I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijah 1330 H) tepatnya di Kampung Kauman Yogyakarta terbentuk suatu organisasi Islam yang terinspirasi dari tokoh Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan. Organisasi tersebut dinamai Organisasi Muhammadiyah. Pada perkembangannya Organisasi Muhammadiyah tersebar di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Lampung yang Penulis dalam Penelitian ini membahas posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung. Muhammadiyah Kota Bandar Lampung mempunyai visi dan misi yang sama dengan Muhammadiyah yang berada di wilayah Indonesia lainnya, yaitu misi gerakan sosial untuk membantu masyarakat.
Muhammadiyah Kota Bandar Lampung yang telah berdiri sejak tahun 1970, saat ini telah memiliki kepengurusan tingkat cabang (kecamatan) hingga tingkat ranting (kelurahan) di seluruh kelurahan Kota Bandar Lampung. Diharapkan dengan tersebarnya kepengurusan Muhammadiyah di semua tingkat kelurahan di Bandar Lampung, akan sangat efektif di dalam membantu Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mengatasi masalah-masalah sosial di Kota Bandar Lampung.
2
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melakukan cita-cita dalam pembaharuan Islam di Indonesia. K.H. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam di Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Sejak pertama didirikan, telah ditegaskan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi yang bergerak dibidang politik, namun bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Hasil pemikiran K.H. Ahmad Dahlan yang dilakukan secara mendalam dan sungguh-sungguh tersebut,
kemudian melahirkan berbagai
gerakan pembaharuan yang merupakan operasionalisasi dan pelaksanaan dari hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap ajaran Islam.
Di Indonesia lahir beberapa organisasi atau gerakan Islam, diantaranya adalah Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka dan organisasi lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial, dan pendidikan. Muhammadiyah adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan kebangkitan masyarakat Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari ini bertahan dan membesar yang sulit dicari persepadanannya. dilihat dari amal usaha dan gerakannya di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
3
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang nyata (riil).
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar yang berumur lebih tua dari bangsa ini sangat wajar jika ikut berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan bangsa. Dalam arti memberikan kontribusi riil terhadap masa depan bangsa. Sebagai organisasi dakwah amar ma‟ruf nahi mungkar, Muhammadiyah tidak bisa tinggal diam dalam setiap aspek kehidupan. Sebagai konsekuensinya muhammadiyah dalam gerakannya harus senantiasa berdimensi dakwah baik dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial dan budaya. Melihat kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan yang sudah carut marut dan jauh dari nuansa religius, Muhammadiyah merasa bertanggung jawab untuk ikut menyelesaikan masalah sosial tersebut dan berupaya sebaik mungkin dalam
4
mewujudkan terciptanya masyarakat utama yang cerdas, berpendidikan, berkualitas, mandiri tertib hukum, tolong menolong dan diridhoi Allah SWT.
Pada perjalanannya Muhammadiyah telah memberikan banyak sumbangsihnya terhadap upaya terciptanya masyarakat sipil di Indonesia. Tidak sedikit program dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Muhammadiyah yang mengarah pada terciptanya civil society di Indonesia, baik itu di tingkatan nasional maupun lokal. Beberapa kiprah Muhammadiyah dalam perpolitikan nasional diantaranya, pertama, menjelang Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Agustus 2000, Muhammadiyah menolak dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Amandemen UndangUndang Dasar 1945.
Muhammadiyah menyadari bahwa dengan dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 akan membangkitkan kembali prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam mengenai “Negara Islam” di Indonesia. Prasangka seperti itu juga mengandung bahaya terhadap integrasi bangsa yang saat ini mengalami ancaman dari berbagai sudut. Kedua, Muhammadiyah mempunyai peran dan kontribusi yang besar dalam penyusunan dan pengesahan
Rancangan Undang Undang Sistem
pendidikan nasional. Sejak proses sosialisasi dan perumusan awal di Panitia Kerja Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Majelis Ulama Indonesia dan ormas-ormas Islam lainnya berperan aktif sampai pengesahan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Sistem pendidikan
nasional
5
pada tanggal 10-11 Juni 2003 yang penuh dinamika dan kontroversial. Ketiga, Muhammadiyah-Nahdatul Ulama bekerjasama dengan Kemitraan bagi pembaharuan Tata Pemerintahan mendeklarasikan berdirinya “Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi”, pada hari Senin, 17 September 2003 di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang Jawa Timur. Salah satu point terpenting dalam deklarasi tersebut adalah bahwa Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama akan berjuang dan berjihad dengan sungguh-sungguh untuk melawan praktik korupsi di segala bidang serta menginstruksikan kepada seluruh pengurus disemua tingkatan untuk terlibat secara aktif dalam mensosialisaikan gerakan tersebut. Keempat, bersama Nahdatul Ulama dan Dewan Dakwah Indonesia, Muhammadiyah menolak Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Muhammadiyah menilai bahwa keberadaan Rancangan Undang Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang diusulkan pemerintah kurang efektif untuk direalisasikan. Keberadaannya tidak akan bisa memberikan jaminan terwujudnya rekonsiliasi. Bahkan dikhawatirkan akan menjadi sumber konflik baru yang dapat mengganggu stabilitas politik dan ekonomi.
Selain kebijakan yang mencakup sektor nasional di atas, kebijakan-kebijakan program kerja Muhammadiyah juga diarahkan pada terciptanya masyarakat sipil di Indonesia, diantaranya program kerja dibidang pengkaderan dan sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, supremasi hukum dan bidang lingkungan hidup yang kesemuanya diarahkan pada terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
6
Kita ketahui dewasa ini banyak organisasi-organisasi Islam yang berkembang di Indonesia selain Muhammadiyah, pada dasarnya organisasi-organisasi yang berkembang di Indonesia bertujuan untuk menegakkan aturan agama Islam sebagaimana mestinya, tetapi pada perjalanannya pola pikir dan ilmu pengetahuan yang terbatas sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran, sebagai contoh ada para pengikut organisasi Islam yang masih menjalankan ajaran agama Islam,tetapi masih menjalankan kebudayaan nenek moyang yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama Islam, di sisi lain ada juga pengikut organisasi Islam yang lebih condong ke arah radikal. Sementara itu karakteristik gerakan sosial Muhammadiyah adalah gerakan sosial yang bertujuan untuk mengikuti sunah rasul secara murni tanpa di campuri hal-hal yang tidak ada ajaranya dalam peraturan agama Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al-hadis, juga mengutamakan kedamaian dalam dakwah tanpa menimbulkan konflik secara langsung. Oleh karena penafsiran yang berbeda tersebut, Penulis tertarik untuk membahas posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung yang mempunyai kontribusi yang cukup signifikan untuk membangun kesejahteraan umat melalui gerakan sosial yang dilakukan. Dipilihnya Muhammadiyah Kota Bandar Lampung sebagai fokus penelitian berdasarkan hasil pengamatan penulis Organisasi Muhammadiyah memiliki sumbangsih terhadap pembangunan Kota Bandar Lampung melalui gerakan sosial yang dilakukan kaitannya dengan masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung sehingga penulis tertarik untuk membahasnya lebih lanjut.
7
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi dan peran masyarakat sipil di Bandar Lampung (Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung).
