BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997, pada tahun 1998 telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tuntutan kuat dari segenap lapisan masyarakat terhadap pemerintah untuk segera diadakan reformasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak itu, telah terjadi berbagai perubahan penting yang menjadi tonggak dimulainya era reformasi di bidang politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi, yang dikenal sebagai reformasi gelombang pertama. Perubahan tersebut dilandasi oleh keinginan sebagian besar masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan demokratis dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai dasar sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam konteks pemahaman seperti ini, maka eksistensi birokrasi yang dapat diandalkan memiliki implikasi pada peluang yang lebih besar dalam mengemban misi perjuangan bangsa mencapai tujuan bernegara sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial”. Pengertian ini dimaksudkan bahwa birokrasi harus dipahami dalam konteks peran dan kemampuannya dalam menunjang tugas tugas pemerintahan, baik dalam merespon berbagai permasalahan maupun dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan warga dunia. Dengan demikian birokrasi yang mampu merespon dinamika global secara positif, berpeluang akan mampu memfasilitasi kepercayaan dunia internasional untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi. Implikasinya investasi yang tertuju pada negara Indonesia secara langsung akan memberikan efek dinamis yang baik bagi perekonomian Indonesia. Reformasi di bidang birokrasi mengalami ketertinggalan dibanding reformasi di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Oleh karena itu, pada tahun 2004, pemerintah telah menegaskan kembali akan pentingnya penerapan prinsip-prinsip clean government dan good governance yang secara universal diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
1
Berkaitan dengan hal tersebut, program utama yang dilakukan pemerintah adalah membangun aparatur negara melalui penerapan reformasi birokrasi. Dengan demikian, reformasi birokrasi gelombang pertama pada dasarnya secara bertahap mulai dilaksanakan pada tahun 2004. Pada tahun 2011, seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (Pemda) ditargetkan telah memiliki komitmen dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi. Pada tahun 2014 secara bertahap dan berkelanjutan, K/L dan Pemda telah memiliki kekuatan untuk memulai proses tersebut, sehingga pada tahun 2025, birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi dapat diwujudkan. Reformasi sejatinya melahirkan perubahan sistematis dan terencana yang diarahkan untuk melakukan transformasi secara mendasar dengan hasil yang lebih baik. Reformasi harus diwujudkan dengan kemauan bersama untuk melakukan perubahan. Namun kadang bahkan sering kemauan tersebut kalah akan kepentingan individu/kelompok. Reformasi birokrasi merupakan implementasi dari reformasi yang digaung-gaungkan oleh para demonstran di tahun 1998. Dengan reformasi birokrasi diharapkan terwujud political will pejabat pemerintah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan perbaikan sistem pelayanan lebih efektif dan efisien. Tidak terasa sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia sampai saat ini ternyata sudah berlangsung lebih dari 12 tahun. Reformasi sebagai gran design kehidupan kenegaraan, pada hakekatnya merupakan proses perubahan, memiliki tujuan utama untuk mencapai tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Perubahan melalui reformasi kelihatan lebih elegan dibandingkan revolusi, perebutan kekuasaan, kudeta dan istilah-istilah lainnya, karena reformasi lebih terfokus pada to change without destroying; to change while preserving. Dengan kelebihan dan kekurangannya dalam interval waktu yang singkat ini sudah berlangsung 4 (empat) kali pergantian kepemimpinan nasional (presiden). Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk yang berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional untuk kurun waktu 2010-2025. Sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi adalah bentuk operasionalisasi Grand Design Reformasi Birokrasi yang disusun dan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci reformasi birokrasi dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas. Grand Design 2
Reformasi Birokrasi 2010-2025 ditetapkan dengan Peraturan Presiden, sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar dapat memiliki sifat fleksibilitas sebagai suatu living document. Belum teraktualisasikannya tata kepemerintahan yang baik juga dipengaruhi oleh masih rendahnya kompetensi SDM aparatur. Rendahnya Kompetensi ditandai dengan masih rendahnya komitmen dan integritas, rendahnya kemampuan atas tugas dan tanggung jawabnya, dan lemahnya inisiatif dan inovatif. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh buruknya sistem rekruitmen pegawai yang ditandai dengan tidak adanya perencanaan pegawai yang matang yang berakibat pada tidak relevansinya antara kompetensi seseorang yang diseleksi dengan jabatan yang dibutuhkan. Dengan demikian, kondisi birokrasi di masa depan masih cukup memprihatinkan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalahnya yaitu : 1. Bagaimana Konsep Reformasi Birokrasi melalui Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map Reformasi Birokrasi....? 2. Bagaimana Reformasi Birokrasi Terkait Kompetensi Sumber Daya Manusia Aparatur...?
3
BAB II LANDASAN TEORI 1. Birokrasi Jika dilihat dari segi bahasa, birokrasi terdiri dari dua kata yaitu biro yang artinya meja dan krasi yang artinya kekuasaan. Birokrasi memiliki dua elemen utama yang dapat membentuk pengertian, yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki. Jadi, dapat dikatakan pengertian birokrasi adalah kekuasaan yang bersifat formal yang didasarkan pada peraturan atau undang-undang dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Secara etimologi birokrasi berasal dari istilah “buralist” yang dikembangkan oleh Reineer von Stein pada 1821, kemudian menjadi “bureaucracy” yang akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersonal dan leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi dapat dirujuk kepada empat pengertian yaitu,
Birokrasi dapat diartikan sebagai kelompok pranata atau lembaga tertentu.
Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu metoda untuk mengalokasikan sumber daya dalam suatu organisasi. “Kebiroan” atau mutu yang membedakan antara birokrasi dengan jenis organisasi lain. (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003) Kelompok orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan. (Castle, Suyatno, Nurhadiantomo, 1983) 2 Reformasi Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat.
4
Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi. Reformasi juga memiliki interpretasi yang berbeda-beda tergantug pada konteks dari reformasi tersebut. Namun secara umum reformasi dapat diartikan sebagai pembaruan dengan melakukan perubahan menuju arah yang lebih baik karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam sistem yang ada. Reformasi dapat berupa perubahan total yang radikal tau bisa diidentikkan dengan revolusi ataupun dapat berupa perubahan yang secara bertahap. Hal ini tergantung dari objek yang akan direformasi. Apabila kerusakan dan penyimpangan yang terjadi sudah sangat kronis maka reformasi harus dilakukan secara radikal. Namun apabila penyimpangan yang erjadi dipandang masih ringan maka tidak diperlukan reformasi yang radikal. 3. Reformasi Birokrasi Sebuah negara, dalam mencapai tujuannya, pastilah memerlukan perangkat negara yang disebut pemerintah dan pemerintahannya. Pemerintah pada hakikatnya adalah pemberi pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Reformasi birokrasi adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Pengertian dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah suatu usaha perubahan
5
pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan
6
BAB. III PEMBAHASAN I.
Konsep Reformasi Birokrasi melalui Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map Reformasi Birokrasi. A. Grand Design Reformasi Birokrasi Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk untuk kurun waktu 2010-2025 yang berisi langkah-langkah umum penataan organisasi, penataan tata laksana, penataan manajemen sumber daya manusia apartur, penguatan sistem pengawasan inter, penguatan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemberantasan KKN. Hal ini menjadi instrumen yang menghubungkan antara arah kebijakan reformasi birokrasi sebagaimana dinyatakan dalam RPJP 2005-2025 dengan langkah-langkah operasionalnya, utamanya periode 2010-2014. Dan menjadi kerangka dasar dalam menyusun langkah-langkah yang lebih rinci (roadmap) reformasi birokrasi selama periode lima tahunan secara nasional. 1.1 Keterkaitan Grand Design Reformasi Birokrasi dengan Perencanaan Pembangunan Nasional. Penyusunan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 mengacu pada RPJPN 2005-2025 (UU No.17 Tahun 2007) dan RPJMN 2010-2014 (Perpres No.5 Tahun 2010). Keterkaitan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dengan RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 2010-2014, RPJMN 2015-2019, dan RPJMN 2020-2024, dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 3
7
Keterkaitan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dengan RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 2010-2014, RPJMN 2015-2019, dan RPJMN 20202024 1.2 Ruang lingkup Grand Design Reformasi Birokrasi Rencana pembangunan aparatur negara yang holistik sudah dituangkan dalam
Undang-Undang
No.
17
Tahun
2007
tentang
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, dan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Salah satu prioritas peraturan tersebut adalah pemantapan reformasi birokrasi instansi. Oleh karena itu, ruang lingkup Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 difokuskan pada reformasi birokrasi pemerintah. 1.3 Tujuan Grand Design Reformasi Birokrasi
Grand Design Reformasi Birokrasi bertujuan untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional selama kurun waktu 2010-2025 agar reformasi birokrasi di K/L dan Pemda dapat berjalan 8
secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, Grand Design
Reformasi
Birokrasi
2010-2025
dan
berkelanjutan.
Kebijakan
pelaksanaan reformasi birokrasi meliputi visi pembangunan nasional, arah kebijakan reformasi birokrasi, visi, misi, tujuan, dan sasaran reformasi birokrasi. Grand Design Reformasi Biro-krasi (GDRB) 2010-2025 menjadi pedoman dalam penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) 2010-2014. Selanjutnya, GDRB 2010-2025 dan RMRB 2010-2014, RMRB 2015-2019, RMRB 2020-2024, menjadi pedoman bagi K/L dan Pemda dalam menyusun road map masing-masing dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Visi Pembangunan Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, visi pembangunan nasional adalah INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL, DAN MAKMUR. Arah Kebijakan Reformasi Birokrasi Arah kebijakan reformasi birokrasi adalah: a. Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya (UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025). b. Kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik melalui pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi (Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014). Visi Reformasi Birokrasi Visi reformasi birokrasi adalah “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”. Visi tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu
9
menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025. Misi Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi memiliki beberapa misi sebagai berikut: a. membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik; b. melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mind set dan culture set; c. mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif; d. mengelola sengketa administratif secara efektif dan efisien. Tujuan Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Adapun area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi meliputi
seluruh
aspek
manajemen
dikemukakan pada tabel di bawah ini.
