BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU RI No. 11, 2010). Benda cagar budaya merupakan salah satu identitas dari satu pendukung kebudayaan. Bangunan yang disebut kuno saat sekarang adalah saksi-saksi yang "berbicara" membentuk citra masa lalu dan mencerminkan pandangan, harapan, kemajuan dan kemampuan generasi-generasi yang lalu. Hal ini seharusnya merupakan pelajaran, pengalaman dan pemanfaatan bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Peninggalan-peninggalan yang memiliki nilai sejarah, arsitektur dan budaya harus dilindungi karena kalau peninggalan-peninggalan itu hilang identitas dan sejarahnya akan hilang. Perlindungan peninggalan-peninggalan akan dilakukan melalui konservasi dan pemugaran. Pemugaran dilakukan agar peninggalan dan informasi-infomasinya dapat diteruskan kepada generasi mendatang, bukan saja dalam bentuk cerita dan gambar melainkan dalam wujud yang nyata. Pemugaran peninggalan arsitektur pada prinsipnya melestarikan “identitas” suatu lingkungan, kawasan atau kota. Dalam buku “The City With The Collective Memory” diungkapkan bahwa bagi suatu kota, ekspresi kolektif dari arsitektur dan warisan budaya menimbulkan suatu kenangan atau memory (Boyer, 1994 dalam Ikaputra, 1995). Memory yang dikoleksi oleh masyarakat kota maupun orang yang berkunjung akan memberikan pemahaman tentang suatu identitas kota. Dengan kata lain identitas suatu kota, termasuk peninggalan arsitektur, dapat dipakai sebagai suatu referensi untuk membedakan dengan kota yang lain. Dengan demikian pemugaran peninggalan arsitektur tersebut menjadi sangat penting karena dapat dipakai sebagai identitas atau karakter budaya suatu tempat atau bangsa. Masalahnya, saat ini banyak peninggalan arsitektur mengalami kerusakan, runtuh atau dibongkar.
1
Ada berbagai macam bahaya yang mengancam benda cagar budaya di antaranya: 1) Faktor alami seperti hujan deras, hujan salju, suhu tinggi, banjir, gempa bumi dan lain-lain. 2) Faktor kurangnya kepedulian terhadap benda cagara budaya oleh manusia. Bangunan candi adalah peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik Indonesia, yaitu masa berkembanganya kebudayaan yang berlatar belakang agama Hindu dan Budha, yang berkembang dari kira-kira abad ke-5 sampai abad ke-15 M. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa candi adalah salah satu aspek kebudayaan yang mendapat pengaruh India (Hardiati, 1998). Bangunan candi sebagai bangunan peninggalan budaya masa yang lalu, memiliki nilai-nilai luhur yang perlu tindakan pemugaran, sebab pada masa kini bangunan semacam itu sudah tidak dibangun lagi sementara kehidupan budaya masa yang lalu telah meninggalkan jejak yang demikian tinggi nilainya, sehingga dapat menjadi rekaman budaya masa lalu yang pada masa yang akan datang dapat menjadi pengalaman berharga bagi tumbuhnya kehidupan budaya baru. Bertitik-tolak dari anggapan itu, maka berbagai nilai yang melekat pada bangunan candi perlu dipertahankan melalui proses pemugaran berdasarkan kaidah-kaidah pemugaran yang berlaku, agar nilai sejarah dan kepurbakalaan yang terkandung di dalamnya dapat dipertahankan dan dimanfaatkan dengan benar, karena menurut UU RI No. 11 (2010), pasal 64, pengamanan cagar budaya (candi) harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata. Bangunan candi masuk golongan benda arkeologi (kepurbakalaan), dengan berbagai nilai yang melekat padanya, yang dari sudut yang lain yaitu arsitektur bangunan itu pada dasarnya juga dapat menumbuhkan nilai-nilai lain, yang barangkali dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Soekmono (2002: 2): “arkeologi yang padanannya dalam bahasa Indonesia disebut ilmu purbakala, adalah ilmu yang mempelajari masa lalu manusia melalui peninggalan-peninggalannya”.
