1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan kepentingan manusia. Hukum mengatur segala hubungan individu atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah.1 Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas dalam kehidupan masyarakat
memerlukan adanya alat
bukti yang
menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat 2. Dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum tersebut, perlu adanya profesional hukum yang memiliki keahlian yang berkaitan dengan bidangnya sehingga mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dibidang hukum. 1.
Agustining, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, diakses dari http:/www.google.com/10E00165-1.pdf pada tanggal 14 Februari 2015. 2. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2
Perlu diketahuhi bahwa profesi hukum bukan saja menyangkut amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan individu (private trust), tetapi menyangkut kepentingan umum (public trust).3 Salah satu contoh profesi hukum yang dimaksud adalah Notaris. Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menentukan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris sebagai salah satu professional hukum di Indonesia memiliki fungsi dan peran dalam gerak pembangunan nasional dewasa ini yang semakin kompleks terutama di bidang hukum. Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang diberikan kewenangan atributif berdasarkan Undang-Undang dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam rangka menjalankan profesinya, seorang Notaris wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan karena dalam menjalankan profesinya tidak jarang seorang Notaris dijadikan sebagai tersangka bahkan terpidana sehubungan dengan akta otentik yang dibuat oleh Notaris.
3.
Suhrawadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,2014), hal 9-10.
Universitas Sumatera Utara
3
Selain itu, tidak menutup kemungkinan juga bahwa Notaris dituntut secara perdata oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian ataupun pihak ketiga. Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh undangundang kepada Notaris sehubungan dengan pembuatan akta otentik adalah adanya saksi yang diwajibkan oleh Pasal 40 UUJN untuk hadir dan menyaksikan secara langsung pembuatan akta otentik oleh Notaris sebagaimana dikenal dengan Saksi Intrumenter. Saksi yang tertera di dalam akta Notaris hanya sebatas saksi instrumenter (instrumentaire getuigen), artinya saksi yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan. Kehadiran 2 (dua) orang saksi instrumenter adalah mutlak, tetapi bukan berarti harus 2 (dua) orang, boleh lebih jika keadaan memerlukan.4 Saksi instrumenter harus cakap bertindak dalam hukum, mengerti bahasa akta, tidak boleh ada hubungan keluarga dekat dalam arti garis keatas dan kebawah tanpa batas dan garis kesamping sampai derajat ketiga baik dengan Notaris ataupun dengan para penghadap. 5 Tugas saksi instrumenter ini adalah membubuhkan tanda tangan, memberikan kesaksian tentang kebenaran isi akta dan dipenuhinya formalitas yang diharuskan oleh undangundang. Dalam praktek sekarang ini yang menjadi saksi instrumenter adalah karyawan Notaris sendiri.6
4.
Sutrisno, Komentar UU Jabatan Notaris Buku II, (Medan,2007), hal 35-37. Ibid., hal.37. 6. Khairulnas, “Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris”, Majalah Renvoi (Maret 2014), hal 89. 5.
Universitas Sumatera Utara
4
Keberadaan Saksi Instrumenter selain bertujuan sebagai alat bukti juga dapat membantu posisi seorang Notaris menjadi aman dalam hal akta yang dibuat oleh Notaris diperkarakan oleh salah satu pihak dalam akta atau pihak ketiga. Akan tetapi pada kenyataannya, tetap saja Notaris dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata meskipun dalam pembuatan akta otentik telah disaksikan oleh Saksi Instrumenter. Misalnya dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1099K/PID/2010 atas nama Terdakwa Notaris San Smith. Kasus tersebut berawal dari Dulang Martapa melakukan kesepakatan untuk menjual, memindahkan serta menyerahkan 17 kavling tanah (komplek Bukit Hijau Regency) dengan 21 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT. IRA WIDYA UTAMA dan sebidang tanah dengan