10
pemerintahan,
seperti
yang
Tabel 1 Area Perubahan dan Hasil Yang Diharapkan Organisasi Tatalaksana
Peraturan Perundangundangan Sumber daya manusia aparatur Pengawasan Akuntabilitas Pelayanan publik Pola pikir (mind set) dan Budaya Kerja (culture set) Aparatur
Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif SDM apatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi Pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi
Sasaran Reformasi Birokrasi Sasaran reformasi birokrasi adalah: a. terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; b. meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; c. meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Sasaran Lima Tahunan Reformasi Birokrasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005- 2025 menetapkan tahapan pembangunan yang meliputi periode RPJMN I (20052009), periode RPJMN II (2010-2014), periode RPJMN III (2015- 2019), dan periode RPJMN IV (2020-2024). Sasaran lima tahunan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi ini mengacu pada periodisasi tahapan pembangunan sebagaimana tercantum dalam RPJPN 2005-2025. a. Sasaran lima tahun pertama (2010-2014)
11
Sasaran reformasi birokrasi pada lima tahun pertama difokuskan pada penguatan
birokrasi
pemerintah
dalam
rangka
mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, serta meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. b. Sasaran lima tahun kedua (2015-2019) Selain implementasi hasil-hasil yang sudah dicapai pada lima tahun pertama, pada lima tahun kedua juga dilanjutkan upaya yang belum dicapai pada berbagai komponen strategis birokrasi pemerintah pada lima tahun pertama. c. Sasaran lima tahun ketiga (2020-2024) Pada periode lima tahun ketiga, reformasi birokrasi dilakukan melalui peningkatan kapasitas birokrasi secara terus-menerus untuk menjadi pemerintahan kelas dunia sebagai kelanjutan dari reformasi birokrasi pada lima tahun kedua. Program Strategi pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan melalui programprogram yang berorientasi pada hasil (outcomes oriented program). Program-program
tersebut
dilaksanakan
sesuai
dengan
tingkat
pelaksanaannya sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini. Program Untuk Tingkat Makro 1) Penataan Organisasi 2) Penataan Tatalaksana 3) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur 4) Penguatan Pengawasan 5) Penguatan Akuntabilitas Kinerja 6) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Program Untuk Tingkat Meso 1) Qick win 2) Manajemen Perubahan 3) Konsultasi dan Asistensi 4) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 5). Knowledge management.
B. Road Map Reformasi Birokrasi 1. Tujuan Road Map Reformasi Birokrasi 12
Program Untuk Tingkat Mikro 1) Quick win 2) Manajemen Perubahan 3) Penataan Peraturan Perundang-undangan 4) Penataan dan penguatan Organisasi 5) Penataan Tatalaksana 6) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur 7) Penguatan Pengawasan 8) Penguatan Akuntabilitas Kinerja 9) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 10) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
Road Map Reformasi Birokrasi yang disusun dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali bertujuan untuk memberikan arah pelaksanaan reformasi birokrasi di K/L dan Pemda agar berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan. 2. Keterkaitan Grand Design Reformasi Birokrasi dengan Setiap Road Map Reformasi Birokrasi Keterkaitan Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) dengan setiap Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) adalah sebagai berikut: Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 2025 Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 2025 Road Map Reformasi Birokrasi 2010 2014 ● Road Map Reformasi Birokrasi 2015 – 2019 ● Road Map Reformasi Birokrasi 2020 – 2024
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 ditetapkan dengan Peraturan Presiden. – Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 ditetapkan dengan Peraturan Presiden. – Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 lebih bersifat living document ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 dan 2020-2024 disusun sesuai dengan hasil pelaksanaan RPJMN dan RMRB periode sebelumnya, serta dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintahan.
Transisi 2024 - 2025 UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menetapkan bahwa proses penyusunan RPJP harus dilaksanakan 1 tahun sebelum berakhirnya RPJP sedang berjalan.
13
II. Kompetensi SDM Aparatur Salah satu upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat adalah dengan diterbitkannya UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini merupakan konsekuesi dari penerapan pemerintahan desentralistik yang salah satu tujuannya adalah adanya pembagian dan distribusi kewenangan antara pusat dan daerah agar terwujud pelayanan secara efektif, akuntabel, terjangkau dan transparan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan aparat
birokrasi
yang
memiliki
kompetensi
terhadap
jabatan/posisi
atau
pekerjaannya. Banyak pihak mengakui bahwa proses rekruitmen yang dijalankan masih belum menunjukkan pengaruh kinerja aparat yang bersangkutan. Artinya seleksi terhadap calon aparatur untuk menempati suatu jabatan tertentu belum secara optimal didasarkan pada analisis kebutuhan dan jabatan yang tepat. Implikasinya banyak aparatur yang memiliki latar belakang pendidikan (kompetensi) tertentu akan tetapi tidak berada pada posisi yang relevan dengan kompetensinya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini banyak posisi/jabatan di birokrasi diisi oleh orangorang yang tidak memiliki kompentesi yang sesuai dengan pekerjaannya.
A. Karakter Kompetensi Yang Dimiliki Aparatur Kompentesi yang harus dimiliki oleh seorang aparat birokrasi sekarang dan yang akan datang agar dapat memberikan pelayanan secara profesional paling tidak harus memiliki kompetensi dengan karakter sebagai berikut: ☻ Memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta wawasan yang luas terhadap pekerjaannya. Kita harus mengakui bahwa sikap dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor di dalam lingkungan hidupnya, termasuk lingkungan yang dapat memperluas wawasan pengetahuan dan ketrampilannya, yang dapat meningkatkan kemampuan diri dalam beradaptasi dengan
lingkungan
kerja
barunya.
