BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Semarang katanya dulu bukannya Dari bicara kota asem arang Adipatinya yang terkenal namanya yang dipanggil Ki Ageng Pandhanaran Semarang ya kota pesisir Banyak orang luar yang banyak mampir Ada koja 1 yang katanya encik2 Dhandhang gula yang diminum cara mandarin Reff: katanya Semarang sungainya banjir Jangan kuatir kalau tidak dipikir yang terkenal ya Cuma gertakannya Gertakan Semarang tidak ada nyatanya Yang unik ya mas Gambang Semarang Kendhang dinamis membuat pinggul bergoyang seperti ‘londo’3 yang nembang selendro Tidak pakai fa si Cuma so la mi re do 4
Masyarakat perkotaan Semarang relatif majemuk dari sudut etnik. Hal ini dikarenakan kota Semarang sebagai pusat kegiatan ekonomi, industri, pusat administrasi pemerintah dan sarana sosial lainnya, inilah yang membuat kota Semarang menjadi tempat bermukim orang-orang dari berbagai daerah
1
Koja: keturunan India dan Arab. Encik: Panggilan untuk orang yang keturunan Cina. 3 Londo: orang barat. 4 Lagu “Gado-Gado Semarang”, sebuah lagu yang berasal dari Semarang ini merupakan salah satu lagu yang menjadi ikon kota Semarang. Pencipta lagu ini adalah Kelly Puspita. Lagu ini menceritakan tentang asal muasal kota Semarang serta gambaran tentang kota Semarang itu sendiri. 2
Ranggi Satriyana Suyono Putri
1
BAB I PENDAHULUAN
danberbagai etnik. Inilah yang menyebabkan terbukanya masyarakat kota Semarang terhadap kebudayaan-kebudayaan berbagai etnik. Semarang merupakan salah satu kota besar dan menjadi ibu kota Jawa Tengah menjadi kota bersejarah dan salah satu kota tujuan wisata budaya yang ada di Jawa Tengah. Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-8 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan sekarang berada di daerah Pasar Bulu dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan masjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu). Kedatangan Cheng Ho inilah yang menjadi awal kedatangan bangsa Cina ke kota Semarang tepatnya sekarang yang berada di Kawasan Pasar Johar Semarang. Kawasan Pasar Johar juga terdapat kampung yang banyak dihuni orang-orang keturunan Arab yakni kampung Kauman. Sejarah Kampung Kauman Semarang dimulai ketika Ki Ageng Pandan Arang turun temurun menuju ke daerah pegisian untuk menyebarkan agama Islam. Setelah memperoleh daerah yang tepat sebagai pusat penyebaran agama Islam (sekarang Pedamaran), Ki
Ranggi Satriyana Suyono Putri
2
BAB I PENDAHULUAN
Ageng Pandan Arang tersebut membangun masjid. Masjid ini berada di sisi barat sungai kali Semarang. Para santrinya bermukim di sekitar masjid tersebut yang sekarang tempat tersebutdikenal menjadi kampung Kauman. Kota Semarang selain sebagai kota yang bersejarah juga dikenal sebagai kota dagang, terdapat berbagai aktivitas ekonomi mulai dari pedagang kaki lima, pedagang pasar, buka kios, pertokoan dan mall-mall (pasar modern). Ada beberapa tempat yang menjadi pusat-pusat perekonomian yaitu meliputi: pusatpusat bisnis, pusat-pusat perbelanjaan, pusat-pusat perdagangan dan tempattempat pedagang kaki lima. Salah satu pusat dagang terbesar di kota Semarang yakni pasar Johar. Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di kawasan Pasar Johar dimana pasar Johar termasuk dalam dua kelurahan yaitu kelurahan Kauman dan Kelurahan Bangunharjo. Di Kelurahan Kauman ini mayoritas keturunan Jawa dan ada sebagian dari keturunan Arab sedangkan di Kelurahan Bangunharjo mayoritas terdiri dari etnis Jawa dan ada beberapa dari etnis Tionghoa yang mendiami wilayah tersebut. Di kawasan Pasar Johar inilah arena pertemuan antara golongangolongan etnis yang berbeda, masyarakat dengan golongan etnik yang berbeda saling bertemu, dan berinteraksi. Penelitian ini dilakukan dengan empat individu etnis Tionghoa dan empat individu etnis Arab. Di kawasan Pasar Johar terutama di Kelurahan Bangunharjo dan Kauman juga terdapat ruko-ruko yang menjual pakaian, kain, toko roti, buku-buku islami dan juga menjual parfum. Sebagian darimasyarakat yang menetap di wilayah ini menjadikan ruko tersebut sebagai
Ranggi Satriyana Suyono Putri
3
BAB I PENDAHULUAN
tempat tinggal dan ada dari beberapa masyarakat yang menjadikan ruko itu sebagai toko dan tempat untuk berdagang belaka. Di kawasan Pasar Johar iniEtnis Tionghoa berdagang baju Jawa dan blangkon, segala macam peralatan kebutuhan sekolah, perlengkapan TNI dan POLRI dan roti. Etnis Arab berdagang roti, peralatan sekolah, baju Jawa dan blangkon dan segala macam kebutuhan sekolah. Etnis Tionghoa dan etnis Arab dalam hal penelitian memiliki kesamaan barang yang diperjual belikan tetapi dalam hal ini luasan bisnis yang dimiliki kedua etnis berbeda karena etnis Tionghoa memiliki relasi yang sudah lama terjalin dan hingga saat ini relasi tersebut masih terjalin tetapi berbeda dengan etnis Arab yang memiliki relasi dagang tidak meluas seperti etnis Tionghoa. Dalam segi jumlah barang yang diperjual belikan pun etnis Tionghoa dan etnis Arab berbeda. Etnis Tionghoa memiliki jumlah barang yang dijual dan dihasilkan lebih banyak dari etnis Arab. Hal ini karena relasi yang dibangun etnis Tionghoa sudah meluas dan hal ini berdampak pada pesanan yang datang. Setiap etnis memiliki cara sendiri dalam berdagang, etnis Tionghoa dan etnis Arab dikenal sebagai etnis istimewa yang memiliki kearifan hidup, terutama dalam berdagang. Masing-masing etnis mengembangkan dagang sesuai dengan cara mereka dengan upaya dan strategi yang tentunya berbeda-beda. Seperti diketahui bahwa hingga saat ini etnis Tionghoa masih memegang teguh ajaran dan kearifan dalam berdagang seperti yang diungkapkan oleh Emsan (2011) dalam bukunya Rahasia Bisnis Arab, Cina dan India, bahwa strategi dan cara etnis Tionghoa dalam mengembangkan dagang sudah mengakar pada ajaran dan kearifan kuno nenek moyang mereka. Tionghoa
Ranggi Satriyana Suyono Putri
4
BAB I PENDAHULUAN
memiliki spririt konfusionisme yang dianut secara luas oleh masyarakatnya, baik yang tinggal diperantauan maupun yang menetap di negeri mereka sendiri. Begitupun dengan etnis Arab yang memiliki sosok Nabi Muhammad SAW sebagai guru dalam menjalankan setiap hal termasuk dalam cara mereka dagang. Etnis Tionghoa dan etnis Arab memiliki sudut pandang dan cara dagang yang berbeda, hal inilah yang menarik untuk dilihat lebih jauh bagaimana cara etnis Tionghoa dan etnis Arab menjalin relasi dagang di Kawasan pasar Johar Semarang. Berlatar belakang inilah maka, penelitian ini mendeskripsikan bagaimana relasi dagang antara etnis Tionghoa dan etnis Arab di kawasan multietnis yaitu kawasan Johar.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana variasi relasi dagang antara etnis Tionghoa dengan etnis Arab yang ada di kawasan Pasar Johar? 2. Mengapa terjadi variasi dagang antara etnis Tionghoa dan etnis Arab? 3. Apa implikasinyaterhadap relasi dagang yang dibangun kedua etnis tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi-variasi dagang etnis Tionghoa dan etnis Arab dalam relasi dagang di kawasan Pasar Johar Kota Semarang. 2. Untuk mengetahui mengapa etnis Tionghoa dan etnis Arab menjalin relasi dagang.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
5
BAB I PENDAHULUAN
3. Untuk mengetahui implikasi yang muncul dari relasi dagang etnis Tionghoa dan etnis Arab di kawasan Pasar Johar kota Semarang.
