BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk penyakit utama pada negara tropis dan subtropis. DBD terjadi akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dan dapat menimbulkan kematian (Hallide & Ridd, 2008). Di seluruh dunia WHO memperkirakan 50 juta infeksi Dengue setiap tahun, di antaranya 500 ribu kasus dan 22 ribu kematian, terinfeksi di antaranya anak-anak (Pang et al, 2012). Selama awal tahun epidemi pada setiap negara penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak dan kasus yang dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun. Anak-anak merupakan kelompok risiko tinggi terhadap kejadian penyakit DBD dan lebih sering menimbulkan wabah (Soegijanto, 2006). Di beberapa negara Asia, DBD merupakan salah satu penyebab utama rawat inap dan kematian anak-anak di rumah sakit. Di Indonesia DBD termasuk dalam sepuluh besar penyakit rawat inap di rumah sakit di seluruh Indonesia, pada tahun 2010 ada 325 kasus meninggal (Kemenkes RI, 2012). Kondisi alam Indonesia yang berada di daerah tropis sangat cocok untuk perkembangbiakan nyamuk termasuk Aedes aegypti, vektor utama DBD. Letak geografis Indonesia, laju pertambahan penduduk, perubahan iklim, tingkat kepedulian dan pengetahuan masyarakat yang rendah menyebabkan kasus DBD terus ada bahkan cenderung meningkat (Sintorini, 2006). Keadaan ini memudahkan penyebaran penyakit terutama melalui mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain sehingga semua provinsi mempunyai kota yang endemik (Suroso, 2005). Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi akibat gigitan nyamuk yang terinfeksi virus Dengue mengakibatkan manifestasi perdarahan dengan demam 27 hari tanpa sebab yang jelas, test rumpel leede (+), petechiae, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan hidung, perdarahan gusi, hemetemesis, melena dan hematuria. Dampak yang paling berbahaya dari DBD terutama pada anak adalah kematian (WHO, 2008).
1
2
Di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan data pada tahun 2010, DBD masuk dalam 10 kasus penyakit terbanyak di rumah sakit dengan jumlah kasus 2.015 bahkan sampai menyebabkan kematian sebanyak 32 kasus (Kemenkes RI, 2012). Di wilayah Sumatera Selatan dari 15 kabupaten/kota kasus terbanyak berasal dari Kota Palembang. Berdasarkan data pada tahun 2009 kasus DBD tertinggi berasal dari Kota Palembang sebanyak 965 kasus (Dinkes Provinsi Sumatera Selatan, 2010). Kejadian DBD di Kota Palembang berdasarkan data pada tahun 2012 dari seluruh rumah sakit, jumlah kasus DBD dikelompokkan dalam batasan usia ≤ 1 tahun berjumlah 35 kasus, usia 1-4 tahun berjumlah 142 kasus, usia 5-9 tahun berjumlah 284 kasus dengan 1 kasus meninggal, usia 10-14 tahun berjumlah 185 kasus dan > 15 tahun berjumlah 237 kasus. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa usia 8 sampai 9 tahun dengan persentase 32,16% merupakan usia yang paling banyak menderita DBD (Dinkes Kota Palembang, 2012).
Kasus
Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Usia di Kota Palembang Tahun 2012 300 250 200 150 100 50 0
≤1 tahun
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
Kasus
35
142
284
185
237
Meninggal
0
0
1
0
0
Gambar 1. Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Usia Sumber. Dinkes Kota Palembang, 2012 Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan dipersiapkan untuk dapat tumbuh dengan sempurna, akan tetapi berdasarkan data menunjukkan bahwa anak usia sekolah merupakan golongan yang lebih banyak menderita DBD (Soegijanto, 2006).
3
Demam Berdarah Dengue terjadi hasil interaksi multifaktorial. Ada 3 faktor penting yang mempengaruhi terjadinya penyakit DBD, yaitu agent, host dan environment (Soegijanto, 2006). Salah satu bagian dari host adalah perilaku. Pengetahuan akan mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang dan dapat dilihat melalui tindakan terhadap pencegahan penyakit DBD, sedangkan bagian dari environment adalah sanitasi lingkungan yang mempunyai peranan penting di dalam penyebaran vektor Aedes aegypti meliputi penyediaan air bersih dan pengelolaan sampah padat rumah tangga yang dapat berpotensi transmisi menimbulkan kejadian DBD (Soemirat, 2011). Perilaku anak Sekolah Dasar (SD) tentang pencegahan DBD masih tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat dari data tahun 2012 berdasarkan golongan anak usia sekolah 5-9 tahun sebanyak 284 orang dengan 1 kasus meninggal dan usia 10-14 tahun sebanyak 185 orang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dari seorang anak yang berasal dari lingkungan untuk dapat diwujudkan melalui tindakan. Selain itu ketersediaan fasilitas untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti seperti penggunaan lotion anti nyamuk, menggunakan seragam sekolah panjang, tersedianya abate (temefhos) untuk membunuh jentik pada bak penampungan air di sekolah dan penyuluhan memberantasan sarang nyamuk (PSN) maupun promosi kesehatan yang disampaikan oleh petugas kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seorang anak SD. Di sekolah kegiatan tersebut termasuk dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang bertujuan menciptakan lingkungan sekolah yang sehat. Kegiatan ini diperlukan bantuan guru di dalam mempengaruhi perilaku anak SD sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan bagi anak didiknya (Notoatmodjo, 2007). Anak SD memulai aktivitas belajar pada pagi dan sore hari, anak yang bersekolah pagi dimulai dari pukul 07.00 pagi sampai jam 12.00 siang sedangkan yang bersekolah sore dimulai pukul 13.00 sampai jam 17.00 WIB. Jam belajar ini sesuai dengan aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti yaitu pada pagi dan sore hari. Puncak menggigit pada pukul 08.00 sampai jam 12.00 siang dan sore jam 15.00 sampai jam 17.00 WIB (Depkes, 2003).
4
Kejadian DBD erat sekali kaitannya dengan masalah lingkungan diantaranya penyediaan air bersih. Berdasarkan data persentase keluarga yang memiliki sumber air bersih di Kota Palembang, meliputi berasal dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sebesar 87%, Sumur Pompa Tangan (SPT) 0%, Kemasan 0%, Sumur Gali (SGL) 1,69%, Penampungan Air Hujan (PAH) 0% dan lainnya 0,05% (Dinkes Kota Palembang, 2011). Di Kota Palembang hampir 87 % masyarakat menggunakan air yang berasal dari PDAM sehingga pendistribusian air ke seluruh wilayah tidak sama, ada jadwal pendistribusian pada pagi hari ada juga sore/malam hari yang baru bisa dialirkan air. Apalagi jika terkendala operasional PDAM maupun terjadinya kebocoran pipa mengakibatkan pendistribusian terkadang macet/kurang lancar begitu juga pada daerah-daerah dengan ketinggian tertentu. Kondisi ini menyebabkan masyarakat banyak yang menampung air bersih ke dalam bak mandi, drum, tempayan, jerigen maupun bak penampungan air lainnya sehingga dapat berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Hal ini diperkuat dari persentase rumah yang diperiksa dan bebas jentik nyamuk Aedes aegypti di Kota Palembang tahun 2012. Jumlah rumah diperiksa sebesar 44.714 rumah, sedangkan rumah bebas jentik 39.906
dengan Angka
Bebas Jentik (ABJ) sebesar 89,25%. Data ini menunjukkan ABJ di wilayah Kota Palembang belum memenuhi syarat yaitu masih kurang dari 95% (Dinkes Kota Palembang, 2012). Pengelolaan sampah dilakukan oleh pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Kebersihan Kota. Pada pelaksanaannya petugas hanya mengangkut sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) yang ada pada jalan utama. Jumlah sampah secara kuantitas setiap harinya mengalami kenaikan, rata-rata timbulan sampah setiap hari mencapai 4.698 m3. Dari timbulan sampah tersebut hanya sekitar 54%-58% saja yang dikelola dari total sampah secara keseluruhan. Masih rendahnya pengelolaan sampah, karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota yang tidak sesuai dengan standar kota metropolitan (Pemerintah Kota Palembang, 2002), sedangkan sampah yang berada di dalam gang–gang dikelola sendiri oleh masyarakat
5
kemudian dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang kemudian diangkut oleh petugas kebersihan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tidak semua wilayah perkampungan/perumahan memiliki keadaan seperti ini tergantung pada kemauan dari kepala keluarga, status sosial ekonomi karena cara ini disesuaikan dengan kemampuan membayar dimana kepala keluarga yang ekonomi lemah meskipun dengan biaya rendah mereka tetap beranggapan lebih baik uangnya untuk membeli atau memenuhi kebutuhan pokok yang lebih penting daripada untuk membayar sampah. Untuk mengetahui bagaimana perilaku anak SD meliputi pengetahuan dan tindakan serta bagaimana kondisi sanitasi lingkungan meliputi penyediaan air bersih dan pengelolaan sampah padat rumah tangga terhadap kejadian DBD perlu dilakukan penelitian, sehingga diperolehnya hasil dari penelitian dapat diketahui strategi intervensi secara efektif, efisien dan tepat guna sehingga dapat memberikan kontribusi penanggulangan kejadian DBD khususnya pada anak SD.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan permasalahan sebagai berikut: 1.
