1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian penyakit
infeksi yangtinggiyang didominasi oleh infeksi saluran nafas dan infeksi saluran cerna, serta infeksi lainnya seperti infeksi saluran kemih, kulit dan infeksi sistemik. Salah satu penyebab penyakit infeksi yaitu bakteri. Infeksi bakteri didapatkan dari komunitas maupun nosokomial. Infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Escherichia coli(Wijaya, 2011 ; Rasyid et al.,2000). Salah satu agen penyebab infeksi adalah bakteriStaphylococcus aureus, infeksi bakteri tersebut menyebabkan terbentuknya abses atau nanah. Infeksi akibat bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bisul, jerawat, penumonia, empiema, endokarditis, osteomielitis dan lain-lain. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang dapat ditemukan di permukaan kulit dan mukosa sebagai flora normal, terutama di sekitar hidung, mulut, alat genitalia dan sekitar anus (Brooks et al., 2007). Staphylococcus
aureus
merupakan
bakteri
yang
bersifat
patogen
oportunistik, berkoloni pada kulit dan permukaan mukosa manusia. Sumber infeksi bakteri ini berasal dari lesi terbuka maupun barang-barang yang terkena lesi tersebut. Selain itu ada beberapa tempat di rumah sakit yang beresiko tinggi dalam penyebaran bakteri ini, seperti ICU, perawatan neonatus danruang operasi (Brooks et al., 2007). Antibiotik merupakan pilihan terbaik untuk menanggulangi suatu infeksi bakteri. Antibiotik merupakan suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan suatu
mikroorganisme.
Antibiotik
yang
awalnya
sensitifterhadap
suatu
mikroorganisme bisa menjadi tidak sensitif (resistensi antibiotik), hal ini bisa disebabkankarena penggunaan antibiotik yang tidak terkendali. Semakin tingginya angka kejadian infeksi, penanganan yang tidak adekuat dapat menimbulkan resistensi terhadap obat, seperti Staphylococcus aureusmenjadi resisten terhadap
2
methicilin atau yang dikenal sebagai Methicilin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), yang dapat menyebabkan infeksi kulit seperti bisul, selulitis, infeksi tulang, darah, paru-paru dan bagian tubuh lainnya (Brookset al., 2007). Dengan adanya bakteri yang resisten terhadap antibiotik maka kebutuhan untuk mencari alternatif antibiotik/antibakteri lain meningkat, termasuk antibakteri yang berasal dari tumbuhan.Indonesia terletak di daerah khatulistiwa yang menyebabkan Indonesia beriklim tropis. Adanya iklim tropis ini menjadikan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Indonesia memiliki kurang lebih 30.000 jenis tumbuh-tumbuhan, 9.600 jenis adalah tanaman berkhasiat obat, lebih dari 1.800 jenis tanaman telah teridentifikasi, namun hingga saat ini pemanfaatannya belum optimal. Jumlah tanaman obat yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar 1.000-1.200 jenis, dan yang digunakan dalam industri obat tradisional sekitar 300 jenis(Kotranas, 2006). Menurut Depkes (2007), tanaman obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, mineral, hewan atau campuran bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jenis tanaman yang terdapat di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat yaitu umbi (tuber), akar (radix), batang (ligna), daun (folia), bunga (fructus), biji (semen), tanaman (herb) dan sebagainya. Di sekitar lingkungan terdapat banyak tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional yang relatif aman untuk dikonsumsi karena efek samping yang lebih ringan. Zaman modern seperti sekarang inibanyak masyarakat yang memilih pengobatan instan dan kadang membeli obat di apotek tanpa resep dokter saat
mengalami
gangguan
kesehatan.