1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis: adapun manfaat yang diharapkan dapat dicapai penelitian ini adalah memperkaya khazanah keilmuwan yang digunakan sebagai literatur tambahan khusus sosiologi dan fokus penelitian tentang relasi dagang dikawasan multietnis seperti di kawasan Johar Kota Semarang. 2) Manfaat praktis: dengan mendekatkan pada perspektif sosiologi ekonomi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang relasi dagang antar etnis Tionghoadan etnis Arab.
1.5 PenelitianTerdahulu Kajian tentang etnis Arab dapat ditemukan dalam beberapa literatur, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Dafla Nadjih (1991) yang meneliti tentang perilaku sosial masyarakat keturunan Arab di kota Gresik. Penelitian ini bersifat kualitatif, mengumpulkan datanya dengan cara observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini meyimpulkan bahwa keturunan Arab sebagai kesatuan etnis bersifar homogen. Homogenitas masyarakat Arab ditunjukkan oleh sikap sosial serta agama yang sama. Namun dalam masyarakat yang homogen tersebut terdapat kelompok-kelompok kepentingan yang masing-masing dengan gigih memperjuangkan kepentingannya. Persaingan kelompok kepentingan ini ternyata berpengaruh terhadap dunia
Ranggi Satriyana Suyono Putri
6
BAB I PENDAHULUAN
kewiraswastaan. Kemudian dinamisasi sosial masyarakat Arab tersebut sangat ditentukan oleh pola sistem sosial dan budaya yang bersifat internal serta kondisi lingkungan yang menyertainya. Penelitian yang kedua, Tesis dari Dahwan (2003) mengenai huakiau masuk surau: studi tentang pengaruh tingkat keberagaman pedagang etnis tionghoa warga PITI terhadap tingkat integrasi sosial dengan pedagang pibumi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh tingkat keberagaman pedagang etnis Tionghoa warga Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap tingkat interaksi sosial dengan pedagang pribumi. Penelitian ini menggunakan kuesioner dan analisis data dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang dan dengan pendekatan teori struktural fungsionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan tingkat keberagaman tidak berpengaruh terhdap tingkat integrasi sosial; demikian pula perbedaan tingkat persepsi tidak berpengaruh terhadap tingkat integrasi sosial. Tesis ini menunjukkan bahwa tingkat keberagaman juga tidak berpengaruh terhadap tingkat persepsi. Dari perspektif teori fungsionalisme antara tingkat keberagaman, tingkat persepsi dan tingkat integrasi sosial tidak ada huungan fungsional. Hal ini diduga karena kuatnya solidaritas diantara mereka, sebagai budaya yang diwarisis dari para leluhur. Agama, persamaan visi misi yang membuat hubungan pedagang tionghoa dan pribumi semakin solid. Penelitian yang ketiga, tesis dari Suhartoko (2003) mengenai, “Aktivitas ekonomi orang-orang Cina di Surabaya 1870-1930”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa jauh pengaruh perkembangan kota Surabaya
Ranggi Satriyana Suyono Putri
7
BAB I PENDAHULUAN
mampu menarik orang-orang Cina datang ke daerah itu pada periode 1870-1930. Perkembangan tersebut menyangkut aspek kehidupan komunitas itu untuk dapat mempertahankan eksistensinya di tengah etnis lain hingga dapat menguasai hampir seluruh aspek ekonomi di kota Surabaya. Sumber yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari hasil penelusuran arsip di ANRI Jakarta, LIPI dan Perpustakaan Nasional Jakarta, Surabaya dan beberapa perpustakaan di Yogyakarta. Penelitian ini menemukan bahwa orang-orang Cina yang datang ke Surabaya sebagian besar berasal dari propinsi Hokkian, yakni di daerah Cina Selatan. Proses migrasi orang-orang Cina ke Nusantara khususnya ke Surabaya di dorong oleh kondisi alam, kemiskinan, dan terjadinya konflik internal di daerah asalnya. Oleh karena itu, mencari daerah baru yang memungkinkn untuk memenuhi kebutuhan ekonominya adalah tuntutan. Sehingga, migrasi ke daerahdaerah yang terbuka kesempatan ekonomi baru menjadi pilihan utama. Posisi orang-orang Cina yang serba dibatasi oleh berbagai kebijakan dan UU Agraria 1870 justru menjadi pendorong untuk meningkatkan aktivitas ekonomi orang-orang Cina di Surabaya. Ketekunan, kerajinan, kecermatan dan kepandaian memanfaatkan peluang adalah ciri khas dari etnis ini dalam mencapai kemajuan ekonominya. Tidak mengherankan jika pemerintah Hindia Belanda lebih mempercayai etnis ini untuk melakukan pengelolaan sumber-sumber ekonomi penting di Surabaya seperti pemborongan, penyewaan rumah gadai dan judi, perdagangan dan menjadi bandar candu, opium dan sebagainya. Pajak juga menjadi sumber ekonomi penting dan sangat menguntungkan bagi para pedagang Cina. Pembatasan terhadap kepemilikan atas tanah oleh UU Agraria 1870 ternyata
Ranggi Satriyana Suyono Putri
8
BAB I PENDAHULUAN
memberikan dampak positif bagi fondasi ekonomi etnis Cina pada masa-masa kemudian. Hal itu dapat dilihat pada perekonomian orang-orang Cina di periode 1900-1920-an. Kekuatan ekonomi telah mendorong beberapa pengusaha Cina untuk mengembangkan bisnis pers dan usaha periklanan, bahkan ada yang terjun ke dunia politik. Penelitian yang terakhir, skripsi dari Nur Laili Mardhiyani (2012) dengan judul “Memahami Pengalaman Komunikasi Warga Multietnis (studi pada masyarakat di kampung Petolongan Semarang). Skripsi ini membahas mengenai kondisi lingkungan dan masyarakat di Petolongan dimana saat ini warga multietnis yang masih bermukim di tempat tersebut beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan masyarakat setempat. Banyaknya warga yang memilih pindah akibat dari faktor lingkungan yang tidak nyaman, membuat rumah-rumah yang ditinggalkan kini beralih fungsi menjadi tempat usaha. Perubahan inilah yang kemudian berpengaruh pada interaksi dan hubungan warga multietnis yang masih bermukim di Petolongan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengalaman komunikasi warga multietnis di Petolongan dalam beradaptasi untuk mempertahankan hubungan menghadapi perubahan sosial yang terjadi di wilayahnya. Teori yang digunakan adalah Intercultural Adaptation Theory yang dikemukakan oleh Ellingsworth dan didukung teori Relational Maintenance Theory. Pengalaman individu ini diungkapkan dengan metode fenomenologi yang mengutamakan pada pengalaman individu secara sadar dalam memaknai suatu hal. Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap empat orang informan yang
Ranggi Satriyana Suyono Putri
9
BAB I PENDAHULUAN