2
Nilai-nilai berdasarkan ilmu arkeologi tentang sebuah benda cagar budaya adalah: nilai kepurbakalaan yang ditinjau dari keaslian tata letak, bahan dan bentuk, dan nilai penting yang dilihat dari sudut sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Bidang arsitektur yang banyak mempelajari bangunan buatan manusia pada umumnya dan khususnya bangunan gedung, tidak dapat melepaskan dirinya dari lingkungan di sekitarnya tempat bangunan itu berdiri. Arsitektur sebagai sebuah karya manusia direncanakan dan dirancang berkaitan dengan faktor fungsi atau kegunaan, bentuk atau estetika dan konstruksi atau cara membangun. Ketika arsitektur diurai ke dalam faktor bentuk atau estetika atau keindahan, maka arsitektur menjadi sebuah objek dan sebagai sebuah objek berarti memiliki sifat kebendaan yang nyata, demikian selanjutnya bahwa objek itu menjadi terukur dalam dimensi panjang, lebar dan tinggi, lebih dari itu juga mempunyai dimensi keempat yaitu waktu. Objek yang terukur ini, dinyatakan dalam rumus bentuk yang dijelaskan secara geometrik analitik, sehingga dinyatakan sebagai sebuah bentuk yang dapat direkonstruksikan menurut dalil yang melatarbelakanginya (seperti bola, ellipsoida, paraboloida, hiperboloida, prismatik, kerucut, limasan). Bentuk dalam pandangan arsitektur dapat menggambarkan bayangan cermin dari manusia penciptanya dan bilamana digambarkan secara nyata adalah gambaran sosok abstrak dari penciptanya yang adalah pemiliknya sendiri atau yang akan menempatinya. Dalam menjelaskan sosok arsitektur bangunan lazim dibagi menjadi pelindung atas, pelindung bawah dan pendukung, ibarat sosok manusianya bahwa atap adalah kepala yang menggambarkan wajah atau karakter manusianya, susunan ruang di bawahnya merupakan badan dengan segala komplikasi proses kehidupan yang ada di dalam diri manusia. Terakhir bagian pendukung bangunan di bagian paling bawah adalah bagian kaki yang mendukung badan dan kepala sekaligus membawa serta badan dan kepala kemana dia akan bertujuan pergi.
3
Arsitektur Konstruksi
Fungsi (Kegunaan) Bentuk
Sosok Abstrak Penciptaanya
Kebendaan
Karakter dan Karakteritik Manusia
Nilai Budaya
Ilmu Pengetahuan
Kebudayaan
Sejarah
Keaslian Bentuk-Bahan Teknik
Perkuatan Struktur
Nilai Penting Nilai Kepurbakalaan
Arkeologi Gambar 1. Hubungan antara ilmu arsitektur dan arkeologi Bagi masyarakat generasi sekarang dan barangkali juga yang akan datang, bangunan candi memiliki nilai lain dari sudut pandang arsitektur, karena secara fungsional kegunaan bangunan itu tidak demikian intensif bilamana dibandingkan ketika bangunan itu dibangun pada masa yang lalu. Pada masa lalu bangunan candi memiliki nilai spiritual demikian tinggi, sebab selain dipergunakan untuk tempat beribadah umat beragama pada masanya, juga digunakan untuk wahana memorial (peringatan) atau monumen yang digunakan untuk mengingat tokoh pada masanya. Pada saat ini, fungsi semacam itu sudah tidak memiliki intensitas pemanfaatan yang demikian tinggi, sehingga pengertian monumen telah bergeser ke arah monumen peninggalan masa lalu, lebih menekankan diri pada nilai sejarah di satu pihak dan nilai keindahan di pihak yang lain. Berpihak pada nilai keindahan saja, maka bangunan candi dapat didekati dari sudut pandang ilmu arsitektur. Di dalamnya menyangkut nilai fungsional, estetika dan konstruktif, yang tentunya selalu dikaitkan dengan kebutuhan dan kepentingan kehidupan budaya masa kini dan 4