14
Sehubungan
dengan
pelaksanaan
pelayanan yang baik, minimal yang harus ada pada diri seseorang, yang berkaitan
dengan
pengetahuan
dan
ketrampilannya
adalah:
memiliki
ketrampilan yang sesuai dengan bidang tugasnya, memiliki pengetahuan yang sesuai dengan bidang tugasnya, memiliki daya kreativitas yang baik, memahami cara-cara berkomunikasi yang baik, memahami pengetahuan dasar hubungan interpersonal dan psikologi sosial, memahami cara memposisikan diri dalam berbagai situasi sehingga muda beradaptasi, dan mampu mengendalikan emosi. ☻ Dalam melakukan pelayanan yang baik, seorang pelayan harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik terhadap yang dilayaninya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, yaitu: (1) komunikator dan komunikan harus sama-sama berpola pikir positif yang didasarkan pada pola pikir yang sehat dan logis, (2) komunikator dan komunikan harus mampu menempatkan diri pada kondisi yang tepat pada saat melakukan komunikasi atau komunikator harus mampu menempatkan komunikan pada posisi yang bebas dan manusiawi, (3) komunikator harus mampu menampilkan sikap yang santun dan memberikan kesempatan terhadap komunikan untuk ☻ memahami isi pesan sampai dengan memberikan umpan balik, dan (4) kemampuan memilih dan menggunakan bahasan yang sederhana dan gampang dimengerti oleh komunikan. ☻ Kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal juga merupakan hal penting dalam mewujudkan pelayanan yang baik. Hubungan interpersonal (personal relationship) dapat diartikan sebagai hubungan dengan orang lain yang ada disekeliling kita dengan cara-cara yang baik. Kaitannya dengan kegiatan pelayanan, hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan baik dengan pelanggan internal dan eksternal. Pemberian pelayanan yang baik terhadap pelanggan (masyarakat) akan lebih mudah bila antara pelayan dan yang dilayani mempu membina hubungan yang baik, artinya setiap masyarakat yang membutuhkan pelayanan harus diperlakukan sama. Hal ini sangat penting karena selama ini, masyarakat sering mengeluhkan terhadap perbedaan pelayan yang dilakukan oleh oknum aparatur. Misalnya perlakuan pelayanan
15
terhadap orang kaya dan orang miskin, fakta menunjukan bahwa orang miskin selalu di nomor duakan. ☻ Memiliki pengetahuan dasar psikologi sosial. Hal ini dimaksudkan agar seorang pelayan memiliki pengetahuan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, dasar pengetahuan pembentukan sikap dan perubahan, serta pengetahuan tentang individu dan kelompok. Dengan mengetahui perilaku dan sikap individu dan kelompok masyarakat diharapkan seorang pelayan akan dapat memberikan respon yang tepat. Perlu diingat bahwa banyak keragaman perilaku manusia, ada yang langsung terbuka untuk menerima, ada yang perlu waktu untuk mempertimbangkan dan ada pula yang langsung menolak. Selain itu, kekecawaan dan bahkan penolakan terhadap layanan yang diterima oleh pelanggan/komsumen juga sangat erat kaitannya dengan sikap seseorang. Seseorang terdorong untuk menerima apabila dia senang, merasa dihormati dan dihargai dan akan kecewa dan menolak apabila terjadi sebaliknya. ☻ Memiliki kecerdasan emosional yang stabil. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisasi dan mengendalikan emosinya secara efektif, baik dalam keadaan senang maupun susah. Pengorganisasi dan pengendalian emosional dalam hidup bermasyarakat sangat penting. Kadang orang tidak sadar bahwa kekecewaan atau permasalahan di rumah terbawah di tempat kerjannya dan sebaliknya kekecewaan dan permasalahan di tempat kerjanya terbawah sampai ke rumah. Orang semacam ini hampir dapat dipastikan
akan
akan
memberikan
pelayanan
terhadap
pelanggan/
komsumennya kurang baik. Kondisi di atas merupakan kondisi ideal yang diharapkan ada dan menjadi melekat pada aparat yang memiliki jabatan (Jobs) tertentu. Kalaupun tidak maka standar minimal kompetensi adalah pada orientasi tugas dari pekerjaan yang diembannya, jadi dalam hal ini pada standar komptensi kerja. B. Aspek-Aspek Rendahnya SDM Aparatur Harus disadari faktanya kondisi SDM aparatur birokrasi masih belum optimal sebagaimana diharapkan. Rendahnya inisiatif, kurangnya wawasan, minimnya
16
penguasaan teknologi informasi merupakan karakter umum SDM aparatur birokrasi. Lebih jauh sebenarnya bila dicermati maka permasalahan masih rendahnya kompetensi SDM aparatur birokrasi dapat dilihat dari beberapa aspek: (i) Masih terdapat stigma di masyarakat bahwa persyaratan kompetensi tertentu untuk menduduki suatu jabatan (Jobs) di birokrasi tidaklah diperlukan secara ketat, karena diakui uang atau suap yang besar lebih banyak merupakan faktor penentu bagi seseorang untuk berkarir atau bekerja dalam lingkungan birokrasi. (ii) Belum jelasnya penetapan kinerja secara detail dengan standar kompetensi kerja yang jelas sehingga memberikan peluang bagi seseorang yang sebenarnya belum memiliki kompetensi yang relevan dapat masuk pada posisi atau jabatan tertentu (iii) Disinyalir oleh banyak pihak bahwa kebutuhan atas penerimaan pegawai belum didasarkan pada kebutuhan nyata yang dihubungkan dengan tugas pokok suatu organisasi, sehingga cenderunga rekruitmen pegawai semata-mata hanya menambah besar kuantitas aparat tetapi belum berkorelasi dengan kualitas (iv) Lemahnya pengawasan dalam rekruitmen pegawai semakin memperburuk kondisi kompetensi calon pegawai yang diterima dan menyuburkan praktekpraktek KKN. Rendahnya kompetensi seperti di paparkan diatas harus dipahami dalam kerangka kompleksitas dan keterkaitan antara individu, lingkungan kerja, dan fasilitasi kebijakan dan pengawasan yang mempengaruhi kinerja. Dengan memahami