masing-masing berasal dari etnis Arab, Koja, Tionghoa, dan Jawa yang lebih dari 30 tahun bermukim di Petolongan. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi pasif untuk menambah informasi yang dapat mendukung keterangan dari para informan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan warga multietnis di Petolongan melakukan beberapa cara untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan dan masyarakat Petolongan saat ini dalam mempertahankan hubungan. Cara yang mereka lakukan adalah menganggap etnis lain setara dengan dirinya, adanya komunikasi persuasif, dan memanfaatkan ruang publik sebagai media mereka untuk berkomunikasi. Hambatan komunikasi yang dirasakan warga multietnis adalah jarak sosial, stereotip, dan prasangka. Warga multietnis memiliki kompetensi komunikasi antarbudaya yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dengan warga lain. Latar belakang mereka selama hidup di Petolongan, ekonomi, dan keinginan untuk melanjutkan tradisi silaturahmi dan acara keagamaan menjadi motivasi warga multietnis di Petolongan untuk tetap berkomunikasi dengan warga lain. Selain itu, pengetahuan yang cukup mengenai kondisi wilayah, masyarakat dan perubahan yang terjadi, serta pengetahuan tentang stereotip positif dan negatif terhadap individu lain menjadi bekal bagaimana mereka harus berkomunikasi. Kemampuan dalam memahami, toleransi dengan etnis lain telah mereka perlihatkan setelah hidup berdampingan selama bertahuntahun tanpa adanya konflik yang terjadi di Petolongan, sehingga perilaku tersebut terus mereka kembangkan hingga saat ini.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
10
BAB I PENDAHULUAN
Perbedaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian yang pernah dilakukan ialah penelitian ini melihat pada relasidagang etnis, dimana dalam tesis ini membahas mengenai etnis Tionghoa dan etnisArab yang berada di Kawasan Pasar Johar Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi relasi dagang yang terjalin antara etnis Tionghoa dengan etnis Arab. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Dengan pendekatan ini, diharapkan lebih memahami bagaimana relasi dan variasi dagang yang terjalin antara etnis Tionghoa dan etnis Arab. Persamaan
penelitian
sebelumnya
dengan
penelitian
ini
yakni
memfokuskan penelitian pada relasi ekonomi antar etnis. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Dafla Nadjih tesis (1991) dan tesis dari Suhartoko (2003) mengenai, “Aktivitas ekonomi orang-orang Cina di Surabaya 1870-1930” sama dengan penelitian yang dilakukan yakni sama-sama meneliti tentang etnisArab dan Cina (Tionghoa) tetapi, penelitian yang dilakukan Dafla Nadjih yaitu tentang perilaku sosial masyarakat keturunan Arab di kota Gresik, sedangkan penelitian yang dilakukan Suhartoko bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa jauh pengaruh perkembangan kota Surabaya mampu menarik orang-orang Cina datang ke daerah Surabaya pada periode 1870-1930. Perkembangan yang terjadi di Surabaya menyangkut aspek kehidupan komunitas untuk dapat mempertahankan eksistensinya di tengah etnis lain hingga dapat menguasai hampir seluruh aspek ekonomi di kota Surabaya. Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti ini pada etnisArab dan etnis Tionghoa yang berada di Kawasan Johar Semarang. Penelitian yang dilakukan peneliti lebih mengenai variasi relasi dagang etnis Arab dan etnis
Ranggi Satriyana Suyono Putri
11
BAB I PENDAHULUAN
Tionghoa di kawasan Pasar Johar kota Semarang. Penelitian yang dilakukan peneliti, bertujuan untuk melihat bagaimana variasi relasi dagang etnis Arab yang terjalin dengan etnis Tionghoa. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Nur Laili Mardhiyani (2012), sama dengan penelitian yang dilakukan, yakni samasama meneliti keberagaman etnis yang di kota Semarang. Metode yang digunakan oleh dua penelitian sebelumnya, sama-sama menggunakan metode kualitatif. 1.6 Kerangka Konseptual 1.6.1 Fenomenologi Alfred Schutz Dunia mengandung realitas sosial yang memiliki pola, struktur sosial dan berbaga perangkat tatanan yang menunjang kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Untuk memahami hal tersebut, pendekatan dalam teori sosiologi terus berupaya menafsirkan relaitas yang mengandung bagian-bagian tersebut agar dapat dimakai secara bersama oleh individu. Dalam menafsirkan realitas, salah satu pendekatan yang digunakan ialah fenomenologi. Secara istilah fenemenologi berasal dari kata Phainoai yang berarti “menampak” dan phainomenon merujuk pada “yang menampak”. Fenomenologi dipelopori oleh Edmund Husserl. Ia telah merefleksikan
pemikiran
Weber
secara
filosofis
melalui
pendekatan
fenemenologi. Bagi Husserl fenomenologi merupakan upaya dalam mempelajari fenomena
yang
melibatkan
manusia
dalam
kehidupan,
tanpa
harus
mempertanyakan substansi dasar penyebab terbentuknya realitas. Sehingga, Husserl memandang bahwa fenomenelogi merupakan metode analisis secara transedental dalam mengkaji sesuatu yang hanya muncul dipermukaan.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
12
BAB I PENDAHULUAN
Ide tersebut masih terbilang abstrak untul dipahami. Realitas yang terjadi tidak mungkin dimengerti tanpa mempertanyakan substansi sebagai asal muasal suatu realitas. Hingga kemudian, fenomenologi Husserl menarik minat Alfred Shuctz untuk menjembatani tradisi fenomenologi yang dirasa lebih memberikan makna dalam kehidupan. Meskipun pada mulanya, Shutz sendiri bukanlah seorang sosiolog, ia seorang bankir yang menaruh minat dalam dunia pendidikan. Pemikiran Schutz sangat kental dengan pengaruh weberian dan fenomenologi Husserl. Ia berhasil menjembatani fenomenologi transedental yang telah dikemukakan oleh Husserl dan pengaruh tindakan dalam perspektif weberian. Serta membawa fenomenologi menemukan metode analisis yang daat diaplikasi dalam penelitian secara empiris. Menurutnya, peranan fenomenologi dalam tataran praxis dapat dilakukan melalui pengamatan yang dilakukan terhadap pola perilaku dan relasi sosial dalam masyarakat. Subyektifitas dari aktor dipandang penting dalam membuat objek memiliki makna (Salim, 2009: 169). Schutz
juga
menyatakan
bahwa
dunia
realitas
sosial
menurut
intersubyektif (kesadaran bersama) yang hadir melalui stock of knowledge yang akan melahirkan tindakan subyektif bagi individu. Melalui pengetahuan yang hadir dalam akal sehat individu, maka dari sanalah akan muncul sistem konstruksi yang dinilai memiliki karakteristik tertentu. Dalam stock of knowledge tersebut, mengandung beberapa unsur yang sifatnya mengikat yakni: makna (meaning), intensitas, waktu, serta isi yang mengandung contentisi. Unsur-unsur tersebut merupakan
bentuk
tipifikasi
yang
akan
menghaslkan
realitas
secara
intersubyektif,. Tipifikasi merupakan pengkategorian tanda dalam mengarahkan
Ranggi Satriyana Suyono Putri
13
BAB I PENDAHULUAN
manusia untuk mendekati realitas secara obyektifsehingga manusia dapat menyadari dunia yang dibentuk secara bersama melalui kesadaran intersubyektif. Kesadaran intersubyektif merupakan kesadaran yang muncul sebagai penerimaan secaea bersama realitas obyektif yang terjadi. Schutz juga menjelaskan bahwa kesadaran pengalaman di dalam maupun diluar individu dengan beragam sistem melekat secara sosial merupakan tipifikasi yang dibutuhkan dalam membentuk dunia yang intersubyektif bagi individu. Dengan demikian, hubungan tersebut akan menjadi dasar pijakan bagi Schutz untuk dapat menghubungkan dunia akal sehat secara intersubyektif dengan keilmuwan melalui fenomenologi sosial.
