BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Building Management Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (BM
GWBPB) merupakan unit di bawah divisi bisnis properti PT. Pos
1.1.
Indonesia (Persero). Unit bisnis ini memiliki tugas untuk menjalankan
bisnis properti secara mandiri dan profesional dengan status sebagai
gedung perkantoran komersil, menurut surat edaran divisi bisnis properti PT. Pos Indonesia (Persero) nomor: 08/DIRBISKOM/0209. Tujuan dari pembentukan unit tersebut adalah sebagai upaya pendayagunaan aset milik PT. Pos Indonesia (Persero), untuk meningkatkan nilai guna agar menghasilkan nilai tambah dan mendatangkan pendapatan bagi PT. Pos Indonesia (Persero). Pendayagunaan aset pada unit tersebut meliputi aset berupa fasilitas, perlengkapan dan infrastruktur seperti gedung, instalasi air, listrik, serta Air conditioner (AC). Dalam perkembangannya pendayagunaan aset terbentur dengan kondisi infrastruktur yang sudah sangat buruk karena seringnya terjadi kerusakan pada instalasi air, listrik dan AC. Hal tersebut menyebabkan kerugian dari segi keuangan dan kualitas layanan Gedung Wahana Bakti Pos
Bandung
(GWBPB).
Sehingga
pengelola
GWBPB
perlu
menganggarkan pengeluaran perbulannya untuk melakukan perawatan pada peralatan dan instalasi air, listrik dan AC sebesar Rp. 50.184.467. Kondisi ini berdampak pula pada kualitas layanan GWBPB, yang ditandai dengan intensitas penyampaian keluhan yang dilakukan oleh tenant, hingga mencapai 4-5 kali dalam satu bulan. Berdasarkan hasil penelitian berupa Studi Kasus (SK) mengenai analisis manajemen risiko pada pengelolaan GWBPB, menunjukan bahwa risiko kerusakan peralatan dan instalasi listrik, air, telepon dan AC merupakan risiko dengan jumlah status risiko terbesar pada kuadran satu
1
Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa alternatif solusi yang dapat menguragi tingkat risiko kerusakan pada peralatan dan instalasi air,
telepon, listrik dan AC yaitu dengan melakukan peremajaan atau
pembaruan aset (Fadlillah, 2012). Alternatif solusi pembaruan aset merupakan tahap setelah operasi
dan pemeliharaan, sebelum penghapusan dalam siklus hidup manajemen
yang memiliki tingkat probabilitas dan dampak terbesar dalam peta risiko.
aset (Sutrisno, 2008). Kajian ilmiah mendefinisikan bahwa pembaruan aset
adalah the overhaul or complete replacement of an existing asset with a
new asset, having either the same or revised functional capabilities, yang artinya pemeriksaan atau penggantian secara lengkap dari aset yang ada dengan aset baru, melakukan dengan yang sama atau merevisi kemampuan fungsionalnya (Pudney, 2010). Sedangkan, dalam jurnal sistem infrasturtur Neil S (2007) berpendapat bahwa dalam tahap pembaruan aset terdiri dari tiga program diantaranya program perbaikan, rehabilitasi dan penggantian aset. Ketiga program pembaruan ini perlu didasarkan pada kondisi dari aset, sehingga Penanganan pembaruan dapat lebih efektif. Pada kenyataannya saran untuk melakukan pembaruan aset dengan menerapkan program perbaikan, rehabilitasi dan penggantian aset pada peralatan dan instalasi air, listrik, telepon dan AC mengalami kendala keterbatasan sumberdaya dan birokrasi keuangan. Uang kas pengelolaan properti milik PT. Pos Indonesia (Persero) seluruh Indonesia dalam satu bulan hanya dianggarkan sebesar Rp. 75.000.000/ bulan. selain itu pengelolaan keuangan BM GWBPB tidak dilakukan secara mandiri sehingga, segala keputusan pengelolaan seperti pengadaan, operasi dan pemeliharaan GWBPB perlu diajukan dalam suatu rancangan anggaran biaya, Oleh karena itu, perlu dilakukan prioritas dalam pemilihan program peremajaan/ pembaruan aset. Hastings (2010) berpendapat bahwa apabila umur suatu aset telah melebihi umur teknisnya (techic), biaya operasi dan pemeliharaan sudah
2
sesuai dengan peraturan yang berlaku (regulation) sehingga program penggantian aset dapat diterapkan sebagai prioritas utama dalam tahap
pembaruan aset. Merujuk terhadap teori tersebut maka sistem air
conditioner pada Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB) merupakan aset yang dapat diterapkan proyek penggantian dalam usaha
pembaruan aset. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh keadaan sebagai
tidak efisien (commercials) serta kinerja dan kondisi fisik aset sudah tidak
berikut :
1. Apabila ditinjau dari segi teknis sistem AC pada GWBPB telah