ini
maka
orientasi
peningkatan
kompetensi
untuk
menunjang
pencapaian kinerja harus didasarkan pada empat dinamika sistem yang akan diberi perlakuan sehingga terjadi perubahan kompetensi. Dinamika sistem yang dimaksudkan adalah: (1) Sistem Kepribadian individu. Setiap orang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu yang akan menentukan bagaimana individu tersebut bertindak. Respon seseorang
17
(2) terhadap suatu stimuli permasalahan akan berbeda, disebabkan perbedaan unsur-unsur perilaku tersebut. (3) Sistem kelompok. Setiap bagian dalam kelompok akan berinteraksi secara khas. Pemimpin dengan anggota, struktur kelompok dll, membentuk dinamika sistem tertentu (4) Sistem organisasi. Sama seperti kelompok, maka organisasi terdiri dari beberapa bagian yang saling berinteraksi secara internal, maupun interaksi eksternal organisasi dengan lingkungannya. (5) Sistem masyarakat (komunitas). Interaksi yang terbentuk dalam komunitas lebih kepada antar bagian meliputi individu, sub kelompok, pertetanggaan yang umumnya bisa memiliki heterogenitas dari berbagai aspek seperti kesenangan, kecenderungan, dll. Dengan demikian dalam peningkatan kompetensi SDM aparatur tetap dalam kerangka bahwa setiap individu memiliki potensi, individu berhubungan dengan kelompok, maupun organisasi serta lingkungannya. Sehingga
dalam
pengembangannya
asumsi-asumsi
berikut
ini
harus
diperhatikan: a. Secara Individu: ● Setiap orang ingin berkembang dan matang ● Pekerja pada dasarnya memiliki daya yang terkadang belum tergunakan dalam bekerja ● Banyak pekerja yang berharap peluang untuk berkontribusi b. Secara Kelompok ● Kelompok-kelompok dan team adalah entitas kritis dalam keberhasiolan organisasi ● Kelompok-kelompok memiliki pengaruyh yang kuat pada perilaku individu ● Peran-peran kompleks dimainkan dalam kelompok membutuhkan pengembangan keahlian c. Aspek Organisasi
18
● Pengawasan yang eksesif, kebijakan, dan peraturan diperlukan untuk memfasilitasi proses pembelajaran ● Konflik dapat difungsionalkan jika dapat disalurkan ● Tujuan individu dan organisasi dapat disesuaikan Secara umum peran SDM aparatur birokrasi adalah pelayanan terhadap publik. Dalam banyak hal terdapat kesulitan dan kerumitan tersendiri untuk mengukur mutu pelayanan sebagai sebuah jasa pengantaran produk dan/ atau jasa pelayanan yang berdiri sendiri dibandingkan dengan suatu produksi produk tertentu. Kondisi ini disebabkan (Zeithaml, dkk: 1990): �
Pelayanan bersifat tidak teraba (intangible), lebih didasarkan pada ukuran performansi dan pengalaman
�
Pelayanan dengan melibatkan banyak orang (pihak) tentu bersifat sangat heterogen, berdampak pada kemungkinan perbedaan tingkat pelayanan antar orang/pihak
�
Pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan produksi dan konsumsi, sehingga proses ini mencakup bagian panjang sampai sebuah produk diterima oleh pelanggan
Selanjutnya memperhatikan karakteristik pelayanan, maka perlu diperhatikan mutu pelayanan: 1) Definisi mutu pelayanan menurut pelanggan adalah kesenjanagan antara harapan pelanggan dan persepsinya. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan para pelanggan: � komunikasi dari mulut ke mulut atas suatau mutu pelayanan � kebutuhan-kebutuhan personal pelanggan � pengalaman-pengalaman masa yang lalu terkait dengan suatu mutu pelayanan � komunikasi eksternal (komunikasi yang dilakukan oleh penyedia jasa atas jasanya)
19
3) Dimensi-dimensi mutu pelayanan, yaitu: penampakan (tangibles), kepercayaan (reliability),
Ketanggapan
Kesopanan
(courtesy),
kemudahan
mengakses
(responsiveness),
Kompetensi
(competence),
kredibilitas
(credibility),
Keamanan
(security),
(acces),
komunikasi
(communication),
dan
pemahaman (understanding) pelanggan. Dalam pengembangan SDM terkait dengan kompetensi atas jabatannya dan kemampuan merespon dinamika lingkungan yang semakin kompleks, maka upaya –upaya terencana harus bertitik tolak dari konsep perbedaan atau kesenjangan performansi (Performance discrepancies) dimaknai sebagai selisih atau perbedaan antara
apa
dan
bagaimana
seharusnya
seseorang
dalam
melaksanakan
jabatannya (What should be) dengan dan apa dan bagaimana yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan jabatannya (What is). Sehubungan dengan hal ini maka penetapan suatu kinerja kemudian dilanjutkan dengan penetapan suatu standar kompetensi kerja mutlak perlu dilaksanakan. Dengan penetapan Standar ini maka analisis jabatan dan identifikasi kesenjangan atau diskrepansi kompetensi kerja dapat dilakukan. Implikasinya solusi yang lebih efektif dapat dilakukan.