barangkali juga masa mendatang andaikata nilai bentuk (estetika) menjadi salah satu sudut pandang dalam telaah keilmuan. Tempat Beribadah Fungsi Bangunan Candi
Monumen Peninggalan Masa lalu Tempat Pariwisata
Memorial untuk Tokoh
Masa Lalu
Nilai Spiritual Pendekatan Arkeologi
Tempat Upacara Masa Sekarang
Nilai Spiritual
Nilai Sejarah
Pendekatan Arsitektur
Gambar 2. Fungsi bangunan candi masa lalu dan sekarang Pada masa sekarang muncul beberapa masalah yang berhubungan dengan pemugaran cagar budaya secara umum dan pemugaran bangunan candi secara khusus. Ada masalah-masalah yang terkait dengan bidang pendidikan dan penelitian tentang bangunan candi, juga ada masalah-masalah yang terkait dengan pengaruh proses teknik pemugaran terhadap bangunan candi, dan pihak-pihak yang mengikuti tindakan pemugaran itu. Pada penelitian ini kasus-kasus yang akan dibahas adalah Candi Plaosan Lor, Candi Induk Sewu dan Candi Sambisari yang pemugarannya sudah selesai. Tiga studi kasus dipilih karena empat alasan, yang pertama, tiga kompleks candi itu lokasinya berada di daerah yang hampir sama dari segi geografi walaupun dari segi adminstrasi lokasinya berbeda. Alasan kedua, tiga kompleks candi itu mewakili bangunan candi yang latar belakangnya agama Buddha (Candi Plaosan Lor dan Candi Sewu), dan agama Hindu (Candi Sambisari). Alasan ketiga, tiga kasus penelitian mewakili kompleks bangunan candi yang arsitekturnya tingkat kerajaan
5
(Candi Plaosan Lor dan Candi Sewu), dan yang arsitektur tingkat watak (Candi Sambisari). Alasan keempat, adalah bahwa tiga kompleks candi itu perencanaannya mempunyai bagian-bagian yang hampir sama, seperti halaman, bangunan candi induk dan bangunan candi perwara. B. Perumusan Masalah Pelestarian bangunan candi, seperti benda cagar budaya lainnya, harus dilakukan oleh tim ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan cagar budaya (UU RI No. 11, 2010). Perkembangan dalam praktek bidang konservasi sudah menghadiri kemunculannya menjadi suatu bidang komperhensif yang meliputi ilmu arkeologi, arsitektur, sejarah, seni, ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, tenik, hukum, manajemen, perencanaan dan kebijakan publik (Soemardi, 1999). Pada masa ini perdebatan mengenai pihak yang harus menangani pelestarian bangunan cagar budaya masih berlangsung antara pendapat apakah bidang arkeologi sebaiknya menjadi suatu profesi tersendiri atau sebagai sebuah spesialisasi di dalam satu tim pelestarian. Tetapi masalah yang muncul sekarang bahwa banyak pihak-pihak ilmuwan dan peneliti yang mempunyai peran terhadap pelestarian (pemugaran) bangunan candi menghindari pekerjaan itu baik dari segi teoritis maupun praktek, misalnya di bidang ilmu arsitektur mayoritas studi dan penelitian yang terkait dengan bangunan candi fokusnya ke arah urban design, manajemen dan pariwisata sebuah candi, dan jarang ada penelitian yang terkait dengan pemugaran objek candi itu sendiri. Permasalahan yang terjadi adalah kesalahan atau penyimpangan dalam teknik pemugaran walaupun ada banyak upaya sudah dilakukan selama proses pemugaran. Khususnya bangunan peninggalan candi berbahan batu diduga cara pelaksanaan pemugaran mempengaruhi nilai arsitektur terutama bentuk yang menjadi karakter keaslian estetika candi (nilai arkeologi). Berdasarkan uraian di atas timbul beberapa masalah berikut ini:
6