Penggunaan
yang
tidak
tepat
memberikanefek samping yang buruk bagi kesehatan terutama terhadap organorgan vital tubuh seperti ginjal, jantung, hati dan paru-paru. (Wijayakusuma, 2000 ; Darsini, 2013). Obat-obat tradisional dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, salah satunya adalah mengobati infeksi. Sekarang ini penyakit akibat infeksi bakteri merupakan masalah serius dalam kesehatan, selama beberapa tahun terakhir
3
terjadi
peningkatan
timbulnya
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
bakteridengan semakin bertambahnya populasi manusia. Mikroorganisme seperti bakteri gram positif ataupun gram negatif dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Walaupun obat antibakteri yang telah ada cukup efektif untuk mengobati, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan resistensi tehadap obat tersebut. Oleh karena itu penemuan-penemuan baru obat antibakteri sangat diperlukan. Pengobatan dengan memanfaatkan senyawa tumbuhan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut(Darsini, 2013). Salah satu tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai obat alternatif untuk menyembuhkan infeksi adalah daun sirih merah (Piper crocatum). Sirih merah dikenal sebagai tanaman hias yang tumbuh merambat dipagar atau pohon.Sirih merah merupakan salah satu tumbuhan obat potensial yang sejak lama telah diketahui memiliki berbagai khasiat obat untuk menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit seperti kencing manis, ambien, antiinflamasi, kanker, asam urat, hipertensi, hepatitis dan gastritis. Sirih merah juga memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi di lingkungan keraton Yogyakarta, termasuk salah satu elemen penting yang harus disediakan dalam setiap upacara adat (Werdhany et al., 2008). Daun sirih merah (Piper crocatum) mengandung senyawa seperti antrakuinon, triterpenoid, steroid, flavonoid, minyak atsiri dan tanin. Senyawa tersebut memiliki aktivitas terhadap penyakit infeksi dan sebagai antimikroba yang aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif seperti Pasteurella, Klebsiella,
Salmonella
sp,
Aeromonas
hydrophila,
Escherichia
coli,
Staphylococcus aureus dan Candida albicans (Reveny, 2011). Saat ini penggunaan obat tradisional ramai dibicarakan karena masyarakat dunia dan Indonesia sedang mengutamakan penggunaan bahan-bahan alam (back to nature). Banyak bukti empiris mengenai manfaat daun sirih merah, namun bukti Evidence Based Medicine masih kurang, hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai aktivitas ekstrak etanol daun sirih merah sebagai agen antibakterial khususnya terhadap bakteri Staphyloccusaureusdengan pelarut DMSO dan aquades. DMSO dapat digunakan untuk melarutkan senyawa yang sulit larut dalam air seperti ekstrak tanaman untuk uji aktivitas antibakteri,
4
selain itu DMSO juga tidak memberikan daya hambat pertumbuhan bakteri sehingga tidak mengganggu hasil pengamatan uji aktivitas antibakteri. Penelitian sebelumnya mengenai uji aktivitas ekstrak etanol daun sirih merah terhadap Staphylococcus aureus dengan pelarut aquades, sehingga peneliti ingin membandingkan aktivitas ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO dan aquades(Handayani et al., 2008 ; Rachmawatyet al, 2009). 1.2
Perumusan Masalah a.
Bagaimana perbandinganaktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO dan aquades terhadap perkembangbiakan Staphylococcus aureus?
b.
Bagaimana perbandingan Kadar HambatMinimal (KHM) ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO dan aquades terhadap Staphylococcus aureus?
c.
Bagaimana perbandingan Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO dan aquades terhadap Staphylococcus aureus?
1.3
Tujuan Penelitian a.
Untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO dibandingkan dengan pelarut aquades terhadap perkembangbiakan Staphylococcus aureus
b.
Untuk mengetahui perbandingan Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO dibandingkan dengan pelarut aquades terhadap Staphylococcus aureus
c.
Untuk mengetahui perbandingan Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO dibandingkan dengan pelarut aquades terhadap Staphylococcus aureus
5
1.4
Manfaat Penelitian a.
Memberi informasi mengenai kemampuan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan pelarut DMSO dibandingkan dengan pelarut aquades dalam menghambat perkembangbiakan ataupun membunuh Staphylococcus aureus
b.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai khasiat daun sirih merah sebagai agen antibakterial
c.
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai studi lanjut untuk penelitan-penlitian selanjutnya
1.5
Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, penelitian dengan judul “Perbandingan
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum) dengan Pelarut DMSO dan Aquadesterhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro” belum pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya adalah dengan judul “Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Antibakterial terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif” (Rachmawaty et al.,2009) didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut aquades memiliki nilai KHM dan KBM pada konsentrasi 25% untuk Staphylococcus aureusdan nilai KHM dan KBM pada konsentrasi 6,25% untuk Escherichia coli. Sehingga peneliti ingin membandingkan aktivitas antibakteri esktrak etanol daun sirih merah dengan pelarut DMSO dan aquades terhadap S. aureus. Penelitian dengan judul “Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229” (Hasbi, 2011)didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun sirih merah dengan pelarut aquades memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada konsentrasi 10%, 20%, 40%,80% dan 100% serta menghambat pertumbuhan E. coli pada konsentrasi 40%,80% dan 100%.