D. Kegunaan penelitian
1. Aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan kontribusi wacana serta pemikiran bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan, khususnya tentang posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung yang diaktualisasikan melalui gerakan sosial untuk memberdayakan umat. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai referensi tambahan bagi semua pihak yang tertarik melakukan penelitian dengan kajian gerakan sosial di masa yang akan datang. 2. Aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi aktivis Muhammadiyah dalam mengaktualisasikan posisi dan peran nya dalam usahanya mewujudkan penguatan masyarakat sipil di Kota Bandar Lampung.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Gerakan Sosial Politik
Menurut kurniawan, Lutfi J. dan Hesti Puspito sari gerakan sosial adalah: “Gerakan sosial adalah gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang, sebagai aksi kolektif, baik untuk mendukung dan atau menentang keberlakuan suatu nilai atau norma tertentu, maka proses bekerjanya gerakan sosial harus bertumpu kepada daya intelektualitas yang dimiliki oleh individu atau kelompok tersebut” (2012:84).” Berdasarkan kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa gerakan sosial berurusan dengan nilai, norma, dan budaya tertentu yang harus didukung atau ditentangnya. Di sinilah esensi gerakan sosial yang merupakan sebuah upaya kolektif yang dilakukan oleh sekelompok orang melalui instrument kelembagaan sosial baik yang berbentuk organisasi, komunitas ataupun sejenisnya.Gerakan yang dilakukan tersebut kemudian ditransformasikan menjadi sebuah gerakan bersama yang mempunyai fokus pada suatu isu atau masalah baik masalah sosial politik, lingkungan dan sebagainya. Melalui upaya gerakan bersama tersebut, ekspresi gerakannya dapat diwujudkan dalam bentuk penolakan, mendukung, ataupun mengkampanyekan sebuah perubahan sosial yang tentu saja harus disampaikan dengan pemikiran yang berintelektualitas, sehingga tujuan untuk kemaslahatan bersama yang hendak dicapai dapat terwujud secara efektif.
9
Prof. Jerome Davis dalam kurniawan, Lutfi J. dan Hesti Puspito Sari (2012:115) menyatakan: “Gerakan sosial muncul sebagai reaksi atas sekumpulan individu maupun kelompok yang tidak puas terhadap kondisi kehidupan sosial yang terjadi. Ada semacam ketamakan hidup yang bisa menyebabkan perpecahan sosial dan mental, maka gerakan sosial ini berkembang dengan tujuan untuk menciptakan keharmonisan” Berdasarkan pernyataan di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa sebuah gerakan sosial dapat timbul sebagai reaksi yang dilakukan oleh individu, kelompok ataupun organisasi sebagai reaksi terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat dan pada dasarnya gerakan sosial ini bertujuan untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini pulalah yang tercermin dalam gerakan sosial yang dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah. Pengertian gerakan sosial menurut Jary, Julia dan David Jary Collins dalam Dictionary of Sociology menyatakan “social movement as any board social alliance of people who are associated in seeking to effect or to block an aspect of social change within a society” artinya, Suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi perubahan sosial dalam suatu masyarakat. (1995: 614-615).
Berdasarkan pernyataan di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam suatu tatanan masyarakat, baik ataupun buruknya dapat terjadi karena suatu aliansi sosial yang bertindak sebagai pendorong ataupun penghambat terjadinya perubahan sosial tersebut.
10
1. Teori-teori Gerakan Sosial Berikut ini beberapa teori gerakan sosial: 1) Teori tindakan/aksi kolektif Teori tindakan kolektif banyak berkonsentrasi pada kondisi-kondisi eksternal tindakan manusia dalam konteks keseluruhan sosial, yakni pada alasan-alasan sosial aksi massa. 2) Teori Nilai Tambah Teori ini diambil dari kajian ekonomi yang menghasilkan nilai tambah. Gerakan sosial sebagai nilai tambah sebagai tujuan utama yakni di bidang ekonomi. 3) Teori Mobilisasi Sumber Daya Sumber daya yang dimaksud dalam teori ini meliputi keahlian atau pengalaman, keuangan, sumber informasi dan legitimasi, berdasarkan teori ini sebuah gerakan sosial di pengaruhi oleh keberadan sumber daya yang ada dengan kata lain keberadaan sumber daya sangat menentukan keberhasilan, kesinambungan bahkan kemunduran dan kehancuran gerakan sosial, begitu pentingnya faktor ini sehingga tanpa adanya sumber daya yang cukup atau ketidakmampuan mengelola sumber daya menjadi penyebab berhentinya sebuah gerakan. 4) Teori Proses Politik Proses politik berperan dalam gerakan situasi sosial politik dalam masyarakat merupakan keberpihakan Negara kepada kepentingan publik,atau teralinisasinya publik dari perhatian Negara.
11
5) Teori Gerakan Sosial Baru (New Sosial Movement) Menurut Pichardo dan Singh (2001), teori gerakan sosial baru bercirikan sebagai berikut: a. Ideologi dan tujuan gerakan sosial baru meninggalkan orientasi ideologis yang melekat pada gerakan sosial lama. Gerakan sosial baru menepis semua asumsi Marxian semua perjuangan dan pengelompokan di dasari pada konsep kelas. Gerakan sosial yang bertujuan untuk menumbangkan posisi Negara kemudian menggantikannya dengan kekuatan proletar. Namun dalam gerakan sosial baru, mereka memposisikannya sebagai partner pemerintah atau Negara untuk menciptakan kehidupan baru yang lebih baik. b. Taktik dan pengorganisasian,Gerakan sosial baru umumnya tidak lagi mengikuti pengorganisasian seperti serikat buruh, atau model politik kepartaian lebih memilih saluran di luar politik normal dan menerapkan taktik yang mengganggu dari mobilisasi opini publik untuk mendapatkan daya tawar politik serta cenderung menggunakan demonstrasi yang amat dramatis. c. Partisipan atau aktor, menurut Pichardo (1997) partisipan gerakan sosial baru muncul dari kalangan kelas menengah baru yang bekerja di sektor ekonomi non produktif umumnya adalah kaum terdidik. d. Medan atau area, merupakan lintasan batas regional,dari arah lokal sampai internasional. Strategi dan cara mobilisasi bersifat global.
2.
Gerakan sosial politik Ada beberapa pengertian gerakan sosial (politik) yang di berikan para ahli, seperti yang di jelaskan oleh Kamanto Sunarto (2004:195), bahwa yang di maksud dengan gerakan sosial politik adalah perilaku kolektif yang di tandai kepentingan bersama dan tujuan jangka panjang yaitu untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya. sedangkan ciri-ciri dari gerakan sosial (politik) adalah sebagai berikut:
12
1. Adanya perilaku Kolektif. 2. Adanya kepentingan bersama. 3. Mengubah serta mempertahankan masyarakat atau intuisi yang ada di dalamnya. 4. Tujuan jangka panjang. Selain ciri-ciri, Kamanto juga menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab adanya sebuah gerakan (politik) yaitu: 1. 2. 3. 4.
Adanya faktor psikologis. Faktor sosiologis Defrivasi ekonomi dan sosial seperti Bahan bakar minyak naik. Defriasi relative seperti mapan ekonomi, tetapi tidak puas dengan kemacetan demokrasi.
Menurut Bruce.J.Chohen (1992:435), gerakan sosial (politik) adalah gerakan yang di lakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk mengubah (perubahan) atau mempertahankan (konservatif) unsure tertentu dari masyarakat yang lebih luas, kemudian Bruce.J. Cohen memberikan ciri-ciri gerakan sosial (politik) sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Gerakan yang di lakukan oleh kelompok. Struktur, mekanisme kerja, jaringan yang teroganisir. Memiliki rencana dan metode yang teroganisir. Memiliki sebuah ideology yang menjadi pegangan dasar organisasi. Mengubah atau mempertahankan sesuatu. Memiliki usia jauh lebih panjang
Selain itu, ia juga menjelaskan faktor faktor yang menyebabkan gerakan sosial (politik) yaitu: 1. 2. 3. 4.
Karena ketidakpuasan banyak orang terhadap sesuatu. Frustasi kolektif. Persamaan nasib. Keyakinan bahwa bila mereka bersama dan bersatu dapat mengadakan perubahan dan mengatasi persoalan bersama.
