BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Laporan keuangan perusahaan merupakan informasi mengenai kinerja
perusahaan dalam kurun waktu satu periode yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (Sumarno dan Heriyanto, 2012). Laporan keuangan memberikan informasi yang dibutuhkan pengguna laporan keuangan. Laporan laba rugi komprehensif merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang sangat penting bagi para pemegang saham dan kreditor untuk mengetahui kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan. Dalam proses pengambilan keputusan, laba merupakan salah satu ukuran kinerja yang sering digunakan. Menurut Christiana (2012) laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam laporan keuangan dan yang sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Pentingnya informasi laba ini menyebabkan pihak manajemen cenderung melakukan tindakan manajemen laba. Manajemen laba merupakan penyimpangan oleh pihak manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan dengan memberikan informasi yang menyesatkan para pengguna laporan keuangan untuk kepentingan pihak manajer. Salah satu bentuk manajemen laba adalah perataan laba (income smoothing). Menurut Belkaoui (2006:73) dalam Gantino (2015), perataan laba adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun
dengan
memindahkan
pendapatan
dari
tahun-tahun
yang
tinggi
pendapatannya ke periode-periode yang kurang menguntungkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perataan laba sebagai fenomena proses manipulasi profil waktu dari pendapatan atau laporan laba menjadi kurang bervariasi, sambil sekaligus tidak meningkatkan pendapatan yang dilaporkan selama periode tersebut. Namun demikian, praktik perataan laba jika dilakukan dengan sengaja dan dibuat-dibuat dapat menyebabkan pengungkapan laba yang tidak memadai atau menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Kecurangan dan kesalahan dalam pelaporan keuangan telah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.
1
2
Beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang menjadi sorotan dunia internasional antara lain Waste Management, Inc., World Com, Enron, dan Merck. Di Waste Management, Inc., praktik akuntansi yang agresif menyebabkan laba sebelum pajak membengkak sebesar $1.43 milyar dan beban pajak kerendahan $178 juta antara tahun 1992 dan 1996 (Tuanakotta, 2007:138) dalam Bestivano. Dalam kasus Enron terbukti sejumlah Eksekutif Enron melakukan manipulasi pembukuan melalui Arthur Anderson yang menyebabkan laba Enron terdongkrak US$ 1 milyar untuk menyesatkan para investornya. World Com juga mengakui telah menggelembungkan keuntungan sebesar US$ 3,85 milyar antara periode Juni 2001 sampai dengan maret 2002. Hal itu dilakukan dengan memanipulasi pembukuan dimana angka tersebut pura-pura dimasukkan dalam pos investasi yang seharusnya merupakan biaya operasi normal. Akibatnya pos keuntungan seolah-olah sangat besar, sehingga harga sahamnya juga meningkat. Merck Corp (obat) terbukti membukukan biaya pendapatan fiktif senilai US$ 12,4 milyar (Tuanakotta, 2007) dalam Bestivano. Selain menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat, skandal praktik perataan laba juga terjadi pada PT Kimia Farma Tbk, yang merupakan perusahaan farmasi terbesar di Indonesia. Tahun 2002, Kimia Farma terbukti melakukan penggelembungan keuntungan, hal tersebut diketahui setelah dilakukan audit ulang atas laporan keuangan tanggal 31 Desember 2001 yang melaporkan adanya laba bersih sekitar Rp132 milyar, namun setelah dilakukan audit ulang ternyata laba perusahaan hanya sebesar Rp99,56 milyar, lebih rendah sebesar Rp32,6 milyar atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Perbedaan saldo laba dikarenakan adanya 2 kesalahan, pertama kesalahan penyajian dasar berkaitan dengan persediaan yaitu harga persediaan di mark-up dan dijadikan dasar penilaian persediaan, yang kedua kesalahan dalam penyajian yang berkaitan dengan penjualan yaitu dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Selain kasus di atas, kasus praktik perataan laba juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Pada tahun 2004, Bapepam menemukan bahwa terdapat nilai barang dalam proses PT Indofarma Tbk lebih tinggi dari nilai yang seharusnya (overstated). Akibat overstated tersebut, maka harga pokok penjualan akan
3
understated sebesar 28,8 milyar dan laba bersih juga akan mengalami overstated dengan nilai yang sama. Menurut Foster (1986) dalam Bestivano adapun tujuan perusahaan melakukan perataan laba adalah memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko yang rendah, memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang, meningkatkan kepuasan relasi bisnis, meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen dan ancaman pergantian manajer. Apakah perataan laba itu baik atau tidak ? Ada yang menyatakan bahwa perataan laba (income smoothing) bukanlah suatu masalah dalam pelaporan keuangan karena memperbaiki kemampuan laba dan mencerminkan nilai ekonomi suatu perusahaan yang dinilai oleh pasar tidak efesien. Perataan laba tidak menjadi masalah untuk dilakukan selama dalam