BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Oleh karena itu hampir semua negara menempatkan matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang penting bagi pencapaian kemajuan negara bersangkutan. Mata pelajaran matematika perlu diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan berpikir tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Dewasa ini, tuntutan untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa semakin meningkat. Bahkan, mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi di kalangan siswa merupakan hal yang sangat penting dalam era persaingan global ini. Hal ini disebabkan oleh tingkat kompleksitas permasalahan dalam segala aspek kehidupan modern ini semakin tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dapat dipandang sebagai lanjutan dari kemampuan berpikir dasar yang lebih menekankan pada keterampilan dasar (basics skills). Dalam kenyataannya, pembelajaran matematika selama ini di Indonesia masih
terfokus
hanya
pada
aktivitas
latihan-latihan
untuk
pencapaian
mathematical basics skills semata yang terbatas pada penggunaan strategi kognitif. Hal ini didukung beberapa penelitian (Henningsen dan Stein, 1997, Mullis, dkk dalam Amalia, 2013) yang melaporkan pada umumnya pembelajaran matematika masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah dan bersifat prosedural. Hasil TIMSS 2007 (Kemdikud, 2012) menunjukkan bahwa hanya 5% siswa Indonesia yang dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori tinggi dan advance [memerlukan penalaran], sedangkan 71%
1
siswa Korea sanggup. Sebagai tambahan 78% siswa Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori rendah yang hanya memerlukan ingatan atau hafalan yang baik saja, sehingga perlu dikembangkan pembelajaran yang menekankan penguasaan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi ini juga dirasakan terjadi dalam pembelajaran matematika selama ini di SMK Negeri 1 Amlapura. Hasil belajar matematika pada semester I tahun pelajaran 2013/2014 pada beberapa kelas disajikan seperti pada tabel berikut ini. Tabel 1.1 Nilai Matematika pada Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014
Rata-rata Nilai Predikat
X Keperawatan 1
X Keperawatan 2
X Keperawatan 3
X Teknik Kendaraan Ringan
74,51 Cukup
76,09 Baik
73,00 Cukup
73,01 Cukup
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa nilai hasil belajar di kelas X Keperawatan 3 menunjukkan hasil yang paling rendah walau sudah berada pada kategori cukup. Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil belajar matematika di kelas X Keperawatan 3 adalah terbatasnya kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang dimiliki para siswa. Pembelajaran selama ini juga belum efektif untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Hal ini tampak ketika siswa berhasil memecahkan masalah matematika tertentu, tetapi gagal jika konteks masalah tersebut sedikit diubah. Implementasi pembelajaran selama ini lebih diarahkan untuk mencapai tujuan kognitif, tanpa memberi pengalaman belajar untuk mengembangkan proses kognitif yaitu kemampuan merencanakan, mengontrol dan merefleksi secara sadar tentang proses kognitifnya sendiri. Pengembangan soal-soal evaluasi lebih berfokus pada aktivitas belajar algoritmik, pada soal-soal rutin yang mengacu soal ujian nasional. Soal-soal tersebut mengukur kognitif level rendah yaitu pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Sedangkan ranah kognitif yang lebih tinggi yaitu analisis, sintesis dan evaluasi jarang bahkan tidak pernah tersentuh. Kondisi ini menunjukkan bahwa aspek yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembelajaran adalah aspek metakognitif. Kegiatan metakognitif pada dasarnya merupakan kegiatan “berpikir tentang berpikir”, yaitu merupakan kegiatan merencanakan, mengontrol dan
2
merefleksi secara sadar tentang proses kognitifnya sendiri (Flavell dalam Livingston, 1997). Kegiatan metakognitif meliputi kegiatan berpikir untuk merencanakan, memonitoring, merefleksi bagaimana menyelesaikan suatu masalah (Ridley dalam Livingston, 1997). Metakognitif merupakan pengetahuan tentang cara belajar pada diri sendiri. Metakognitif mengacu pada pola berpikir lebih tinggi yang melibatkan pengawasan aktif terhadap proses kognitif dalam belajar. Melalui kegiatan metakognitif, siswa dapat memahami proses berpikir yang telah dilakukannya. Hal ini akan membantu siswa untuk lebih memahami segala langkah yang telah dilakukannya dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsur analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuh kembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, tidak hanya berpikir sepintas dengan makna yang dangkal (Muhfida, 2008). Kegiatan metakognitif sangat penting karena dapat melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi serta mampu merencanakan, mengontrol dan merefleksi segala aktivitas berpikir yang telah dilakukan. Selain itu siswa dapat mengetahui dan menyadari kekurangan maupun kelebihan diri mereka sendiri. Penggunaan proses metakognitif selama pembelajaran, akan membantu siswa agar mampu memperoleh pembelajaran yang bertahan lama dalam ingatan dan pemahaman siswa. Melihat
keadaan
seperti ini,
upaya
untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran terutama dalam pengembangan kemampuan berpikir tingkat metakognitif menjadi penting dan esensial. Sudiarta (2008) menyatakan bahwa siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai kompetensi tingkat tinggi melalui aktivitas-aktivitas pembelajaran inovatif yang bervariasi, salah satunya melalui pembelajaran metakognitif. Model pembelajaran metakognitif memberikan kesempatan pada siswa untuk memikirkan, merencanakan, mengontrol dan merefleksi kembali segala aktivitas berpikir mereka dalam pembelajaran. Penerapan model pembelajaran metakognitif, dapat membiasakan siswa untuk merencankan, mengontrol dan
3
merefleksi segala kegiatan kognitif yang telah mereka lakukan sehingga dapat menambah pengetahuan metakognitif siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Model pembelajaran metakognitif juga sangat berpotensi untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi matematis tingkat tinggi melebihi pembelajaran konvensional, karena setiap proses kognitif yang dirangsang melalui proses pembelajaran disertai dengan kegiatan berpikir merencanakan, memonitoring dan merefleksi seluruh proses kognitif yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, dapat diyakini bahwa model pembelajaran metakognitif akan menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan metakognitif dan kompetensi matematis tingkat tinggi yang lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan fakta-fakta di atas, peneliti memandang perlu untuk dilakukan tindakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa Kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura. Tindakan tersebut adalah dengan “Implementasi
Model
Pembelajaran
Metakognitif
untuk
Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura Tahun Pelajaran 2013/2014”. Argumentasi bahwa tindakan ini merupakan yang terbaik dalam pemecahan permasalahan di atas serta dapat memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di kelas adalah sebagai berikut. 1)
Pembelajaran dengan menggunakan kemampuan metakognitif sangat berpotensi untuk menghasilkan siswa yang aktif dalam belajar matematika sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa. Hal ini dikarenakan setiap proses pembelajaran yang dilaksanakan merangsang siswa untuk mampu berpikir kritis dengan melakukan kegiatan perencanaan, pemantauan, dan refleksi terhadap masalah matematika yang dihadapi. Pembelajaran ini menyebabkan siswa dapat mempelajari dan lebih kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika yang lebih bervariasi jenis dan tingkat kesulitannya.
2)
Implementasi model pembelajaran metakognitif yang terdiri dari perencanaan, pemantauan, dan refleksi dapat melatih siswa untuk menyusun suatu strategi dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Pembelajaran ini juga memberikan kesempatan bagi siswa
4
untuk secara
luas dan secara sadar melakukan perencanaan,
pemantauan, dan refleksi terhadap seluruh proses berpikir dan bertindak sehingga pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. 1. 2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut. 1.2.1
Apakah implementasi model pembelajaran metakognitif dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura semester II tahun pelajaran 2013/2014?
1.2.2
Bagaimanakah respon siswa kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura
semester
II
tahun
pelajaran
2013/2014
terhadap
implementasi model pembelajaran metakognitif dalam pembelajaran matematika? 1. 3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.3.1
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura semester II tahun pelajaran 2013/2014 melalui implementasi model pembelajaran metakognitif.
1.3.2
Untuk mendeskripsikan respon siswa kelas X Keperawatan 3 SMK Negeri 1 Amlapura semester II tahun pelajaran 2013/2014 terhadap implementasi model pembelajaran metakognitif dalam pembelajaran matematika.
1. 4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini akan menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang penelitian pendidikan, khususnya penelitian pendidikan matematika. Penelitian ini diharapkan memberikan masukan
5
dan sumbangan pengalaman dan pengetahuan tentang model pembelajaran sehingga dapat diterapkan guna meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. 1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi siswa Penerapan model pembelajaran metakognitif dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa. Siswa mendapatkan suatu pengalaman belajar yang
baru,
mempunyai
mengembangkan
kesempatan
kemampuan
berpikir
yang
luas
matematis
untuk secara
mengagumkan melalui proses perencanaan, pemantauan, dan refleksi. 1.4.2.2 Bagi guru Implementasi model pembelajaran metakognitif dapat dijadikan sebagai referensi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran yang memberi ruang lebih luas bagi pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Penelitian ini dapat menambah wawasan guru tentang alternatif model pembelajaran yang inovatif dan teruji, beserta perangkat pembelajarannya untuk diterapkan atau dikembangkan sesuai dengan karakteristik kelas dan sekolah masing-masing.
6