13
Sedangkan menurut Kartasapura dan Kreimers (1987:180), gerakan sosial (politik) adalah kegiatan atau usaha kolektif yang berusaha untuk mengadakan orde kehidupan yang baru. Untuk ciri-ciri dari gerakan sosial politik Kartasaputra memberikan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Keadaan gelisah atau kacau. 2. Mendapatkan daya gerak dari ketidakpuasan kehidupan sekarang. 3. Mendapatakan daya gerak dari keinginan mewujudkan sistem kehidupan baru.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian gerakan sosial politik tersebut, maka bisa diambil suatu pengertian umum tentang gerakan sosial politik, yaitu gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki, visi, misi, tujuan, ide, nilai politik yang sama (mempertahankan, merubah, merebut, mengontrol dan menjalankan kehidupan sosial politik) yang dilakukan secara sistematis, terorganisir dan bertahan cukup lama. Terkait dengan gerakan Muhamadiyah, bisa disimpulkan bahwa gerakan yang dilakukan Muhamadiyah adalah gerakan dari sebuah organisasi sosial keagamaan yang memiliki tujuan mengikuti ajaran Islam dengan mencontoh nabi Muhammad SAW, tidak mencampuradukkan agama dengan adat yang berbau mistik, dan lebih modern dibanding organisasi sosial keagamaan lain.
14
3. Fungsi Gerakan Sosial
Gerakan Sosial memberikan sumbangsih ke dalam pembentukan opini publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan ke dalam opini publik yang dominan seperti memberi pelajaran politik yang benar. Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang akan menjadi bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi negarawan penting. Gerakan-gerakan buruh sosialis dan kemerdekaan nasional menghasilkan banyak pemimpin yang sekarang memimpin negaranya. Fungsi-fungsi gerakan sosial sekunder atau “laten” dapat dilihat sebagai berikut: 1. Gerakan Sosial memberikan sumbangsih ke dalam pembentukan opini publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan kedalam opini publik yang dominan. 2. Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang akan menjadi bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi negarawan penting
15
4. Tipe Gerakan Sosial
Disekitar kita banyak terdapat macam-macam gerakan sosial. Seperti halnya gerakan buruh, gerakan petani, gerakan mahasiswa, gerakan religius, gerakan sosial, gerakan radikal, gerakan ideologi, dan kalau kita menganalisis secara terperinci maka sangat banyak macam-macam gerakan sosial yang tumbuh di dalam tataran masyarakat.
Karena keragaman gerakan sosial sangat besar, maka berbagai ahli sosiologi mencoba mengklarifikasikan dengan menggunakan kriteria tertentu. David Aberle, misalnya, dengan menggunakan kriteria tipe perubahan yang dikehendaki (perubahan perorangan dan perubahan sosial) dan besar pengaruhnya yang diingginkan (perubahan untuk sebagian dan perubahan menyeluruh). Membedakan empat tipe gerakan sosial, tipologi Aberle adalah sebagai berikut:
1. Alternative Movement Ini merupakan gerakan yang bertujuan untuk merubah sebagian perilaku perorangan. Dalam kategori ini dapat kita masukan berbagai kampanye untuk merubah perilaku tertentu, seperti misalnya kampanye agar orang tidak minum-minuman keras. kini pun banyak dilancarkan kampanye agar dalam melakukan perbuatan seks dengan bertanggung jawab.
16
2. Rodemptive Movement Gerakan ini lebih luas dibandingkan dengan alterative movement, karena yang hendak dicapai ialah perubahan menyeluruh pada perilaku perorangan. Gerakan ini kebanyakan terdapat di bidang agama. Melalui gerakan ini, misalnya, perorangan diharap untuk bertobat dan mengubah cara hidupnya sesuai dengan ajaran agama.
3. Reformative Movement Gerakan ini yang hendak diubah bukan perorangan melainkan masyarakat namun lingkup yang hendak diubah hanya segi-segi tertentu masyarakat, misalnya gerakan kaum homoseks untuk memperoleh perlakuan terhadap gaya hidup mereka atau gerakan kaum perempuan yang memperjuangkan persamaan hak dengan laki-laki. Gerakan people power di Filipina atau gerakan menentang pedana menteri Suchinda di Thailand pun dapat dikategorikan dalam tipe ini karena tujuannya terbatas, yaitu pergantian pemerintah.
4. Transformative Movement Gerakan ini merupakan gerakan untuk mengubah masyarakat secara menyeluruh. Gerakan kaum Khamer Merah untuk menciptakan masyarakat komunis di kamboja. Suatu proses dimana seluruh penduduk kota dipindahkan ke desa dan lebih dari satu juta orang kamboja kehilangan nyawa mereka karena di bunuh kaum Khamer Merah, menderita kelaparan atau sakit merupakan contoh ekstrim gerakan sosial semacam ini. Gerakan transformasi yang dilancarkan
17
oleh rezim komunis di Uni Soviet pada tahun 30-an serta di Tiongkok sejak akhir 40-an untuk mengubah masyarakat mereka menjadi masyarakat komunis pun mengakibatkan menentang diskriminasi oleh orang kasta-kasta bawah, menengah dan atas. Hal itu dapat di kategorikan kedalam gerakan ini karena keberhasilan gerakan mereka akan berarti pula perombakan mendasar pada masyarakat India. (Light, Keller dan Craig Calhoun,1989:599-600).
5. Strategi Gerakan Sosial
Para akademisi menyebut pentingnya proses framing dalam memahami sukses tidaknya sebuah gerakan sosial. Menurut Snow dan Banford, suksesnya gerakan sosial terletak pada sejauh mana mereka memenangkan pertempuran atas arti. Hal ini berkaitan dengan upaya para pelaku perubahan mempengaruhi makna dalam kebijaksanaan publik. Oleh karena itu, pelaku perubahan memiliki tugas penting mencapai perjuangannya melalui pembuatan framing masalah-masalah sosial dan ketidakadilan. Cara ini merupakan upaya meyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas sehingga mereka terdorong mendesakkan sebuah perubahan. Komponen utama dari proses framing
gerakan adalah diagnosis elemen atau
mendefinisikan masalah dan sumbernya serta memprediksi elemen sekaligus mengindentifikasi strategi yang tepat untuk memperjuangkan masalah tersebut. Snow menambahkan bahwa proses framing membuat orang mampu memformulasikan sekumpulan konsep untuk berpikir dengan menyediakan skema interpretasi terhadap masalah-masalah di
18
dunia. Skema ini bisa menyalahkan atau menyarankan garis aksi (Snow dan Banford, 1988 dalam Situmorang, 2007).
Untuk mencapai sebuah kelompok sasaran, aktor gerakan membutuhkan alat dalam menjalankan framing, yaitu media. Zald berpendapat bahwa pengkontesan framing terjadi dalam interaksi berhadap-hadapan dan melalui beragam media cetak dan elektronik (Zald, 1996 dalam Situmorang, 2007).
Indikasi awal untuk menangkap gejala gerakan sosial menurut John Lofland (Protes; Insist Press 2003 dalam Iswinarto, 2008) adalah dengan mengenali terjadinya perubahan-perubahan pada semua elemen arena publik dan ditandai oleh kualitas “aliran” atau “gelombang”. Dalam prakteknya suatu gerakan sosial dapat diketahui terutama lewat banyak organisasi baru yang terbentuk, bertambahnya jumlah anggota pada suatu organisasi gerakan dan semakin banyaknya aksi kekerasan atau protes terencana dan tak terencana.