1.6.2
Etnik dan Etnisitas Berkaitan dengan budaya dan ras kita sebagai masyarakat majemuk
mengenal konsep etnisitas. Etnisitas biasanya dipandang dari beberapa sudut yang berbeda. Hal ini disebabkan konsep etnik seringkali tumpang tindih dengan konsep ras. Konsep etnik lazimnya mempunyai homeland yang jelas batasbatasnya. Adanya kebudayaan serta homeland sendiri merupakan ciri khas etnik yang dapat membedakannya dengan ras. Adapun agama yang berasal dari kitabkitab suci yang bersifat universal, sedangkan etnik secara kultural yang menganut warna lokal dan menjadi bagian yang menyeluruh dari budaya etnik (Robertson, 1993: 354). Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa etnisitas merujuk pada suatu kelompok etnis yang merupakan kelompok budaya. Kelompok budaya inilah yang
Ranggi Satriyana Suyono Putri
14
BAB I PENDAHULUAN
membedakan satu dan lainnya dengan kekhasan budayanya, seperti bahasa, kebiasaan (tradisi) dan juga beberapa perlengkapan kehidupan seperti pakaian adat. Dalam konteks Indonesia, etnisitas berhubungan dengan suku-suku bangsa yang tersebar diseluruh Nusantara. Selain itu, etnisitas dapat juga dihubungkan dengan suku bangsa asing seperti etnis Arab, etnis Tionghoa, dan etnis India. Sepanjang sejarahnya sebagai bangsa yang majemuk, hubungan antar etnis di Indonesia merupakan masalah yang rawan. Banyak konflik yang terjadi belakangan ini mencerminkan betapa masalah tersebut menjadi signifikan sebagai pemicu konflik etnis. Menurut Nasikun (1993) secara teoritis, bahwa masyarakat majemuk sangat rentan sekali untuk terjadi konflik sosial, maka gagasan untuk mewujudkan “Bhinneka Tunggal Ika” masih harus terus menerus diperjuangkan. Parsudi Suparlan (1989) menyatakan bahwa berbagai prasangka atas golongan etnik lain yang pada dasarnya merupakan “stereotype” dan “etnoentrisme” dari golongan etnik tertentu dapat muncul dan berkembang ke arah kerawanan sosial dan hancurnya integrasi sosial. Sedangkan Ahimsa Putra ( 1986: 21) mengatakan bahwa strategi adaptasi merupakan suatu pola tindakan sosial yang dibentuk oleh berbagai usaha yang direncakan manusia guna memenuhi syarat minimal yang mereka hadapi. Konsep
masyarakat
majemuk
(plural
society),
pada
mulanya
diperkenalkan oleh Furnivall yang menggambarkan keadaan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. Furnivall juga menyatakan bahwa masyarakat ditandai oleh suatu keadaan yang kurang berkemang pada sistem nilai
Ranggi Satriyana Suyono Putri
15
BAB I PENDAHULUAN
atau konsesus yang telah disepakati oleh seluruh anggota masyarakat, pada perkembangan sistem nilai dari kesatuan-kesatuan sosial yang telah menjadi bagian-bagian dengan penganutan para anggotanya masing-masing secara tegar dalam bentuk yang relatif murni, serta oleh munculnya konflik-konflik sosial atau setidak-tidaknya oleh kurangnya integrasi diantara kesatuan-kesatuan sosial yang telaah menjadi bagiannya (Nasikun, 1993:33). Adapun konsep masyarakat majemuk sebagaimana yang dikemukakan oleh Furnivall tidak dapat dterima begitu saja untuk melihat masyarakat Indonesia pada masa sekarang ini, namun demikian dengan mengikuti beberapa modifikasi atas pengertian tersebut sebagimana yang telah dilakukan oleh beberapa ahli kemasyarakatan dari generasi setelah Furnivall, sehingga konsep masyarakat majemuk masih tetap dapat dipergunakan dalam hal melihat masyarakat Indonesia pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Selanjutnya dilihat dengan cara yang lebih singkat, Koentjaraningrat (1976: 44-48) menyatakan, bahwa dalam proses interaksi individu dalam berbagai macam etnik dalam masyarakat majemuk sering menimbulkan rasa kecurigaan antara satu sama lain. Hal yang hampir sama juga dikatakan oleh Saifudin (1986), bahwa ciri-ciri masyarakat majemuk adalah masih adanya kecenderungan yang kuat memegang identitas golongan masing-masing. Orientasi ini dapat memberikan indikasi yang sangat kuat sehingga hubungan antar golongan masyarakat Indonesia masih terasa peka. Pendapat yang relatif berbeda juga dikemukakan oleh Bachtiar (1876:313), selama sebelum bangsa (nations) terbentuk dikepulauan Nusantara, yang
Ranggi Satriyana Suyono Putri
16
BAB I PENDAHULUAN
terbentuk pertama kali adalah “nation pribumi” (bangsa pribumi). Olehnya itu solidaritas antar masyarakat daerah sangatlah kuat antara satu sama lain sehingga hal ini yang menjadi kendala dalam rangka menumbuhkan loyalitas kepada Negara Bangsa. Dengan kata lain, suatu kelompok yang solidaritasnya didasarkan pada kesamaan etnik, tidak mengenal orang asing sebagai penengah. Menurut Kironosari W (1996) bahwa dalam kondisi komunikasi antara satu kelompok dengan kelompok lain yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, ada kecenderungan menggunakan stereotip dan prasangka. Stereotip dan prasangka dijadikan sebagai landasan berinteraksi antar kelompok daripada mempertimbangkan ciri-ciri perorangan. Ada stereotip buruk (stereotip id) dan stereotip baik (stereotip ego) dari masing-masing lawan interaksi, namun pada saat orang atau kelompok merasa terjepit kepentingannya acapkali menjadi stereotip id dan prasangka sebagai bahan komunikasi internal kelompok untuk melakukan penentangan terhadap orang atau kelompok lain. Dari sudut pandang yang berbeda, Melly G. Tan (1976:24-40) menyatakan bahwa masyarakat Indonesia dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni masyarakat mayoritas dan masyarakat minoritas dan implikasi dari jumlah yang berbeda ini akan sangat berpengaruh terhadap keputusan-keputusan politik dalam suatu negara terhadap kelompok-kelompok masyarakat tersebut. Menurut Van Den Berghe (1969), dengan cara yang lebih singkat namun padat menyebutkan ada beberapa karakteristik sebagai sifat dasar dari suatu masyarakat majemuk, yakni (1) terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub kebudayaan yang berbeda
Ranggi Satriyana Suyono Putri
17
BAB I PENDAHULUAN
antara satu dengan yang lain; (2) memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam non koplementer; (3) kurang mengembangkan konsesus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar; (4) secara relatif seringkali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain; (5) secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi; serta (6) adanya dominasi politik oleh suatu kelompk atas nama kelompok yang lain (Nasikun, 1993:61-62). Pandangan tentang majemuk dari Van Den Berghe tentunya berbeda dengan pandangan Furnivall memberikan pengertian tentang masyarakat majemuk dalam konteks masyarakat kolonial yang kemudian membedakan antara golongan Eropa, Tionghoa dan golongan Pribumi, sedangkan Van Den Berghe lebih
melihat
pluralitas
masyarakat
Indonesia
setelah
mamperoleh
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Adapun pluralitas yang terdapat di dalam golongan masyarakat pribumi jauh lebih penting untuk dikemukakan daripada apa yang dikemukakan oleh Furnivall (Nasikun, 1993: 34). Dalam interaksi sosial, menurut Ahimsa Putra (1994:49) menyatakan bahwa masyarakat akan berhasil berhubungan dengan lingkungannya jika terlebih dahulu memahami alam lingkungan tersebut disertai oleh pembentukan pola perilaku. Gillin dan Gillin membedakan proses sosial menjadi dua macam, yakni: (1) proses sosial asosiatif; asimilasi dan akulturasi dan (2) proses sosial yang disosiatif; persaingan dan pertikaian atau konflik (Soekanto, 1987). Bangsa Indonesia adalah merupakan bangsa yang majemuk sehingga interaksi sosial diantara anggota masyarakatnya pasti akan melahirkan proses
Ranggi Satriyana Suyono Putri
18
BAB I PENDAHULUAN
sosial yang asosiatif maupun proses sosial yang disosiatif sehingga slogan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai ideologi yang dapat menjadi suatu perekat bangsa, yang tentunya masih merupakan cita-cita yang masih terus menerus diperjuangkan (Nasikun, 1993:4). Dalam proses interaksi sosial di tingkat mikro, George Simmel mengemukakan bahwa masyarakat lebih daripada hanya sekedar dari sekumpulan individu serta pola perilakunya, namun masyarakat tidak independen dari individu yang membentuknya. Sebaliknya, masyarakat menunjuk pada pola-pola interaksi timbal balik antar individu (dari Johnson, 1986:252).
