BAB 2 2
Dasar Teori
2.1
Keserupaan Model-Prototipe
Keserupaan model-prototipe dapat terpenuhi apabila memenuhi keserupaan geometrik, keserupaan kinematik, dan keserupaan dinamik. Berikut akan dibahas mengenai seluruh keserupaan tersebut. 2.1.1
Faktor Skala
Hubungan antara parameter model dan prototipe ditunjukkan oleh rasio skala, yaitu rasio parameter pada prototipe untuk variabel yang sama dari nilai parameter model. Secara simbolis, ditunjukkan oleh:
Nx =
Xp Xm
(2.1)
Xp = nilai x pada prototipe Xm = nilai x pada model Nx = skala x antara prototipe dan model Banyak rasio skala tidak dapat dipilih secara langsung, tetapi merupakan turunan dari pemilihan skala lainnya, seperti dimensi luas yang merupakan perkalian dari dimensi panjang. 2.1.2
Keserupaan Geometri
Keserupaan geometri adalah fungsi dari dimensi panjang (L) mensyaratkan model dan prototip sebanding ukurannya dalam segala arah sehingga didapat bentuk yang sama antara prototip dan model. keserupaan geometri dinyatakan dalam:
Nv = Nh = N L
Dasar Teori
(2.2)
2-1
Nv = skala panjang vertikal Nh = skala panjang horisontal NL = skala panjang Suatu model memiliki panjang skala vertikal yang tidak sama dengan panjang skala horizontal sehingga tidak memenuhi keserupaan geometrik disebut sebagai model dengan geometri terdistorsi. Model seperti ini dapat digunakan untuk pemodelan gelombang panjang, sedangkan pemodelan gelombang pendek seperti pengujian koefisisen transmisi dan refleksi ini harus memenuhi keserupaan geometri. 2.1.3
Keserupaan Kinematik
Keserupaan kinematik mengacu pada pergerakan dari sebuah sistem. Pergerakan yang terjadi dapat berupa pergerakan fluida atau solid. Pergerakan didefinisikan sebagai perubahan dimensi panjang terhadap waktu. Keserupaan kinematik menunjukkan kesamaan gerak partikel pada model maupun pada partikel. Keserupaan kinematik akan tercapai bila rasio anatara komponen-komponen dari seluruh pergerakan vektorial untuk prototipe dan model adalah sama untuk semua partikel untuk setiap saat. 2.1.4
Keserupaan Dinamik
Keserupaan dinamik mensyaratkan skala panjang, skala waktu, dan skala gaya yang sama. Keserupaan dinamik secara matematik dijelaskan oleh hukum Newton II, bahwa gaya inersia sebanding dengan sejumlah vektor dari gaya gravitasi, gaya tegangan permukaan, gaya gesek/kekentalan, gaya kompresi elastis dan gaya tekanan, yang dinyatakan dalam persamaan matematis :
FI = Fg + Fv + Fe + F p
(2.3)
Dimana :
FI
= gaya inersia
Fg
= gaya gravitasi
Fν
= gaya gesek
Dasar Teori
2-2
Fe
= gaya elastis
FP
= gaya tekanan
Rasio gaya inersia di model dan prototipe harus sama dengan rasio jumlah vektor gaya, dalam persamaan matematis dapat ditulis sebagai berikut :
[F ] = [F [F ] [F I m
g
I p
g
] +F +F +F +F ]
+ Fv + Fa + Fe + F p v
a
e
m
(2.4)
p p
Agar keserupaan dinamik terpenuhi, haruslah memenuhi kriteria-kriteria hidrolis tertentu. Pada hampir seluruh masalah teknik pantai (dan sekitar 90% dari seluruh masalah hidrolis), gaya akibat tekanan permukaan dan kompresi elastis biasanya kecil dan dapat diabaikan (Warnock 1950). Karena alasan ini, keserupaan dinamik dianggap dapat terpenuhi apabila keserupaaan Reynolds dan Froude terpenuhi.