1) Kepentingan pemugaran bangunan candi sebagai peninggalan nenek moyang bangsa. 2) Kepentingan peran bidang arsitektur terhadap bangunan candi dan pemugarannya. 3) Integrasi dan sinergi antara bidang studi arsitektur dan arkeologi pada pemugaran bangunan candi. 4) Penyimpangan yang terjadi dalam teknik pemugaran dan pengaruhnya terhadap bangunan candi. C. Pertanyaan Penelitian Nilai penting dalam memahami peninggalan budaya dalam bentuk bangunan candi sebagaimana pernah diteliti sebelumnya oleh berbagai disiplin ilmu pengetahuan, menunjukkan bahwa bidang ilmu pengetahuan yang erat hubungannya selain ilmu arkeologi dengan bangunan candi dan pemugarannya, antara lain adalah ilmu arsitektur. Hingga sekarang pemugaran bangunan candi berbahan batu masih meninggalkan berbagai masalah arsitektural dan arkeologis yang belum terpecahkan. Isu-isu tersebut muncul tidak saja pada waktu pelaksanaan pemugaran, tetapi sebelum dan sesudah pemugaran. Meskipun pelaksanaan pemugaran cukup baik, namun ada beberapa masalah yang terjadi setelah proses pemugaran tersebut yang mungkin akan mempengaruhi nilai-nilai arsitektur dan arkeologi dari sebuah bangunan candi masa lalu. Berdasarkan harapan umum bahwa pemugaran candi perlu peran yang jelas antar disiplin, maka di antara bidang arsitektur dan arkelogi timbul persoalan antara lain: 1) Sejauh manakah proses pelaksanaan pemugaran bangunan candi mempengaruhi nilai arsitektur dan arkeologi? 2) Nilai-nilai arsitektur dan arkeologi apakah yang paling terpengaruh dari proses pelaksanaan pemugaran bangunan candi? 3) Tahap pemugaran apakah yang mempunyai pengaruh besar terhadap nilai arsitektur dan nilai arkeologi?
7
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini berupaya untuk menjadi bagian dari integrasi dan sinergi antara bidang studi arsitektur dan arkeologi pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses pemugaran bangunan candi. Integrasi dan sinergi tersebut, sebagai langkah awal, memerlukan ketersediaan pengetahuan yang sistematis tentang pengaruh proses pemugaran terhadap nilai dasar masing-masing bidang studi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menuntaskan langkah awal tersebut dengan menyediakan data, informasi, analisis dan kesimpulan teoritik dan empirik mengenai keterpengaruhan nilai-nilai arsitektur dan arkeologi oleh proses pemugaran, serta mengemukakan beberapa saran mengenai beberapa masalah pemugaran yang dapat diselesaikan jika integrasi dan sinergi arkeologi-arsitekutr dapat dinyatakan. Tujuan tambahan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian yang berhubungan dengan pekerjaan pemugaran bangunan candi berbahan batu dan pengaruh tindakan pemugaran itu terhadap nilai-nilai arsitektur dan arkeologi, sehingga kemudian dapat diketahui tahap-tahap teknik pemugaran yang mana yang paling mempengaruhi nilai-nilai arsitektur dan arkeologi, supaya tahap-tahap tersebut diberi lebih banyak perhatian ketika diterapkan di lapangan. E. Manfaat Penelitian Setiap ilmuwan melakukan kewajibannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan perlu lebih mengutamakan manfaat atau faedah yang diperolehnya dari melakukan penelitian itu, dengan pengertian bahwa ilmu pengetahuan berkembang karena lebih mengutamakan azas manfaat. Oleh karena itu, beberapa manfaat yang diharapkan dan berhubungan langsung dengan bidang arsitektur dari penelitian ini adalah: 1) Bagi ilmu pengetahuan, faedah yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memperkaya khazanah penelitian tentang bangunan candi, perkembangan teori pemugaran dan cara pelestarian dalam upaya menjaga nilai-nilai arsitektur dan arkeologi.