Selain itu menurut Lofland dua aspek empiris gelombang yang perlu diperhatikan adalah, pertama, aliran tersebut cenderung berumur pendek antara lima sampai delapan tahun. Jika telah melewati kurun waktu itu gerakan akan melemah dan meskipun masih ada akan tetapi gerakan telah mengalami proses „cooled down‟. Kedua, banyak organisasi kekerasan atau protes yang berubah menjadi gerakan sosial atau setidaknya bagian dari gerakan-gerakan yang disebut diatas. Organisasi-organisasi ini selalu berupaya menciptakan gerakan sosial atau jika organisasinya memiliki
19
teori operasi yang berbeda maka mereka akan dengan sabar menunggu pergeseran struktur makro yang akan terjadi (misalnya krisis kapitalisme) atau pertarungan yang akan terjadi antara yang baik dan jahat, atau kedua hal tersebut, serta menunggu kegagalan fungsi lembaga sentral. Kala itulah gerakan itu bisa dikenali sebagai gerakan pinggiran, gerakan awal dan embrio gerakan.
Lebih lanjut dapat dirumuskan bahwa sebuah gerakan sosial terdiri dari:
1. Lahirnya kekerasan atau protes baru dengan semangat muda yang dibentuk secara independent 2. Bertambahnya jumlah (dan peserta) aksi kekerasan dan/atau protes terencana dan tak terencana (terutama kumpulan) secara cepat. 3. Kebangkitan opini massa 4. Semua yang ditujukan kepada oknum lembaga sentral 5. Sebagai bentuk usaha untuk melahirkan perubahan pada struktur dari lembaga-lembaga sentral. Selain itu 5 gejala gerakan sosial seperti disebutkan oleh Lofland, pemahaman tentang gerakan sosial dapat diturunkan lebih jauh ke dalam enam pertanyaan pokok tentang Gerakan Sosial. Ke 6 pertanyaan pokok merupakan indikator yang praktis untuk menganalisis gerakan sosial sekaligus sebagai petunjuk praktis bagi pelaku gerakan sosial untuk „merancang‟ atau paling tidak memicu gerakan sosial
1. Kepercayaan: hal-hal yang dianggap benar (ideologi, doktrin, pandangan, harapan, kerangka berpikir, wawasan, perspektif.) realitas apa yang mereka tuntut/pertentangkan siapa yang dianggap lawan dan siapa yang diteladani perubahan secara total atau parsial pada tingkatan individual.
20
2. Organisasi: cara bagaimana orang-orang
yang mempunyai
„pandangan‟ yang sama, diatur/diarahkan untuk mencapai tujuan. bagaimana
orang-orang
diorganisir/cara-cara
mengorganisir-
bagaimana proses pengambilan keputusan adakah pembagian kerja di organisasi gerakan cara memelihara orang-orang tetap melaksanakan tugasnya cara-cara memperoleh dana dari gerakan organisasi bersifat sementara atau permanent. 3. Sebab-sebab: variabel-variabel yang berpengaruh terhadap gerakan sosial bagaimana gerakan sosial dimulai/dibentuk, kapan gerakan itu dibentuk mengapa gerakan itu muncul Secara teoritik ada 16 variabel yang berpengaruh, yaitu:
1. perubahan dan ketimpangan sosial 2.
kesempatan politik
3. Campur tangan negara terhadap kehidupan warga 4. kemakmuran (yang menimbulkan deprivasi ekonomi) 5. konsentrasi geografis 6. identitas kolektif 7. solidaritas antar kelompok 8. krisis kekuasaan 9. melemahnya kontrol kelompok yang dominan 10. pemfokusan krisis 11. sinergi gelombang warga negara (penduduk) 12. adanya pemimpin 13. jaringan komunikasi
21
14. integrasi jaringan di antara para pembentuk potensial 15. adanya situasi yang memudahkan para pembentuk potensial 16. kemampuan mempersatukan
4. Keikutsertaan : keanggotaan dalam arti yang paling lemah sampai yang paling kuat
mengapa orang ikut dalam gerakan sampai seberapa jauh keterlibatannya dalam organisasi siapa yang menjadi pendukung gerakan 5. Strategi : cara atau metode untuk melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan gerakan apa ada tujuan utama dari setiap strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan itu, akan lebih menekankan yaitu pada perubahan institusi-institusi sosial (societal manipulation) ataukah dengan mengubah hati dan pemikiran orang-orang (personal transformation) strategi yang digunakan bersifat terbuka atau tertutup, terang-terangan atau tersembunyi menggunakan strategi penyerangan frontal atau pengikisan „pendirian‟ mereka dinyatakan secara halus (polite), melalui aksi protes atau kekerasan mekanisme taktik yang digunakan terhadap kelompok sasaran : persuasi, negosiasi atau paksaan. 6.
Efek : tanggapan atau reaksi kalangan luar terhadap gerakan sosial Reaksi penguasa Reaksi elit Reaksi media Reaksi sesama gerakan sosial
22
6. Penguatan Masyarakat Sipil
Penguatan masyarakat sipil secara umum adalah melakukan kegiatankegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin, marjinal, terbelakang dan tertindas dari pihak yang kuat atau berkuasa agar masyarakat sipil bisa hidup mandiri dan memiliki status posisi tawar yang kuat dengan pihak lain. Sedangkan menurut organisasi Muhammadiyah
biasa
disebut
dengan
pemberdayaan
masyarakat,
pembangunan masyarakat atau pengembangan masyarakat melalui beberapa jalur yaitu jalur pendidikan dan non pendidikan.
Istilah civil society berasal dari bahasa Latin societes civiles yang mulamula dipakai oleh Cicero (106-43 SM), seorang orator, politisi dan filosof Roma. Sejak saat itu sampai dengan abad ke-18, pengertian civil society masih disamakan dengan negara (the state), yakni sekelompok masyarakat yang mendominasi seluruh kelompok lain.
Dalam rentang waktu yang panjang itu, Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) kembali menghidupkan dan mengembangkan istilah civil society (masyarakat sipil) dengan merujuk kepada masyarakat dan politik. Hobbes, misalnya, berpendapat bahwa perjanjian masyarakat diadakan oleh individu-individu untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara. Locke mendefinisikan masyarakat sipil sebagai masyarakat politik (political society) yang mana dihadapkan dengan keadaan alami (state of nature) sekelompok manusia. Masyarakat politik itu sendiri, menurut Rousseau
23
yang senada dengan Hobbes, merupakan hasil dari suatu kontrak sosial. Perlu digarisbawahi bahwa pengertian-pengertian ini lahir ketika perbedaan antara masyarakat sipil dan negara belum dikenal, sehingga negara merupakan bagian dari masyarakat sipil yang mengontrol pola-pola interaksi warga negaranya.
Barulah pada paruh kedua abad 18 Adam Ferguson (1723-1816) dan Thomas Paine (1737-1809) memberi tekanan lain terhadap makna civil society. Civil society dan negara dipahami sebagai dua buah entitas yang berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial dan perubahanperubahan struktur politik sebagai akibat pencerahan (enlightment). Keduanya diposisikan dalam posisi yang diametral. Masyarakat sipil bahkan dinilai sebagai anti tesis terhadap negara, ia harus lebih kuat untuk mengontrol negara demi kepentingannya.
Pemahaman ini mengundang reaksi para pemikir lainnya seperti Hegel (1770-1831) yang beraliran idealis. Menurutnya civil society tidak dapat dibiarkan tanpa terkontrol. Ia justru memerlukan berbagai macam aturan dan pembatasan melalui kontrol hukum, administrasi dan politik. Lebih lanjut, Hegel membedakan masyarakat politik (the state) dan masyarakat sipil (civil society). Masyarakat politik adalah perkumpulan-perkumpulan yang mengandung aspek politik yang mengayomi masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan masyarakat sipil ialah perkumpulan merdeka yang membentuk apa yang disebut sebagai masyarakat borjuis.