2.1.4.1 Keserupaan Reynolds Bila gaya yang terjadi didominasi kekentalan fluida, maka skala berdasarkan keserupaan Reynolds harus dipenuhi. Dari gaya inersia dan gaya kekentalan diperoleh hubungan :
ρL2V 2 ρLV = μVL μ
(2.5)
Keserupaan dapat terjadi saat angka Reynold model sama dengan angka reynold prototipe, ⎛ ρLV ⎜⎜ ⎝ μ
⎞ ⎛ ρLV ⎞ ⎟⎟ = ⎜⎜ ⎟⎟ ⎠ p ⎝ μ ⎠m
(2.6)
Persamaan 2.6 diatas dapat disederhanakan menjadi :
Nv NL Nρ Nμ
= 1 atau N Re = 1
(2.7 & 2.8)
Ingat bahwa: v=
μ ρ
(2.9)
Dari Persamaan 2.7 dan 2.9 diperoleh hubungan sebagai berikut :
Dasar Teori
2-3
N L NV =1 Nν
(2.10)
dengan skala kecepatan
NV =
NL NT
(2.11)
dengan mensubtitusi Persamaan 2.11 ke Persamaan 2.10 diatas, maka didapat hubungan skala waktu sebagai berikut, 2
N NT = L Nv
(2.12)
Karena sangat sulit menemukan fluida dengan viskositas yang memenuhi kriteria Reynold, Namun demikian, pemodelan fisik tetap dapat dilakukan sepanjang bilangan Reynolds untuk model memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini didapat dari suatu penelitian atau eksperimen yang telah banyak dilaksanakan. Persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut :
•
Re > 3× 10 4
•
Re > 0.6 × 10 4 (Jensen and Klinting, 1983)
•
Re model tidak jauh berbeda dengan Re prototipe
(Hudson,1975)
(Dalrymple, 1985)
2.1.4.2 Keserupaan Froude
Jika gaya gravitasi dominan dalam suatu fenomena fisik maka skala berdasarkan keserupaan Froude harus dipenuhi. Keserupaan Froude : Vp Vm = 1/ 2 (g p Lp )1 / 2 (g m Lm )
(2.13)
Karena percepatan gravitasi tetap (gm = gp) sehingga Ng = 1, maka Persamaan 2.13 diatas dapat ditulis, Vm
( Lm )
=
Vp
(L )
(2.14)
p
dapat ditulis juga sebagai: Dasar Teori
2-4
NV NL
2.1.5
=1
(2.15)
Syarat-Syarat Keserupaan Pengujian
Pengujian yang dilakukan haruslah memenuhi keserupaan-keserupaan: 1.
Keserupaan geometri
2.
Keserupaan kinematik
3.
Keserupaan dinamik a. kriteria froude b. kriteria reynolds
Pengujian koefisien refleksi tergolong pada Pengujian gelombang pendek yang memerlukan permodelan yang tidak terdistorsi, yaitu memiliki skala horizontal sama dengan skala vertikal yaitu
Nv = Nh = N L
(2.16)
atau Nv =1 Nh
(2.17)
Nv = skala panjang vertikal Nh = skala panjang horisontal NL = skala panjang Karena itu syarat keserupaan geometri terpenuhi.
Apapabila panjang gelombang pada Pengujian dinyatakan dengan
L=
gT 2 2πh tanh( ) 2π L
(2.18)
Rasio panjang gelombang antara prototipe dan model menjadi
Dasar Teori
2-5
⎛ gT 2 2πh ⎞ ⎜⎜ tanh( )⎟ L ⎟⎠ p L p ⎝ 2π = Lm ⎛ gT 2 2πh ⎞ ⎜⎜ tanh( )⎟ L ⎟⎠ m ⎝ 2π
(2.19)
karena 2πh ) p ⎛ h ⎞⎛ L p p L = ⎜⎜ ⎟⎟⎜⎜ 2πh h L ( ) m ⎝ m ⎠⎝ m L (
⎞ Nh ⎟⎟ = =1 ⎠ NL
(2.20)
maka nilai tangen hiperbolis antara prototipe dan model akan sama sehinggga persaman 2.20 menjadi ⎛ gp = ⎜⎜ Lm ⎝ g m Lp
⎞⎛ T p ⎟⎟⎜⎜ ⎠⎝ Tm
⎞ ⎟⎟ ⎠
2
(2.21)
atau N L = N g NT
2
(2.22)
karena nilai gravitasi tak dapat diubah sehingga Ng = 1, maka N L = NT
2
(2.23)
Syarat keserupaan kinematik dapat dipenuhi apabila NT = N L
(2.24)
Dari Persamaan 2.24 dan 2.15 dapat diperoleh hubungan rasio kecepatan antara model dan prototipe sebagai berikut: 1/ 2
NV = N L
(2.25)
maka keserupaan froude akan terpenuhi bila
NT = N v
(2.26)
karena hampir tidak mungkin menemukan fluida dengan viskositas yang memenuhi kriteria Reynold, maka untuk pengujian ini diasumsikan kriteria reynold sudah terpenuhi.
Dasar Teori
2-6
2.2
Teori Gelombang Airy
Gambar 2.1 Skema gelombang dan syarat-syarat batas Sumber : Dean, Robert G, dan Dalrymple, Robert A.1992. Water Wave Mechanics for Engineers and Scientists
Teori Gelombang airy adalah suatu teori gelombang sederhana yang paling sering dipakai dalam menyederhanakan keadaan gelombang laut yang acak. Skema gelombang dan syaratsyarat batas pada Teori Gelombang Airy dapat dilihat pada Gambar 2.1 Persamaan pengatur yang dipakai pada persamaan gelombang Airy
∇ 2Φ =
∂ 2Φ ∂ 2Φ + 2 ∂x 2 ∂z
(2.27)
Persamaan Laplace ini harus berlaku pada semua bagian fluida. Persamaan gelombang airy yang dipakai juga memenuhi syarat-sayarat batas di bawah ini 2.2.1
Syarat Bebas Kinematik
Syarat ini menyatakan bahwa pada bagian batas antara fluida dengan zat lain seperti di permukaan, di dasar tanah tidak ada aliran yang tegak lurus dari fluida ke benda lain di batas tersebut. Jika F(x,z,t) = 0, merupakan suatu persamaan permukaan batas, maka berdasarkan syarat kinematis bahwa ketika suatu partikel ikut bergerak sesuai dengan bentuk permukaan maka total derivative dari permukaan tersebut terhadap waktu akan sama dengan nol pada permukaannya. Dasar Teori
2-7
DF ( x, z , t ) ∂F ∂F = + w. =0 Dt ∂t ∂z
(2.28)
dengan u = Kecepatan partikel arah sumbu x w = Kecepatan partikel arah sumbu z
∂F + u.∇F = 0 ∂t ∂F = u.∇F = u.n. ∇F ∂t dengan n = arah normal bidang −
Jadi
− ∂F u.n = ∂t ∇F
pada F(x,z,t) = 0
2
Dengan
⎛ ∂F ⎞ ⎛ ∂F ⎞ ∇F = ⎜ ⎟ +⎜ ⎟ ⎝ ∂x ⎠ ⎝ ∂z ⎠
2
2.2.1.1 Bottom Boundary Conditions
Persamaan untuk batas bawah dasar perairan bisa ditulis F(x , z) = z +h(x) = 0. Maka dengan u.n = 0 n=
Dimana Didapatkan
u
∇F = ∇F
dh i + 1k dx (dh / dx) 2 + 1
dh +w=0 dx
w = −u
dh dx
(2.29) pada z = -h(x) pada z = -h(x)
untuk dasar perairan yang rata , didapatkan , w = 0 pada z = -h. Untuk dasar perairan yang memiliki kemiringan didapatkan w dh =− u dx
Dasar Teori
(2.30)
2-8
2.2.1.2 Kinematic Free Surface Boundary Conditions
Persamaan untuk permukaan perairan bisa ditulis F( x , z , t) = z – η(x , t) = 0 Dimana η(x , t) adalah perpindahan permukaan air terhadap bidang horizontal. Kinematic Boundary Condition yang berlaku pada permukaan air ini adalah u.n =
∂η / ∂t (∂η / ∂x) 2 + 1
n= dimana didapatkan
w=
pada z = η (x,t)
∂η i + 1k ∂x (∂η / ∂x) 2 + 1 −
∂η ∂η −u ∂t ∂x
pada z = η (x,y,t)
2.2.1.3 Dynamic Free Surface Boundary Conditions
Kondisi batas ini mensyaratkan bahwa tekanan pada permukaan bebas harus seragam sepanjang gelombang, dengan persamaan bernoulli dengan Pη = konstan pada permukaan Pη ∂Φ 1 2 + (u + w 2 ) + + gz = C (t ) ρ ∂ t 2 bebas
2.2.2
(2.31)
Lateral Boundary Conditions
Untuk gelombang yang periodik terhadap ruang dan juga waktu, maka kondisi batas lateral bisa ditulis dalam suatu fungsi periodik persamaan (2.32)
Φ ( x , t ) = Φ ( x + L, t ) Φ ( x, t ) = Φ ( x, t + T )
(2.32)
dengan L merupakan panjang dari gelombang dan T adalah periode gelombang.
2.2.3
Metode Pemisahan Variabel
Dengan menyelesaikan persamaan pengatur dan kondisi-kondisi batas diatas dengan metode pemisahan variabel .Kecepatan Potensial dari gelombang dimisalkan dengan Dasar Teori
2-9
Φ ( x, z , t ) = X ( x).Z ( z ).T (t )
(2.33)
dimana X(x) adalah fungsi dengan satu variabel x, yaitu koordinat horizontal saja. Z (z) hanya dipengaruhi oleh z saja dan T(t) adalah fungsi yang dipengaruhi oleh faktor waktu saja. Karena Φ harus periodik dalam waktu sesuai dengan lateral boundary condition maka bisa ditulis T (t ) = sin σ .t . σ , frekuensi sudut dari gelombang,
dapat diselesaikan dengan
menggunakan syarat batas periodik sin σ .t = sin σ (t + T ) atau
sin σ .t = sin σ .t. cos σ .T + cos σ .t. sin σ .T yang berlaku untuk
σ=
2π T
maka didapatkan persamaan potensial kecepatan yang baru
Φ ( x, z, t ) = X ( x).Z ( z ). sin σ .t dengan mensubstitusikannya ke persamaan laplace didapatkan ∂ 2 X ( x) ∂ 2 Z ( z) . Z ( z ). sin σ . t + X ( x ). . sin σ .t = 0 ∂x 2 ∂z 2 jika persamaan tersebut dibagi semuanya dengan Φ maka didapatkan 1 ∂ 2 X ( x) 1 ∂ 2 Z ( z ) + =0 X ∂x 2 Z ∂z 2 Persamaan diatas dapat diselesaikan jika kedua komponen mempunyai nilai yang sama tapi berlainan tanda, yaitu ∂ 2 X ( x) / ∂x 2 = −k 2 X ( x) ∂ 2 Z ( z ) / ∂z 2 = +k 2 Z ( z)
Persamaan diatas merupakan suatu persamaan differensial biasa yang dapat diselesaikan secara terpisah. Didapatkan tiga kemungkinan solusi untuk menyelesaikan persamaan tersebut sesuai dengan nilai k, yaitu jika k = real, k = 0 atau k = bilangan imajiner murni. Tabel 2.1 menunjukkan variasi solusi yang memungkinkan berdasarkan jenis k.
Dasar Teori
2-10
Tabel 2.1 Macam-macam solusi berdasarkan jenis k
Jenis k
Persamaan
Differensial Solusi
Biasa Real k2 >0
∂2 X + k2X = 0 2 ∂x ∂2Z − k 2Z = 0 ∂z 2
X ( x) = A cos kx + B sin kx Z ( z ) = Ce kz + De − kz
k=0
∂2 X =0 ∂x 2 ∂2Z =0 ∂z 2
X ( x) = Ax + B Z ( z ) = Cz + D
Imajiner
∂2 X 2 − k X =0 2 ∂x ∂2Z 2 + k Z =0 2 ∂z
X ( x) = Ae
k2 k
>0,k=
ik
=magnitude
k x
+ Be
−k x
Z ( z ) = C cos k z + D sin k z
of k
Dengan mengaplikasikan sayarat-sarat batas yang dipunyai bisa didapatkan solusi sebagai berikut.
2.2.3.1 Penggunaan syarat batas lateral
Seluruh solusi yang ada pada tabel 2.1 memenuhi persamaan laplace, tapi ada beberapa yang tidak periodik. Didapatkan jika k = real dan tidak nol maka solusi yang didapatkan menjadi periodik. Didapatkan solusi untuk persamaan potensial kecepatan menjadi Φ ( x, z , t ) = ( A cos kx + B sin kx)(Ce kz + De − kz ) sin σ .t
(2.34)
syarat batas terpenuhi jika A cos kx + B sin kx = A cos k ( x + L) + B sin k ( x + L)
= A(cos kx. cos kL − sin kx. sin kL + B (sin kX . cos kL + cos kX . sin kL) 2π untuk semua cos kL=1 dan sinkL=0, yang berarti kL=2п atau k (bilangan gelombang) = L Dasar Teori
2-11
2.2.3.2 Penggunaan syarat batas bottom boundary condition untuk dasar yang horizontal
Dengan mensubstitusikan pers. (2.34) ke pers.(2.29) syarat batas bottom boundary condition didapatkan w=−
atau
∂Φ = − A cos kx(kCe kz − kDe − kz ) sin σ .t = 0 ∂z
pada z = -h
= − A cos kx(Ce kh − kDe − kh ) sin σ .t = 0
(2.35)
pers. (2.35) berlaku untuk semua x dan t jika persamaan didalam tanda kurung harus sama dengan nol. Dapat disimpulkan bahwa C = De 2 kh
(2.36)
dengan mensubstitusikannya ke pers. (2.35) didapatkan persamaan Φ = A cos kx( De 2 kh e kz + De − kz ) sin σ .t
(2.37)
kh dengan mengeluarkan faktor De didapatkan persamaan
Φ = ADe kh cos kx(e k ( h + z ) + e − k ( h + z ) ) sin σ .t
(2.38)
atau Φ = G. cos kx. cosh k (h + z ) sin σ .t
2.2.3.3 Penggunaan syarat batas dynamic free surface boundary condition
Pada penjelasan sebelumnya , persamaan bernoulli di pers. (2.31) dapat digunakan untuk menspesifikasikan tekanan yang konstan pada permukaan air. Tapi persamaan bernoulli harus juga berlaku untuk pada z = η (x,t) yang merupakan faktor yang dicari. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan menggunakan deret taylor dengan menggunakan nilai yang telah diketahui pada z = 0 ( BernoulliEquation) z =η = ( Bernoulliequation) z =0 + η ⎛ ∂Φ u 2 + w 2 ⎜⎜ gz − + 2 ∂t ⎝ atau
⎞ ⎛ ∂Φ u 2 + w 2 ⎟⎟ = ⎜⎜ gz − + 2 ∂t ⎠ z =η ⎝
∂ (bernoulliequation) z =0 + ..... ∂z
⎞ ⎟⎟ ⎠ z =0
⎛ ⎞ ∂ 2Φ 1 ∂ 2 + η ⎜⎜ g − + (u + w 2 ) ⎟⎟ + .... = C (t ) ∂z∂t 2 ∂z ⎝ ⎠ z =0
Dasar Teori
2-12
dengan linearisasi , bisa dimisalkan jika η kecil , maka bisa diasumsikan bahwa kecepatan dan tekanan yang ditimbulkan juga kecil. Bisa didapatkan bahwa η << 1, tapi η2<< η, atau uη<< η. Dengan mengabaikan faktor yang sudah dilinearisasi persamaan Bernoulli bisa ditulis ∂Φ ⎞ ⎛ ⎜ gη − ⎟ = C (t ) ∂t ⎠ z =η ⎝
dari persamaan diatas dapat dicari persamaan pada permukaan air
η=
1 ∂Φ g ∂t
+ C (t )
(2.39)
z =0
dengan mensubstitusikan persamaan kecepatan potensial pada persamaan (2.38) , didapatkan persamaan
η=
Gσ cos kx cosh k (h + z ) cos σ .t g
+ z =0
C (t ) g
⎡ Gσ ⎤ C (t ) cosh kh⎥ cosh kx cos σ .t + =⎢ g ⎣ g ⎦
(2.40)
karena η akan mempunyai nilai nol dalam arti waktu dan ruang, C(t)=0. Suku didalam tanda kurung akan menjadi konstan , oleh karena itu η merupakan suatu fungsi dengan suatu konstanta dikali dengan suatu fungsi yang periodik berdasarkan waktu dan ruang dikalikan suatu fungsi waktu. Didapatkan η dengan persamaan
η=
H cos kx cos σ .t 2
(2.41)
didapatkan konstanta G sebagai suatu persamaan G=
Hg 2 cosh kh
(2.42)
didapatkan suatu persamaan potensial Φ=
Hg cosh k (h + z ) cos kx sin σt 2σ cosh kh
(2.43)
Dengan H = tinggi gelombang g = Percepatan gravitasi 2π σ = Kecepatan Sudut Gelombang = T 2π k = Bilangan Gelombang = L
Dasar Teori
2-13
2.2.3.4 Penggunan syarat batas kinematic free surface boundary condition
Syarat ini akan digunakan untukmengetahui hubungan anatara k dengan
σ . Dengan
menggunakan deret taylor untuk mencaritahu kondisi batas pada ketinggian yang tidak diketahui , bisa didapatkan z = η (x,t) sampai z=0, didapatkan ∂η ∂η ⎞ ∂η ∂η ⎞ ⎛ ⎛ −u −u ⎜w − ⎟ = ⎜w − ⎟ ∂t ∂x ⎠ z =η ⎝ ∂t ∂x ⎠ z =0 ⎝ +η
∂ ⎛ ∂η ∂η ⎞ −u ⎜w − ⎟ + .... = C (t ) ∂z ⎝ ∂t ∂x ⎠ z =0
dengan melinearisasi factor-faktor yang kecil seperti η, u , dan w dan karena η bukan merupakan fungsi dari z, kita dapatkan persamaan free surface boundary conditions yang telah dilinearisasi w=
∂η ∂t
z =0
−
atau
∂φ ∂z
z =0
=
∂η ∂t
dengan mensubstitusikan Ф pada persamaan (2.43) dan η pada persamaan (2.41) didapatkan −
H gk sinh k (h + z ) cos kxsin σ .t 2 σ cosh kh
=−
z =0
H σ cos kx sin σ .t 2
(2.44)
didapatkan persamaan dispersi gelombang
σ 2 = gk tanh kh
(2.45)
Persamaan dispersi pada persamaan (2.45) menunjukkan bahwa pada daerah laut dalam gelombang dengan karakteristik yang berbeda akan memilki kecepatan gelombang yang berbeda jga, tetapi ketika memasuki daerah laut dangkal maka gelombang – gelombang tadi akan memiliki kecepatan yang sama.
2.3
Zero Mean dan Zero Up-crossing
2.3.1
Zero Mean
Proses zero mean adalah proses pengubahan data time series fluktuasi muka air agar rataratanya sama dengan nol untuk mendapatkan time series fluktuasi muka air rata-rata (η). Hal Dasar Teori
2-14
ini dilakukan karena blok data timeseries fluktuasi muka air yang akan dianalisis adalah elevasi muka air relatif terhadap fluktuasi muka air rata-rata. Zero mean dilakukan dengan mengurangi nilai elevasi muka air dengan nilai rata-rata dari timeseries fluktuasi muka air itu sendiri, dengan rumus :
η = ηi − η
(2.46)
Dimana,
η
= Timeseries fluktuasi muka air baru terhadap elevasi muka air rata-rata
ηi
= Timeseries fluktuasi muka air hasil rekaman wave gauge yang telah dikalibrasi
η
= Nilai rata-rata timeseries fluktuasi muka air hasil rekaman wave gauge (η ) dengan
rumus:
η =
1 N
N
∑η i =1
i
(2.47)
dengan N =jumlah data dalam timeseries Untuk lebih jelasnya mengenai proses zero mean dapat dilihat pada Gambar 2.2 η η (t)
t (a)
Dasar Teori
2-15
η
η (t)
t
(b) Gambar 2.2 Time series muka air (a) sebelum proses zero mean (b) sesudah proses zero
mean 2.3.2
Zero Up-crossing
Zero up-crossing adalah metode numerik untuk mencari nilai tinggi gelombang dan periode dengan menyusur keatas dan memotong nilai nol. Ilustrasi metoda zero up-crossing dapat dilihat pada Gambar 2.3 η
η (t) H2
H1
Hn
t T2 T1
Tn Gambar 2.3 Ilustrasi metoda zero up-crossing
Syarat untuk perioda
•
Titik ηi < ηi+1 dan ηi <0 ; η i +1 >0
•
Titik ηi < ηi+1 dan ηi >0 ; ηi -1 <0
Dasar Teori
2-16
Langkah mencari perioda:
1.
Gunakan syarat diatas, simpan data yang memenuhi syarat diatas, sehingga akan ada 2 titik tersimpan.
2.
Buat persamaan garis pada 2 titik tersebut (y=ax+b) dengan persamaan garis tersebut, cari nilai x yang berupa perpotongan terhadap titik nol.
3.
Cek lagi data untuk titik yang lain, kemudian simpan 2 titik yang memenuhi syarat dan buat persamaan garis lagi. Dengan persamaan garis tersebut cari nilai x yang perpotongan terhadap titik nol
4.
Selisih kedua titik yang berupa perpotongan terhadap titik nol tersebut adalah satu perioda (T).
Syarat untuk tinggi gelombang
•
Titik ηi > ηi-1 dan ηi > ηi +1 Î Puncak Gelombang
•
Titik ηi < ηi-1 dan ηi > ηi +1 Î Lembah Gelombang
Langkah mencari Tinggi Gelombang
1.
Dengan syarat perioda cari 2 titik perpotongan terhadap titik nol.
2.
Dengan syarat tinggi gelombang cari titik puncak atau titik lembah
3.
Dengan tiga titik yang dipunyai bisa didapatkan persamaan parabolik (y=ax2+bx+c)
4.
Dari persamaan parabolik cari titik puncak persamaan atau titik minimum persamaan
5.
Tinggi gelombang adalah selisih titik puncak dan titik minimum persamaan diantara 2 titik perpotongan terhadap nol.
2.4
Teori Titik Berat Benda
2.4.1
Rumus Umum Sifat Penampang Dasar
Semua besaran sifat penampang datar dapat diwakili oleh rumus-rumus terpadu yang diberikan dalam bentuk sebagai berikut ini. M xm = ∫ y m dA A
M yn = ∫ x n dA A
M xymn = ∫ y m x n dA A
Dasar Teori
(a) (b)
(2.48)
(c) 2-17
(
M ρn = ∫ ρ n dA = ∫ x 2 + y 2 A
)
n/2
dA
(d)
A
Dikatakan bahwa Mxm adalah momen ke-m dari penampang terhadap sumbu X, Myn momen ke-n dari penampang terhadap sumbu Y, dan Mρn adalah momen ke-n dari penampang terhadap sumbu Z. Bentuk Mxymn merupakan momen silang ke-m dan ke-n dari permukaan datar masing-masing terhadap sumbu X dan Y. Bentuk-bentuk yang sering kita temukan dalam praktek, dapat diturunkan dari bentuk-bentuk dalam Pers 2.48 di atas. 2.4.2
Luas permukaan
Rumus untuk luas penampang merupakan kasus paling khusus dari Pers 2.48 dimana m = n = 0. Dengan demikian, diperoleh : A = ∫ dA
(2.49)
A
Dimana untuk tata sumbu kartesius misalnya, dapat digunakan bentuk diferensial luas dA=dxdy. Perhatikan bahwa luas permukaan datar dapat dihitung tanpa memperdulikan titik
awal dari mana x dan y diukurkan, seperti dalam Gambar 2.4
Gambar 2.4 Penampang datar Sumber : Halliday, David, dan Resnick, Robert.1978.Fisika Jilid 1
2.4.3
Momen Statis
Untuk kasus dimana m = 1 dalam Pers (2.48.a) dan n = 1 dalam Pers (2.48b) , diperoleh bentuk S x = M 1x = ∫ ydA A
Dasar Teori
(2.50) 2-18
S y = M 1y = ∫ xdA A
yang didefinisikan sebagai momen statis (static moments) permukaan masing-m,asing terhadap sumbu X dan Y , seperti terlihat dalam Gambar 3.1. Perhatikan bahwa titik awal O merupakan titik sembarang yang dipilih sebagai titik referensi darimana absis x dan ordinat y diukurkan. Jika Sx dan Sy dipandang sebagai besaran vektor momen dari “gaya” dA terhadap
sumbu X dan Y, keduanya dapat digambarkan secara vektorial masing-masing pada sumbu X dan Y seperti dalam Gambar 2.4. 2.4.4
Titik Berat Penampang
Titik berat permukaan dapat dipandang sebagai suatu titik, yang jika seluruh permukaan dipusatkan (lumpedI) disana, akan memberikan momen statis yang sama terhadap kedua sumbu atau terhadap sumbu manapun juga. Jadi, jika (xo, yo) adalah koordinat titik pusat C relatid terhadap sumbu (X, Y) seperti dalam Gambar 2.5, diperoleh A.x o = ∫ xdA = S y A
A. y o = ∫ ydA = S x
(2.51)
A
Gambar 2.5 Momen statis penampang Sumber : Halliday, David, dan Resnick, Robert.1978.Fisika Jilid 1
Dasar Teori
2-19
Dengan demikian, koordinat titik berat penampang dapat dihitung dengan rumus xo =
Sy A
=
∫ xdA A
∫ dA A
S yo = x = A
∫ ydA A
∫ dA
(2.52)
A
2.5
Dinamika Struktur
Model yang dibuat mewakili suatu struktural sistem sebagai suatu osilasi sederhana dengan viscous damping, seperti Gambar 2.6 di bawah ini. Gerakan suatu perangkat alat ekstraksi gelombang dan gelombang akan tergantung dari amplitudo dan periode (atau frekuensi sudut) dari gelombang datang, yang akan membuat suatu Gaya pembangkit yang periodik dalam bentuk F0 . cos ω0t .
Gambar 2.6 Model dari gerakan sistem interaksi alat dengan gelombang Sumber : Paz, Mario.1990.Structural Dynamics Theory and Computation
Gerakan ini juga akan di kontrol oleh suatu gaya pemulih yang disebabkan oleh buoyancy dan proporsional terhadap perpindahan, dan oleh gaya penghambat (damping force) yang disebabkan oleh gesekan, ekstraksi energi dan radiasi. Gaya ini diasumsikan terkait secara linear dengan kecepatan dari gerakan alat atau fluida. Dengan pengaruh dari gaya-gaya tersebut, alat atau fluida akan mengalami akselerasi atau deakselerasi yang diperoleh dengan mengaplikasikan teorema Newton ke sistem tersebut dan akan didapatkan
∑ F = M .A Dasar Teori
2-20
maka dipunyai suatu sistem dengan persamaan F0 . cos ω 0 t − k .x − c.x I = m.x II m.x II + cx I + k .x = F0 . cos ω 0 t
x II +
(2.56)
F c I k x + .x = 0 . cos ω 0 t m m m
k = ω s2 m dengan , dimana ωs adalah frekuensi natural yaitu frekuensi yang dimiliki oleh
sebuah struktur sendiri c = 2.ς .ω s m
maka pers. (2.30) akan menjadi x II + 2.ς .ω s .x I + ω s2 .x =
F0 . cos ω 0 t m
(2.57)
persamaan (2.31) juga bisa ditulis dengan x II + 2.ς .ω s .x I + ω s2 .x = i .θ dimana e = cos θ + i. sin θ
F0 i.ω0 .t .e m
(2.58)
berarti persamaan (2.58) memiliki dua bagian yaitu komponen
real dan juga komponen imajiner , karena hanya komponen imajinernya saja yang berlaku pada komponen gaya maka komponen real pada persamaan tersebut dapat diabaikan. Jika
x s = A.e I .ω0 .t
bisa didapatkan
(2.59) x sI = A.i.ω 0 .e I .ω0 .t
(2.60)
x sII = − A.ω 02 .e I .ω0 .t
(2.61)
deangan mensubstitusikan persamaan (2.61), persamaan (2.60) dan persamaan (2.59) ke persamaan (2.58) maka didapatkan − A.ω 02 .e I .ω0 .t + 2.ς .ω s . A.i.ω 0 .e I .ω0 .t + ω s2 . A.e I .ω0 .t =
Dasar Teori
F0 i.ω0 .t .e m
(2.62)
2-21
F0 m A= 2 2 ω s − ω 0 + 2.ς .ω s.ω 0 Sehingga
(2.63)
maka bisa didapatkan Xs =
F0 i.ω0 .t .e m (ω s2 − ω 02 ) + (2.ς .ω s.ω 0 ) 2 .e i.θ
F0 ( i.ω0 .t −θ ) .e m = Xs = ω s2 . (1 − r 2 ) 2 + (2.ς .r ) 2 .
tan θ =
dengan
F0 . cos(ω 0 t − θ ) k (1 − r 2 ) 2 + (2.ς .r ) 2
2.ς .r 1− r2
(2.64)
(2.65)
Persamaan (2.58) jika disederhanakan lagi menjadi D=
X max = X st
1 (1 − r 2 ) 2 + (2.ς .r ) 2
(2.66)
Persamaan (2.66) disebut Dynamic Magnification Factor yang bervariasi dengan frekuensi rasio r dan damping rasio ς . Persamaan tersebut menyatakan bahwa suatu sistem struktur dengan damping yang kecil, puncak dari amplitudo terjadi pada rasio frekuensi mendekati satu, yaitu ketika dynamic magnification factor-nya memiliki nilai maksimum pada saat resonansi (r =1).
2.6
Prinsip ekstraksi Gelombang
Prinsip dasar dari absorbsi energi gelombang adalah bahwa energi dari gelombang harus di pindahkan dari gelombang. Berarti resultan gelombang, setelah melewati alat penangkap energi gelombang, menjadi berkurang atau bahkan menjadi nol sama sekali. Suatu perangkat ekstraksi energi gelombang, atau objek apapun, yang berosilasi di suatu perairan akan menimbulkan suatu gelombang. Dimana Resultan gaya yang dimaksud adalah interaksi antara gelombang yang dihasilkan oleh alat dan gelombang datang. Agar perangkat penyerap energi gelombang dapat menyerap energi gelombang maka gelombang resultan yang dihasilkan haruslah lebih kecil dibandingkan dari gelombang yang datang, yang berarti gelombang datang dan gelombang yang dihasilkan oleh alat saling meniadakan satu sama
Dasar Teori
2-22
lainnya. Suatu perangkat absorbsi energi gelombang yang baik haruslah suatu perangkat pembuat gelombang yang juga baik. Suatu objek simetris yang ditahan sedemikian rupa sehingga objek tersebut berosilasi pada satu bidang, baik tegak lurus atau pararel terhadap muka perairan , hanya dapat menyerap energi gelombang 50 % dari total energi yang ingin di serap dari gelombang yang datang. Gambar 2.7 di bawah ini menunjukkan proses absorbsi energi gelombang
Gambar 2.7 Simulasi prinsip ekstraksi energi gelombang
Gambar (a) menunjukkan gelombang datang yang tidak terganggu oleh suatu objek di perambatannya, kondisi teoritis gelombang. Gambar (b) menunjukkan suatu objek asimetris yang berosilasi secara vertical (heaving) pada suatu perairan . Gambar (c) menunjukkan objek yang sama berosilasi secara horizontal (rocking) dan menciptakan gelombang yang asimetris. Gambar (d) menunjukkan superposisi dari ketiga kondisi di gambar-gambar sebelumnya. Dari sini bisa kita dapatkan efek yang ditimbulkan oleh suatu alat absorbsi energi gelombang yang dapat berosilasi dengan dua derajat kebebasan. Gelombang datang dengan keadaan aslinya setelah melewati perangkat absorbsi gelombang,
efek dari rocking dan heaving
terhadap gelombang datang di superposisikan dan karena mempunyai besar yang sama dengan gelombang yang dating kedua gelombang tersebut saling meniadakan, dan bisa kita dapatkan kondisi absorbsi energi gelombang ideal 100 %.
Dasar Teori
2-23