sertifikat HGB atas nama PT. IRA WIDYA UTAMA kepada Alwijaya. Dulang Martapa bersama Alwijaya menghadap Notaris Roosmidar untuk membuat Akta Perjanjian Pendahuluan untuk Jual Beli No. 138 pada tanggal 29 Mei 2008. Akta berisi kesepakatan tentang batas tanah, uang panjar sebesar Rp. 2 Milyar yang telah diterima Alwijaya, harga, hak-hak dan kewajiban dan lampiran berupa site plan. Toni Wijaya menghubungi Dulang Martapa untuk menghadap kepada Notaris San Smith untuk menindaklanjuti akta pendahuluan tersebut yang dibuat dihadapan Notaris Roosmidar. Para pihak bertemu di hadapan Notaris San Smith pada tanggal 27 Juni 2008 dan dibuat akta pengikatan diri untuk melakukan jual beli No. 165, di mana isinya sama dengan akta pendahuluan kecuali pihak pembeli yaitu Toni Wijaya. Dulang Martapa menerima salinan akta dari Notaris San Smith pada tanggal 18 November 2008 dan pada saat
Universitas Sumatera Utara
5
itu ia baru menyadari adanya perubahan terhadap site plan yakni telah terjadi selisih luas tanah yang telah disepakati dihadapan Notaris Roosmidar dan Notaris San Smith. Dulang Martapa merasa dirugikan sehingga ia mengajukan pemberitahuan kepada Notaris San Smith. Selisih luas tanah tersebut dikuasai oleh Toni Wijaya dan dipagari dengan pagar yang terbuat dari seng. Dulang Martapa yang merasa dirugikan meminta pengembalian sisa tanah yang dikuasai oleh Toni Wijaya tetapi tidak diberikan. Ia meminta Notaris San Smith untuk mengubah site plan kepada bentuknya yang asli akan tetapi tidak dikabulkan oleh San Smith. Ia kemudian meminta BPN meninjau lapangan untuk mengukur ulang tetapi tidak diberikan masuk oleh Toni Wijaya. Akhirnya ia melapor ke Poltabes Medan karena merasa telah dirugikan dan menganggap adanya kerja sama antara Notaris San Smith dengan pihak pembeli Toni Wijaya untuk mengubah site plan yang berbeda dengan yang dibuat sebelumnya di hadapan Notaris Roosmidar.
7
Kemudian pernah juga terjadi suatu peristiwa hukum
tentang
pemalsuan keterangan pada akta otentik yang dibuat oleh Notaris dimana Notaris tersebut dilaporkan sampai diadili di muka persidangan. Kasus tersebut bermula Notaris X telah menerbitkan akta otentik dimana pihak yang menghadap adalah Tn.A. Kedudukan Tn.A adalah merupakan Paman sejumlah ahli waris yang melaporkan kasus pemalsuan keterangan tersebut (selanjutnya para ahli waris disebut Tn.B dan Tn.C). 7.
Monika Yulianti Hadiwidjaja, Asas Praduga Sah Bagi Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya: Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1099K/Pid/2010, diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/131194-T, pada tanggal 12 Mei 2015.
Universitas Sumatera Utara
6
Kasus ini berawal dari laporan Tn.B dan Tn.C yang menganggap bahwa telah terjadi pemalsuan keterangan dalam akta pengikatan jual beli yang telah dibuat oleh Notaris X, karena Tn.B dan Tn.C sebagai ahli waris tidak pernah membuat akta pengikatan jual beli dan memberikan kuasa kepada Tn.A atau memberikan hak apapun yang intinya dapat mengalihkan objek kepada pihak lain, sehingga Tn.B dan Tn.C melaporkannya hingga masuk ke dalam proses pengadilan. 8 Selain kedua kasus tersebut di atas, Putusan Mahkamah Agung No. 1847K/PID/2010 menghukum Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, S.H., M.H., terkait pemalsuan salinan akta pendirian yayasan berupa perubahan dan pengurangan
isi
minuta
akta.
Kasus
ini
berawal
terdakwa
Drs. Ade Rachman Maksudi, SH.MH pada tanggal 26 Desember 1990 bertempat di Kantor Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH Jalan Palang Merah No.56 Medan atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, Memalsukan surat Akta Authentik yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut : Bermula Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH.MH pada hari Rabu tanggal 26 Desember 1990 di Kantor Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH Jalan Palang Merah No. 56 Medan, didatangi Haji Sugeng Imam Soeparno untuk membuat perubahan-perubahan pada Akta Authentik
8.
Irenrera Putri, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Karyawan Notaris sebagai Saksi Dalam Peresmian Akta, diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/131194-T, pada tanggal 13 Pebruari 2015.
Universitas Sumatera Utara
7
No.132 tanggal 26 Desember 1990, Terdakwa menuliskan perubahanperubahan dan pengurangan serta menghilangkan isi yang ada dalam asli/Minuta Akta Yayasan Trie Argo Mulyo Nomor 132 tanggal 26 Desember 1990 ke dalam
selembar
kertas kosong,
lampiran tersebut
kami
lampirkan,dalam daftar lampiran. Isi Akta yang telah dirubah Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. pada hari Senin targgal 25 Juni 2007 sekira pukul 11.00 Wib di Kantor Pengadilan Negeri Medan Jalan Pengadilan No. 08 Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Akta Authentik No 132 tanggal 26 Desember 1990 yang seolah-olah sesuai dengan isi Minuta Asli salinan kedua Akte No. 132 tanggal 26 Desember 1990 yang dibuat oleh Notaris Soeparno, SH selaku pejabat yang menampung protokol Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. digunakan oleh saksi Haji Sugeng Imam Soeparno sebagai barang bukti dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006. yang dibuat oleh Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. mengakibatkan kerugian kepada saksi Alwi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan (pelapor) yaitu kalah dalam sidang perdata nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006 ; Isi Akta yang telah dirubah Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. pada hari Senin targgal 25 Juni 2007 sekira pukul 11.00 Wib di Kantor Pengadilan Negeri Medan Jalan Pengadilan No. 08 Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Akta Authentik No 132 tanggal 26 Desember 1990 yang seolah-olah sesuai dengan isi Minuta Asli salinan kedua Akte No. 132 tanggal 26 Desember 1990 yang dibuat oleh Notaris Soeparno, SH
Universitas Sumatera Utara
8
selaku pejabat yang menampung protokol Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. digunakan oleh saksi Haji Sugeng Imam Soeparno sebagai barang bukti dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006. yang dibuat oleh Terdakwa Drs. Ade Rachman Maksudi, SH. mengakibatkan kerugian kepada saksi Alwi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan (pelapor) yaitu kalah dalam sidang perdata nomor 306/Pdt.G/06/PN.Mdn, tanggal 08 September 2006. 9 Putusan
Pengadilan
No.1119/Pdt.G/2006/PN.Jkt.Pst.
yang
Negeri membatalkan
Jakarta
Pusat
akta
perjanjian
perdamaian yang dibuat oleh Notaris. Kasus ini merupakan sengketa antara Thomas Hartono selaku Penggugat dengan Marjam Muktiningsih selaku Tergugat I yang melibatkan Notaris X selaku Tergugat II. Kasus ini terkait Surat Wasiat alm. Andreas Setiomuljo yang merupakan kakak kandung dari Penggugat dan ayah dari Tergugat I. Pada Tanggal 2 Maret 2004 Terkait surat wasiat tersebut, Tergugat I melaporkan Penggugat ke Polres Metro Pusat atas dugaan memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik dan pemalsuan surat (Pasal 266 ayat (1), 263 ayat (2) KUH Pidana). Pada tanggal 9 Februari 2004 Penggugat ditangkap oleh petugas kepolisian dari Polda Metro Jaya dan dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani proses pemeriksaan.
9.
Wisni Ariani Batubara, Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik Yang Dilakukan Oleh Notaris, diakses dari http:/www.academia.edu/ 6799783, pada tanggal 12 Mei 2015.
Universitas Sumatera Utara
9
Pada tanggal 9 Pebruari 2006 itu juga di Polda Metro Jaya, Penggugat dengan didampingi kuasa hukumnya Syahrir Siregar, S.H mengadakan pembicaraan dengan Elza Syarief, S.H. selaku kuasa hukum Tergugat I mengenai perdamaian di anatara kedua belah pihak. Para pihak yang mengadakan pembicaraan perdamaian setuju untuk berdamai dan pada saat itu Penggugat menandatangani Surat Pernyataan tertanggal 9 Pebruari 2006. Karena pihak Penggugat dan pihak Tergugat I yang diwakili oleh kuasa hukumnya Elza Syarief, S.H. merasa jika perdamaian diantara kedua belah pihak tidak cukup hanya berupa Surat Pernyataan semata, maka kedua belah pihak sepakat untuk membuat perjanjian perdamaian dalam bentuk otentik yang kemudian dibuatlah Perjanjian Perdamaian oleh Notaris X yang dituangkan dalam Akta Perjanjian Damai Nomor : 08 tertanggal 10 Pebruari 2006.
10
Merujuk ke-empat contoh kasus di atas, terlihat sangat nyata bahwa Notaris dalam menjalankan profesinya tidak jarang terjerat kasus hukum yang dilaporkan oleh para pihak atau pihak ketiga sehubungan dengan akta otentik (baik itu pemalsuan keterangan pada akta otentik, pemalsuan salinan akta maupun pengurangan dan perubahan isi minuta akta), meskipun dalam pembuatan akta otentik wajib disaksikan oleh saksi instrumenter.
10.
I Nyoman Satria Wijaya, Pembatalan Akta Perjanjian Perdamaian Yang Dibuat Oleh Notaris (Studi Kasus:Putusan No.1119/PDT.G/2006/PN.JKT.PST), diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/135674-T, pada tanggal 12 Mei 2015.
Universitas Sumatera Utara
10
Saksi instrumenter mempunyai peranan yang sangat penting untuk melindungi Notaris dalam melaksanakan profesinya sehingga perlu adanya pembahasan yang mendalam mengenai keberadaan saksi instrumenter dalam pembuatan akta notaris. Berdasarkan uraian penjelasan dan contoh kasus-kasus yang menimpa beberapa Notaris tersebut di atas, maka Penulis akan membahasnya dalam bentuk penulisan hukum tesis yang berjudul “KEDUDUKAN SAKSI INSTRUMENTER DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS” yang nantinya diharapkan dapat memberikan saran dan masukan terhadap praktek notaris khususnya dan lembaga kenotariatan umumnya, serta lembaga yang terkait dalam penegakan hukum di Indonesia.
B. Rumusan Masalah Esensi dari uraian latar belakang masalah di atas mengisyaratkan bahwa permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini berdasarkan identifikasi permasalahan diatas setidaknya menurunkan perumusan masalah yakni: 1. Bagaimanakah kekuatan pembuktian keterangan saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris? 2. Bagaimanakah ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris?
Universitas Sumatera Utara
11
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris.
D. Manfaat Penelitian Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur mengenai jabatan atau profesi Notaris tentang ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris. 2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi calon Notaris untuk lebih memahami tentang ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris, serta kekuatan pembuktian keterangan saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris.
Universitas Sumatera Utara
12
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan
informasi
yang
ada
sepanjang
penulusuran
kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Pembuatan Akta Notaris”. Dengan demikian penelitian ini asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.11
11.
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2010),
hal.19.
Universitas Sumatera Utara
13
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberi arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami kedudukan saksi instrumenter dalam pembuatan akta Notaris dalam hukum nasional. Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis penelitian ini adalah teori pembuktian. Subekti berpendapat bahwa sebenarnya soal pembuktian ini lebih tepat diklasifikasikan sebagai hukum acara perdata (procesrecht) dan tidak pada tempatnya di masukkan dalam BW, yang pada asasnya hanya mengatur halhal yang termasuk hukum materiil. Hukum positif tentang pembuktian yang berlaku saat ini di Indonesia terbagi dalam HIR dan RBg baik yang materiil maupun yang formil. Serta dalam BW buku IV yang isinya hanya hukum pembuktian materiil.12 Pembuktian mengandung beberapa pengertian yaitu : 13 a. Pembuktian dalam arti logis atau ilmiah. Pembuktian berarti memberikan kepastian mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.
12. 13.
Subekti., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa, 2003), hal.15 Ibid., hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
14
b.
Pembuktian dalam arti konvensionil. Pembuktian berarti memberikan kepastian yang nisbi/relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan yaitu, kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka/bersifat instituitif (conviction intime) dan kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal (conviction raisonnee).
c. Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti yuridis. Didalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan adanya bukti lawan. Akan tetapi merupakan pembuktian konvensionil yang bersifat khusus. Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian pembuktian dalam arti yuridis tidak menuju pada kebenaran mutlak.14 Pembuktian secara yuridis tidak lain adalah pembuktian “historis” yang mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkreto. Baik pembuktian yang yuridis maupun yang ilmiah, maka membuktikan pada hakekatnya berarti mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwaperistiwa tertentu dianggap benar.15
14.
Fauzan Jauhari, Teori Pembuktian dan Alat-alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata, diakses dari http://fauzanjauhari.blogspot.com, pada tanggal 1 Agustus 2015. 15. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
15
Dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Dalam soal pembuktian tidak selalu penggugat saja yang harus membuktikan dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara itu yang akan menentukan siapa diantara pihak-pihak yang berperkara yang akan diwajibkan memberikan bukti. Pasal 1865 BW menjelaskan bahwa “barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas mana dia mendasarkan suatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu; sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu. 16 Sekalipun untuk peristiwa yang disengketakan itu telah diajukan pembuktian, namun pembuktian itu masih harus dinilai. Berhubung dengan nilai pembuktian, hakim dapat bertindak bebas (Pasal 172 HIR, 309 RBg, 1908 BW memberi contoh : hakim tidak wajib mempercayai satu orang saksi saja, yang berarti hakim bebas menilai kesaksiannya) atau diikat oleh undangundang (Pasal 165 HIR, 285 RBg, 1870 BW memberi contoh : terhadap akta yang merupakan alat bukti tertulis, hakim terikat dalam penilaiannya.
17
16.
Subekti, Op.Cit., hal 17 Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata (Bandung: CV. Mandar Maju,2005), hal 25-26. 17.
Universitas Sumatera Utara
16
Terdapat 3 (tiga) teori yang menjelaskan tentang sampai berapa jauhkan hukum positif dapat mengikat hakim atau para pihak dalam pembuktian peristiwa didalam sidang, yaitu : 18 a. Teori Pembuktian bebas, yaitu teori ini penilaian pembuktiannya dapat diserahkan kepada hakim, karena memberikan kelonggaran wewenang kepada hakim dalam mencari kebenaran. b. Teori Pembuktian negatif, yaitu teori ini hanya menghendaki ketentuanketentuan yang mengatur larangan-larangan kepada hakim untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian. c. Teori Pembuktian positif. 2. Kerangka Konsepsi Konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut.19 Konsep diartikan sebagai penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.20 Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 18.
Fauzan Jauhari, Teori Pembuktian dan Alat-alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata, diakses dari http://fauzanjauhari.blogspot.com, pada tanggal 1 Agustus 2015. 19.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal.132 20.
H. Zainuddin Ali, M.A., Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2010), hal.96.
Universitas Sumatera Utara
17
a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.21 b. Akta Notaris, adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.22 c. Akta Otentik, adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. 23 d. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. 24 e. Saksi instrumenter adalah saksi dalam akta Notaris yang merupakan para saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta.
25
21.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. 23. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 24. Pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 25. Khairulnas, “Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris”, Majalah Renvoi (Maret 2014), hal 89. 22.
Universitas Sumatera Utara
18
d. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.26 Penelitian
ini
termasuk
ruang
lingkup
penelitian
yang
menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang
bersifat
umum
dan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
permasalahan terhadap saksi dalam pembuatan akta Notaris sehingga dapat diperoleh penjelasan bagaimana kedudukan saksi dalam akta Notaris, bagaimana ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam menyaksikan pembuatan akta Notaris, dan bagaimana kekuatan hukum keterangan saksi instrumenter dalam pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris, dan sebagai hasilnya diharapkan dapat menjelaskan tentang ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam menyaksikan pembuatan akta Notaris serta kekuatan hukum keterangan saksi instrumenter dalam pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris menurut perundang-undangan nasional yang berlaku.
26
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal.101.
Universitas Sumatera Utara
19
Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normatif
(yuridis
normatif),
yaitu
penelitian
hukum
yang
mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literatur maupun peraturan perundang-undangan.27 Penelitian
ini
termasuk
ruang
lingkup
penelitian
yang
menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai kedudukan saksi dalam pembuatan akta notaris, oleh karena itu penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidahkaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas, 28 serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini. 2. Sumber Data/Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:
27.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hal.37-38. 28 . Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995), hal 13.
Universitas Sumatera Utara
20
a. Bahan Hukum Primer,29 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan terhadap saksi dalam pembuatan akta Notaris. b. Bahan Hukum Sekunder,
30
yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus, ensiklopedia, dan sebagainya.31
29.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal.53. 30 Ibid., hal 53. 31 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Loc.Cit.,
Universitas Sumatera Utara
21
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. b. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan: 1) Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan permasalahan kedudukan saksi dalam pembuatan akta Notaris dalam hukum perundang-undangan Nasional. 2) Wawancara dipandu pedoman wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber dari pihak yang terkait terhadap pembahasan kedudukan saksi dalam pembuatan akta notaris dalam hukum perundang-undangan nasional yaitu Notaris, wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun
terlebih
dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
22
4. Analisis Data Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). 32 Selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.33
32.
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal.53. 33. Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Gahlia Indonesia, 1998), hal.57.
Universitas Sumatera Utara