Apakah pengetahuan anak SD tentang penyakit DBD berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Palembang?
2.
Apakah tindakan anak SD terhadap pencegahan DBD berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Palembang?
3.
Apakah penyediaan air bersih berhubungan dengan kejadian DBD pada anak SD di Kota Palembang ?
4.
Apakah pengelolaan sampah padat rumah tangga berhubungan dengan kejadian DBD pada anak SD di Kota Palembang ?
6
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan perilaku dan sanitasi lingkungan dengan kejadian DBD pada anak SD di Kota Palembang.
2.
Tujuan Khusus a.
Mengetahui hubungan pengetahuan anak SD tentang penyakit DBD berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Palembang?
b.
Mengetahui tindakan anak SD terhadap pencegahan DBD berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Palembang?
c.
Mengetahui hubungan tempat penyediaan air bersih berhubungan dengan kejadian DBD pada anak SD di Kota Palembang ?
d.
Mengetahui hubungan pengelolaan sampah padat rumah tangga berhubungan dengan kejadian DBD pada anak SD di Kota Palembang ?
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi puskesmas dalam perencanaan program penanggulangan penyakit DBD khususnya pada anak SD.
2.
Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palembang Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palembang, di dalam Pemberantasan penyakit DBD di SD negeri dan swasta, Madrasah Ibtidaiyah (MI)
dan
pondok pesantren. 3.
Bagi Masyarakat Memberikan informasi tentang faktor risiko kejadian DBD dan upaya mencegah terjadinya penyakit DBD pada anak SD.
7
4.
Bagi Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kejadian penyakit DBD sebagai berikut: 1.
Pai et al (2005), meneliti perbedaan vektor dengue dan perilaku masingmasing keluarga dan atau tanpa terjadinya penyakit Dengue atau DBD. Persamaan dengan penelitian in adalah melihat hubungan antara perilaku dan pengetahuan dengan DBD. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, rancangan penelitian, subyek penelitian.
2.
Purba (2008), meneliti analisis hubungan kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku penduduk dengan kepadatan vektor DBD di Kecamatan Sangatta Utara Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel independent melihat hubungan perilaku dan sanitasi lingkungan, perbedaannya adalah lokasi penelitian, rancangan penelitian, subyek penelitian.
3.
Ariyadi (2012), meneliti hubungan keberadaan jentik nyamuk Aedes sp dan kondisi sanitasi lingkungan terhadap kejadian DBD di Kota Jambi. Persamaan dengan penelitian ini variabel independent kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku, melihat keberadaan jentik, rancangan penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi penelitian, subyek penelitian.
4.
Suwanbamrung (2012), meneliti pengetahuan anak dan aktivitas untuk mengatasi masalah Dengue di sekolah agama Islam, Thailand Selatan. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel independent yaitu meneliti pengetahuan dan subyek penelitian. Perbedaannya lokasi penelitian, rancangan penelitian.