1.6.3
Keterlekatan (embededdnes) Menurut Granovetter Kubu aliran ini pertama kali dibangun oleh Horisson White di Universitas
Harvard, kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh murid-muridnya seperti Robert Ecles, Wayne Baker, Michael Schwartz dan terutama Mark Granovetter. Kubu ini diperkuat oleh Viviana Zelizer, Susan Shpiro, Richard Swedberg, Robert Holton dan Paul Dimaggio. Ide dasar aliran pemikiran ini dapat dirujuk kepada tiga prosisi utama yang diajukan oleh Swedberg dan Granovetter (192:6-9) bahwa: 1. Tindakan ekonomi adalah suatu bentuk dari tindakan sosial 2. Tindakan ekonomi disituasikan secara sosial 3. Institusi-institusi ekonomi dikontruksikan secara sosial. Ketiga
proposisi
tersebut
berakar
dari
pemikiran
Weber
yang
dikembangkan secara lebih luas dan tajam oleh Swedberg dan Granovetter.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
19
BAB I PENDAHULUAN
Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan sosial dapat dirujuk kepada konsep tindakan sosial yang diajukan oleh Weber (1964:112). Tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Memberi perhatian ini dilakukan secara sosial dalam berbagai cara, misalnya memperhatikan orang lain, berbicara dengan mereka, berpikir tentang mereka dan memberi senyum kepada mereka. Lebih jauh Weber menjelaskan bahwa aktor selalu mengarahkan tindakannya kepada perilaku orang lain melalui makna-makna yang terstruktur. Ini berarti bahwa aktor menginterpretasikan (verstehen) kebiasaan-kebiasaan, adat, dan norma-norma yang dimiliki dalam sistem hubungan yang sedang berlangsung. Keterlekatan, menurut Granovetter (1985) merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat (embedded) dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung di antara aktor, ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktor individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti penetapan harga dan institusi-institusi ekonomi yang semuanya terpendam dalam suatu jaringan sosial. Granovetter dalam “The Old and the New Economic Sociology” membedakan dua bentuk keterlekatan, yaitu 1. Keterlekatan Relasional Keterlekatan relasional merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung di antara para aktor. Konsep “disituasikan secara sosial” bermakna tindakan ekonomi terjadi dalam suatu aktivitas ekonomi yang berhubungan dengan orang
Ranggi Satriyana Suyono Putri
20
BAB I PENDAHULUAN
lain atau dikaitkan dengan individu lain. Misalnya tindakan ekonomi dalam hubungan pelanggan antara penjual dan pembeli merupakan suatu bentuk keterlekatan
relasional.
Dalam
hubungan
pelanggan
terjadi
hubungan
interpersonal antara pembeli dan penjual yang melibatkan berbagai aspek sosial, budaya, agama dan politik dalam kehidupan mereka. Hubungan pelanggan terjadi karena adanya informasi yang asimetris (ketidakseimbangan informasi) antara penjual dan pembeli sehingga pembeli perlu melakukan suatu klientitasi yaitu suatu proses resiprokal dalam hubungan yang simetris, egaliter, dan oposisional. Ketika pembeli menghadapi informasi yang bersifat tidak pasti, kompleks, ireguler dan sulit maka ia berusaha mengatasi persoalan tersebut melalui konstruksi hubungan langganan dengan penjual. Melalui hubungan langganan ini, pembeli bisa memutus mata rantai informasi asimetris (ketidakseimbangan informasi) tersebut. Hubungan langganan bermula dari pencarian pembeli terhadap suatu barang atau jasa. Dalam pasar yang tidak sempurna, informasi yang pasti dan akurat ternyata tidak mudah untuk memperolahnya. Oleh sebab itu, pembeli berusaha mencari penjual yang mau berbagi informasi dengannya. Dalam situasi pasar, tidak ada yang gratis, semua diukur dari sisi untung rugi. Berbagi informasi juga dipahami oleh pihak penjual sebagai berbagi keuntungan, bukan berbagi kerugian. Oleh sebab itu, jika penjual mau berbagi informasi dengan pembeli maka harus ada kepastian bahwa penjual memperoleh keuntungan dari berbagai informasi tersebut dari pihak pembeli. Proses seperti itu berlangsung terus-menerus sampai ada kepastian dan
Ranggi Satriyana Suyono Putri
21
BAB I PENDAHULUAN
kepercayaan dari kedua belah pihak bahwa berbagi informasi telah terjadi dan telah menguntungkan kedua belah pihak. 2. Keterlekatan Struktural Keterlekatan struktural adalah keterlekatan yang terjadi dalam suatu jaringan hubungan yang lebih luas. Jaringan hubungan yang lebih luas, bisa merupakan institusi atau struktur sosial. Konsep institusi sosial, sosiolog Indonesia lebih suka menerjemahkannya sebagai konsep lembaga sosial, merupakan struktur sosial yang memberikan tatanan siap pakai bagi pemecahan persoalan kebutuhan dasar kemanusiaan (Brinkerhoff dan White: 1989, 49). Dari batasan konsep Brinkerhoff dan White ternyata perlu dipahami terlebih dahulu apa dan bagaimana struktur sosial. Konsep sosial, menunjuk pada makna subyektif yang mempertimbangkan perilaku atau tindakan orang lain yang berkaitan dengan pemaknaan tersebut. Dengan demikian struktur sosial adalah suatu pola hubungan atau interaksi yang terorganisir dalam suatu ruang struktur sosial. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) misalnya merupakan struktur sosial karena didalamnya terdapat struktur yang terorganisir seperti ketua, sekretaris dan anggota, anggran dasar dan rumah tangga dan sebagainya. Pemahaman tentang struktur sosial seperti dikemukakan salah satunya oleh Thomas J. Sullivan dan Kenrick S. Thompson (1984) mengemukakan bahwa “struktur sosial merupakan pola interaksi yang terorganisir dalam suatu kelompok atau masyarakat”, dua James W. Vander Zanden (1986) menjelaskan bahwa, “struktur sosial adalah saling keterkaitan dari interaksi dan hubungan orang-orang
Ranggi Satriyana Suyono Putri
22
BAB I PENDAHULUAN
dalam pola yang stabil dan terus menerus” sedangkan David B. Brinkerhoff dan Lyn K. White (1989) berpendapat bahwa “struktur sosial menunjuk pada suatu jaringan status atau posisi yang mana interaksinya diatur oleh norma sosial”. Fenomena pasar swalayan merupakan struktur sosial dimana terdapat pola interaksi antara pengusaha swalayan, karyawan, pemasok dan pembeli. Dalam aktivitas perdagangan terdapat aturan main, misalnya jika ingin membawa suatu barang ke rumah, maka pembeli harus terlebih dahulu membayarnya di kasir. Atau terdapat aturan pengusaha swalayan dan pemasok serta antara pengusaha swalayan dan karyawan. Dalam hubungan antara pengusaha swalayan dan pemasok terjalin hubungan kepercayaan sebab jika tidak ada kepercayaan antar mereka, maka tidak akan mungkin pemasok akan memasukkan barang-barang mereka tanpa pembayaran terlebih dahulu. Demikian pula antara pengusaha swalayan dan karyawan juga terdapat suatu derajat kepercayaan antara mereka, terutama karyawan yang bertugas sebagai kasir. Sedangkan hubungan antara karyawan dengan pembeli, meskipun tidak sampai pada pembentukan kepercayaan, namun interaksi sosial antar mereka, terutama pada swalayan yang berada di lingkungan suatu komunitas tidak sekedar saling menatap atau bertukar senyum tetap juga bisa berlanjut dengan bertukar kabar. Pada konteks penelitian ini, relasi yang terjalin antara etnis Tionghoa dengan etnis Arab ini terjalin di kawasan PasarJohar kota Semarang. Pasar Johar merupakan Pasar terbesar yang ada di Kota Semarang dan berada di antara kelurahan Bangunharjo dan kelurahan Kauman. Di kelurahan Bangunharjo dan kelurahan Kauman merupakan kelurahan ini terdapat etnis Tionghoa, etnis Arab
Ranggi Satriyana Suyono Putri
23
BAB I PENDAHULUAN
dan etnis Jawa yang mendiami satu wilayah. Etnis Tionghoa berdagang baju jawa dan blankon, segala macam peralatan kebutuhan sekolah, perlengkapan TNI dan POLRI dan roti. Etnis Arab berdagang roti, peralatan sekolah, baju jawa dan blangkon dan segala macam kebutuhan sekolah.Masing-masing dari etnis ini mempunyai kepentingan sendiri-sendiri dan cara- cara dagang yang berbeda. Proses sosial tersebut akan berlangsung dengan baik jika masing-masing pihak menjaga relasi sosial yang sudah terjalin. Dampak relasi dagang ini dapat dirasakan oleh pembeli yang membeli barang dari etnis Tionghoa maupun dari etnis Arab yang menjalin kerja sama maupun oleh masyarakat sekitar.