24
Karl Marx (1818-1883) sependapat dengan Hegel dalam melihat civil society sebagai masyarakat borjuis. Bedanya, Hegel menganggap hanya melalui negara, kepentingan-kepentingan masyarakat yang universal dan mengandung potensi konflik bisa terselesaikan. Dus, negara merupakan sesuatu yang ideal. Marx berpandangan sebaliknya, ia menganggap negara tak lain sebagai badan pelaksana kepentingan kaum borjuis. Oleh sebab itu, negara harus dihapuskan, atau harus diruntuhkan oleh kelas proletar. Ketika negara akhirnya lenyap, maka yang tinggal hanyalah masyarakat tanpa kelas. Visi ini berseberangan dengan visi Hegel yang mengatakan di masa depan masyarakat sipillah yang akan runtuh dari dalam, jika negara telah mampu mengayomi seluruh kepentingan masyarakat. Sedangkan menurut Antonio Gramsci (1891-1937) yang juga memandang civil society sebagai milik kaum borjuis yang akhirnya menjadi pendukung negara, disamping mereka memegang hegemoni, mereka juga seharusnya bisa menjalankan fungsi etis dalam mendidik dan mengarahkan perkembangan ekonomi masyarakat. (Dawam Raharjo: 1999)
Adapun menurut Alexis de Tocqueville (1805-1859), masyarakat sipil tidak secara apriori subordinatif terhadap negara, tetapi lebih dari itu ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjdi kekuatan penyeimbang menghadapi intervensi negara dan tidak hanya berorientasi pada kepentingan sendiri tetapi juga terhadap kepentingan publik. Pendapat Tocqueville ini kemudian diperkuat oleh Hannah Arendt (1906-1975) dan Jurgen Habermas (1929-) dengan konsep ”a free public sphere”, sebuah wilayah di mana masyarakat sebagai warga
25
negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Penciptaan ruang publik, bagi Arendt merupakan prasyarat terciptanya civil society dan demokratisasi. Hal senada diungkapkan Ernest Gellner (1925-1995) yang memandang perlunya ruang dan kebebasan publik. Menurutnya civil society adalah seperangkat institusi non pemerintah yang cukup kuat untuk mengimbangi negara dan mencegah timbulnya tirani kekuasaan.
Secara umum saat ini, penganut sosialis banyak mengadopsi konsep hegemoni Gramsci dalam memahami civil society dimana hegemoni tidak lagi dilakukan secara fisik, melainkan melalui penjinakan budaya dan ideologi yang diselenggarakan secara terstruktur oleh negara. Sementara penganut kapitalis lebih tertarik kepada civil society versi Tocqueville dimana masyarakat dapat melakukan partisipasi mengenai pembuatan kebijakan-kebijakan publik dalam sebuah negara dan dapat saling berinterksi dengan semangat toleransi. Adapun di negara-negara berkembang umumnya, sikap Hegelian terhadap negara merupakan pandangan yang dominan. Di satu sisi mereka memandang negara sebagai wadah segala sesuatu yang ideal dan di sisi lain mereka kurang percaya terhadap masyarakat sipil. Muhammad A.S. Hikam (1996) menyatakan bahwa: “Masyarakat sipil sebagaimana dikonsepsikan oleh para pemikirnya mempunyai tiga ciri khusus yaitu: pertama, adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok dalam masyarakat, terutama saat berhadapan dengan negara. Kedua, adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara demi kepentingan publik. Ketiga, adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar tidak intervensionis dan otoriter. Selanjutnya masyarakat sipil dapat didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain
26
kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilainilai hukum yang diikuti warganya. Sebagai sebuah ruang publik, masyarakat sipil adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya perilaku, tindakan, dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap oleh jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (free public sphere), tempat di mana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat”. Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoks gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Berbeda dari pandangan Hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi dari lembaga negara. Sebaiknya, civil society bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara. Lebih lanjut Tocqueville menegaskan, bahwa karakter civil society seperti
27
itu dapat pula menjadi sumber legitimasi kekuasaan negara dan pada saat bersamaan ia pun bisa menjadi kekuatan kritis (reflective-force) untuk mengurangi frekuensi konflik dalam masyarakat sebagai akibat dari proses modernisasi. Dapatlah disimpulkan, pandangan civil society ala Tocqueville ini merupakan model masyarakat sipil yang tidak hanya berorientasi pada kepentingan individual, tetapi juga mempunyai komitmen terhadap kepentingan publik.
Konsepsi civil society ala Tocqueville ini dipadukan pula oleh (Rahardjo 1999) dengan pandangan Hannah Arendt dan Juergen Habermas tentang ruang publik yang bebas (free public sphere). Menurut keduanya, dengan adanya ruang publik yang bebas, maka setiap individu warga negara dapat dan berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan penerbitan yang berkenaan dengan kepentingan umum yang lebih luas. Lebih lanjut (Rahardjo 1999) menyatakan, institusionalisasi dari ruang publik ini adalah melalui kemunculan lembaga-lembaga sosial yang bersifat sukarela (volunteers), media massa, sekolah, partai politik, sampai pada lembaga yang dibentuk oleh negara tetapi berfungsi sebagai lembaga pelayanan masyarakat.
Selain kedua model di atas, pola hubungan kerja antara negara (pemerintahan), masyarakat madani (civil society), dan swasta (pasar) berada dalam kerangka keseimbangan peran masing-masing. Dengan pola hubungan kerja tersebut, Menurut (Ubaedillah et al. 2009) rakyat bisa
28
mengatur ekonominya, institusi, dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya digunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian, jelas sekali, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya di mana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-organisasi komersial dan civil society.
Seperti dikatakan di muka bahwa tata kepemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen, yakni pemerintah (government), rakyat (citizen) atau civil society, dan usahawan (business) yang berada di sektor swasta. Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan sederajat. Kesamaan derajat ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya menciptakan tata kepemerintahan yang baik.
B. Masyarakat Sipil
Civil Society juga dapat dipahami dengan arti masyarakat madani masyarakat madani adalah masyarakat sipil masyarakat yang tanggap, dan juga beradab dan tentunya masyarakat yang memiliki budaya dan dapat menjaga budaya aslinya meskipun terjadi pertukaran budaya yang besar – besaran saat ini. Masyarakat madani adalah suatu konsep yang diambil oleh Indonesia dari Kota Madinah, dimana Kota Madinah ini telah mempunyai peradaban yang sudah sangat lama dan baik dibawah
29
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang hingga saat ini masih dinilai sebagai peradaban tertinggi. Dahulunya Madinah tersebut bernama asli Yasrib yang berada di wilayah Arab. Madani tersebut berarti Kota (city state) sedangkan dalam bahasa Yunani disebut dengan Polis yang artinya juga sama yaitu kota. Civil Society merupakan satu cara untuk memahami relasi antara individu dan negara yang melestarikan kebebasan dan tanggung jawab.
Pengertian Civil Society menurut Jean L. Kohen dan Andrew Arato (1992) adalah Modern Civil Society is based on egalitarian principle and universal inclusion experience in articulating the political will and in collective decision making is crucial to the reproduction of democracy . Civil Society yang dimakasudkan adalah suatu masyarakat sipil yang didasari oleh kesetaraan dan selain itu juga masyarakat yang mampu mempengaruhi kebijakan umum serta masyarakat yang didasari oleh demokrasi sehingga dapat membentuk masyarakat yang mandiri.
Civil Society, dua kata tersebut kurang popular di ruang lingkup masyarakat Indonesia jika diubah ke Bahasa Indonesia artinya adalah masyarakat sipil. Kebanyakan masyarakat pada umumnya mengertakaitkan antara kata sipil dengan militer oleh karena itu kata tersebut masih terasa asing di lingkungan masyarakat Indonesia. Berbeda dengan masyarakat madani , meski tidak semua memahami apa arti masyarakat madani tersebut namun sudah tidak asing di telingan masyarakat Indonesia. Namun sebenarnya memang tidak ada perbedaan antara Masyarakat madani ,
30
Civil Society dan masyarakat sipil tersebut. Suatu kondisi kehidupan masyarakat yang tegak diatas prinsip – prinsip egaliterisme-sederajat dan inklusivisme universal. Secara konkret, masyarakat sipil bisa terwujud bebagai organisasi yang berada di luar institusi pemerintah yang mempunyai cukup kekuatan untuk melakukan counter hegemoni yang sudang pasti dapat mempengaruhi kebijakan umum.
