Bab I : Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN I.1.
Latar Belakang Sumber daya mineral menjadi salah satu tumpuan manusia untuk
meningkatkan tingkat peradaban. Sumber daya mineral dan pengolahannya sudah dikenal manusia sejak lama dan menjadi ciri khas kemajuan dan kehebatan dari suatu peradaban. Mineral baik logam maunpun non logam menjadi kebutuhan sehari-hari seiring peningkatan jumlah penduduk dan ekonomi. Perkembangan teknologi mendukung penemuan baru lokasi yang prospek untuk dilakukan penambangan. Penemuan lokasi baru yang prospek mengandung emas juga menyebabkan dampak lain, yaitu daya tarik masyarakat untuk menguasai dan mencari keuntungan ekonomis dari penambangan emas. Penambangan skala kecil atau penambangan tradisional banyak dijumpai di negara-negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya emas. Perkembangan jumlah penambangan emas seiring dengan peningkatan eksplorasi dan penemuan lokasi penambangan baru, yang umumnya dijumpai di negara berkembang. Modal dan teknologi yang minim tidak mengurangi keinginan untuk melakukan penambangan. Praktik ini banyak dikenal dengan penambangan emas skala kecil atau penambangan emas rakyat atau tradisional (artisanal small scale gold mining) (ASGM). Penambang emas skala kecil banyak menggunakan merkuri atau air raksa (Hg) dalam proses penambangan emas. Di kasus lain, perusahaan yang tergolong besar dan memiliki izin pun diduga menggunakan merkuri dalam pengolahan mineral sehingga terjadi pencemaran merkuri (Sumual, 2009). Penggunaan merkuri untuk kegiatan tersebut banyak yang tidak diawasi dan dilakukan secara bebas. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian terhadap
merkuri dalam
pertambangan emas tradisional dan dampaknya terhadap lingkungan. Di Indonesia, jumlah kegiatan tambang skala kecil ada 713 lokasi yang tersebar di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi dengan 60.000 penambang skala kecil (Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, 2000 dalam Aspinall, 2001).
1
Bab I : Pendahuluan
Setiap tahunnya, sekitar lebih dari 1.000 ton merkuri (Hg) mencemari lingkungan (UNIDO, 2000; Telmer & Veiga, 2008). Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di dunia yang sudah mengalami polusi merkuri (Hg) setelah Cina dan Pillipina (UNEP, 2011). Aspinall (2001) menyebutkan bahwa penambangan emas tanpa izin telah menyebabkan kerugian, diantaranya: kerusakan lingkungan hidup, kerusakan sungai dan pencemaran air sungai, tumpukan tailing, lubang, dan pasir apung, kecelakaan tambang, limbah sumber daya mineral, anarki, dan kerusuhan sosial. Walaupun demikian, baik pertambangan skala kecil maupun skala besar jika tidak menangani dan mengelola dengan baik pada proses pembuangan limbahnya, tetap saja dapat menghasilkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran yang dihasilkan dapat berupa material lepas, sianida, dan merkuri (Tarras-Wahlberg, et al., 2000). Sejumlah kasus pencemaran merkuri yang dihasilkan dari proses pertambangan emas di Indonesia telah terindikasi menyebabkan pencemaran lingkungan seperti di di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo (Larasati dkk, 2012), perairan laut Teluk Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow (Lutfillah, 2011), Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sumual, 2009), Sungai Na’e, Desa Pesa, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, NTB (Fatoni, 2012), Poboya, Palu, Sulawesi Tengah (Mirdat dkk, 2013). Salah satu langkah strategis yang ditetapkan United Nations Environment Programme (UNEP) untuk mengurangi dampak lingkungan adalah dengan memantau tingkat pencemaran merkuri pada lokasi dan di sekitar lokasi penambangan emas sebagai salah satu tahapan dalam rencana strategis nasional dalam pengurangan merkuri pada penambangan emas skala kecil (ASGM). Kondisi umum daerah penelitian berada di daerah dengan morfologi perbukitan. Lokasi penambangan tersebar di daerah lereng perbukitan yang menghadap ke selatan-barat daya. Di daerah tersebut terdapat lembah-lembah perbukitan yang dialiri oleh Sungai Tajum yang dialiri air baik di musim kemarau maupun musim hujan, serta aliran sungai musiman yang mengalir menuju Sungai Tajum. Kondisi tata guna lahan di sekitar daerah pengamatan banyak digunakan
2
Bab I : Pendahuluan
untuk perkebunan dan perumahan penduduk. Bahkan, tidak jauh dari lokasi penambangan emas terdapat sekolah dan kantor/balai desa. Berdasarkan kondisi tersebut, perlunya penelitian di daerah ini karena: 1. Daerah lokasi penambangan berdekatan dengan perumahan penduduk dan pusat keramaian atau aktivitas masyarakat. 2. Penambangan emas berdekatan dengan Sungai Tajum yang mengalir menuju daerah hilir. 3. Air tanah dan air sungai di daerah penelitian masih banyak dimanfaatkan untuk keperluan air minum dan kebutuhan sehari-hari masyarakat di sekitar lokasi penambangan emas. 4. Debu dari tanah yang tercemar merkuri dan hasil penguapan merkuri dapat menjadi pencemar lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia. I.2.