8
2) Kepentingan integrasi dan sinergi antara bidang studi arsitektur dan arkeologi dalam proses pelaksanaan pemugaran bangunan candi, dan peran bidang arsitektur tidak hanya pada proses mendesain landscape kawasan candi yang akan dipugar, tetapi pada obyek candi yang memiliki nilai-nilai arsitektur. 3) Menentukan nilai-nilai arsitektur dan arkeologi yang paling terpengaruh dari proses pemugaran, juga menentukan tahap-tahap teknik pemugaran yang pengaruhnya tinggi, sehingga tahapan itu perlu diperhatikan di lapangan. 4) mengevaluasi tujuan yang diharapkan dari proses pemugaran bangunan candi dari sudut pandang integrasi dan sinergi antara bidang studi arsitektur dan arkeologi untuk mengetahui apakah nilai-nilai arsitektur dan arkeologi sudah dicapai secara optimal. Selain itu juga ada beberapa manfaat yang berhubungan dengan kebutuhan peneliti sendiri sebagai berikut: 5) Menyempurnakan pengalaman studi strata dua peneliti tentang “pelestarian bangunan candi berbahan batu” melalui penelitian ini yang membahas tentang pengaruh pemugaran terhadap nilai-nilai arsitektur dan arkeologi bangunan candi berbahan batu. 6) Melalui penelitian ini akan diperkenalkan arsitektur salah satu warisan benda cagar budaya bangsa Indonesia yaitu bangunan candi secara umum dan Candi Plaosan Lor, Candi Sewu dan Candi Sambisari secara khusus kepada mahasiswa arsitektur dan masyarakat negara Suriah. Diharapkan pula hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pengalaman, pelajaran, dan cara pemugaran, untuk memugar beberapa benda cagar budaya berbahan batu baik di Indonesia maupun di negara Suriah karena di sana ada banyak peninggalan-peninggalan yang bahan bangunannya sama dengan bahan bangunan candi yaitu batu andesit, maka beberapa tahap pemugaran yang dilaksanaan pada pelestarian bangunan candi dapat diterapkan pada peninggalan-peninggalan tersebut.
9
F. Keaslian Penelitian Di Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Gadjah Mada belum ditemukan penelitian yang membahas pemugaran bangunan candi secara umum dan pemugaran Candi Plaosan Lor, Candi Sewu, dan Candi Sambisari secara khusus, terutama dalam bidang arsitektur dan di Jurusan Arkeologi, Universitas Gadjah Mada juga belum ditemukan penelitian tentang teknik pemugaran bangunan candi, tetapi ada banyak penelitian yang terkait dengan fungsi candi pada masa lalu, latar belakang keagamaan dan arsitektur candi. Beberapa penelitian yang judulnya terkait dengan Candi Plaosan Lor, Candi Sewu, Candi Sambisari dan bangunan candi secara umum adalah: 1) Anom (1997), Keterpaduan Aspek Teknis dan Aspek Keagamaan Dalam Pendirian Candi Periode Jawa Tengah (Studi Kasus Candi Utama Sewu). Penelitian ini mengungkapkan keterpaduan antara aspek teknis dan aspek keagamaan dalam pendirian candi. Secara lebih terinci penelitian ini membahas beberapa hal di antaranya: a) Adanya makna serta “kekuatan” pada struktur pondasi candi. b) Arti simbolis dan fungsi teknis yang terdapat dalam kaki candi dan jalan keliling yang ada di atas kaki candi. c) Konsep keagamaan yang melatarbelakangi ungkapan teknis tata ruang candi dan susunan bentuk atap yang runcing berteras. Hubungan yang ada antara penelitian Anom tahun 1997 dan penelitian ini adalah pada kasus penelitian yaitu, Candi Sewu dan sedikit tentang struktur bangunan seperti penghubung antar batu-batunya. 2) Atmadi (1979), Beberapa Patokan Perancangan Bangunan Candi. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan perbandingan bentuk bangunan candi dalam hubungannya dengan bentuk dua dimensi (diperoleh melalui kajian visual tampak bangunan). Temuan yang diperoleh menyatakan bahwa perbandingan ukuran itu erat hubungannya dengan modul, artinya perbandingan ukuran itu juga berhubungan dengan fungsi dari bangunan itu sendiri.