C. Relasi Masyarakat Dengan Negara
Idi, Jahidi dalam Peranan Masyarakat Sipil Menuju Sistem Pemerintahan Negara Yang Demokratis (2004) menyatakan bahwa:
Dalam hubungan masyarakat dengan negara, civil society memiliki tiga fungsi, yaitu
1. Fungsi Komplementer komplementer di mana elemen-elemen civil society mempunyai aktivitas memajukan kesejahteraan untuk melengkapi peran negara sebagai pelayan publik (public services).
2. Fungsi Subtitusi / Subtitutor kalangan civil society melakukan serangkaian aktivitas yang belum atau tidak dilakukan negara dalam kaitannya sebagai institusi yang melayani kepentingan masyarakat luas.
31
3. Fungsi Kekuatan Tandingan sebagai kekuatan tandingan negara atau counterbalancing the state atau counterveiling forces. Kalangan civil society melakukan advokasi, pendampingan, ligitasi, bahkan praktik-praktik oposisi untuk mengimbangi kekuatan hegemonik negara atau paling tidak menjadi wacana alternatif di luar aparatur birokrasi negara.
D. Kerangka Pikir
Sebagai sebuah agama, Islam juga di pandang pengikutnya sebagai sebuah ideologi yang mereka percaya Islam tidak hanya mengatur masalah ruhaniah semata atau hubungan manusia dengan Tuhannya melainkan mengatur segala aspek kehidupan manusia baik dalam lingkup sosial, ekonomi, politik, budaya yang sering di sebut sebagai hubungan manusia dengan manusia (Hablum Minannas). Dengan di jadikanya Islam sebagai sebuah ideologi tidak heran di kalangan penganutnya timbul berbagai pemikiran dari tokoh-tokoh pemikir Islam tentang konsep yang diaktualisasikan ke dalam sebuah gerakan Islam.
Banyak sekali gerakan-gerakan Islam yang ada sekarang ini mulai dari gerakan Islam tradisional, gerakan Islam liberal sampai kepada gerakan Islam modern. Gerakan – gerakan tersebut timbul selain karena ingin menyampaikan aspirasinya tentang masalah-masalah sosial yang terjadi dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat, juga mempunyai tujuan untuk melakukan perubahan sosial yang memberikan dampak yang positif
32
tentunya bagi kemaslahatan bersama terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi, ataupun kekurangan dan kelebihannya. dari beragam gerakan Islam tersebut, Penulis mencoba meneliti mengenai posisi dan peran organisasi Muhammadiyah yang diaktualisasikan melalui gerakan sosial yang berbasiskan Agama Islam yang dasar pemikirannya tentu saja bersumber dari Al-Qur‟an dan As-sunnah.
Gambar 1. Kerangka Pikir
Relasi Masyarakat Sipil dengan Pemerintah Di Kota Bandar Lampung
Fungsi Komplementer
Fungsi Subtitusi
Fungsi Kekuatan Tandingan
Masyarakat Sipil di Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung
33
III.METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Hadari Nawawi (1991:63) menyatakan bahwa metode deskriptif kualitatif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang,kelompok,lembaga) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya.
Menurut Iskandar (2008:191) ciri-ciri utama penelitian kualitatif adalah (1) peneliti terlibat secara langsung dengan setting sosial penelitian, (2) bersifat deskriptif, (3) peneliti merupakan instrumen utama. Menurut Usman, Husaini Dr. dan purnomo setiady akbar (2003:4) menyatakan penelitian deskriftif bermaksud membuat penginderaan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat populasi tertentu.
Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, dan didalam penelitian kualitatif ditekankan pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. lebih dari itu metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif; Ucapan atau tulisan dan
34
perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan ini langsung menunjukkan latar dan individu-individu dalam latar itu secara keseluruhan; subjek penyelidikan, baik berupa organisasi ataupun individu, tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, melainkan dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan. B. Fokus penelitian
Sugiyono (2011:207): Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan apa yang menjadi pusat perhatian, berisikan pokok masalah yang masih bersifat umum. Hal ini karena penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong atau tanpa adanya masalah. “Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Bagaimanapun penentuan fokus sebagai masalah dalam penelitian penting artinya dalam usaha mememukan batasan penelitian. Dengan hal seperti ini Si peneliti akan dapat menemukan lokasai penelitian”. Beradasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini penulis menetapkan bahwa yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah peran dan posisi masyarakat sipil di Bandar Lampung (Studi Pada Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung).
35
C. Sumber Data
Data yang akan di gunakan dalam penelitian ini di lihat dari karakteristik sumbernya terbagi dalam : 1. Data primer Menurut Sangadji (2010:44): Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Dalam hal ini yang menjadi informan adalah Ketua Muhammadiyah Kota Bandar Lampung dalam struktur organisasi Muhammadiyah, Ketua bertugas sebagai penyampai informasi ke luar, mengenai keputusan atau ketetapan yang di buat oleh Muhammadiyah, dan sebagai pemberi informasi jika ada pihak di luar Muhammadiyah yang ingin mengetahui informasi mengenai Muhammadiyah. Selain daripada itu Penulis Juga melakukan wawancara langsung terhadap informan lainnya sebagai data primer Penulis, yaitu Sekretaris Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung, Redaktur kantor berita Antara Lampung, Rektor IV Muhammadiyah Kota Bandar Lampung sebagai akademisi, dan Sekretaris Eksekutif Muhammadiyah Kota bandar Lampung. 2. Data sekunder
Menurut Sangadji (2010:44): Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data
36
sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan atau tidak di publikasikan. Dalam hal ini dokumen dapat berupa buku-buku yang di jadikan pegangan oleh Muhammadiyah, dan bahan-bahan lain yang di keluarkan oleh Muhammadiyah yang berkaiatan dengan pokok bahasan penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu 1. Wawancara Sugiyono (2011:137): Mengungkapkan wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
2. Observasi Nasution dalam Sugiyono (2011: 226) menerangkan bahwa: “Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan, dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas”.
37
Berdasarkan definisi di atas, maka observasi merupakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data atau gambaran yang jelas dari obyek penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Dalam obeservasi ini, penelitian ini mengkaji tentang Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan uraian tersebut, maka kegiatan observasi dalam penelitian ini akan ditujukan pada kondisi objektif dan aktivitas yang berada di dalam Ruang Lingkup Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung. 3. Dokumentasi Teknik pengumpulan dokumentasi dalam penelitian ini berupa catatan, literatur, jurnal atau skripsi, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, agenda dan sebagainya. Dokumentasi dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang berkaitan dengan Pengurus Daerah Muhammadiyah daerah Kota Bandar Lampung. E. Penentuan Informan Penentuan informan merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan hasil penelitian. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti, Sugiyono (2011 : 218). Penggunaan
38
purposive sampling bertujuan untuk mengambil sampel secara subjektif, dengan anggapan bahwa sampel yang diambil itu merupakan keterwakilan (refresentatif) bagi peneliti, sehingga pengumpulan data yang langsung pada sumbernya dapat dilakukan secara proporsional demi keakuratan penelitian
Selanjutnya, Faisal mengutip pendapat Spreadley dalam Sugiyono (2011 : 221) mengungkapkan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya. 2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti. 3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diimintai informasi. 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri. 5. Mereka yang pada mulanya tergolong ”cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber. Para Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung Dimana Informan yang diambil adalah dengan kriteria mengetahui secara baik tentang peran dan
fungsi,
serta kegiatan-kegiatan
sosial
Pengurus
Daerah
Muhammadiyah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan keterangan di atas maka informan yang ditentukan adalah Ketua dan Sekretaris Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung, Redaktur kantor berita Antara Lampung, Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Lampung, dan Sekretaris Eksekutif Muhammadiyah Kota bandar Lampung.
