BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang cukup penting bagi manusia dalam kehidupan. Saat ini, hampir setiap kegiatan manusia membutuhkan energi listrik. Seiring dengan tumbuhnya populasi dan perkembangan teknologi, kebutuhan listrik bagi masyarakat pun meningkat sehingga pemerintah berusaha dengan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya dengan membangun sistem pembangkit listrik. Namun, sebagian besar pembangkit listrik yang ada di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil dalam pengoperasiannya. Padahal bahan bakar fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui serta adanya isu lingkungan yaitu berupa pencemaran udara serta gas buang yang bisa memperparah terjadinya global warming. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk mencari sumber energi alternatif yang dalam pengoperasiannya meminimalisasi penggunaan bahan bakar fosil. Salah satu dari sistem pembangkit listrik alternatif yang sudah mulai banyak dikembangkan di Indonesia adalah sistem pembangkit listrik tenaga geothermal atau panas bumi. Secara umum geothermal bisa diartikan sebagai panas yang berasal dari dalam bumi. Sedangkan energi panas bumi adalah energi yang dihasilkan oleh panas tersebut. Geothermal merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) karena mempunyai dua komposisi utama, yaitu air dan panas. Cadangan air secara alami dapat terisi lagi dengan adanya siklus hujan. Sedangkan panas bumi secara terus menerus dihasilkan oleh bagian dalam bumi. Pada sistem pembangkit listrik tenaga panas bumi, uap untuk menggerakkan turbin diperoleh dari reservoir panas bumi yang terdapat di bawah permukaan tanah. Uap tersebut mengalir melalui sumur-sumur produksi kemudian dialirkan ke power plant dengan menggunakan sistem
1
2
perpipaan. Ketika memasuki bagian turbin, uap berekspansi menghasilkan energi mekanis untuk memutar turbin. Dengan sistem coupling, putaran tersebut
diteruskan
untuk
memutar
rotor
unit
generator
sehingga
menghasilkan energi listrik. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan energi panas bumi adalah PT. Geo Dipa Energi. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari kerja sama PT. Pertamina (Persero) dengan PT. PLN (Persero), dua perusahaan milik negara yang terkemuka dalam bidang eksplorasi energi dan telah berpengalaman dalam mengembangkan dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi. PT. Geo Dipa Energi mendedikasikan dirinya untuk memanfaatkan nilai ekonomis dari energi panas bumi dengan memanfaatkan kapasitas besar proyek pembangkit listrik di Dieng dan Patuha yang masing-masing mempunyai nilai potensial mencapai 350 MW. Sehingga bisa untuk memenuhi permintaan listrik nasional dengan memanfaatkan energi panas bumi yang murah dan ramah lingkungan. Namun, dalam pengoperasiannya terdapat masalah di dalam proses injeksi brine ke dalam sumur injeksi di dalam bumi. Kondisi brine ternyata mempunyai kadar silica yang sangat tinggi, sehingga dalam proses injeksinya terjadi scaling di dalam pipa-pipa injeksi. Scale tersebut melekat pada diameter dalam pipa injeksi. Adanya scaling menyebabkan pipa-pipa injeksi tersumbat karena di dalamnya dipenuhi oleh silica yang menyebabkan berkurangnya diameter pipa, sehingga menghambat aliran brine pada jalur perpipaan. Tersumbatnya pipa tersebut dapat menurunkan water recharging. Pada dasarnya proses terbentuknya uap pada well production juga bergantung pada pasokan air yang diinjeksikan kembali. Berkurangnya pasokan air tersebut dapat mengakibatkan produksi uap menurun sehingga mengurangi produksi dari PLTP itu sendiri. Walaupun laju output dari Pembangkit Tenaga Listrik Geothermal di Dieng mencapai 60 MW, tetapi sekarang hanya berkisar 24 MW. Penyebab utama dari rendahnya output adalah karena pada sumur reinjeksi terjadi pengendapan silica.