melebihi umur teknis AC tersebut yaitu telah berumur 16 tahun sedangkan umur teknisnya hanya 10 tahun. 2. Apabila ditinjau dari segi konsumsi biaya ditemukan bahwa sistem AC pada GWBPB memiliki tingkat pengeluaran yang paling besar dari aset yang lain yaitu sebesar 56% atau Rp. 28.103.301/ bulan dari pengeluaran perbaikan kerusakan aset sarana dan prasarana. 3. Apabila ditinjau dari segi peraturan yang berlaku bahwa kinerja sistem AC pada GWBPB tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor : 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persayaratan Teknis Bangunan Gedung bahwa pengelola gedung wajib memenuhi persyaratan kesehatan dan kenyamanan bagi pengguna. Sedangkan fakta dilapangan menunjukan bahwa tercatat terdapat dua kali keluhan perbulan terhadap kinerja aset selama tahun 2009-2011. 4. Apabila ditinjau pada peraturan internasional bahwa cairan referigan yang digunakan untuk sistem AC pada GWBPB merupakan jenis R22 yang berdampak pada kerusakan lapisan ozon sehingga, United Nation Environment Programme (UNEP) lewat kesepakatan
internasional
pada
Montrreal
Protocol
akan
mengilegalkan penggunaan dan produksi pada tahun 2014. Beberapa fakta di atas memberikan gambaran betapa penting dan perlunya penggantian sistem AC pada GWBPB agar konsistensi layanan
3
dan kenyamanan dapat sesuai dengan regukasi, kebutuhan, biaya dan lingkungan.
Halfawy, Dirdi, dkk (2008) dalam journal of computing in civil engineering
mendefinisikan
perencanaan
pengambilan
keputusan
pembaruan adalah inherently an integrated process that requires the
assimilation of a multitude of condition, risk, cost, and optimization
sistem tata udara/ air conditioner yang memenuhi persyaratan kesehatan
models, yang artinya suatu proses inheren yang terintegrasi yang
membutuhkan asimilasi dari banyak kondisi, risiko, biaya, dan model
optimasi. Merujuk pada pengertian tersebut dapat diketahui bahwa dalam mengimplementasikan proyek penggantian yang merupakan salah satu program pembaruan aset, perlu berlandaskan pada aspek kondisi, risiko dan biaya. Hal tersebut dikarenakan pengukuran kondisi terhadap aset yang akan dilakukan penggantian merupakan salah satu cara menentukan prioritas agar, komponen aset yang akan diganti benar-benar memiliki kondisi yang sangat bruruk sehingga dapat dilakukan penggantian. Seperti yang terdapat pula pada penelitian Condition Assessment Methods for AC Pipe and Current Practices (Hu, Wang, dkk, 2010), Condition Assessment of Water Distribution Pipes (Neil S, Grigg, 2006), dan Analisis Risiko Proyek Pembangunan Dermaga Multipurpose Teluk Lamong Surabaya (Siswanto, 2007) yang melakukan pengukuran kondisi dan analisis risiko untuk menentukan perencanaan proyek. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan nilai tambah dan pendapatan maksimal bagi pengelolaan Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB) adalah dengan merencanakan proyek penggantian aset yang memperhatikan aspek kondisi dan risiko pada sistem AC GWBPB. Hal tersebut dimaksudkan agar pendayagunaan sumber daya yang terbatas dapat lebih efisien. Hal ini menarik untuk dibahas sebagai dasar untuk pembuatan Tugas Akhir (TA), maka dari itu diajukan judul “Perencanaan Proyek Penggantian Aset
4
Berdasarkan Analisis Risiko dan Kondisi Pada Sistem Air Conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung”
1.2.
Identifikasi Proyek Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan dalam latar belakang,
penulis mengidentifikasi proyek, terdapat dalam kalimat-kalimat berikut
ini:
1.
Bagaimana kondisi fisik sistem air conditioner pada Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB)?
2.
Bagaimana perencanaan kegiatan proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung
(GWBPB)? 3.
Bagaimana risiko proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB)?
4.
Bagaimana perencanaan jadwal proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB) ?
5.
Bagaimana perencanaan biaya proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB)?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Proyek Tujuan proyek yang terdapat pada karya ilmiah ini diantaranya:
1.
Mengetahui kondisi fisik sistem air conditioner pada Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB)?
2.
Menghasilkan perencanaan kegiatan proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB)?
3.
Mengetahui risiko proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung (GWBPB)?
5
4.
Menghasilkan perencanaan jadwal proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung
(GWBPB) ?
5.
Menghasilkan perencanaan biaya proyek penggantian aset pada sistem air conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung
(GWBPB)?
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian yang akan
dilakukan adalah: 1.