39
F. Teknik pengolahan data
Dalam penelitian ini, tahap pengolahan datanya adalah sebagai berikut: Editing, Pengecekan atau pengkoreksian data yang telah di kumpulkan karena kemungkinan data yang telah masuk atau data yang terkumpul itu tidak logis dan meragukan (Iqbal hasan,2002:89). Selain itu editing di lakukan untuk meneliti kembali data yang di peroleh di lapangan, baik melalui kuesioner, wawancara ataupun melalui dokumentasi. Langkah ini di lakukan untuk meningkatkan validitas yang diolah. E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan menganalisa data lalu menggambarkan tentang fenomena yang terjadi. Fenomena yang diteliti secara deskriptif tersebut dicari informasinya tentang beberapa hal yang dianggap mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian Mengorganisasikan Data.
Sugiyono (2011:247), Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dapat dilakukan dalam beberapa tahap: 1. Reduksi Data Sugiyono (2011:247): Reduksi data diartikan sebagai merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
40
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Sugiyono (2011:249): Penyajian data dilakukan setelah data direduksi. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3. Verifikasi dan Kesimpulan Menurut Sugiyono (2011:253): Verifikasi dan Kesimpulan ialah, ”Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remangremang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori”. Sangadji (2010:210): Penarikan kesimpulan sebenarnya hanyalah sebagian kegiatan dari konfigurasi utuh. Kesimpulan diverifikasi selama kegiatan berlangsung. Verifikasi mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis suatu tinjauan ulang pada catatan.
Berdasarkan kutipan diatas, dapat dinyatakan bahwa kesimpulan adalah temuan baru berupa deskripsi yang setelah diteliti menjadi jelas, yang sebenarnya merupakan sebagian kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan tersebut diverifikasi selama kegiatan berlangsung, dan verifikasi tersebut sesingkat pemikiran kembali atau tinjauan ulang dari Penulis yang melakukan penelitian.
41
IV. GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Tentang Organisasi Muhammadiyah Organisasi yang merupakan gerakan Islam dan dakwah Amar Ma‟ ruf Nahi Mungkar berasaskan Islam dan bersumber pada Al Quran dan As Sunah. Muhammadiyah Kota Bandar Lampung sebagai Sebuah organisasi yang berada di bawah naungan Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tentunya tujuan serta asas organisasinya harus mengacu pada organisasi induknya yakni Muhammadiyah Pusat, namun dalam pelaksanaan mekanisme organisasinya, Muhammadiyah Kota Bandar lampung memiliki otoritas tersendiri sebagai sebuah organisasi yang berada di daerah.
B. Asas Maksud dan Tujuan Organisasi Muhammadiyah Maksud dan Tujuan Muhammadiyah ini adalah menghimpun, membina dan menggerakkan potensi masyarakat Islam serta meningkatkan perannya sebagai kader untuk mencapai tujuan Muhammdiyah. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas, organisasi ini berasaskan Islam dan bersumber pada Al Quran‟an dan As Sunah. Sebagai sebuah organisasi yang bertanggung jawab dalam menghimpun, membina dan menggerakkan potensi umat Islam, Muhammadiyah juga dituntut perannya
42
dalam mencapai tujuan Muhammadiyah yakni terciptanya masyarakat yang utama yang di diridai oleh Allah SWT. Artinya dalam setiap aktifitas gerakan Muhammadiyah tidak bisa terlepas dari kondisi kemasyarakatan Indonesia dimana dalam upayanya menciptakan masyarakat yang utama, pemberdayaan masyarakat merupakan agenda yang paling utama.
C. Ruang Lingkup Gerakan Organisasi Muhammadiyah Dalam rangka mewujudkan maksud dan tujun organisasi, Muhammadiyah mengembangkan kegiatan melalui usaha bidang yang juga menjadi ruang lingkup gerakan Muhammadiyah. Usaha bidang tersebut antara lain gerakan dakwah sosial-kemasyarakatan,gerakan keilmuan,dan gerakan kewirausahaan. 1.
Gerakan Dakwah Sosial-Kemasyarakatan Gerakan ini intens menjalankan kegiatan sosial kemasyarakatan berupa peningkatan kualitas sumber daya insani penegakan supremasi hukum dan Hak Azasi Manusia , seni dan budaya, penyikapan terhadap persoalanpersoalan aktual bangsa, melakukan pelatihan, dialog, seminar workshop, dan lokakarya mengenai permasalahan publik, serta kegiatan sosial lainnya.
2.
Gerakan Keilmuan Gerakan ini memfokuskan diri pada pengkajian masalah-masalah keilmuan, khususnya tentang ilmu Islam
43
3.
Gerakan Kewirausahaan Gerakan ketiga ini sesuai dengan namanya berkonsenterasi pada masalah kewirausahaan, khususnya dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan masyarakat Indonesia.
D. Struktur Organisasi Muhammadiyah Dalam menjalankan mekanisme organisasinya, Muhammadiyah memiliki struktur organisasi yang terdiri dari Pusat,Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting Keberadaan struktur tersebut memberikan gambaran bagaimana rentang kendali atau rantai komando organisasi dalam Muhammadiyah dijalankan. 1. Ranting Ranting merupakan kesatuan anggota dalam satu tempat. Ranting juga merupakan tempat menghimpun, mengasuh, dan membimbing amal ibadah anggot-anggotanya serta menyalurkan usahanya. Didirikan dengan Surat Ketetapan Pimpinan Cabang, atas usul sedikitnya 9 (Sembilan) orang anggota di satu tempat. 2. Cabang Cabang adalah kesatuan ranting-ranting dalam suatu tempat. Cabang juga merupakan tempat pembinaan dan koordinasi ranting, didirikan berdasarkan Surat Ketetapan Pimpinan Dearah, atas usul sedikitnya 3 (tiga) Ranting yang telah mempunyai kemampuan berusaha untuk mewujudkan maksud dan tujuan gerakan.
44
3. Daerah Daerah adalah kesatuan Cabang-cabang dalam Daerah Kabupaten/Kota. Daerah juga merupakan tempat pembinaan dan kordinasi Cabang, didirikan dengan dengan Surat Ketetapan Pimpinan Wilayah, atas usul sedikitnya 3 (tiga) cabang yang berada disatu Kabupaten/Kota.
4. Wilayah Wilayah adalah kesatuan daerah-daerah dalam Provinsi. Wilayah juga merupakan tempat pembinaan dan koordinasi Daerah, didirikan dengan Surat Ketetapan Pimpinan Pusat, atas usul sedikitnya 3 (tiga ) Daerah yang berada di satu Provinsi.
