BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lama telah diketahui bahwa pekerjaan dapat mengganggu kesehatan dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan ilmu dan pelaksanaan upaya kesehatan dan keselamatan kerja adalah mencakup aktivitas kerja yang selamat dan sehat (safe and healthy work). Pencapaian tujuan ini pada awalnya ditempuh dengan melakukan perlindungan kepada pekerja melalui hirarki pengendalian dan manajemen risiko dan bahaya yang timbul akibat interaksi antara pekerja, pekerjaan (material dan peralatan). Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di Indonesia semakin berkembang pesat juga. Tidak hanya industri formal tetapi perkembangan industri informal juga semakin berkembang pesat. Bertolak dari perkembangangan industri penerapan kesehatan dan keselamatan kerja juga harus menjadi perhatian, namun dalam penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri formal jauh lebih baik dibanding industri nonformal. Dalam sektor formal institusinya jelas yaitu institusi formal, ada perjanjian ketenagakerjaan serta program perlindungan K3 sudah ada dan diterapkan, sedangkan industri nonformal masih jauh dari yang diharapkan. Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang
1
2
perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal ( BPS, 2010). Keberadaan sektor informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keselamatan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009). Menyadari pentingnya K3 bagi semua orang di manapun berada maupun bekerja, serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja yang baik jelas mangkir kerja karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan perawatan akan menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat. Selama ini banyak pekerja sektor informal di daerah yang belum mendapat perlindungan dan jaminan hidup layak saat dalam bekerja. Ketika mengalami kecelakaan saat bekerja, si pekerja informal menanggung sendiri biaya berobat.
3
Keselamatan raga maupun jiwa mereka tak ada yang menjamin. Situasi ini akhirnya membawa pada status kesehatan pekerja sektor informal menjadi buruk. Hasil penelitian menunjukkan ada berbagai gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada sektor informal, misalnya dermatitis kontak pada perajin kulit (22%), perajin alas kaki (20,8%), nelayan ( 20,8%) dan batu bata (17,2%). Gangguan pada abdomen berupa nyeri tekan epigastrum banyak ditemukan pada perajin batu bata (45,5%), dan petani kelapa sawit ( 28%). Gangguan otot dan sendi banyak dijumpai pada perajin batu bata (74,7%), nelayan ( 41,6%) dan perajin kulit ( 21,0%) (ICOHIS, 2009). Salah satu jenis penyakit akibat kerja yang sering terjadi adalah penyakit gangguan muskuloskeletal. Studi tentang gangguan muskuloskeletal pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan sistem muskuloskeletal tersebut yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back Pain = LBP). Laporan dari the Bureau of Labour Statistics (BLS) Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa hampir 20% dari semua kasus sakit akibat kerja dan 25% biaya kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan sakit pinggang. Hasil estimasi yang dipublikasikan oleh National Institute for Occupational Safety and Health menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan sistem muskuloskeletal mencapai 13 Milyar USD setiap tahun. Biaya
4
tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan biaya kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya. Sementara itu National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus (Tarwaka, 2011). Menurut Bernard (1997) keluhan muskuloskeletal disebabkan oleh faktor individu dari pekerja itu sendiri antara lain umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan masa kerja. Usia dapat berpengaruh terhadap kekuatan fisik pekerja.
Pada
umumnya keluhan muskuloskeletal pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan muskuloskeletal meningkat (Tarwaka dkk, 2004). Hasil penelitian Widyastuti (2010) menunjukkan bahwa usia berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal pada buruh angkut sayur di Pasar Johar Semarang. Nusa (2013) dalam penelitiannya tentang keluhan muskuloskeletal pada sopir bus trayek ManadoLangowan di Terminal Karombasan juga menunjukkan bahwa usia berperan dalam menyebabkan keluhan muskuloskeletal. Selain usia, Bernard (1997) menyebutkan bahwa masa kerja juga dapat menjadi faktor penyebab keluhan muskuloskeletal. Masa kerja dapat mempengaruhi baik kinerja positif maupun negative, akan memberi pengaruh positif pada kinerja pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberi pengaruh
5
negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan pada pekerja (Suma’mur, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Novianti (2010) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara masa kerja dengan keluhan muskuloskeletal. Stres kerja juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal, stres yang dirasakan terus-menerus akan mengakibatkan ketegangan pada otot-otot, meningkatnya sekresi adrenalin, meningkatnya detak jantung dan tekanan darah. Sumber stres bisa berasal dari lingkungan, pekerjaan dan dari pekerja itu sendiri (Tarwaka, 2004). Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif dikaitkan dengan keluhan muskuloskeletal seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebratal hernia. Meningkatnya keluhan otot sangat erat kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan (Maijunidah, 2010). Studi yang dilakukan pada 482 pekerja di 12 Kabupaten di Indonesia menyebutkan bahwa umumnya penyakit yang dijumpai di lapangan pekerjaan adalah MSDs yaitu 16%. Penelitian dari pusat Ekologi Kesehatan Departemen Kesehatan yang melibatkan 800 orang dari 8 sektor informal di Tanah Air menunjukkan bahwa gangguan muskuloskeletal dialami oleh rata-rata semua pekerja yang mengeluhkan nyeri di punggung, bahu, dan pergelangan tangan (Heryanto, 2004).
