BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeliharaan jalan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan manajemen jalan. Perkerasan jalan yang telah dilalui oleh lalu lintas akan mengalami penurunan kualitas, baik secara struktural maupun fungsional sesuai dengan perkiraan umur rencana. Pemeliharaan jalan yang dilakukan secara terus menerus dengan perencanaan yang baik dan pendanaan yang cukup, serta pemilihan jenis pemeliharaan jalan yang tepat diperlukan untuk mengatasi penurunan kualitas jalan. Pelaksanaan pemeliharaan jalan yang tidak tepat mengakibatkan nilai ekonomi dari setiap jaringan jalan dapat dengan cepat menurun dan apabila jaringan jalan dalam kondisi yang buruk, maka akan berdampak buruk terhadap pengguna jalan serta masyarakat. Preservasi jalan merupakan pendekatan proaktif dalam menjaga kualitas jalan yang ada. Preservasi jalan menurut FHWA dalam Galehouse et al. (2003) merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan dan memelihara layanan jalan, termasuk pemeliharaan korektif, pemeliharaan preventif, serta rehabilitasi minor, namun tidak termasuk pembangunan jalan baru atau rekonstruksi serta rehabilitasi mayor. Hal ini berbeda dengan konsep preservasi jalan di Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 29 Ayat 3 menyatakan bahwa dana preservasi jalan digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan. Pemahaman preservasi jalan di Indonesia ini tentu berbeda dengan hakekat preservasi jalan yang telah diterapkan di Eropa, Amerika, dan Australia yang cenderung merupakan upaya mempertahankan jalan yang sudah mantap. Upaya pengimplementasian preservasi jalan masih belum berjalan sesuai dengan terminologi serta persyaratan preservasi jalan yang telah ada. Program preservasi jalan yang efektif akan menangani kerusakan perkerasan jalan pada saat kondisi perkerasan masih baik dan belum terdapat kerusakan yang serius. Pemeliharaan preventif menurut AASHTO dalam Geiger (2005) merupakan suatu strategi untuk pemeliharaan jalan serta perlengkapan jalan
1
2
existing dengan pembiayaan yang efektif (cost-effective treatment) untuk memperlambat kerusakan di masa yang akan datang dan mempertahankan atau memperbaiki
kondisi
fungsional
dari
sistem
(tanpa
secara
signifikan
meningkatkan kapasitas struktural). Penanganan kerusakan pada saat yang tepat dapat memulihkan kondisi perkerasan hampir sesuai dengan kondisi awalnya. Pelaksanaan pemeliharaan preventif pada perkerasan jalan dapat menunda pelaksanaan pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang biayanya jauh lebih mahal dibandingkan dengan akumulasi biaya pemeliharaan preventif. Pelaksanaan pemeliharaan preventif tidak terlalu mengganggu lalu lintas dibandingkan dengan penutupan jalan yang panjang akibat pekerjaan rekonstruksi atau rehabilitasi mayor. Geiger (2005) menyatakan bahwa pemeliharaan preventif pada umumnya diterapkan untuk perkerasan yang masih dalam kondisi baik dan memiliki umur sisa layanan yang signifikan. Pemeliharaan preventif yang merupakan komponen utama dari pemeliharaan perkerasan memiliki strategi untuk memperpanjang umur pelayanan dengan menerapkan penanganan yang efektif pada permukaan jalan atau dekat dengan permukaan jalan yang secara struktural masih baik. Pemeliharaan preventif pada perkerasan