BAB I Pendahuluan
1. 1 Latar Belakang Sasaran pertumbuhan PDB Nasional berdasar RPJPN 2005-2025 adalah mencapai pendapatan per kapita pada tahun 2025 setara dengan negara-negara berpendapatan menengah, melalui pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas dan berkesinambungan. Industri kecil dan menengah (IKM) mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat serta menumbuhkan aktivitas perekonomian daerah. Disamping itu pengembangan IKM merupakan bagian integral dari upaya pengembangan ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan, IKM sendiri terbukti yang paling mampu bertahan dalam krisis global pada tahun 1998 dan 2007. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi berdampak sangat ketatnya persaingan dan akselerasi perubahan lingkungan usaha. Hasil produksi dalam negeri yang keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar. Pada Tahun 2015, Indonesia akan menghadapi komunitas ASEAN sebagai kesepakatan KTT ke 12 ASEAN di Cebu, Filipina. Dalam tataran masyarakat di bidang ekonomi, ASEAN telah bersepakat
untuk
mengintegrasikan
perekonomian
regional
melalui
pembebasan arus barang, jasa dan investasi langsung di lingkungan kawasan Untuk itulah diperlukan perluasan pasar dan peningkatan efisiensi produksi. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor industri yang berdaya saing internasional. Sejak tahun 2008, pemerintah melalui departemen perindustrian mencanangkan program one village one product, yang bertujuan untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif berbasis sumber daya lokal yang bersifat unik, khas daerah dan bernilai tambah tinggi, ramah lingkungan, serta memiliki daya saing internasional, dengan sasaran 1
meningkatnya jumlah produk IKM yang memenuhi standar pasar global. Dalam dunia yang sangat kompetitif sekarang ini, Indonesia perlu mengupayakan terbentuknya rumah rumah produktif yang berkualitas untuk memungkinkan tersedianya lapangan kerja yang stabil bagi penduduknya. Rumah produktif merupakan lingkungan industri rumah tangga dimana masyarakat selain memfungsikan rumah sebagai tempat tinggal juga difungsikan sebagai tempat melakukan usaha. Kebanyakan rumah produktif (rumah tangga industri) tidak didesain sebagai hunian yang berfungsi ganda, yaitu sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat usaha. Oleh karenanya kegiatan usaha di rumah dilakukan pada tempat/ruang yang bukan fungsinya. Kegiatan industri rumah tangga dilaksanakan pada bagian ruangan rumah yang fungsi awalnya bukan untuk kegiatan industri. Kondisi ini dapat menurunkan tingkat kelayakan unit hunian seperti : a. Industri meubel yang dilakukan di halaman rumah atau teras menyebabkan pencemaran udara dan kebisingan sehingga menurunkan derajat kesehatan rumah/hunian. b. Industri tata boga yang memfungsikan dapur melebihi kapasitasnya menyebabkan berlebihnya produksi gas CO2 yang tidak baik untuk kesehatan (dapat mengakibatkan penyekit sesak nafas / ISPA). Cucian peralatan dapur baik sisa-sisa lemak dan deterjen pembersih yang dapat menurunkan kualitas air tanah dan badan air penerima. c. Penggunaan deterjen berlebihan pada kegiatan usaha loundry yang dapat mengganggu kualitas air tanah dan badan air penerima. d. Penempatan barang-barang alat dan hasil industri rumah tangga dengan volume yang berlebihan yang dapat mengganggu pencahayaan dan sirkulasi udara. e. Penggunaan
alat-alat
penunjang
kegiatan
home
industri
yang
menggunakan energi panas dan listrik yang dapat meningkatkan peluang terjadinya kebakaran. f. Penambahan jumlah penghuni rumah oleh pekerja home industri yang dapat menurunkan angka perbandingan luas bangunan per penghuni. 2
Kegiatan industri rumah tangga ini dapat menimbulkan kerusakan dan pencemaran serta mengurangi kelayakan rumah sebagai tempat hunian, karena adanya aktivitas usaha tersebut, misalnya kesehatan penghuninya terganggu, atau kecukupan luas huniannya berkurang. Aspek kesehatan akan berkurang, misalnya sistem penghawaan, pencahayaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan.
Aspek kecukupan minimum luas bangunan juga akan
berkurang, dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah yang meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Sementara konsekuensi timbul dari hubungan antara aspek produksi dan perawatan
rumah,
serta
penyelenggaraan
rumah
tangga.
Rumah
produktif/usaha berbasis rumah, memberikan dampak peningkatan pendapatan dan taraf hidup bagi masyarakat, namun seiring dengan penambahan jumlah anggota keluarga, perubahan gaya hidup, dan meningkatnya kebutuhan rumah tangga, serta adanya keterbatasan lahan, maka dukungan yang diberikan oleh rumah terhadap keberadaan Usaha Berbasis Rumah/rumah produktif akan mencapai titik optimal. Dalam mencukupi dukungan rumah terhadap kegiatan usaha/ produktivitas, dipengaruhi oleh jenis, tipe dan karakter serta pola kegiatan rumah produktif/ UBR. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829 tahun 1998 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan, telah disyaratkan mengenai
Persyaratan kesehatan perumahan yang dimaksudkan untuk melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat. Peraturan ini meliputi : a.
Lingkungan perumahan yang terdiri dari lokasi, kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, kualitas air tanah, sarana dan prasarana lingkungan, binatang berpenyakit dan penghijauan.
b.
Rumah tinggal yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan penataan ruang rumah, pencahayaan, kualitas udara, ventilasi,
3
binatang penular penyakit, air, makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang tidur.
Dalam Undang Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam pasal 49 disebutkan bahwa pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian, juga harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian. Namun demikian dalam Undang-Undang tersebut belum dijelaskan secara lebih detil mengenai ketentuan pemanfaatan rumah untuk kegiatan usaha, dan mengamanatkan ketentuan tersebut dalam peraturan daerah. Batasan kegiatan usaha yang dimaksud dalam pasal tersebut masih perlu diteliti dan digalii untuk tidak mengganggu fungsi hunian. Perkembangan persaingan industri dalam era globalisasi dan adanya kebijakan perumahan saat ini, menuntut pengembangan industri kecil menengah melalui pendekatan sistem. Dalam Purnomo (2004:19) disebutkan bahwa untuk mengenalkan berbagai teknologi dan inovasi baru, perusahaan perlu sekali melakukan berbagai perubahan yang cukup berarti. Seperti, modifikasi peraturan tradisional, penggantian struktur organisasi tradisional yang kerap kali menjadi penghalang dengan struktur yang dapat memfasilitasi perubahan yang terbuka, penggunaan sistem yang baik untuk lebih mendorong kerjasama, dan mengubah kultur perusahaan. Dengan demikian, teknik industri pada masa yang akan datang akan memainkan dua peranan, yaitu sebagai sistem integrator dan sebagai agen perubahan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Purnomo (2004:21-22) bahwa konsep teknik industri yang bertujuan untuk mendapatkan efisiensi kerja dalam segala bidang pekerjaan telah nyata-nyata membutuhkan bantuan dari disiplin ilmu lain. Integrasi bidang dalam perekayasaan sistem, untuk merespon persaingan global dan perubahan kebijakan yang ada, maka dibutuhkan penelitian ini yang akan menganalisa dan mengembangkan system engineering pada level pertama yang ditekankan tempat kerja fisik pada aktivitas manusia. Sehubungan dengan kemampuan manusia dalam melakukan kerja, terdapat empat sub kategori utama dari ergonomik yang harus diperhatikan, 4
diantaranya adalah skeletal/muscular (kerangka/otot), sensory (alat indera manusia), environmental (lingkungan), dan mental. Sementara itu, guna menunjang kelancaran proses produksi dalam industri kecil menengah, secara pendekatan environmental dalam
ilmu ergonomik, digunakan tata cara
pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik. Tata cara ini dilakukan untuk dapat mengintegrasikan resource secara total, meminimalisir jarak material handling, melancarkan aliran kerja, memberikan kepuasan dan rasa aman bagi pekerja, sehingga semua area rumah produksi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, sehingga dapat menaikkan output produksi dan memberikan keuntungan maksimal.
1. 2 Permasalahan a. Menurunnya dukungan rumah usaha karena meningkatnya kebutuhan rumah tangga, keterbatasan lahan dan perubahan gaya hidup. b. Pemilihan tata letak fasilitas yang tepat dalam rumah produktif. c. Komposisi untuk mendapatkan daya dukung optimal yang memiliki efektivitas proses produksi.
1. 3 Batasan Permasalahan Pada penelitian ini, penulis membatasi pada ; a. Rumah Produktif tipe campuran, dimana fungsi rumah tempat tinggal menjadi satu dengan ruang produksi, dengan tempat tinggal sebagai fungsi dominan. b. Lokasi penelitian ini berada di Dusun Serut, Palbapang, Bantul c. Jenis rumah produktif adalah untuk kegiatan produksi pengolahan pertanian
1. 4 Tujuan Penelitian a. Mengetahui luas optimal fungsi rumah tinggal dan fungsi produksi b. Mengetahui kualitas daya dukung rumah produktif tipe campuran c. Membuat alternatif komposisi tata letak fasilitas yang memberikan daya dukung rumah produktif secara optimal
5
1. 5 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : a. Menjadi usulan standart luas ruang produksi untuk industri kecil menengah b. Menambah alternatif komposisi tata letak fasilitas dalam rumah produktif c. Meningkatkan efektivitas usaha d. Meningkatkan daya dukung rumah terhadap produktivitas usaha. e. Meningkatkan
produktivitas
dan
pengembangan
IKM
sebagai
penopang perekonomian nasional
6