1.6.4
Konsep Pasar Dalam bahasa latin, pasar dapat ditelusuri melalui akar dari kata mercatu,
yang bermakna berdagang atau tempat berdagang. Terdapat tiga makna yang berbeda di dalam pengertian tersebut: pertama, pasar dalam artian secara fisik. Kedua, dimaksudkan sebagai tempat mengumpulkan. Ketiga, hak atau ketentuan yang legal tentang suatu pertemuan pada suatu market place. Pada abad ke 16, pengertian pasar menurut Swedberg seperti yang dikutip Zusmelia (2007:10), menemukan arti baru yaiu “membeli dan menjual secara umum” dan “penjualan” (interaksi pertukaran) yang dikontrol oleh demand dan supply”. Dalam bukunya Penjaja dan Raja, Clifford Geertz (1973: 30-31) mencoba menelusuri pengertian pasar sebagai kata serapan dari bahasa Parsi, yaitu bazar, lewat bahasa Arab bermakna suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, suatu gaya umum dari kegitan ekonomi yang mencapai segala aspek dari
Ranggi Satriyana Suyono Putri
24
BAB I PENDAHULUAN
masyarakat dan suatu dunia sosial budaya yang lengkap dalam sendirinya. Jadi, dalam pandangan Geertz, merupakan gejala alami dan kebudayaan, dimana keseluruhan dari kehidupan masyarakat pendukungnya dibentuk oleh pasar. Dalam ekonomi klasik, seperti pandangan Adam Smith, melihat pasar sinomim dengan baik tempat jualan (market place) maupun sebagai suatu daerah geografis. Sedangkan Alfred Marshal melihat pasar sebagai suatu mekanisme dalam penciptaan harga. Sedangkan sosiologi memandang pasar sebagai fenomena sosial yang kompleks dengan berbagai macam perangkatnya. Pasar dapat dipandang dari sudut yang beragam misalnya pasar merupakan struktur yang padat dengan jaringan sosial atau yang penuh dengan konflik dan persaingan.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
25
BAB I PENDAHULUAN
Skema 1.1 : Alur berfikir keterlekatan etnis Tionghoa dan etnis Arab di pasar Johar Semarang Kemajemukan masyarakat Semarang
Etnisitas
Relasi sosial - Etnis Jawa - Etnis Arab - Etnis Tionghoa
Menyebabkan terbukanya masyarakat kota Semarang terhadap kebudayaan dari berbagai etnis
Semarang sebagai pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, sosial dan industri di Jawa Tengah
Cara dagang etnis Arab dan etnis Tionghoa: - Etnis Arab: Mencontoh bagaimana sosok Nabi Muhammad berdagang. - Etnis Tionghoa: Etnis Tionghoa masih menggunakan spirit Konfusionisme
Relasi dagang antar etnis Arab dan etnis Tionghoa yang mencakup produksi, distribusi dan konsumsi
Produksi Distribusi Konsumsi
Perdagangan Variasi dagang etnis Arab dan etnis Tionghoa? Keterlekatan yang didalamnya ada trust
Sifat etnis
Budaya etnis
Ajaran dan agama
Kepentingan ekonomi
Ranggi Satriyana Suyono Putri
26
BAB I PENDAHULUAN
Keterangan skema: -
Alur kerangka berfikir dimulai dari Semarang sebagai pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, sosial dan industri di Jawa Tengah dipojok kiri.
-
Lingkaran besar menunjukkan relasi sosial dalam bidang perdagangan.
-
Lingkaran kecil menunjukkan dimana dalam relasi dagang itu didalamnya ada keterlekatan antar pedagang.
-
Relasi dagang antar pedagang itu selain ada keterlekatan juga ada kepercayaan yang memperbesar kemampuan manusia untuk bekerjasama, bukan didasarkan atas kalkulasi rasional kognitif tetapi melalui pertimbangan dari suatu ukuran penyangga antara keinginan yang sangat dibutuhkan dan harapan yang mungkin secara parsial mengecewakan keduabelah pihak.Variasi dagang dalam hal dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi yang didalamnya dipengaruhi oleh perbedaan sifat, budaya dan ajaran yang dianut oleh masing-masing justru tidak membuat halangan, karena masing-masing etnis mempunyai kepentingan ekonomi sehingga perbedaan tersebut justru membuat kedua etnis berkembang dalam segi relasi dagang.
1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan yang ada di kawasan Johar Kota Semarang yaitu kelurahan Kauman dan kelurahan Bangunharjo. Dipilihnya lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa di kelurahan Kauman dan kelurahan
Ranggi Satriyana Suyono Putri
27
BAB I PENDAHULUAN
Bangunharjo memiliki varian yang berbeda. Kelurahan Kauman masih banyak keturunan Arab dan di kelurahan Kauman ini dalam relasi dagang lebih dominan atau lebih bersifat monolitik. Sedangkan di kelurahan Bangunharjo didominasi etnis Jawa tetapi disini dalam hal dagang etnis Tionghoa yang lebih mendominasi. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan dari masukan dan pertimbangan dari kantor Kecamatan Semarang Tengah yang mana penyebaran dan aktivitas dagang etnis Arab dan Tionghoa lebih banyak berada di kelurahan Kauman dan kelurahan Bangunharjo. Hal ini yang menarik bagi peneliti untuk mengetahui variasi relasi dagang etnis Arab dan etnis Tionghoa.