6
CV. Titian Art Furniture merupakan salah satu usaha kerajinan mebel di Bantul yang memiliki 56 orang karyawan telah berdiri sejak tahun 2005. CV. Titian Art Furniture terletak di Jalan Imogiri Timur, yang terkenal sebagai sentra kerajinan mebel. Produk dan barang yang dihasilkan antara lain, meja, kursi, lemari, ukiran dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa sebagian besar karyawan merasakan keluhan nyeri pada tubuh bagian tertentu yaitu bagian leher sebanyak 4 orang, bahu 5 orang, punggung dan pinggang sebanyak 9 orang, dan pergelangan tangan 2 orang. Keluhan tersebut dirasakan oleh perajin selama melakukan tugasnya dalam proses pembuatan mebel. selain itu ada beberapa perajin sebelumnya yang berhenti bekerja karena merasakan sakit yang terus menerus di bagian punggung dan pinggang. Data yang dikumpulkan peneliti sebagian besar usia perajin mebel diatas 30 tahun sampai hampir menginjak 50 tahun, sehingga dapat dikatakan pada umur-umur tersebut berpotensi untuk mengalami gangguan muskuloskeletal.
Berdasarkan interview awal diketahui bahwa masa kerja dari perajin mebel CV Tititan Art Furniture, Kabupaten Bantul sudah cukup lama bahkan beberapa karyawan memiliki masa kerja hingga 20 tahun. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebiasaan merokok dengan pekerjaan informal seperti perajin mebel tidak bisa dipisahkan, diketahui bahwa semua perajin mebel ukir CV. Titian Art Furniture adalah perokok, minimal setiap harinya menghabiskan 1 bungkus rokok dimana
7
kebiasaan merokok ini akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru sehingga berhubungan dengan kurangnya konsumsi oksigen dan sebagai akibatnya tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Selain itu pekerjaan yang cukup berat , tuntutan pekerjaan borongan dimana harus mengerjakan secara cepat dan teliti untuk menjaga kualitas dapat memicu stres pada perajin dan menambah potensi terjadinya keluhan muskuloskeletal.
Faktor risiko berupa umur, masa kerja, stres kerja dan kebiasaan merokok merupakan faktor yang pada umumnya berpotensi menyebabkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja di industri. Beranjak dari kenyataan tersebut, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai analisis gangguan muskuloskeletal ditinjau dari umur, masa kerja, stres kerja dan kebiasaan merokok pada perajin mebel ukir di CV Titian Art Furniture, Bantul, Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah apa faktor-faktor yang menyebabkan penyakit gangguan muskuloskeletal ditinjau dari umur, masa kerja, stres kerja dan kebiasaan merokok pada perajin mebel ukir CV. Titian Art Furniture, Kabupaten Bantul?
8
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gangguan muskuloskeletal di mebel ukir CV. Titian Art Furniture, Kabupaten Bantul.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan umur dengan gangguan muskuloskeletal pada perajin mebel ukir CV. Titian Art Furniture, Kabupaten Bantul. b. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan gangguan muskuloskeletal pada perajin mebel ukir CV. Titian Art Furniture, Kabupaten Bantul. c. Untuk mengetahui hubungan stres kerja dengan gangguan muskuloskeletal pada perajin mebel ukir CV. Titian Art Furniture, Kabupaten Bantul. d. Untuk
mengetahui
hubungan
kebiasaan
merokok
dengan
gangguan
muskuloskeletal pada perajin mebel ukir CV. Titian Art Furniture, Kabupaten Bantul. e. Untuk mengetahui hubungan umur, masa kerja, stres kerja dan kebiasaan merokok dengan gangguan muskuloskeletal pada perajin mebel ukir CV. Titian Art Furniture, Kabupaten Bantul.
9
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemilik Industri Sebagai bahan masukan dan kajian bagi pemilik industri mengenai penyakit akibat kerja yang dikeluhkan pekerja industri informal. 2. Bagi Perajin Sebagai bahan masukan agar peraijn dapat melakukan pekerjaannya tanpa menimbulkan risiko bagi kesehatan. 3. Bagi Penulis Sebagai sarana untuk memberikan pemahaman, pengetahuan,, wawasan dan pengalaman penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah berdasarkan teori yang diperoleh selama kuliah.
E. Keaslian Penelitian 1. Soleman (2012). Kualitas Fisik, Beban Kerja Fisik, dan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja di Balai Yasa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas fisik dan beban kerja fisik terhadap keluhan muskoloskeletal pada pekerja di Balai Yasa Yogyakarta. Metode penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Variabel bebas yaitu kualitas fisik pekerja (hemoglobin darah, status gizi, asupan kalori protein) dan beban kerja fisik. Variabel terikat penelitian ini adalah keluhan muskuloskeletal. Variabel sertaan yaitu usia pekerja, lama kerja,
10
tingkat pendidikan dan kebiasaan merokok. Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti adalah tempat penelitian, variabel bebas dan subjek penelitian. 2. Cahyani (2008). Sikap Kerja Sebagai Faktor Risiko Gangguan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Sewing (jahit) di PT. Mataram Tunggal Garment Yogyakarta. Variabel bebas dalam penelitian inio adalah sikap kerja. Variabel terikatnya adalah Gangguan Muskuloskeletal, sedangkan variabel penganggu adalah faktor individu (umur, jenis kelamin) dan masa kerja. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada lokasi dan beberapa variabelnya. 3. Riyadina dkk, (2008). Keluhan Nyeri Muskuloskeletal pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan keluhan nyeri muskuloskeletal pada pekerja di beberapa jenis industri serta hubungannya dengan faktor risiko. Penelitian ini adalah peneilitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross-sectional. Variabel terikat yang diteliti adalah keluhan nyeri muskuloskeletal dan variabel bebasnya adalah faktorfaktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri.