BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya untuk media elektronik. Melalui siaran televisi, berbagai berita mengenai penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pembuatan pangan olahan menjadi bahan bahasan dalam siaran televisi. Bahkan stasiun televisi tertentu sampai membuat program khusus yang mengulas tentang pangan olahan yang beredar di masyarakat. Siaran televisi tersebut memberitakan tentang penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam produk pangan olahan. Pemberitaan yang paling mengejutkan tentunya penggunaan bahan kimia seperti formalin, boraks dan pewarna tekstil sebagai bahan tambahan pangan dalam memproduksi pangan olahan. Hal ini tentunya membuat keprihatinan masyarakat Indonesia, terlebih lagi penggunaan bahan kimia tersebut digunakan untuk sebagai bahan tambahan pangan dalam jajanan yang biasa dikonsumsi oleh anak-anak. Berkat adanya pemberitaan oleh media, masyarakat Indonesia menjadi lebih peduli terhadap pentingnya mengonsumsi pangan yang aman dan sehat, serta meningkatkan kewaspadaan dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Kasus lain yang juga menjadi perhatian adalah kasus keracunan makanan. Keracunan makanan terjadi karena manusia mengonsumsi makanan yang telah tercemar mikroorganisme patogen, karena kadar mikroorganisme 1
dalam tubuh dalam jumlah sangat tinggi sehingga imunitas tubuh menjadi lemah. Penyebab tercemarnya makanan oleh mikroorganisme dalam pangan olahan adalah penanganan dalam pengolahan pangan yang buruk. Hal tersebut paling sering ditemui terjadi pada produk katering dan makanan hidangan pada acara hajatan, serta pada produk industri rumah tangga. Sedangkan kasus keracunan makanan tersebut sangat jarang terjadi pada industri besar. Kasus keracunan makanan dapat dicegah dengan menerapkan sistem pengelolaan atau penanganan yang baik. Dalam dunia internasional terdapat beberapa sistem yang berfungsi menjamin keamanan dan kelayakan produk pangan yang diolah. Sistem tersebut antara lain HACCP, GMPs, dan SSOP. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) merupakan suatu sistem dalam pengolahan pangan yang berfungsi mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin terjadi selama pengolahan pangan dan mengendalikan bahaya tersebut dengan melakukan pencegahan, mengurangi atau menurunkan bahaya tersebut sampai pada batas yang dapat diterima. SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) merupakan prosedur pelaksanaan standar sanitasi yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi silang pada produk pangan olahan. GMPs (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan yang bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. Ketiga sistem diatas memiliki hubungan yang sangat erat. HACCP memiliki persyaratan dasar berupa GMPs dan SSOP. Oleh karena itu, sebelum
2
suatu industri pengolahan pangan mulai menerapkan sistem HACCP, industri tersebut terlebih dahulu harus menerapkan GMPs dan SSOP. GMPs merupakan sistem konvensional dalam menjamin keamanan pangan apabila dibandingkan dengan HACCP. Meskipun demikian, banyak perusahaan pengolahan pangan di Indonesia belum menerapkan sistem tersebut, terutama pada industri pengolahan pangan tingkat kecil dan menengah serta skala rumah tangga. Walaupun GMPs merupakan sistem keamanan yang konvensional, akan tetapi keberadaannya di dalam industri pengolahan pangan mutlak diperlukan untuk menjaga keamanan produk pangan yang diolah. Dikatakan demikian, karena GMPs merupakan salah satu persyaratan dasar yang harus dipenuhi apabila suatu industri pengolahan pangan ingin menerapkan HACCP dalam menjamin keamanan pangan produk. Apabila industri pengolahan pangan tersebut belum mampu menerapkan sistem HACCP, maka industri pengolahan pangan wajib menerapkan GMPs sebagai sistem keamanan pangan untuk produk pangan olahannya agar produk pangan olahan industri tersebut aman dan layak dikonsumsi. Dengan demikian, keberadaan GMPs dalam industri pengolahan pangan baik industri besar, industri kecil dan menengah, bahkan industri rumah tangga mutlak diperlukan untuk menjamin keamanan produk pangan olahan. Negara Indonesia sebenarnya telah memiliki sistem keamanan pangan sendiri, sistem keamanan pangan tersebut adalah CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik). Pemerintah Indonesia memperkenalkan CPMB pada tahun 1978 melalui Departemen Kesehatan RI dengan Surat Keputusan Menteri
3
Kesehatan RI No. 23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB). CPMB tersebut merupakan terjemahan dari GMPs milik FDA (Food and Drugs Assosiation), sehingga antara GMPs dan CPMB sebenarnya sama. Perbedaannya hanya pada penggunaan istilah dalam menyebutkan sistem keamanan pangan ini. PT. Amanah Prima Indonesia merupakan perusahaan tingkat menengah yang mengolah buah-buahan segar menjadi jus siap minum. Sistem pengolahan jus buah PT. Amanah Prima Indonesia menerapkan sistem GMPs. Untuk menghasilkan pangan bermutu, industri pengolahan pangan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan GMPs. Persyaratan tersebut, misalnya desain dan konstruksi pabrik, peralatan produksi yang digunakan, sanitasi, pengendalian hama, pemilihan bahan baku produksi, dan penanganan tenaga kerja. Efektifitas GMPs dalam menjamin keamanan, terutama dalam hal ini adalah jus buah milik PT. Amanah Prima Indonesia sangat tergantung pada penerapan sistem itu sendiri dalam pabrik. Agar sistem GMPs dapat berjalan efektif, maka seluruh elemen harus terlibat dan berfungsi sebagaimana mestinya dalam menerapkan sistem GMPs. Selain dengan menerapkan GMPs, PT. Amanah Prima Indonesia juga turut menerapkan HACCP dalam menjamin keamanan pangan pada proses produksinya. Hal tersebut diwujudkan dengan sertifikat HACCP yang dimiliki PT. Amanah Prima Indonesia pada tahun 2005.
4
B. Perumusan Masalah Melakukan pengamatan pada proses produksi jus RTD di dalam pabrik PT. Amanah Prima Indonesia untuk merumuskan permasalahan mengenai penerapan persyaratan GMPs dalam menjamin keamanan dan kelayakan jus RTD yang meliputi beberapa ruang lingkup, antara lain lokasi, bangunan dan fasilitas, kesehatan dan higiene karyawan, peralatan produksi, fasilitas sanitasi, dan pemeliharaan dan program sanitasi. Kemudian melakukan analisis dan evaluasi penerapan GMPs pada proses produksi jus RTD dan kesesuaiannya terhadap persyaratan GMPs.
C. Batasan Masalah Pembatasan masalah bertujuan untuk mempermudah analisis penerapan persyaratan GMPs sehingga pembahasan menjadi lebih fokus. Batasan masalah untuk analisis GMPs pada produk jus buah RTD PT. Amanah Prima Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Pengamatan proses produksi jus buah RTD yang di dalam pabrik PT. Amanah Prima Indonesia. 2. Mengevaluasi penerapan GMPs pada proses produksi jus RTD di dalam pabrik PT. Amanah Prima Indonesia.
D. Tujuan 1. Melakukan analisis penerapan GMPs pada perusahaan yang meliputi beberapa ruang lingkup, antara lain lokasi, bangunan dan fasilitas,
5
kesehatan dan higiene karyawan, peralatan produksi, fasilitas sanitasi, dan pemeliharaan dan program sanitasi. 2. Mengukur tingkat kesesuaian penerapan GMPs pada proses produksi jus RTD di dalam pabrik PT. Amanah Prima Indonesia. 3. Merumuskan saran untuk memperbaiki penerapan persyaratan GMPs.
E. Manfaat 1. Dapat menerapkan persyaratan GMPs yang meliputi lokasi, bangunan dan fasilitas, kesehatan dan higiene karyawan, peralatan produksi, fasilitas sanitasi, dan pemeliharaan dan program sanitasi. 2. Memberikan saran perbaikan untuk penerapan persyaratan GMPs pada proses produksi jus RTD di dalam pabrik PT. Amanah Prima Indonesia.
6