10
Penelitian Atmadi (1979) dan penelitian ini, keduanya membahas tentang bentuk bangunan candi, tetapi penelitian ini membahas bentuk candi bukan hanya dari segi dua dimensi, tetapi juga meneliti bentuk berdasar kriteriakriteria yang lain. 3) Soekmono (1974), Candi Fungsi dan Pengertiannya. Dalam disertasi ini dijelaskan bahwa candi berfungsi sebagai makam atau kuil, yang dalam keadaan sehari-harinya dipergunakan untuk melakukan persembahan oleh mereka yang memanfaatkannya. Dalam pengertian persembahan ini tampak bahwa dimensi sakral sangat menonjol, sedangkan dimensi profan berada pada bagian paling kecil atau sedikit sekali, sehingga bila dibandingkan dengan rumah tinggal yang cenderung profan dan digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari, timbul pemikiran untuk membedakan antara pendekatan arsitektural untuk rumah tinggal dengan bangunan candi. Kesamaan antara penelitian Soekmono tahun 1974 dan penelitian ini adalah dalam hal fungsi bangunan candi, akan tetapi penelitian ini membahas secara singkat tentang fungsi bangunan candi pada masa sekarang. 4) Hamadoun (2004), Pelestarian Bangunan Candi Berbahan Batu. Kasus Candi Plaosan Lor utama utara, Induk Sewu dan Kedulan. Penelitian ini mengkaji pelestarian candi berbahan batu dan pengaruh pelestarian itu terhadap nilai arsitektur elemen-elemen candi (negatif dan positif) untuk mendapatkan prinsip-prinsip/cara teknik pemugaran bangunan candi berbahan batu yang terbaik. Penelitian ini membahas dan fokus pada masalah yang terkait dengan cara teknis (engineering) pelestarian candi berbahan batu dan pengaruh pelaksanaannya terhadap nilai arsitekturnya. Penelitian Hamadoun (2004) mirip dengan penelitian ini dari segi proses pemugaran bangunan candi berbahan batu dan pengaruh pemugaran itu terhadap nilai estetika. Perbedaannya adalah dalam studi ini akan diteliti tentang persoalan apakah proses pemugaran mempengaruhi nilai-nilai arsitektur dan arkeologi bangunan candi berbahan batu, dan tahap pemugaran apa yang paling berpengaruh.
11
5) Susanto (1981), Fungsi dan Peranan Candi Sambisari Dalam Masyarakat Jamannya. Penelitian yang berusaha mengungkapkan misteri yang masih menyelubungi candi ini. Pengungkapan tersebut meliputi latar belakang keagamaan, arti dan fungsi candi Sambisari dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu. Metode yang digunakan adalah metode historik yang memandang permasalahannya dari perspektif historis dan metode komparatif dengan mengumpulkan data dan meneliti hubungan antara berbagai fenomena yang sejenis dengan menunjukan unsur-unsur persamaan serta perbedaannya. Hubungan yang ada antara penelitian Susanto tahun 1981 dan penelitian ini adalah kasus penelitiannya yaitu Candi Sambisari dan sedikit tentang fungsinya. 6) Helmi (1983), Gerabah Candi Sambisari: Suatu Analisis dan Perkiraan Fungsinya. Penelitian terhadap gerabah Candi Sambisari sebagai sarana pelengkap dalam usaha menggali secara tuntas ruang lingkup masyarakat pendukungnya, juga diharapkan akan dapat dijadikan suatu tabungan data bagi penganalisaan gerabah masa klasik. Penelitian ini membahas dua hal, yang pertama menguraikan keanekaragaman gerabah berdasarkan bentuk, warna, teknik pembuatan, teknik menghias, ragam hias dan bahan. Hal yang kedua adalah mencari kejelasan tentang fungsi dan hubungannya dengan Candi Sambisari. Hubungan yang ada antara penelitian Helmi tahun 1983 dan penelitian ini adalah juga kasus penelitian yaitu Candi Sambisari dan sedikit tentang fungsinya. 7) Soediman (1976), Sepuluh Tahun Ekskavasi Candi Sambisari (1966-1975). Buku ini secara umum membahas tentang ekskavasi Candi Sambisari berdasarkan sumber data sekunder yang tersedia. Proses ekskavasi itu meliputi beberapa tahap yaitu, persiapan, saran kerja, metode dan system penggalian, hasil-hasil temuan lepas dan rekonstruksi sementara. Juga penulis membahas tentang fungsi, sejarah dan arsitektur Candi sambisari.