Rumusan Masalah Penelitian terhadap pencemaran merkuri di sekitar lokasi penambangan
emas di Cihonje dan Paningkaban perlu dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan yang terjadi, yaitu: 1. Berapa besar kadar pencemaran merkuri pada komponen abiotik (mineral bijih, air permukaan, air tanah, tanah/batuan, tailing, sedimen sungai, dan limbah tailing)? 2. Bagaimana persebaran pencemaran merkuri di daerah penelitian? 3. Faktor apakah yang menyebabkan tingginya tingkat pencemaraan merkuri di sekitar lokasi penambangan emas Paningkaban? I.3.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di area tambang emas tradisional Paningkaban-
Cihonje dan sekitarnya yang secara administratif berada di Desa Paningkaban, Desa Cihonje dan Desa Gancang, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Daerah penelitian ini terletak pada koordinat UTM 9178746-9181288 dan 277799-280355 dengan luasan daerah 2,5 km x 2,5 km.
3
Bab I : Pendahuluan
Untuk mencapai daerah penelitian dapat dilakukan dengan perjalanan darat dari Yogyakarta menuju Purwokerto menggunakan kendaraan pribadi atau bus yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 5 jam. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan mobil atau motor menuju Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar yang membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Waktu pelaksanaan penelitian telah dilakukan sejak bulan Februari sampai Mei 2014. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar I.1.
0
25 km
Gambar I.1. Peta indeks lokasi daerah penelitian
I.4.
Pembatasan Masalah Penelitian ini berkaitan dengan pencemaran lingkungan yang disebabkan
oleh proses penambangan emas skala kecil atau penambangan emas tradisional yang terletak pada daerah penelitian di Desa Cihonje dan Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dengan batasan lokasi berdasarakan peta daerah penelitian. Penelitian tingkat pencemaran merkuri dibatasi pada komponen abiotik yang menjadi sumber dan media pencemaran maupun berpotensi sebagai sumber dan media pencemar, yaitu:
4
Bab I : Pendahuluan
1. mineral bijih, 2. tanah/batuan, 3. limbah hasil proses penambangan (tailing) 4. air tanah, 5. air sungai, dan 6. sedimen sungai. I.5.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian dilakukan ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kadar pencemaran merkuri pada air permukaan/air sungai, air tanah, sedimen sungai, dan tanah. 2. Mempelajari penyebaran merkuri dari sumber pencemaran dan media transport pencemarannya. 3. Membuat model penyebaran pencemaran berdasarkan kadar merkuri pada berbagai sampel penelitian dan pengaruh kondisi geologi daerah penelitian.
I.6.
Hasil Penelitian Terdahulu
1. Djuri dkk (1996) serta Kastowo (1975) Secara umum geologi regional daerah penelitian masuk dalam 2 lembar peta geologi, yaitu lembar Purwokerto-Tegal dan Majenang. Djuri, dkk (1996) dalam peta geologi regional lembar Purwokerto-Tegal menjelaskan stratigrafi regional daerah penelitian. Kastowo (1975) juga menerangkan stratigrafi dari sebagian daerah penelitian yang mana masuk dalam peta geologi regional daerah Majenang. 2. Prihatmoko, dkk (2002) Prihatmoko, dkk (2002) menerangkan pada beberapa lokasi di sekitar daerah Majenang ditemukan adanya mineralisasi tipe kuarsa-karbonat-logam dasar yang dijumpai pada batuan berumur Miosen Tengah-Atas yaitu pada Formasi Halang. Penemuan awal pada tahun 1996 dimana banyak penambang emas aluvial (placer).