lentur menurut Mulyono (2015) meliputi: (1) surface treatment: crack filling dan crack sealing; (2) crack surfacing: slurry seals, microsurfacing, chip seals, seal coats, scrub seals, dan sand seals; serta (3) surface dressing: fog seals dan rejuvenating seals. Mutu pekerjaan pemeliharaan preventif merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam strategi mencapai umur rencana perkerasan jalan. Komponen manajemen konstruksi atau sumber daya yang terlibat dalam capaian mutu pemeliharaan preventif, antara lain: tenaga kerja kontraktor, tenaga ahli konsultan, tenaga manajerial PPK, material, peralatan, lingkungan, dan pendanaan. Sumber daya yang terlibat dalam mencapai mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur tersebut berdampak pada proses pelaksanaan proyek dan hasil pekerjaan. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V, selanjutnya akan disingkat dengan BBPJN V, merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Direktorat Jenderal Bina Marga, yang selanjutnya disebut dengan Ditjen Bina Marga, yang
3
dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum. BBPJN V memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) untuk menjamin pemenuhan penyelenggaraan jalan dan jembatan pada ruas jalan nasional yang meliputi wilayah Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (selanjutnya akan disingkat dengan Provinsi D. I. Yogyakarta). Pengambilan wilayah penelitian di BBPJN V karena wilayah kerja BBPJN V menangani ruas jalan strategis di Direktorat Jenderal Bina Marga, antara lain ruas Jalan Pantura (Pantai Utara) di Pulau Jawa, ruas Jalan Pansela (Pantai Selatan) atau JJLS (Jalur Jalan Lintas Selatan) di Pulau Jawa, dan ruas jalan metropolitan di beberapa kota besar di Indonesia (Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan lain-lain). Tabel 1.1 menunjukkan penelitian yang dilakukan oleh IndII (Indonesia Infrastructure Intiative) mengenai perbandingan pelayanan komoditas utama terhadap moda transportasi di Koridor Utara Jawa (Jalan Pantura). Tabel 1.1 Komparasi pelayanan komoditas utama terhadap moda transportasi di Jalur Pantura Jawa
Waktu tempuh (hari)
Biaya doorto-door (1000 Rp/ ton)
Mode Share
Kategori
Moda Truk Kereta Api Kapal Laut Truk Kereta Api
Baja 94.9% 5.1% 0% 256 228
Semen 91.6% 0.5% 7.9% 200 200
Pupuk 100% 0% 0% 209 325
Kapal Laut
493
-
224.5
Truk Kereta Api Kapal Laut
4 2 14
4 2 6
4-5 4 6
Mobil 70% 0% 30% 2,500 (2,000 – 3,000) + 35*2 5 5-6
Motor 100% 0% 0% 250 5 -
(Sumber: IndII, 2013)
Komparasi pelayanan komoditas utama pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa lebih dari 90% produsen menggunakan moda transportasi darat, dalam hal ini truk (menggunakan jalan raya), untuk melakukan pengiriman barang produksinya, kecuali untuk distribusi mobil 30% menggunakan moda laut.
4
Biaya door-to-door kereta api yang tinggi dibandingkan dengan truk dikarenakan faktor lokasi, tarif, dan biaya multihandling lainnya serta volume pengiriman yang kurang fleksibel apabila menggunakan kereta api mengakibatkan truk masih menjadi pilihan utama dari produsen untuk melakukan pengiriman komoditas. Waktu tempuh kapal laut lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan truk karena pelabuhan yang sulit diakses dan kinerja pelayanan bongkar muat yang kurang baik mengakibatkan truk menjadi pilihan utama produsen dalam mengirim logistik. Waktu tempuh yang lama ini pula yang mengakibatkan biaya pengiriman menjadi lebih mahal. Mulyono (2014) membandingkan mode share produksi angkutan barang dan penumpang di Pulau Jawa. Hasil komparasi mode share tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perbandingan mode share produksi angkutan barang dan penumpang di Pulau Jawa Jenis Angkutan Barang
Lintas Utara 75.0%
Penumpang
64.8% (Sumber: Mulyono, 2014)
Jalan Lintas Tengah 93.7% 14.1% 92.5% 21.3%
Lintas Selatan 4.7% 6.5%
Kereta Api
Laut
Udara
1.1%
5.2%
0%
6.5%
0.3%
0.7%
Perbandingan penggunaan moda transportasi barang dan penumpang pada Tabel 1.2 tersebut menunjukkan bahwa jalan lintas utara atau Pantai Utara (Pantura) yang merupakan bagian dari penanganan di wilayah BBPJN V, merupakan tumpuan distribusi barang dan penumpang yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional. Manajemen pemeliharaan jalan Pantura harus dikelola dengan baik agar aksesibilitas, konektivitas, dan kondisi perkerasan tetap
dalam
kondisi
yang
baik,
sehingga
tidak
mengganggu
kondisi
perekonomian. Hasil validasi IRMS (Integrated Road Management System) Semester I Tahun 2015, seperti terlihat pada Tabel 1.3, menunjukkan bahwa kondisi kemantapan jalan berdasarkan IRI (International Roughness Index) pada ruas jalan nasional di ketiga wilayah di bawah kewenangan BBPJN V: (1) Provinsi
5
Jawa Timur: kondisi mantap 94.83% dengan kondisi baik 75.38%; (2) Provinsi Jawa Tengah: kondisi mantap 89.39% dengan kondisi baik 49.12%; dan (3) Provinsi D. I. Yogyakarta: kondisi mantap 99.04% dengan kondisi baik 80.90%. Kondisi ruas jalan yang termasuk dalam kondisi mantap merupakan kondisi jalan dalam keadaan baik dan sedang. Kondisi jalan yang masih dalam kondisi baik tersebut harus dipertahankan kondisinya melalui pemeliharaan preventif. Rehabilitasi minor diterapkan pada kondisi jalan yang mengalami rusak ringan. Kondisi jalan yang tidak mantap, dalam hal ini rusak berat, harus diperbaiki melalui mekanisme rehabilitasi mayor dan rekonstruksi. Kondisi jalan nasional di wilayah kerja BBPJN V pada Semester I Tahun 2015 sebesar 66.06% berada dalam kondisi baik, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan pemeliharaan jalan melalui pemeliharaan preventif yang dilakukan pada perkerasan jalan yang tepat serta dengan jenis penanganan, waktu, dan pelaksana yang tepat agar kondisi mantap perkerasan jalan existing dapat dipertahankan.
Penelitian
ini
akan
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur agar didapatkan manajemen pemeliharaan jalan yang efektif dan efisien. Tabel 1.3 Kondisi jalan nasional Semester I Tahun 2015 No 1 2 3
Provinsi
Panjang Jalan (km)
Jawa Timur 2.361.23 Jawa Tengah 1.518.09 D. I. Yogyakarta 247.91 BBPJN V 4.127.23 (Sumber: BBPJN V, 2015)
Kemantapan Jalan (%)
Kondisi Jalan (% IRI) Baik
Sedang
75.38 49.12 80.90 66.06
19.45 40.27 18.14 27.03
Rusak Ringan 4.58 8.98 0.84 5.98
Rusak Berat 0.58 1.62 0.11 0.94
IRI
SDI
94.83 89.39 99.04 93.09
94.90 97.61 100.00 96.21
Grafik kondisi jalan nasional di wilayah kerja BBPJN V Semester I Tahun 2015 berdasarkan IRI dapat dilihat pada Gambar 1.1a untuk Provinsi Jawa Timur, Gambar 1.1b untuk Provinsi Jawa Tengah, dan Gambar 1.1c untuk Provinsi D. I. Yogyakarta.
6
5% 1% 19%
Baik Sedang 75%
Rusak Ringan Rusak Berat
Gambar 1.1a Kondisi jalan nasional berdasarkan IRI Semester I Tahun 2015 di Provinsi Jawa Timur (Sumber: BBPJN V, 2015)
2% 9%
49%
Baik Sedang
40%
Rusak Ringan Rusak Berat
Gambar 1.1b Kondisi jalan nasional berdasarkan IRI Semester I Tahun 2015 di Provinsi Jawa Tengah (Sumber: BBPJN V, 2015)
1%
0%
18%
Baik Sedang 81%
Rusak Ringan Rusak Berat
Gambar 1.1c Kondisi jalan nasional berdasarkan IRI Semester I Tahun 2015 di Provinsi D. I. Yogyakarta (Sumber: BBPJN V, 2015)
Salah satu contoh strip map kondisi jalan di wilayah kerja BBPJN V dapat dilihat pada Gambar 1.2, strip map kondisi jalan Semester I Tahun 2015 dan penanganan jalan tahun 2011-2015 pada ruas jalan Batas Kota Pekalongan (Jembatan Widuri)-Batas Kabupaten Kendal (Jembatan Kalikuto), pada stationing
7
(untuk selanjutnya disingkat dengan Sta.) 85+000 sampai dengan Sta. 96+315. Ruas jalan pada segmen ini meliputi Jl. Urip Sumoharjo (Batang), Jl. Sudirman (Batang), dan Jl. Slamet Riyadi (Batang). Jenis perkerasan pada segmen tersebut adalah flexible pavement (aspal), sedangkan rigid pavement (beton) hanya ada di Sta. 85+000 sampai dengan Sta. 86+000 pada jalur opposite. Kondisi jalan berdasarkan IRI (International Roughness Index) dan SDI (Surface Distress Index) pada segmen tersebut sebagian besar adalah baik (warna hijau) dengan sedikit kondisi sedang (warna kuning) dan rusak ringan (warna jingga). Kondisi rusak berat (warna merah) tidak terjadi pada segmen tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa pada segmen tersebut, jalan yang dalam kondisi baik harus dipertahankan kondisinya melalui pemeliharaan preventif. Penanganan jalan yang telah dilakukan pada tahun 2011 sampai dengan 2015 adalah (1) pemeliharaan rutin kondisi pada tahun 2011 sampai dengan 2015 di seluruh ruas jalan; (2) pemeliharaan berkala pada tahun 2012 di Sta. 90+600 sampai dengan Sta. 92+800; (3) peningkatan struktur flexible pavement pada tahun 2014 di Sta. 86+000 sampai dengan Sta. 87+000 dan Sta. 88+000 sampai dengan Sta. 89+000, termasuk pemeliharaan rutin EWP (extended warranty period) selama 2 (dua) tahun (2015-2016) oleh kontraktor pada stationing yang sama; (4) peningkatan struktur flexible pavement pada tahun 2015 di Sta. 88+900 sampai dengan Sta. 89+400 (jalur opposite) dan Sta. 89+200 sampai dengan Sta. 89+400 (jalur normal); dan (5) peningkatan struktur rigid pavement pada tahun 2015 di Sta. 85+000 sampai dengan Sta. 85+900 (jalur opposite), termasuk pemeliharaan rutin EWP pada stationing yang sama.
8
675,30$3.21',6,-$/$17$+81607 '$13(1$1*$1$17$+816G%76.27$3(.$/21*$1-%7:,'85, %76.$%.(1'$/-%7.$/,.872 .(7(5$1*$1 $-HQLV3HUNHUDVDQ $ -HQLV 3HUNHUDVDQ
%.RQGLVL-DODQ,5,GDQ6', % .RQGLVL -DODQ ,5, GDQ 6',
$VSDO 5L LG 5LJLG
.060*
-/68',50$1%$7$1*
&3HQDQJDQDQ & 3HQDQJDQDQ
%DLN 6HGDQJ 5 N 5L 5XVDN5LQJDQ 5XVDN%HUDW
5XWLQ(:3 5XWLQ.RQGLVL % N O %HUNDOD 3HQLQJNDWDQ6WUXNWXU)OH[LEOH 3HOHEDUDQ 3HQLQJNDWDQ6WUXNWXU5LJLG
-/6/$0(75,<$',%$7$1*
-/68',50$1%$7$1*
-/85,36802+$5-2%$7$1*
!"#$%&'("&)*+, %-$340522
!"#$!,&*&) %-$./0122
$ 1250$/ -(1,63(5.(5$6$16' 23326,7(
% '$7$,5,607 .21',6,-$/$1 %(5'$6$5.$1,5,
1250$/ 23326,7(
% '$7$,5,6', .21',6,-$/$1 %(5'$6$5.$16',
1250$/ 23326,7(
&
3(1$1*$1$1
3$.(7$
3$.(7$
1250$/
1267
1261
23326,7(
1267
7$0%$+$1
& 1250$/
!"#$
23326,7(
!"#$
&
1250$/ 23326,7(
Gambar 1.2 Strip map kondisi jalan Bts. Kota Pekalongan-Bts. Kab. Kendal (Sta. 85+000 s/d Sta. 96+315) (Sumber: BBPJN V, 2015)
Mulyono (2015) menyatakan bahwa kerusakan jalan di Indonesia cukup unik karena pada suatu segmen dari ruas jalan sering terjadi berbagai tipe dan jenis kerusakan struktural yang terjadi sehingga sulit diduga faktor penyebabnya. Faktor penyebab kerusakan jalan dibagi menjadi dua: (1) faktor eksternal, yang dominan berkaitan dengan beban sumbu kendaraan berat, kapilaritas air tanah, dan genangan air banjir di atas permukaan jalan yang berpengaruh terhadap percepatan kerusakan struktural jalan, yang pada akhirnya mengakibatkan tidak tercapainya umur rencana yang diharapkan; dan (2) faktor internal, yang berkaitan dengan permasalahan kompetensi keterampilan yang tidak didukung oleh niat untuk melakukan perubahan dari tenaga kerja lapangan dan terdapat kesan pembiaran penyimpangan mutu oleh pengawas lapangan, serta monitoring dan evaluasi yang lemah oleh pengguna jasa, dalam hal ini Satuan Kerja (Satker)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), terhadap kinerja kontraktor dan konsultan pengawas sehingga kegagalan bangunan jalan pascakonstruksi sering terjadi tanpa diketahui penyebabnya.
9
Pemeliharaan preventif di Indonesia masih sangat jarang diterapkan. Pemeliharaan jalan yang umumnya dilakukan hanya berupa tambalan (patching) dan overlay konvensional. Penyelenggara jalan masih beranggapan bahwa pemeliharaan jalan membutuhkan biaya yang besar, namun tidak memberikan nilai tambah secara ekonomi dan struktural. Pola penanganan jaringan jalan yang dilakukan Ditjen Bina Marga selama ini terbatas pada tindakan reaktif setiap tahun, sehingga penanganan jalan terkesan terlambat dan terjadi perbaikan berulang di lokasi yang sama karena tidak dilakukan penanganan preventif di ruas jalan tersebut. Paradigma seperti inilah yang akan diubah oleh penyelenggara jalan, dalam hal ini Ditjen Bina Marga, dari paradigma lama yang lebih bersifat reaktif menjadi preventif dengan membuat program antisipasi yang lebih rasional khususnya pada lintas-lintas penting jalan nasional. Penanganan pemeliharaan jalan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 15/PRT/M/2015 Tanggal 21 April 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dilakukan di bawah pembinaan Direktorat Preservasi Jalan, yang didalamnya terdapat Subdirektorat Teknik Pemeliharaan. Hal ini didukung dengan Rencana Strategis atau Renstra Ditjen Bina Marga 2015-2019 yang menargetkan preservasi jalan nasional sepanjang 47.017 km, pembangunan jalan nasional sepanjang 2.650 km, dan peningkatan kapasitas jalan nasional sepanjang 3.073 km, artinya alokasi pendanaan jalan nasional 4 (empat) tahun ke depan hampir 90% digunakan untuk preservasi jalan. Penanganan pemeliharaan jalan, khususnya dalam penelitian ini pemeliharaan preventif, harus didukung dengan komponen manajemen konstruksi yang handal, oleh sebab itu diperlukan analisis dalam mengidentifikasi pengaruh komponen manajemen konstruksi untuk mencapai mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur.
B. Perumusan Masalah Komponen manajemen konstruksi yang handal akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan preventif. Rumusan masalah yang dapat dikemukakan berdasarkan uraian latar belakang yang telah
10
dikemukakan, yang akan dilakukan analisis pengaruh komponen manajemen konstruksi terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur adalah: 1. Apa indikator pada setiap komponen manajemen konstruksi yang berpengaruh terhadap capaian mutu? 2. Apa variabel pada setiap komponen manajemen konstruksi yang secara signifikan berpengaruh terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif? 3. Bagaimana implikasi hasil komponen manajemen konstruksi terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif? 4. Bagaimana implikasi hasil komponen manajemen konstruksi terhadap indikator capaian mutu pemeliharaan preventif? 5. Bagaimana pengelolaan komponen manajemen konstruksi pada ruas jalan di wilayah BBPJN V agar mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur dapat tercapai? Komponen manajemen konstruksi, dalam hal ini tenaga kerja kontraktor, tenaga ahli konsultan, tenaga manajerial PPK, material, peralatan, lingkungan, dan pendanaan akan berdampak pada seluruh aspak dalam proses pelaksanaan serta keberhasilan proyek, sehingga diperlukan analisis mengenai hubungannya terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur pada ruas jalan di wilayah BBPJN V.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian analisis pengaruh komponen manajemen konstruksi terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur pada ruas jalan di wilayah BBPJN V adalah: 1. Identifikasi indikator pada setiap komponen manajemen konstruksi yang mempengaruhi capaian mutu. 2. Menentukan variabel pada setiap komponen manajemen konstruksi yang secara signifikan berpengaruh pada capaian mutu. 3. Mengetahui implikasi hasil komponen manajemen konstruksi terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif. 4. Mengetahui implikasi hasil komponen manajemen konstruksi terhadap indikator capaian mutu pemeliharaan preventif.
11
5. Menentukan metode pengelolaan komponen manajemen konstruksi pada ruas jalan di wilayah BBPJN V agar mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur dapat tercapai.
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan acuan pengelolaan komponen manajemen konstruksi pada ruas jalan di wilayah BBPJN V, sehingga tercapai mutu penanganan pemeliharaan jalan, khususnya pemeliharaan preventif perkerasan lentur jalan nasional di wilayah BBPJN V. Pengelolaan komponen manajemen konstruksi pada ruas jalan di wilayah BBPJN V yang tepat akan memberikan manfaat terhadap proses manajemen proyek pemeliharaan preventif perkerasan lentur di masa yang akan datang.
E. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada identifikasi, analisis, pemetaan, dan pengelolaan komponen manajemen kontruksi pada ruas jalan di wilayah BBPJN V yang memberikan pengaruh terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur jalan nasional dengan pembatasan: 1. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V (BBPJN V) yang meliputi Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi D. I. Yogyakarta serta melibatkan pihak-pihak yang menangani proyek jalan nasional. 2. Subyek penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penanganan proyek jalan nasional, baik dari unsur pengguna jasa maupun penyedia jasa. Setiap responden disyaratkan dapat menjadi manifestasi dari instansi/lembaga ataupun perusahaan yang menaunginya dengan rincian: a. Unsur pengguna jasa: Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional beserta asisten teknis, Kepala Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional beserta asisten teknis, serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) beserta pengawas lapangan, di lingkungan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V.
12
b. Unsur penyedia jasa: para tenaga ahli atau engineer konsultan pengawas, para engineer pada Core Team (Tim Inti) Perencanaan dan Pengawasan, serta General Superintendent (GS) kontraktor yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek jalan nasional di wilayah BBPJN V. 3. Penelitian ini difokuskan terhadap komponen manajemen konstruksi yang berpengaruh terhadap mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur jalan nasional di wilayah BBPJN V.
F. Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu yang relevan terhadap penelitian pengaruh komponen manajemen konstruksi terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur, antara lain: 1. Doloi et al. (2010) telah melakukan penelitian mengenai kinerja kontraktor dengan judul “Structural Equation Model for Assessing Impacts of Contractor's Performance on Project Success”
yang
dimuat
dalam
International Journal of Project Management. Keberhasilan suatu proyek sangat dipengaruhi oleh keahlian dan kinerja kontaktor. Faktor-faktor yang mendasari pemilihan kontraktor untuk mencapai kesuksesan proyek perlu dipahami agar didapatkan kontraktor yang tepat untuk pekerjaan yang tepat. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survei dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan terhadap kontraktor, arsitek, konsultan, dan pemilik proyek sejumlah 97 responden. Analisis data menggunakan teknik structural equation modeling (SEM) menggunakan program AMOS 16.0 dengan total 29 atribut atau indikator teknis yang tercakup dalam lima faktor konfirmatori: (1) kesehatan bisnis dan tenaga kerja atau soundness of business and workforce (SBW), perencanaan dan pengendalian atau planning and control (PC), kualitas kinerja atau quality performance (QP), kinerja masa lalu atau past performance (PP) dan keberhasilan proyek secara keseluruhan atau overall project success (OPS). Hasil survei yang dilakukan di seluruh proyek-proyek konstruksi berukuran sedang di Australia, menunjukkan bahwa perencanaan teknis dan pengendalian kontraktor adalah kunci dalam mencapai kesuksesan
13
pada suatu proyek. Indikator-indikator yang terlihat pada gambar tersebut telah dilakukan Confirmatory Factor Analysis (CFA), sehingga hanya indiaktor yang signifikan mempengaruhi yang diolah dalam Full Model SEM. Hasil akhir SEM menunjukkan bahwa terhadap keberhasilan proyek secara keseluruhan: (1) faktor perencanaan dan pengendalian (PC) memiliki korelasi tertinggi (koefisien standar = 0.87); (2) faktor kesehatan bisnis dan tenaga kerja (SBW) menjadi tertinggi kedua (koefisien standar koefisien = 0.56); (3) kinerja kualitas (QP) memiliki pengaruh langsung dengan standar koefisien 0,46; dan (4) kinerja masa lalu (PP) memiliki standar koefisien sebesar 0.14. Hasil penelitian
yang
menunjukkan
bahwa
perencanaan
dan
kemampuan
pengendalian merupakan faktor yang paling mempengaruhi untuk keberhasilan kontraktor ini mengubah pemikiran yang selama ini diterima di industri konstruksi Australia bahwa kinerja masa lalu merupakan kriteria tunggal untuk keberhasilan kontraktor pada proyek konstruksi yang semakin kompleks. 2. Penelitian mengenai kinerja konsultan pengawas dengan menggunakan metode structural equation modeling (SEM) telah dilakukan oleh Wadjdi et al. (2007) dengan judul “Analisis Pengaruh Kepuasan Kompensasi, Komitmen Afektif, Komitmen Kalkulatif, dan Komitmen Normatif pada Kinerja (Studi terhadap Tenaga-Tenaga Ahli Konsultan Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan di Jawa Timur)” yang dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V. Penelitian Wadjdi et al. (2007) difokuskan pada kepuasan terhadap kompensasi ditinjau dari komitmen organisasi (komitmen afektif, kalkulatif, dan normatif) serta kinerja. Kepuasan kompensasi didefinisikan sebagai jumlah perasaan positif yang dimiliki individu mengenai kompensasi yang diterimanya. Komitmen afektif melibatkan tiga aspek: (1) pembentukan keterkaitan emosional dengan suatu organisasi; (2) pengenalan terhadap suatu organisasi; dan (3) dan keinginan untuk tetap menjadi anggota dari suatu organisasi (Meyer dan Allen, 1984 dalam Wadjidi et al., 2007). Komitmen kalkulatif adalah bentuk keterikatan psikologis pada organisasi yang mencerminkan persepsi pegawai mengenai kerugian yang akan dialami apabila pegawai
memutuskan
meninggalkan
organisasi.
Komitmen
normatif
14
merupakan suatu kewajiban moral yang ditumbuhkan oleh pegawai setelah organisasi menginvestasikan sesuatu untuk mereka. Metode dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner subjektif yang ditujukan kepada tenaga profesional dari perusahaan konsultan teknik di Jawa Timur. Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode structural equation modeling (SEM). Analisis data dan pembahasan menunjukkan hasil: (1) efek langsung dari kepuasan terhadap kompensasi untuk kinerja lebih kecil dari efek tidak langsung, yaitu efek yang diukur melalui dimensi komitmen organisasi; (2) kepuasan kompensasi paling mempengaruhi komitmen kalkutatif, hal ini berarti komitmen lebih dipengaruhi oleh perhitungan untung rugi pribadi; dan (3) komitmen berorganisasi memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja, artinya tekanan, kewajiban, atau etika tenaga ahli mempengaruhi kinerjanya. 3. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dari kinerja beberapa jenis pemeliharaan preventif telah dilakukan oleh Visintine et al. (2015) dengan judul “Factors Affecting the Performance of Pavement Preservation Treatments“ yang dimuat dalam conference proceedings dan disampaikan pada 9th International Conference on Managing Pavement Assets (ICMPA9) di Washington D.C. pada bulan Mei 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidakpastian output dari model (seperti kinerja preservasi jalan atau biaya) dapat dibagi dalam berbagai sumber ketidakpastian input (seperti kondisi perkerasan existing, kualitas konstruksi, kualitas material, lalu lintas, dan cuaca). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi terhadap database yang ada dan survei terhadap ahli dalam bidang preservasi jalan. Visintine et al. (2015) menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kinerja berbagai jenis teknologi pemeliharaan preventif adalah (1) kondisi perkerasan exisiting; (2) pemilihan dan kualitas material; (3) proses pelaksanaan/konstruksi dan tenaga kerja; (4) ketepatan desain atau perencanaan; (5) tingkat volume/beban lalu lintas; dan (6) cuaca pada saat dan sesaat setelah pelaksanaan. Hasil penelitian menyajikan hasil berupa perbandingan antara umur layanan setelah dilakukan pemeliharaan preventif
15
dengan berbagai faktor yang mempengaruhi serta peningkatan atau tambahan persentase biaya yang harus dikeluarkan apabila pada saat pelaksanaan preservasi jalan. Hasil analisis ekonomi menggambarkan bahwa preservasi jalan harus dikerjakan dengan baik, sehingga risiko mengeluarkan biaya tambahan hampir 200% dan lebih dari 20 tahun untuk melakukan perbaikan dapat dihindari. 4. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan sebuah proyek telah dilakukan oleh Zulu (2007) dengan judul “Impact of Project Management on Project Performance: A Structural Equation Modelling Approach” yang disampaikan pada 23rd Annual ARCOM Conference dan dimuat dalam conference proceedings pada Association of Researchers in Construction Management. Metode yang digunakan untuk proses pengambilan data adalah melalui survei menggunakan kuesioner dan proses analisis data yang digunakan dalam meneliti hubungan antara manajemen proyek dan kinerja proyek dievaluasi dengan menggunakan model persamaan struktural atau structural equation modeling (SEM), sehingga dapat diketahui pengaruh langsung dan tidak langsung dari komponen manajemen konstruksi terhadap kinerja proyek, serta hubungan korelasi antarvariabel. Penelitian Zulu (2007) ini menggunakan pemaketan indikator untuk membentuk sebuah komposit dari sejumlah indikator, sehingga mengurangi jumlah indikator namun perhitungan tetap dilakukan untuk seluruh indikator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kepemimpinan manajemen proyek memiliki pengaruh langsung yang signifikan pada tim manajemen proyek, komunikasi, dan strategi manajemen proyek; (2) pengaruh tim proyek pada proses manajemen proyek signifikan secara statistik; (3) pengaruh strategi manajemen proyek pada proses manajemen proyek tidak signifikan secara statistik; (4) pengaruh proses manajemen proyek pada kinerja proyek tidak signifikan secara statistik; dan (5) pengaruh komunikasi proyek pada proses manajemen proyek adalah negatif dan tidak signifikan secara statistik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini berisi tentang analisis pengaruh komponen manajemen konstruksi terhadap
16
capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur di Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi D. I. Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan melalui identifikasi indikator-indikator yang berpengaruh pada tenaga kerja kontraktor, tenaga ahli konsultan, tenaga manajerial PPK, material, peralatan, lingkungan, dan pendanaan. Indikator-indikator pada komponen manajemen konstruksi tersebut selanjutnya dianalisis hubungannya terhadap capaian mutu pemeliharaan preventif perkerasan lentur dengan menggunakan Metode SEM (Structural Equation Modeling). Proses analisis dilakukan dengan menggunakan software Analysis of Moment Structure (AMOS) versi 22.0.