1.7.2
Kebutuhan dan Jenis Data Semarang sebagai pusat kegiatan pemerintahan termasuk di dalamnya
pusat ekonomi dan industri menyebabkan terbukanya Semarang sebagai kota yang majemuk dari segi etnis. Banyak dari kalangan pengusaha, pedagang, kantoran dan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga pun memilih Semarang sebagai pusat untuk mencari penghasilan. Dari relasi sosial inilah maka relasi dagang pun terjadi antar etnis Arab dan etnis Tionghoa yang ada di kota Semarang khususnya yang terjadi di pasar Johar Semarang. Di pasar Johar ini terdapat etnis Arab dan etnis Tionghoa menjalin relasi dagang dalam bidang produksi, konsumsi dan distribusi dengan karakter yang berbeda. Kondisi ini berimplikasi dengan aktifitas sehari-hari etnis Arab dan etnis Tionghoa.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
28
BAB I PENDAHULUAN
Guna mengetahui bagaimana relasi dagang antara etnis Tionghoa dan etnis Arab, maka dihimpun informasi berupa penjelasan, pengalaman dan pengetahuan masing-masing etnis dalam menjalin relasi dagang. Guna mendalami berbagai informasi relevan, dipergunakan teknik penelitian kualitatif deskriptif dalam menghimpun informasi mengenai pemanfaatan relasi sosial antar etnis yang berkembang menjadi relasi dagang antar etnis dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi. Deskripsi tersebut ditujukan untuk menunjukkan cara, pedoman dan ideologi berdagang masing-masing etnis dalam bidang produksi, distriusi dan konsumsi. Lalu, dilihat tendensi-tendensi, hingga diinterpretasikan guna melihat penyebab terjadinya tendensi sebagai faktor penentu variasi relasi dagang antar etnis. Keseluruhan data yang didapat dari informan diinterpretasikan. Melalui proses tersebut, diharapkan dapat disusun pengetahuan yang bersifat ideografik (Mantra, 2008: 28).
1.7.3
Unit Analisis dan Informan Penelitian Dalam penelitian ilmu sosial terdapat beberapa lingkup objek penelitian
yang berguna memfokuskan kajian penelitian. Lingkup objek penelitian yang disebut pula dengan unit analisis yang dapat berupa unit mikro, meso hingga makro. Lingkup analisis berkonsekuensi terhadap ruang lingkup informasi penelitian yang dicari dan kesimpulan yang diambil. Pada dasarnya unit analisis menentukan kompleksitas penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi unit analisis penelitian berupadelapan individu etnis Tionghoa dan etnis Arab.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
29
BAB I PENDAHULUAN
Melalui unit analisis etnis Tionghoa dan etnis Arab ini peneliti dapat memahami secara mendalam relasi dagang antar etnis dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi. Pemahaman mendalam pada etnis Tionghoa dan etnis Arab ini disesuaikan pula dengan sifat, budaya dan kepercayaan ajaran atau agama masing-masing etnis yang diharapkan dapat mengetahui variasi relasi dagang kedua etnis. Dalam menentukan subyek penelitian, peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan yang diteliti secara mendalam sehingga mampu menjadi key informan yang dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Disisi lain, peneliti juga menggunakan teknik snowball didasarkan pada upaya pengambilan informan secara bebas pada siapa pun yang ditemui di lapangan dimana peneliti mencari informasi dari orang yang dianggap mengetahui informasi yang lebih jelas atas dasar rekomendasi dari informan sebelumnya. Dalam penelitian ini, informan yang digunakan sebanyak 11 orang. Meski demikian, jumlah informan sebagai sumber data tidak dapat ditentukan banyaknya. Namun lebih didasarkan pada pertimbangan kedalaman data dan banyaknya informasi yang di peroleh. Adapun Kriteria informan yang dijadikan sumber informasi penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Informan kunci (Key informant) yakni informan yang terlibat langsung dalam relasi dagang antar etnis yakni individu dari etnis Tionghoa dan etnis Arab. 2.
Informan
tambahan
yaitu
pihak
pengurus
masjid
KaumandanLurahdariKaumandanBangunharjoselakustrukturkelembagaantertingg i di wilayahKauman.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
30
BAB I PENDAHULUAN
Informan dalam penelitian ini tersebar dikawasan pasar Johar. Penetapan informan diutamakan etnis yang menjalin relasi dagang antar etnis tanpa melihat barang apa yang diproduksi. Tujuannya adalah sebagai langkah awal dalam menggali informasi mengenai relasi sosial yang berkembang menjadi relasi dagang. Informasi tersebut berguna untuk mendalami relasi dagang dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi yang berdampak pada kepentingan pribadi dan kepentingan sosial masing-masing etnis. Adapun rincian informan kunci penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:
No 1.
Nama Witek Subardjo
Tabel 1.1. Profil Informan Kunci Etnis Keterangan Etnis Tionghoa Pedagang blangkon dan baju jawa Etnis Tionghoa Pedagang segala macam kebutuhan sekolah Etnis Tionghoa Dagang perlengkapan TNI/Polri Etnis Arab Penjual perlengkapan sekolah Keturunanetnis Arab Pengusaha Roti “ngganjel rel”
2.
Tjieling
3.
Hanan
4.
Muchsin
5.
Marzuki
6.
Mara
Etnis Arab
7.
Khotijah
Etnis Arab
8.
Yohanna
Etnis Tionghoa
Penjual blangkon dan baju jawa Penjual macam-macam kebutuhan sekolah Pekerja yang bertanggung jawab di toko roti Oen
Sumber: data primer, Oktober 2013 Dalam proses pengumpulan informasi, peneliti berfokus pada etnis Tionghoa dan etnis Arab yang menjalin relasi dagang. Aspek ini perlu didalami guna proses lebih lanjut yakni mengidentifikasi variasi relasi dagang antar etnis
Ranggi Satriyana Suyono Putri
31
BAB I PENDAHULUAN
yang berdampak pada kepentingan pribadi dalam bidang ekonomi dan kepentingan sosial. Pada etnis Tionghoa, pendalaman informasi hanya dilakukan empat informan. Hal ini disebabkan dalam penelusuran pada beberapa informan yang juga etnis Tionghoa mengungkapkan informasi yang sama. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada relasi dagang yang ada di Kawasan Pasar johar ini ratarata pedagang dari etnis Tionghoa melakukan relasi dagang dengan ketiga informan tersebut. Tidak hanya dari etnis Tionghoa saja, etnis Arab juga rata-rata menjalin relasi dengan keempat informan tersebut. Hal ini dikarenakan bagi etnis Tionghoa, didasarkan pada kesamaan etnisdan ikatan jaringan yang kuat sehingga kecenderungan sifat budaya, pemahaman akan ajaran yang kemudian berpengaruh terhadap relasi sosialnya. Berbeda dengan etnis Arab, etnis Arab beranggapan bahwa ketiga informan tersebut mempunyai kuasa dalam bidang ekonomi di wilayah tersebut. Guna mendapatkan informasi yang mendalam mengenai interaksi sosial antar etnis di wilayah Johar ini, maka ditetapkan pula informan tambahan, yakni pihak dari kelurahan Bangunharjo dan kelurahan Kauman dan juga dari pengurus masjid Kauman. Adapun rincian informan tambahan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut:
Ranggi Satriyana Suyono Putri
32
BAB I PENDAHULUAN
No.
Nama
Tabel 1.2. Profil Informan Tambahan Etnis
1.
Oemar
Jawa
2.
Komara
Jawa
3.
Arwin Sumber: data primer, Oktober 2013
Jawa
Keterangan Penjaga masjid Kauman Lurah Bangunharjo Lurah Kauman
Penetapan Informan tambahan tersebut diperlukan dalam menghimpun informasi yang berkaitan dengan jumlah etnis yang menempati Kawasan Pasar Johar dimana hal tersebut berkaitan dengan bagaimana interaksi sosial yang terbangun antar etnis Tionghoa dan etnis Arab, yang didalamnya mecakup kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan hal-hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Selain itu informan penjaga masjid Kaumandiperlukan dalam menghimpun informasi mengenai sejarah masjid Kauman sendiri dan yang berhubungan dengan etnis Arab. Informan tambahan berguna sebagai bagian dari triangulasi data. Melalui informan tambahan informasi yang berfungsi sebagai kroscek data yang didapat dari etnis Tionghoa maupun etnis arab. Dalam struktur organisasi disini, kelurahan merupakan lembaga kemasyarakat yang berfungsi membina
lembaga
kemasyarakatan
dan
juga
melaksanakan
kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat telah di atur dan di awasi oleh kelurahan. Oleh karena itu, berbagai informasi kegiatan masyarakat yang didapatkan dari etnis Tionghoa dan etnis Arab diselaraskan dengan informasi yang didapat dari kelurahan. Hal ini diharapkan dapat menunjang kualitas dan validitas data.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
33
BAB I PENDAHULUAN
1.7.4
Sumber Data Sumber data merupakan komponen yang penting dalam sebuah penelitian
kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori yang meliputi: sumber data primer dan sumber data sekunder. 1. Sumber data primer yakni sumber data utama dari informan penelitian yang melakukan relasi dagang antar etnis. Sumber data primer berupa etnis Tionghoa dan etnis Arab yang melakukan kegiatan bisnis atau dagang. Data yang didalami berupa informasi mengenai bagaimana membangun interaksi sosial antar etnis yang kemudian berkembang menjadi relasi dagang antar etnis. Sedangkan data yang di dapat dari kelurahan dan penjaga masjid Kauman berfokus pada bagaimana penyelenggaraan dan partisipasi etnis Tionghoa dan etnis Arab dalam setiap kegiatan yang ada di masyarakat. Dan untuk penjaga masjid Kauman berfokus pada sejarah masjid Kauman sendiri dan etnis Arab di wilayah Pasar Johar ini. 2. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data yang tertulis dan dokumentasi melalui foto yang memiliki keterkaitan dengan fokus masalah penelitian. Dokumentasi sebagai sumber data sekunder menjadi salah satu penunjang guna mendapatkan gambaran secara utuh dalam proses penelitian yang dilakukan peneliti. Sumber data sekunder terdiri dari informasi secara lengkap mengenai keadaan geografis wilayah penelitian, kondisi sosiologis masyarakat di kelurahan masingmasing yaitu kelurahan Kauman dan Bangunharjo, dokumentasi tertulis
Ranggi Satriyana Suyono Putri
34
BAB I PENDAHULUAN
dari sejarah kota Semarang.Data sekunder juga didukung hasil publikasi hasil penelitian, artikel, data statistik dan monografi lokasi penelitian.
2.7.5
Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara teknik pengumpulan data dilakukan peneliti melalui wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam melibatkan proses percakapan dengan maksud dan tujuan tertentu. Wawancara dilakukan baik dengan wawancara tidak terstruktur, yakni melalui pertanyaan dalam percakapan informal sambil mengungkapkan secara rinci dan mendalam informasi yang diungkapkan informan. Teknik wawancara terstruktur dilakukan dengan wawancara yang disesuaikan dengan seperangkat pertanyaan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga berfokus pada permasalahan yang ingin diungkapkan oleh peneliti. Wawancara ini penting dilakukan untuk mengungkapkan variasi relasi dagang etnis Tionghoa dan etnis Arab dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi. 2. Disamping wawancara, teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh peneliti ialah melalui observasi. Proses observasi ini dilakukan selama 1 bulan di mulai sejak bulan Oktober 2013 dan proses penelitian sendiri berlangsung selama 3 bulan terhitung sejak bulan November 2013. Proses ini untuk menggali data berupa peristiwa, perilaku dan kegiatan informan, tempat atau lokasi serta benda ataupun rekaman gambar. Mengacu dengan hal tersebut, proses observasi dilakukan melalui pengamatan yang sifatnya
Ranggi Satriyana Suyono Putri
35
BAB I PENDAHULUAN
berkesinambungan. Sebagai upaya penggalian data, proses observasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah observasi aktif atau yang dikenal sebagai participant as observer yang mana peneliti memberitahukan maksud dan tujuan penelitian kepada etnis Tionghoa da etnis Arab. Sehingga peneliti tidak hanya diam dan bersikap pasif sebagaimana pengamat biasa. Pada kondisi tertentu, peneliti memainkan peran yang dimungkinkan ketika berada pada situasi yang memiliki kaitan dengan penelitian. Misalnya, terlibat dalam aktivitas informan dan peristiwa di dua kelurahan yaitu kelurahan Kauman dan kelurahan Bangunharjo. Hal ini menjadi bentuk pertimbangan peneliti agar dapat memperoleh akses untuk pengumpulan data. Tidak hanya itu saja, dalam proses observasi yang dilakukan, peneliti harus memperoleh “perasaan terliat” artinya ada dermagasi dan batasan tegas yang perlu dibuat oleh peneliti agar tidak larut dalam wadah peristiwa yang tak berkaitan dengan permasalahan peneliti. 3. Pada proses penelitian ini, teknik pengumpulan data juga dilakukan melalui analisis dokumen. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis dokumen yang diperoleh melalui catatan peristiwa, foto data tertulis mengenai kelurahan Kauman dan kelurahan Bangunharjo serta tape recorder yang digunakan oleh peneliti pada saat proses wawancara berlangsung. Hemat peneliti, teknik pengumpulan data berupa analisis dokumen dapat menajdi salah satu pelengkap untuk memperoleh data penelitian, disamping wawancara dan observasi. Pada proses penelitian
Ranggi Satriyana Suyono Putri
36
BAB I PENDAHULUAN
ini, peneliti terlebih dahulu menginformasikan pada salah satu rekan orang tua yang berasal dari etnis Tionghoa, kemudian dari rekanan itu beliau mengenalkan pada salah satu informan yang menjalin relasi dagang dengan etnis Arab. Di mulai dari inilah maka peneliti mulai mengenal informan satu persatu. Tidak berbeda dengan proses penelitian yang dilakukan pada etnis Arab, tetapi penelitian pada etnis Arab ini lebih mudah dilakukan karena peneliti mengenal secara pribadi tetapi tetap didampingi orang tua dengan salah satu pemuka agama. Dari pemuka agama tersebut, peneliti dikenalkan oleh beberapa informan yang menjalin kerjasama dengan etnis Tionghoa. Butuh waktu lama untuk peneliti mengenal semua informan dari etnis Tionghoa dan etnis Arab. 4. Kepustakaan, yakni guna pendalaman terhadap buku-buku (referensi) untuk memilih sebuah konsep, teori dan pengertian-pengertian yang dibutuhkan sebagai landasan teori dalam penelitian.
2.7.6
Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya di analisis dengan menggunakan metode deskriptifkualitatif. Di dalam penelitian kualitatif proses analisis data sudah dimulai ketika peneliti berada di lapangan secara berkesinambungan. Adapun Analisis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis data pada penelitian kualitatif ini dilakukan dengan penggabungan data primer dan sekunder yang kemudian diklasifikasikan, yang selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan konsep teoritik yang dipergunakan.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
37
BAB I PENDAHULUAN
Analisis data dimulai dari proses pengumpulan, reduksi data, penyajian dan verifikasi data. Adapun proses analisis data dilakukan memelaui tahapan berikut: 1. Tahap reduksi data, yakni dengan memilah data primer dan data sekunder yang relevan dengan aspek yang ingin dikaji dan didalami pada penelitian. Pada tahap ini peneliti terlebih dahulu melakukan transkrip hasil wawancara, observasi dan menyesuaikannya dengan berbagai data sekunder berupa dokumen yang didapat. Hasil pemilahan data tersebut kemudian dibuat kategorisasi guna memfokuskan aspek yang dikaji sesuai domain yang ditentukan, yakni mengenai produksi, distribusi dan konsumsi. 2. Tahap penyajian data, pada tahap ini penulisan hasil reduksi data ditulis secara teks naratif, tabel dan skema sesuai kategori yang ingin ditampilkan dalam laporan penelitian. Data disajikan secara sistematis, agar mudah dipahami dan mudah ditarik kesimpulan. 3. Tahap verifikasi, yakni proses akhir dalam analisis dengan menarik kesimpulan melalui interpretasi data sesuai hasil reduksi berdasarkan kerangka teoritik yang dibangun. Kesimpulan tersebut dibuat dengan memberikan deskripsi kemungkinan implikasi berdasarkan temuantemuan dari aspek yang disampaikan.
Ranggi Satriyana Suyono Putri
38