pelaksanaannya tidak mengandung fraud. Gu dalam Wijoyo (2014) menyatakan bahwa perataan laba merupakan sebuah tindakan yang justru membantu dalam mengendalikan tingkat peredaran saham. Perataan laba dapat memberikan manfaat bagi pemegang saham perusahaan dan bahkan juga bagi pemegang saham potensial (Wang dan Williams, 1994) dalam (Wijoyo, 2014). Angka laba yang stabil lebih diinginkan oleh pasar dan perusahaan dengan angka laba yang stabil dianggap lebih tidak berisiko. Namun disisi lain, ada pula yang menyatakan bahwa praktik perataan laba menyebabkan pengungkapan informasi mengenai laba menjadi menyesatkan dan akan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan. Praktik perataan laba memang sulit dideteksi dan dapat menyebabkan pengungkapkan laba yang menyesatkan (Dewi dan Carina, 2008) dalam (Wijoyo, 2014). Apabila pihak eksternal tidak menyadari adanya praktik perataan laba tersebut, maka laba hasil rekayasa tersebut dapat mengakibatkan distorsi dalam pengambilan keputusan. Di sisi lain, bagi pihak manajemen, praktik perataan laba ini juga akan menimbulkan kerugian yaitu harga saham perusahaan yang tadinya overvalued bisa menjadi undervalued apabila sampai pihak eksternal mengetahui ketidakbenaran informasi yang dilaporkan di laporan keuangan.
4
Selama kurun waktu dari tahun 2012 – 2015 perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengalami naik turun seperti yang digambarkan dengan grafik di bawah ini : Gambar 1.1 Perubahan Perataan Laba
Rata-Rata Perataan Laba Per Tahun
Perataan Laba 0,9 0,8
0,79
0,77
0,7 0,6 0,5 0,4
0,47
0,3
0,25
0,2 0,1 0 2012
2013
2014
2015
Sumber : Laporan Keuangan yang di olah, 2016
Berdasarkan identifikasi data perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Gambar 1.1 diatas , dapat diketahui bahwa terjadi naik turun terhadap tindakan praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun 2012 sampai tahun 2014. Pada tahun 2012 perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yaitu sebesar 0,47 atau 47%. Pada tahun 2013 perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan mengalami peningkatan yaitu menjadi 0,79 atau 79%. Pada tahun 2014 perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan mengalami penurunan yaitu menjadi 0,25 atau 25%. Pada tahun 2015 perataan laba yang dilakukan perusahaan mengalami peningkatan lagi yang cukup drastis yaitu menjadi 0,77 atau 77%. Perataan laba dari tahun 2012 sampai 2015 terus mengalami perubahan yang tidak stabil, hal ini dapat terjadi karena disebabkan berbagai macam faktor,
5
salah satunya karakteristik perusahaan, seperti umur perusahaan, ukuran perusahaan, tingkat hutang, tingkat profitabilitas, dan lain-lain. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasionalnya. Secara teoritis, perusahaan yang telah lama berdiri akan dipercaya oleh penanam modal (investor) dari pada perusahaan yang baru berdiri, karena perusahaan yang telah lama berdiri diasumsikan akan dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang baru berdiri. Di samping itu, ukuran perusahaan dapat mempengaruhi tindakan manajer di dalam melakukan perataan laba. Semakin besarnya ukuran suatu perusahaan, maka perusahaan dapat memberikan informasi yang lebih transparan dan lengkap mengenai perusahaannya, demikian sebaliknya semakin kecil ukuran perusahaan, maka informasi yang disampaikan tidak begitu transparan. Hal ini memberikan peluang bagi para manajer untuk mengatur besarnya angka laba sebelum laporan keuangan dilaporkan. Ukuran perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi perataan laba. Perusahaan yang ukurannya lebih besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (Suwito dan Herawaty, 2005) dalam (Iskandar dan Suardana, 2016). Hal ini terjadi karena perusahaan besar mendapatkan pengawasan yang lebih ketat dari investor. Untuk itu, perusahaan besar kemungkinan melakukan praktik perataan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang besar. Hal ini dilakukan karena fluktuasi laba yang besar menunjukkan risiko yang besar dalam investasi sehingga mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan. Dengan demikian, semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar kemungkinan menajemen melakukan praktik perataan laba. Teori akuntansi positif menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi cenderung untuk melakukan pengelolaan atas laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang (Budiasih, 2009) dalam Kustono dan Sari (2012). Tingkat financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan memanfaatkan ekuitas pemilik untuk mengantisipasi utang jangka panjang dan jangka pendek perusahaan sehingga tidak akan mengganggu operasi perusahaan secara keseluruhan dalam jangka panjang. Adanya indikasi perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian hutang dapat dilihat
6
melalui kemampuan perusahaan tersebut untuk melunasi hutangnya dengan menggunakan aset yang dimiliki. Perusahaan yang mempunyai tingkat financial leverage yang tinggi diduga melakukan perataan laba karena perusahaan terancam default sehingga manajemen membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan.
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
terdapat inkonsistensi hasil penelitian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gandasari dan Herawaty (2015) jika umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan menurut Zen dan Herman (2007) diketahui umur perusahaan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. Dan menurut Bestivano jika semakin lama umur perusahaan, maka tidak semakin besar probabilitas untuk melakukan perataan laba. Hal ini berarti umur perusahaan yang telah lama berdiri tidak memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan yang baru berdiri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Iskandar dan Suardana (2016) diketahui ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Wijoyo (2014) diketahui ukuran perusahaan tidak menunjukkan pengaruh terhadap praktik perataan laba. Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryandari (2012) diketahui ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap income smoothing. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Indraswari dan Tenaya (2016) diketahui bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Ilato diketahui bahwa financial leverage berpengaruh negatif terhadap perataan laba. Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Gantino (2015) diketahui bahwa financial leverage pada perusahaan yang tergabung dalam industri pertambangan berpengaruh tidak signifikan terhadap perataan laba, sedangkan pada industri farmasi berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
7
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menemukan permasalahan yang
dapat dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh umur perusahaan terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh financial leverage perusahaan terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan dan financial leverage secara bersama-sama terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia? 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh umur perusahaan terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk mengatahui pengaruh financial leverage terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Untuk mengetahui pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan financial leverage secara bersama-sama terhadap perataan laba
8
yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.3.2 Manfaat Penelitian Selain memiliki tujuan, penulisan penelitian ini juga memiliki manfaat penelitian antara lain : 1. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama mata kuliah Analisa Laporan Keuangan. 2. Penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan bagi perusahaan untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi. 3. Dapat menjadi bahan referensi dalam pengembangan keilmuan untuk melakukan ataupun melanjutkan penelitian pada bidang yang sama. 4. Sebagai sarana peneliti dalam mengetahui dan menambah pengetahuan mengenai Laporan Keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian Agar pembahasan dalam penelitian Laporan Akhir nantinya lebih terarah
dan tidak menyimpang dari konteks, maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu hanya pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012 sampai 2015 dengan menggunakan variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan financial leverage sebagai variabel independen dan perataan laba sebagai variabel dependen. 1.5
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan garis besar
mengenai isi Laporan Akhir secara ringkas dan jelas. Sehingga terdapat gambaran hubungan antara masing-masing bab, dimana bab tersebut dibagi menjadi beberapa sub-sub secara keseluruhan. Adapun sistematika penulisan terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu :
9
BAB I
: Pendahuluan Pada bab ini merupakan awal dari penulisan laporan. Dalam bab ini akan diuraikan pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar penulisan yang meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, dan ruang lingkup pembahasan.
BAB II
: Tinjauan Pustaka Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang teori-teori yang terkait dan melandasi penelitian ini.
BAB III
: Metodologi Penelitian Pada bab ini penulis menguraikan tentang variabel penelitian dan defenisi operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian.
BAB IV
: Hasil Analisis dan Pembahasan Pada bab ini merupakan pembahasan dari permasalahan mengenai permasalahan yang ada pada perusahaan. Selain itu juga akan dijelaskan tentang hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh setiap variabel penelitian.
BAB V
: Simpulan dan Saran Pada bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan laporan, bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan pada Bab IV dan juga saran-saran yang dapat dijadikan sebagai masukan yang bermanfaat bagi perusahaan yang sebagai objek penulisan Laporan Akhir ini.