Manfaat bagi pengelola GWBPB adalah membantu memberikan masukan dalam memecahkan permasalahan penggantian aset pada
sistem AC GWBPB. 2.
Manfaat bagi Program Studi Manajemen Aset a.
Memberikan umpan balik
dalam
mengevaluasi
proses
perkuliahan yang diberikan kepada mahasiswa Program Studi Manajemen Aset. b.
Menjalin hubungan baik dan kerjasama antara program studi dengan perusahaan.
3.
Manfaat bagi penulis yaitu dapat menerapkan ilmu manajemen Aset yang diperoleh selama kuliah.
1.4.
Kerangka Berpikir Definisi kerangka berpikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono
(2008) adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting” (hal. 60). Hubungan antara teori dan efentifikasi masalah, didefinisikan menjadi sebuah sistem yang meliputi tahapan input, process dan output. Berikut merupakan penjelasan dari tahapan kerangka berpikir pada penelitian ini, diantaranya:
6
1.
Input Pada tahap input pada proyek ini di dasari oleh alternatif
kesimpulan pada penelitian Studi Kasus (SK) bahwa peralatan
utama dan infrastruktur air, telepon, listrik dan AC perlu diterapkan
program peremajaan/ pembaruan aset. Setelah itu terdapat empat fenomena yang menjadi dasar perlunya pembaruan dengan metode
penggantian aset diantaranya aset telah melewati umur teknis,
biaya perbaikan kerusakan aset yang tinggi setiap bulannya,
ketidaksesuaian mengenai permen PU bahwa tata udara perlu
memenuhi persyaratan kenyamanan pengguna gedung sehingga timbulnya dua kali keluhan setiap bulan dan cairan refrigan sistem
AC pada GWBPB telah di larang penggunaannya oleh UNEP (United Nation Environment Programme). Input bagi proyek ini juga bersumber dari landasan teori yaitu manajemen proyek, manajemen aset, pengukuran kondisi, dan analisis risiko. Sedangkan, untuk landasan normatifnya bersumberdari Permen PU No:
29/PERT/M/2006,
dan
Keputusan
Direksi
Nomor:
KD.41/DIRUT/0512 mengenai pedoman pengadaan barang/ jasa PT. Pos Indonesia (Persero). 2.
Process Halfawy, Dirdy, dkk (2008) berpendapat bahwa perencanaan pembaruan
suatu
proses
inheren
yang
terintegrasi
yang
membutuhkan asimilasi dari banyak kondisi, risiko, biaya, dan model optimasi. Sependapat dengan definisi tersebut Brown, spare (2008) bahwa proses inheren yang terintegrasi perlu didukung beberapa alat manajerial yang sesaui dengan tiga aspek yang sebaiknya menjadi perhatian pada seluruh siklus hidup mamajemen aset yaitu kinerja, biaya dan risiko. Pada teori di atas maka dalam tahapan proses terdapat dua hal yaitu penelitian mengenai kondisi aset pada sistem AC dan analisis risiko proyek seranjutnya membuat perencanaan proyek penggantian aset pada sistem air
7
conditioner Gedung Wahana Bakti Pos Bandung. Hal ini
dimaksudkan agar proyek penggantian aset dapat terlaksana sesuai
dengan kebutuhan juga meminimalisoir tingkat kerugian yang disebabkan ketidakpastian dalam suatu proyek
3.
Output Tahapan terakhir adalah tahapan output/ hasil akhir dari proyek
perencanaan penggantian aset pada sistem AC Gedung Wahana
Bakti Pos Bandung yaitu berupa rencana kegiatan, jadwal dan
anggaran biaya.
8
Sumber: Hasil olah data peneliti, Juli 2012.
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
9
1.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Pos Indonesia (Persero), lebih tepatnya
penelitian dilaksanakan di Gedung Wahana Bakti Pos di Jalan Banda No. 28-30, Kel. Citarum, Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung. Adapun waktu penelitian
dilaksanakan dari tanggal 1 April 2012 sampai dengan 15 Juli 2012. Uraian Kegiatan dan waktu pelaksanaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian 2012
No
Kegiatan
April
Mei
Juni
Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1.
Tinjauan Lapangan
2.
Penetuan Topik dan Objek Penelitian Penyerahan Proposal Tugas akhir Pertemuan dengan Pembimbing Tugas akhir
3. 4. 5.
Seminar Usulan Penelitian
6.
Proses Bimbingan Tugas akhir
7.
Pengumpulan Data Awal
8.
Pengolahan Data Awal
9.
Pengumpulan Data Akhir
10.
Pengolahan Data
11.
Penulisan Laporan Tugas akhir
12.
Persetujuan untuk Sidang Tugas akhir Penyerahan Laporan Tugas akhir
13. 14.
Sidang Tugas akhir
Pengumpulan Laporan Tugas akhir Sumber : Hasil olah data peneliti, April 2012. 15.
10