata cara Perwakafan Benda Tidak Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang