1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) membuat semua profesi mengantisipasi dengan mengembangkan diri. Pengembangan organisasi merupakan jawaban yang tepat untuk menyesuaikan dengan perkembangan iptek tersebut. Pengembangan organisasi (organizational development) adalah respon terhadap suatu perubahan, strategi pendidikan yang kompleks untuk mengubah keyakinan, sikap, nilai dan struktur organisasi sehingga dapat beradaptasi lebih baik terhadap teknologi baru, perkembangan pasar, tantangan, dan perubahan yang terjadi sangat cepat Bennis (1969) dalam Kurniadi (2013). Pelayanan kesehatan merupakan suatu organisasi yang melibatkan berbagai profesi. Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Untuk meningkatkan atau mencapai sasaran yang diinginkan manajemen rumah sakit menuntut karyawannya untuk meningkatkan kinerja sehingga pasien yang datang baik untuk pelayanan rawat inap ataupun rawat jalan akan memberikan positif terhadap pelayanan karyawan yang baik sehingga mampu meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit. Tim keperawatan merupakan salah satu komponen profesi yang dianggap sebagai kunci keberhasilan pemberian pelayanan di rumah sakit. Kepala ruangan atau seorang perawat manajer pemula adalah seorang perawat yang bertugas sebagai
1 Universitas Sumatera Utara
2
kepala di unit pelayanan keperawatan terdepan yang langsung berhadapan dengan pasien,
dimana
dalam
melaksanankan
tugasnya
menggunakan
gaya
kepemimpinan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen keperawatan agar menghasilkan
mutu
pelayanan
keperawatan
2013). Gilies (1996) dalam Nursalam
(2014)
yang
tinggi
menyatakan
(
Kurniadi,
bahwa
gaya
kepemimpinan dapat diidentifikasi berdasarkan perilaku pemimpin itu sendiri, perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupanya. Perilaku pemimpin yang efektif sangat diperlukan dalam mencapai suatu tujuan organisasi yang tercermin dari kepemimpinannya. Kepemimpinan merupakan seni untuk meminta seseorang melakukan sesuatu yang diyakini (Perry & Potter, 2005). La monica (1998) menyimpulkan pendapat dari Fleishman (1973) dan Hersey & Blanchard (1977), menjelaskan bahwa
kepemimpinan
adalah
penggunaan
proses
komunikasi
untuk
mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan dalam situasi yang unik dan tertentu. Kepemimpinan yang paling efektif
adalah kepemimpinan yang dapat mendorong atau
memotivasi bawahannya, menumbuhkan sikap positif bawahan pada pekerjaan dan organisasi dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi. Gagasan awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dikembangkan oleh James Mac Fregor Burns (1978) yang menerapkanya
dalam
konteks
politik.
Selanjutnya
disempurnakan
serta
diperkenalkan kedalam konteks organisasi oleh Bernard Bass. Burns (1978) membedakan
antara
kepemimpinan
transformasional
dan
kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
3
transaksional. Burns
(1978)
dalam Yukl
(2010)
menyatakan
bahwa
kepemimpinan transformasional mementingkan nilai-nilai moral dari staf yang dipimpin dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi. Kepemimpinan transformasional juga menekankan seorang pemimpin perlu memberi motivasi bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang diharapkan.
Pemimpin
transformasional
harus
mampu
mendefinisikan,
mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, sedangkan bawahan harus menerima dan mengakui serta menjunjung tinggi kredibilitas pemimpinnya. Harter dan Bass (1998) dalam Kurniadi (2013) menyatakan bahwa dinamika kepemimpinan transformasional melibatkan identifikasi pemimpin yang kuat, bekerjasama dalam memandang visi ke depan, atau menjalankan gaya kepemimpinan bukan atas kepentingannya sendiri atau hadiah. Pemimpin transformasional memiliki sifat karismatik, memiliki peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional akan dengan mudah bisa menyamakan visi dengan bawahannya dan mempertinggi kualitas kebutuhan bawahan dari apa yang bisa dilakukan selama ini. Bryman (1992) dalam Kurniadi (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros & Butcatsky (1996) dalam Kurniadi (2013) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Pemimpin penerobos karena memiliki kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu dalam organisasi atau untuk organisasi secara
Universitas Sumatera Utara
4
keseluruhan. Perubahan organisasi bisa meliputi struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar menjadi lebih baik dan lebih relevan dengan cara menarik dan menantang semua pihak yaang terlibat dalam mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini tidak dianggap mungkin. Pemimpin penerobos memiliki pola pikir metanoic, yang bisa merubah paradigma untuk mengembangkan praktik-praktik organisasi yang sekarang dan lebih baru dan lebih relevan. Kepemimpinan transaksional menurut Burns (1978) dalam Yukl (2010) adalah kepemimpinan yang melakukan transaksi memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka. Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) didasarkan pada konsep pertukaran antara pemimpin dan orang yang dipimpin. Pemimpin memberikan kepada orang yang dipimpinnya sumber daya dan penghargaan untuk ditukar dengan motivasi, produktivitas dan pelaksanaan tugas yang efektif. Kepemimpinan transaksional mengajarkan kepada pemimpin agar menyediakan penghargaan untuk menguatkan perilaku yang sesuai dan mencegah perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin transaksional adalah pemimpin yang bertanggung jawab, andal, memiliki logika tinggi dan berpikiran jernih. Pemimpin meyakinkan bahwa sistem yang ada terpelihara dengan baik. Dalam situasi konflik, pemimpin menggunakan aturan dan prosedur (Kurniadi, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Libsekal (2006) kepada 144 staf perawat di Kanada Barat, menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional
dan
Universitas Sumatera Utara
5
transaksional yang telah diterapkan
oleh kepala ruangan
sangat baik untuk
memaksimalkan kerja perawat pelaksana. Pradana, et al (2014) menyatakan bahwa pimpinan pada satu perusahaan yang mereka teliti secara sadar atu tidak sadar telah melakukan upaya yang digolongkan dalam kepemimpinan transformasional dan transaksional, seperti: pemimpin menjadi contoh yang baik bagi karyawan (transformasional), pemimpin memberi bonus jika target pekerjaan berhasil dicapai bawahan (transaksional), pemimpin mau mendengarkan dan memberi masukan-masukan kepada bawahan (transformasional), pemimpin memberi pujian jika target berhasil dicapai (transaksional). Rumah Sakit Umum Kabanjahe merupakan rumah sakit milik pemerintah yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanaan prima. Fasilitas yang disediakan meliputi Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, ICU, OK, Poliklinik, dan Ruang Hemodialisa. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan mewawancarai beberapa perawat pelaksana di rumah sakit tersebut ditemukan bahwa masih ada perawat pelaksana yang belum mengetahui visi dari rumah sakit , merasa tidak puas terhadap kepala ruangan yang dalam hal ini seharusnya berperan aktif dalam perubahan, dan belum menunjukkan sikap memberi motivasi yaitu, memberi penghargaan/reward kepada perawat pelaksana apabila berprestasi/disiplin dalam bekerja dan sebaliknya memberi hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran. Fenomena diatas menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat baik diterapkan oleh seorang pemimpin organisasi besar
Universitas Sumatera Utara
6
maupun kecil untuk mencapai tujuan yang akan dicapai, sehingga dalam hal ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kepada kepala ruangan yang ada di RSU Kabanjahe yang dalam hal ini juga memimpin suatu organisasi yaitu ruang rawat inap maupun poliklinik dengan judul “ Gambaran Perilaku Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Kepala Ruangan di RSU Kabanjahe “
1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran perilaku kepemimpinan transformasional dan transaksional Kepala Ruangan di RSU Kabanjahe.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku kepemimpinan transformasional dan transaksional Kepala Ruangan di RSU Kabanjahe
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam proses pembelajaran terkait gaya kepemimpinan pada mata kuliah manajemen Keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
7
1.4.2. Bagi Pelayanan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk mendapat informasi, menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kepala ruangan dalam meminpin bawahannya di ruangan maupun poliklinik.
1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap kinerja produktivitas perawat.
Universitas Sumatera Utara