5
Bab I : Pendahuluan
3. Hutamadi dan Mulyana (2006) Hutamadi dan Mulyana (2006) menjelaskan mengenai potensi sumber daya dan cadangan bahan tambang di Kabupaten Banyumas. Salah satu potensi bahan tambang ialah emas yang terdapat di Desa Gancang, Karang Alang, dan Cihonje. Penambangan dilakukan dengan melakukan pendulangan emas seperti pada Kali Arus, Desa Gancang, dan membuat sumur pada daerah Desa Cihonje. Struktur geologi yang berkembang di daerah ini umumnya berupa sesar naik, sesar normal dan sesar geser dengan arah umum baratlaut - tenggara sampai timurlaut – baratdaya dan perlipatan berupa sinklin-antiklin dengan arah relatif barat-timur. Proses mineralisasi di daerah sekitar Kampung Cihonje dan Sungai Larangan terdapat mineralisasi berupa urat kuarsa-karbonat disertai butiranbutiran halus logam sulfida (pirit, galena, kalkopirit, dan lain-lain) tersebar yang terjadi pada satuan batupasir (Formasi Halang), ketebalan urat kuarsa berkisar antara 1-1,5 m dengan arah jurus/kemiringan N70°E/30°-40°. Mineralisasi berupa urat-urat kuarsa yang mengandung logam sulfida di Karang Alang juga ditemukan. Diduga mineralisasi ini mengikuti bidang patahan. Alterasi yang dominan muncul adalah argilik. Urat kuarsa dilokasi ini umumnya berupa lensalensa mengandung pirit tersebar yang sebagian telah mengalami oksidasi, tebal urat antara 20-25 cm dengan arah jurus/kemiringan N95°E/50°. Daerah yang dianggap prospek bahan galian emas dijumpai di perbukitan Karang Alang, seluas 1,0 x 0,5 km2. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan daerah ini tersusun oleh batuan tuf, breksi dan diorit.
5. Wahyono (2013, tidak dipublikasikan) Wahyono (2013) didalam presentasi mengenai pertambangan emas rakyat di daerah Banyumas, menerangkan bahwa salah satu pertambangan emas rakyat yang terbesar di Banyumas berada di daerah Desa Cihonje dan Paningkaban, Kecamatan Gumelar. Dari data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Banyumas, menyebutkan bahwa dari tahun 2008-2012 kegiatan pertambangan di Cihonje dan Paningkaban menghasilkan 125 sumur dengan jumlah pekerja
6
Bab I : Pendahuluan
tambang mencapai 5.545 orang. Hal ini membuktikan bahwa daerah tersebut memiliki prospek yang cukup baik untuk pertambangan emas rakyat. 6. Hakim (2014) Hakim (2014) mengidentifikasi mengenai geologi, alterasi, mineraliasasi bijih, dan karakterisasi fluida hidrotermal di daerah Desa Cihonje dan Paningkaban,
Kecamatan
Gumelar.
Struktur
geologi
yang
mengontrol
mineralisasi adalah kekar ekstensi, Sesar Geser Kiri Menurun Babakan dan Sesar Geser Kiri Paningkaban. Sistem bukaan urat diketahui sebagai tipe jogs dengan bukaan berupa en-echelon tension veins. Pola arah urat yang paling banyak terdapat mineralisasi bijih adalah pola urat dengan arah baratlaut-tenggara. Daerah penelitian terdiri dari 4 zona alterasi yaitu alterasi filik, alterasi argilik, alterasi sub-propilitik, dan alterasi lemah sub-propilitik. Struktur hidrotermal yang dijumpai adalah massive vein, vein swarm, low angle veins, stockwork and breksi diatrema. Di daerah penelitian, dijumpai mineral gangue yang didominasi oleh mineral karbonat dengan sejumlah kecil kuarsa yang mengandung kadar emas cukup tinggi (sampai 83 g/t Au). Tahapan mineralisasi terdiri dari tahap 1 (fluidized breccia), tahap 2 (quartz vein), tahap 3 (carbonate-base metal), tahap 4 (late carbonate), dan yang terakhir tahap 5 (supergen). Selain itu, dijumpai pula adanya pencampuran fluida hidrotermal yang didominasi oleh fluida meteorik dengan fluida yang kaya CO2. Berdasarkan data penelitian, tipe endapan emas di daerah penelitian merupakan endapan epitermal sulfidasi rendah dengan tipe Carbonate – Base Metal Gold.
7