12
Kesamaan antara penelitian Soediman tahun 1976 dan penelitian ini adalah kasus penelitian yaitu Candi Sambisari dari segi arsitektur dan proses pemugarannya. 8) Parjana (1996), Latar Belakang Keagamaan dan Fungsi Candi Plaosan Lor. 9) Kusumajaya (1988), Periodisasi dan Pentahapan Pembangunan Candi Induk Sewu Berdasarkan Data Teknis dan Arkeologis. 10) Purnomo (1998), Candi Kalasan dan Candi Sewu: Studi berdasarkan Perbandingan Arsitekturnya. Di luar lingkungan Universitas Gadjah Mada telah ditemukan penelitian yang membahas mengenai pemugaran. Penelitian ini ditulis oleh Rosery Rosdi Putri, tesis (S2) tahun 2004, Universitas Indonesia (Jurusan Arkeologi) dan di Universitas Diponegono (Jurusan Arsitektur) telah ditulis penelitian tentang arsitektur Candi Plaosan Lor oleh Hermawati tahun 2004. Studi mengenai cara pemugaran bangunan candi, yang terdapat dalam laporan-laporan penelitian yang diterbitkan oleh beberapa lembaga. Beberapa laporan dan buku yang mendeskripsikan cara pemugaran bangunan candi adalah sebagai berikut: 1) Sampoerno, 1976, Pemugaran Candi. 2) 1992, Candi Sewu Sejarah dan Pemugarannya. 3) 1993/1994, Laporan Pemugaran Candi Plaosan Lor. 4) 1998, Laporan Purna Pugar Candi Plaosan Lor. 5) 1993, Rencana Pemugaran Candi Plaosan Lor Utama Utara Kompleks Plaosan Lor. 6) 1999, Laporan Studi Pemintakatan Candi Sambisari. 7) 1985, Laporan Penggalian Candi Sambisari (Tahun 1984-1985). 8) 2002, Laporan Studi Konservasi Candi Sambisari. 9) Laporan-laporan dari tulisan ahli Belanda. Dalam beberapa acuan yang melatarbelakangi penelitian ini, banyak ditemukan bahwa proses pemugaran bangunan candi dilakukan dengan pendekatan bidang arkeologi saja. Akan tetapi masih jarang ditemukan karya ilmiah yang membahas proses pemugaran bangunan candi dengan pendekatan bidang arsitektur. Oleh karena itu maka penelitian dari sudut pandang bidang lain, yaitu ilmu arsitektur,
13
perlu diupayakan sedemikian rupa sehingga nilai bangunan peninggalan masa lalu dapat dipertimbangkan keberadaannya. Penelitian dari sudut pandang arsitektur tersebut dilakukan tanpa meninggalkan nilai-nilai arkeologi apalagi nilai penting sejarah kehadiran bangunan pada masa yang lalu tidak dapat demikian saja dimanipulasi, apalagi dihapuskan.
14