3
Silica merupakan zat terlarut yang terdapat dalam fluida, yang berasal dari perut bumi. Keberadaan silica tergantung pada silica terlarut dalam kabut dan uap air. Senyawa silica mempunyai beberapa bentuk, yaitu quartz, cristobalite, amorphous silica, chalcedony, dan lain-lain. Pengendapan silica pada umumnya terjadi apabila konsentrasi silica terlarut di dalam larutan melebihi amorphous silica sehingga kelarutan brine tersebut berada di bawah titik jenuh. Perubahan kelarutan brine biasanya dipengaruhi oleh perubahan temperatur, pH, dan konsentrasi dari ion Na, Al dan Fe serta dipengaruhi oleh ada atau tidaknya ion Fe dan Poly silicic acid. Untuk menghindari pengendapan amorphous silica, biasanya brine dibuang pada saat temperaturnya masih di atas temperatur jenuh amorphous silica dengan cara diinjeksi ke dalam sumur injeksi. Namun dalam praktiknya, penurunan temperatur dari brine terjadi di dalam pipa injeksi sehingga terjadi scaling pada pipa injeksi tersebut. Dari penelitian yang dilakukan oleh Tohoku Electric Power Co.Inc, pada sumur injeksi terdapat beberapa titik dimana terdapat perbedaan diameter yaitu dari diameter besar menjadi diameter kecil yang disebut flush point. Seringnya terjadi pengendapan di titik tersebut, tetapi flush points tidak selalu tetap lokasinya karena faktor lain seperti tekanan pada reservoir fluida. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan pendinginan terhadap brine sebelum memasuki pond hingga mencapai kondisi jenuh sehingga silica yang terkandung dalam brine lebih mudah mengalami scale deposition. Jika scaling terjadi sebelum brine memasuki pond maka tidak akan terjadi scaling pada brine injection system.
1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, akan dilakukan pengamatan dan analisis terhadap proses pendinginan brine yang ada di PT. Geo Dipa Energi Dieng dan melakukan
perancangan
terhadap
sistem
pendinginan
brine
meminimalisasi scaling yang terjadi pada brine injection system.
untuk
4
Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses pendinginan brine yang ada? 2. Bagaimanakah rancangan sistem pendinginan yang layak secara teknis?
1.3 Batasan Masalah Agar penelitian yang akan dilakukan terfokus dan peneliti lebih spesifik, penelitian ini memiliki batasan masalah sebagai berikut : 1. Sistem pendinginan brine yang dipilih adalah cooling tower. 2. Lokasi penempatan cooling tower nantinya adalah di PT. Geo Dipa Energi Pad 29. 3. Tidak terdapat rock muffler di dalam proses produksi uapnya. 4. Data-data yang disertakan dalam perhitungan merupakan data yang berasal dari PT. Geo Dipa energi.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan desain cooling tower yang paling tepat untuk diaplikasikan di lokasi tersebut, baik secara bentuk maupun dimensinya, serta mudah dalam pengoperasian dan perawatannya. Sehingga dapat dijadikan salah satu opsi desain sistem pendinginan brine oleh PT. Geo Dipa Energi untuk menyelesaikan masalah scaling yang terjadi di sana.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini, yaitu : 1. Bagi Mahasiswa Dengan penelitian ini, diharapkan mahasiswa bisa mengetahui bagaimana langkah-langkah untuk merancang sebuah cooling tower yang optimal sehingga bisa menjadi opsi desain bagi perusahaan. Mahasiswa juga dapat mengetahui pengaruh penurunan temperatur brine terhadap laju scaling yang terjadi.
5
2. Bagi Industri Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada dunia perindustrian, khususnya di bidang geothermal tentang bagaimana cara untuk merancang sebuah cooling tower agar temperatur brine bisa diturunkan mendekati ambient temperature sehingga tidak terjadi scaling. Serta mengetahui cara pengoperasian dan perawatan cooling tower. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam perancangan sistem pendinginan brine.