20
BAB. IV IMPLIKASI
I.
Konsep Reformasi Birokrasi melalui Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map Reformasi Birokrasi. 1.
Muatan Reformasi Birokrasi Muatan reformasi birokrasi dirumuskan dalam GDRB 2010-2025, RMRB 20102014, RMRB 2015-2019, dan RMRB 2020-2024. Pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan dengan penetapan prioritas K/L dan Pemda berdasarkan kepentingan strategis bagi negara dan manfaat bagi masyarakat.
2.
Proses Reformasi Birokrasi Proses reformasi birokrasi dilakukan dengan cara: 1) Desentralisasi Setiap K/L dan Pemda melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi dengan mengacu kepada GDRB 2010-2025 dan RMRB 2010-2014 dan seterusnya, sesuai dengan karakteristik masingmasing institusi. 2) Serentak dan bertahap Penyebarluasan pemahaman tentang GDRB 2010-2025 dan RMRB 20102014 dan seterusnya, dilakukan secara serentak kepada seluruh K/L dan Pemda dalam rangka efektivitas pencapaian target sasaran pelaksanaan reformasi birokrasi. Setiap K/L dan Pemda memiliki karakteristik yang berbeda sehingga reformasi birokrasi dilakukan dengan titik awal dan kecepatan yang berbeda. Format yang sama diterapkan untuk K/L dan Pemda secara bertahap sesuai dengan kesiapan masing-masing K/L dan Pemda. 3) Koordinasi Reformasi birokrasi dilakukan dengan langkah-langkah yang terkoordinasi secara nasional dengan acuan GDRB 2010-2025 dan RMRB 2010-2014 dan seterusnya. Reformasi birokrasi dikoordinasikan secara nasional oleh Komite Pengarah
Reformasi
Birokrasi
Nasional,
pelaksanaan
sehari-hari
dilaksanakan oleh Tim Reformasi Birokrasi Nasional, dan implementasi
21
program-program dilaksanakan oleh K/L dan Pemda, serta dimonitor dan dievaluasisecara periodik, berkelanjutan, dan melembaga. II. Kompetensi SDM Aparatur Sumber daya manusia aparatur merupakan sumber daya birokrasi yang sangat penting. Kelembagaan birokrasi yang baik hanya bisa berjalan baik kalau diisi dan dijalankan oleh sumber daya manusia yang memiliki komitmen dan kompetensi yang memadai dalam mengemban tugas jabatan dan pekerjaan kepemerintahannya, disertai perilaku dan sikap yang konsisten dengan misi keberadaannya dalam “memberikan pelayanan kepada masyarakat”. Oleh karena itu, di masa datang para birokrat diharapkan memiliki kompetensi bukan saja berupa pengetahuan dan keterampilan serta wawasan yang luas terhadap pekerjaannya, tetapi juga berupa pengetahuan dasar psikologi sosial, kecerdasan emosional yang stabil, serta kemampuan berkomunikasi dengan baik dan dalam menjalin hubungan interpersonal. Pada
kenyataannya,
dalam
menjalankan
tugasnya,
banyak
pihak
mengeluhkan bahwa pejabat terkait kurang mampu menjalankan tugasnya. Sumber penyebab kondisi ini antara lain berupa standar kualifikasi dan mekanisme rekruitmen
pegawai
belum
mantap,
pembinaan
karir
yang
tidak
jelas,
ketidaksesuaian antara kemampuan/ ketrampilan SDM dengan tugas yang diemban, disiplin yang rendah, uraian tugas dan kewenangan yang belum jelas, sistem reward and punishment yang belum mantap konsep dan pelaksanaannya, penegakan hukum yang lemah dan infrastruktur pendukung yang belum memadai. Semua ini menggambarkan menejemen SDM yang belum mantap mulai dari rekruitmen sampai dengan pesiun. Selain itu beberapa penyebab lainnya antara lain adalah belum adanya standar baku kinerja yang jelas, lemahnya sistem pengawasan dan penilaian, dan masih kentalnya praktek KKN dalam penerimaan dan pembinaan pegawai maupun dalam pengangkatan untuk menduduki jabatan tertentu. Kondisi ini masih tetap berlangsung pada era reformasi saat ini, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kondisi tersebut perlu penanganan yang tepat dan berdasarkan rencana tindak yang jelas, berisikan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kelemahan-kelemahan pokok yang dihadapi, antara lain sbb: Pertama, sistem rekruitmen dan pembinaan karir yang tidak jelas akan membuka kran praktek KKN dalam penerimaan pegawai, mengakibatkan pegawai 22
yang diterima tidak cukup memenuhi persyaratan kompetensi yang diharapkan, dan menimbulkan kerancuan dalam pembinaan selanjutnya. Oleh karena itu ke depan agar kita memperoleh SDM aparatur yang memiliki integritas dan kompetensi yang diharapkan, harus menetapkan standar kualifikasi dan mekanisme penerimaan dan pembinaan pegawai yang komprehensif, jelas dan mantap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya secara rasional, sistemik dan lugas. Kedua, ketidak sesuaian antara kemampuan/ketrampilan SDM dengan tugas yang diemban sangat mempengaruhi kualitas kinerja aparatur dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan ini maka pemerintah perlu meninjau kembali persyaratan setiap pekerjaan dan jabatan negeri, menetapkan standar kompetensi pekerjaan dan jabatan pegawai negeri, menetapkan standar pendidikan dan pelatihan aparatur untuk setiap jenis pekerjaan dan jenjang jabatan, membuat persyaratan dan mekanisme pengangkatan dalam jabatan secara transparan dan akuntabel, menyusun sistem relokasi pegawai ke instansi dan tempat lain secara jelas dan dilakukan secara kosisten. Ketiga, disiplin SDM aparatur yang masih rendah merupakan cerminan masih buruknya birokrasi pemerintahan. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan adanya perubahan perilaku yang mendasar, melalui revitalisasi pembinaan kepegawaian dan proses pembelajaran yang membangun komitmen dan kompetensi yang kuat dalam mengemban tugas sebagai Pegawai Republik, disertai pengembangan sistem rewards and punishment yang tepat dan efektip agar terbangun semangat, kemampuan, dan kemauan untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara sebaik-baiknya. Keempat, menajemen SDM yang belum mantap mulai dari rekruitmen sampai dengan pesiun merupakan salah satu indikator bahwa kualitas dan kompetensi aparatur masih rendah. Hal ini disebabkan oleh belum adanya perencanaan yang mantap dalam mengelolah pegawai secara rasional dan layak, pola seleksi yang belum kompetitif, terbuka dan memenuhi prinsip kesadilan dan belum adanya konsistensi terhadap perencanaan dan sistem penghargaan dan sangsi
terhadap
para
aparatur
yang
berprestasi
dan
yang
melakukan
penyewengawan dan pelanggaran terhadap aturan kepegawaian. Kelima, uraian tugas dan kewenangan yang tidak jelas akan menimbulkan ketidakpastian di kalangan aparatur dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlu 23
upaya penetapan batas kewenangan antar jenjang jabatan dan antar jabatan tertentu, menyusun jod description dan kewenangan setiap jabatan secara jelas, melakukan
pembimbingan
teknis
dan
manajerial
secara
bertahap
dan
berkelanjutan. Keenam, penerapan sistem reward and punishment yang tidak jelas akan menyebabkan rendahnya kualitas kinerja aparatur dan menggambarkan rendahnya kompetensi SDM. Untuk mendorong penerapan sistem reward and punishment perlu upaya peninjauan kembali peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem sistem reward and punishment, menata kembali sistem diklat, menyusun atau menyumpurnakan sistem reward and punishment, menyusun kriteria mengenai sistem merit and sistem karir, menetapkan standar akreditasi sistem Diklat jabatan dan diikuti kegiatan sosialisasi peraturan dan perundang-undangan melalui berbagai Diklat dan seminar. Ketujuh, penegakan dan pelaksanaan hukum dan perundang-undangan yang masih lemah akan mempengaruhi kewibawaan dan ketaatan aparat terhadap hukum dan perundang-undangan yang menjadi aturan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjwabnya. Oleh karena itu perlu adanya upaya pemrosesan sacara hukum terhadap penyalagunaan kewenangan, penyusunan kembali tentang etika birokrasi dan budaya kerja secara jelas, menciptakan suatu mekanisme yang efektif dalam mengaplikasikan hukum dan perundang-undangan, dan menciptakan SDM yang memiliki komitmen terhadap tujuan bernegara dengan menjunjung tinggi nilainilai luhur pancasila dan UUD 1945. Kedelapan, lemahnya infrastruktur pendukung pelaksanaan birokrasi juga akan berpengaruhi terhadap kelancaran dan kualitas kinerja aparatur. Sehingga kedepan perlu penyediaan sarana dan prasarana pendukung, menyusun SOP dalam rangka pemanfaatan infrastruktur pendukung dan meningkatkan kualitas dan ketrampilan SDM aparatur.
24
DAFTAR PUSTAKA Jeddawi Murtir, 2012 ; Reformasi Birokras Antara Konsep dan Kenyataan. Total Media yogyakarta. Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokras : Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 81 Tahuh 2010 tentang Gren Design Reformasi Birokrasi. BAPPENAS: Kajian Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 2025 Sub Bidang Penyelenggaraan Negara. 2003. Jakarta: Dwidjowijoto R.N; Komunikasi Pemerintahan: Sebuah Agenda bagi Pemimpin Pemerintahan Indonesia. Elex Media Komputindo. 2004. Jakarta. Dan Nimmo: Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media. Remaja Rosdakarya. 2000. Bandung: Fukuyama F: The Great Disruption Human Nature and The Reconstitution of Social Order. Simon & Schuster. 2000. New york. Inu Kencana Syafiie: Birokrasi Pemerintahan Indonesia; Mandar Maju, 2004. Jakarta. Ismail Mohamad, Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi , Disampaikan dalam acara Seminar “Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi” yang iselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18 Desember 2003, di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat. Johnston M, Alan Doig: Different Views on Good Government and Sustainable Anticorruption Strategies dalam Stapenhurst S, Shahr J.K. 1999. Curbing Corruption: Toward a Model for Building National Integrity. The World Bank. 1999. Washington DC. Kansil C.S.T., Arifin F.X.S., Kansil C.S.T. Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Perca. 2003. Jakarta. LAN: Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI): Buku I Prinsip Prinsip Penyelenggaraan Negara.: Lembaga Administrasi Negara. 2003. Jakarta. LAN: Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI): Buku II Dalam Perspektif Perkembangan Sejarah Jilid 1 Dari Prakemerdekaan hingga 1965. Lembaga Administrasi Negara, 2003. Jakarta. LAN: Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI): Buku II Dalam Perspektif Perkembangan Sejarah Jilid 2 Dari 1966 hingga 2004. Lembaga Administrasi Negara, 2003. Jakarta.
25
Mifthah Thoha:Birokrasi Politik di Indonesia, Rajawali Press. 2004. Jakarta. Muksin: Upaya Meretas Jalan Hidup Berbangsa tanpa Korupsi: Kajian Pembangunan Masyarakat (Community Development). Tidak dipublikasikan 2004. Bogor. Mustopadidjaja, Sistem Perencanaan, Keserasian Kebijakan Dan Dinamika Pelaksanaan Otonomi Daerah, Disampaikan pada Lokakarya “Dinamika PerencanaanPembangunan danKeuangan Daerah”Kerjasama Bappeprov. Jawa Timur dengan Pusdiklat SPIMNAS Bidang TMKP,Lembaga Administrasi Negara, 1 Agustus 2002. Surabaya. _____________, Kompetensi Aparatur Dalam Memikul Tanggung Jawab Otonomi Daerah Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ceramah Perdana Pada Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah, Kerjasama STIALAN, Pemerintah Prov. Kaltim, dan Universitas Mulawarman, 15 Januari, 2002. Samarinda. ____________, Sistem Dan Dinamika Kebijakan Publik Dalam Perspektif Otonomi Daerah Dan Peningkatan Daya Saing, 2002. Bandung. Osborne D, Plastrik P. Memangkas Birokrasi Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha: Terjemahan. PPM. 2000 Jakarta. Padmowiharjo P: Manajemen Pelatihan. Tidak dipublikasikan 2004, Jakarta. Pope J: Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional. Yayasan Obor Indonesia. 2003. Jakarta. Widodo J. Good Governance Telaah dari Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia. 2001. Jakarta. Shelton K (Editor). In Search of Quality: Terjemahan. Gramedia. 1997. Jakarta. Sitorus: Kementerian PAN Canangkan Bulan Pelayanan Publik, 2003. Jakarta. Smither R.D., Houston J.M., McIntire S.D: Organization Development Strategies for Changing Environment. Harper and Collins Publisher. 1996. New York Syahrir. Tantangan Indonesia Ke Depan: Dari Korban Menjadi Pelaku. http://www. Cyberkompas.com [11 Agustus 2004], 2001. Jakarta. Stapenhurst S, Shahrzad S: Introduction An Overview of The Cost s of Cooruption and Strategies to deal With it dalam Stapenhurst S, Shahr J.K. 1999. Curbing Corruption: Toward a Model for Building National Integrity. The World Bank.1999. Washington DC. Zeithaml V.A: Delivering Quality Service Balancing Customer Perception and Experience. The Free Press. 1990. New York:
26
DAFTAR ISI BAB. I PENDAHULUAN............................................................................................
1
A. Latar Belakang masalah............................................................................
1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
3
BAB. II LANDASAN TEORI......................................................................................
4
1. Birokrasi ....................................................................................................
4
2. Reformasi...................................................................................................
4
3. Reformasi Birokrasi....................................................................................
5
BAB. III PEMBAHASAN................................................................................ I.
7
Konsep Reformasi Birokrasi Melalui Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map Reformasi Birokrasi ............................................
7
A. Grand Design Reformasi Birokrasi.....................................................
7
1.1 Keterkaitan Grand Design Reformasi Birokrasi dengan Perencanaan Pembangunan Nasional........................................ 7 I.2
Ruang Lingkup Grand Design Reformasi Birokrasi.....................
8
I.3
Tujuan Grand Design Reformasi Birokrasi..................................
9
B. Road Map Reformasi Birokrasi............................................................ 13 1. Tujuan Road Map Reformasi Birokrasi.......................................
13
2. Keterkaitan Grand Design Reformasi Birokrasi dengan Setiap Road Map Reformasi Birokrasi........................................
13
II. Kompetensi SDM Aparatur........................................................................
14
A. Karakter Kompetensi Yang Dimiliki Aparatur......................................
14
B. Aspek-Aspek Rendahnya SDM Aparatur............................................
16
BAB. IV IMPLIKASI...................................................................................................
21
I.
Konsep Reformasi Birokrasi Melalui Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map Reformasi Birokrasi ............................................ 21
II. Kompetensi SDM Aparatur......................................................................... 22
27
28
TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH
: ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
DOSEN
: PROF. DR. AMIR IMBARUDDIN, MDA, Ph. D
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKERTARIAT DEWAN PENGURUS KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (KORPRI) KABUPATEN JENEPONTO
Oleh :
29
H. HAERUL GASSING No pokok : 11A05029
PROGRAM PASCASARJANA PPS UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2012
30