45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Informan Peneliti menentukan beberapa informan untuk menjadi narasumber dalam penulisan ini, dimana informan yang menjadi narasumber dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Informan adalah orang-orang yang mengerti dan memahami konsep Muhammadiyah dan nilai-nilai di dalamnya. 2. Informan adalah Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung yang sudah Memimpin Muhammadiyah Kota Bandar Lampung Selama dua priode. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria di atas,yaitu: 1. Drs. H.M. Baijuri Rasyid, M.Ag. (Ketua PDM Kota Bandar Lampung) 2. Thabroni M. Zuhri, S.Ag. (Sekretaris PDM Kota Bandar Lampung) 3. Dr. Sudarman, M.A. (Akademisi) 4. Budi Santoso Budiman, S.P. (Wartawan Kantor Berita ANTARA Lampung) 5. M. Solihin, S.Pd. (Anggota Bidang Kader PDM Kota Bandar Lampung)
46
B. Analisis Posisi dan Peran Masyarakat Sipil di Kota Bandar Lampung Pelaksanaan Posisi dan Peran Muhammadiyah dalam masyarakat sipil, tentu saja harus mengacu pada program kerja Muhammadiyah Kota Bandar Lampung yang berkaitan dengan upaya peningkatan Peran Masyarakat Sipil di Kota Bandar Lampung. Upaya tersebut dapat di lakukan oleh berbagai bidang contohnya sebagai berikut: 1. Bidang Pengembangan Organisasi : a. Memberikan respon terhadap segala peristiwa yang terjadi di Daerah, atau segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan publik dan umat Islam dengan tetap menjaga independensi terhadap pihak manapun. 2. Bidang Hikmah dan Hubungan Antar Lembaga : a. Proaktif menyikapi persoalan-persoalan aktual Daerah, Khususnya di Kota Bandar Lampung b. Mengadakan pelatihan peningkatan Kader Muhammadiyah c. Mengadakan dialog, Seminar, Workshop, dan Lokakarya mengenai kebijakan-kebijakan publik. d. Menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga lain 3. Bidang Hukum, Hak azasi manusia dan Advokasi Publik a. Memberikan masukan kepada berbagai pihak agar terlaksananya sosial control dan chek and balances antara rakyat dan penguasa, sehingga tercipta tegaknya negara hukum, bukan negara kekuasaan. Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan salah satu teori tentang relasi masyarakat dengan negara yaitu :
47
a. Fungsi Komplementer Komplementer di mana elemen-elemen civil society di Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung mempunyai aktivitas memajukan kesejahteraan untuk melengkapi peran negara sebagai pelayan publik (public services). Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung Bapak Drs.H.M. Baijuri Rasyid,M.Ag (Rabu, 31 Oktober Pukul 10.00 Wib) mengatakan bahwa : “...Muhammadiyah dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat dalam melengkapi peran pemerintah sebagai pelayan publik ini, Muhammadiyah memiliki program-program kesejahteraan masyarakat melalui majelis ekonomi misalnya di kota Badar Lampung ini sudah ada Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), selain itu juga pelayanan publik terutama sekali di bidang pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, menanamkan pengertian keagamaan yang benar, dan menanamkan kerukunan antar umat beragama yang betul.” “...Kerjasama untuk masalah-masalah kebangsaan agar terwujudnya persatuan dan kesatuan umat, contoh nyatanya mendirikan majelis taklim, melakukan pengajian-pengajian rutin di awal bulan dilabuhan ratu yang dihadiri oleh Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM), kerjasama Bank Syariah Mandiri dalam pengelolaan keuangan.” Berdasarkan hasil wawancara di atas, bila dianalisis dengan menggunakan teori relasi masyarakat dengan negara, Pengurus Daerah Muhammmadiyah Kota Bandar Lampung dalam menjalankan fungsi komplementer salah satunya yaitu dengan adanya program BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) yang berkembang di dalam masyarakat. BTM adalah mediator yang menjembatani masyarakat yang memiliki kelebihan likuiditas kepada mereka yang kekurangan likuiditas. Baitut Tamwil Muhammadiyah membuat program pinjaman tanpa bunga atau yang biasa disebut Qordhul
48
Hasan. Kalau Baitut Tamwil Muhammadiyah mendapatkan biaya Qordhul Hasan dari Zakat Infak Sodaqoh, untuk Baitul Tamwil Muhammadiyah berasal dari 5 % portofolio pembiayaan. Pemberdayaan dengan Qordhul Hasan ini berbasis ranting dan jamaah masjid, karena Muhammadiyah ingin juga berperan serta berbasis ranting dan masjid, sehingga masyarakat bisa langsung diberi kemudahan di bidang ekonomi yang sifatnya membantu dari segala aspek seperti aspek taraf hidup, aspek wirausaha, aspek kesehatan, serta aspek pendidikan. Berdasarkan pemaparan di atas pelaksanaan fungsi komplementer dari Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung, sudah berjalan secara efektif. Secara umum pelayanan sosial adalah perihal atau cara melayani atau usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang). Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu para anggota masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya.
Selanjutnya, Alfred J. Khan memberikan pengertian pelayanan sosial sebagai berikut: “Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa mempertimbangkan kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dasar dalam penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat serta kemampuan perorangan untuk pelaksanaan fungsifungsinya, untuk memperlancar kemampuan menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan serta lembaga-lembaga yang telah ada dan membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan dan keterlantaran” (Soetarso,1982).
49
Penggunaan kata mempertimbangkan kriteria pasar mengungkapkan bahwa masyarakat merasa wajib dan yakin akan pentingnya peningkatan kemampuan setiap warga negara untuk menjangkau dan menggunakan setiap bentuk pelayanan yang sudah menjadi haknya. Ketidakmampuan seseorang untuk membayar pelayanan karena penghasilannya tidak mencukupi (karena berdasarkan kriteria pasar) jangan menjadi hambatan untuk memperoleh pelayanan. Berarti di sini, pemberi pelayanan harus melayani tanpa mempertimbangkan si penerima pelayanan mampu membayar atau tidak. Pelayanan sosial pada hakekatnya dibuat untuk memberikan bantuan kepada individu dan masyarakat untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang semakin rumit itu. Y.B.Suparlan mengatakan bahwa, “Pelayanan adalah usaha untuk memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik materi maupun non materi agar orang lain dapat mengatasi masalahnya sendiri” (Suparlan, 1983). Pelaksanaan pelayanan sosial mencakup adanya perbuatan yang aktif antara pemberi dan penerima. Bahwa untuk mencapai sasaran sebaik mungkin maka pelaksanaan pelayanan sosial mempergunakan sumber-sumber tersedia sehingga benar-benar efisien dan tepat guna. Sehubungan dengan itu maka dalam konsepsi sosial service delivery, sasaran utama adalah si penerima bantuan (beneficiary group). Dilihat dari sasaran perubahan maka sasarannya adalah sumber daya manusia dan sumber-sumber natural. Pelayanan sosial tidak hanya mengganti atau berusaha memperbaiki keluarga dan bentuk-bentuk organisasi sosial, tetapi
50
juga merupakan penemuan sosial yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia modern dalam berbagai hubungan dan peranperannya sama halnya seperti inovasi teknologis yang berfungsi sebagai tanggapan terhadap persyaratan fisik dari kehidupan modern. (http://www.psychologymania.com/2012/11/pengertian-pelayanan-sosial. html )
Dengan pemaparan teori di atas, penulis menganalisisnya berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung, Bapak Thabroni M. Zuhri, S.Ag (Kamis, 15 November 2012 Pukul 10.00 WIB) mengatakan bahwa : “Banyak yang di lakukan Muhammadiyah terutama bidang dakwah , Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, tentu yang dominan peran Muhamadiyah itu dalam khususnya mempengaruhi kebijakan di pemerintahan dalam bidang dakwah, kita mengisi hal hal yang belum di perhatikan pemerintah, soalnya dakwahnya bagaimana memperbaiki akhlak, termasuk dalam dunia pendidikan juga, termasuk dalam bidang sosial, mempunyai panti asuhan. di pendidikan kita mempunyai sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi sekolah kita di Bandar Lampung ada 15 TK 14 mungkin dalam bidang itu kita yang dapat berikan pada masyarakat umum, dan yang sekolah di Muhammadiyah bukan hanya orang Muhammadiyah saja, banyak orang luar, bahkan di universitas ada yan non muslim, jadi kalau kita ambil contoh, kita punya panti asuhan yang di Bandar Lampung ada di sukarame. di bidang sosial kita membantu anak-anak yatim piatu fakir miskin yang kurang mampu biayanya kita bantu, bahkan sampai ada yang kita kuliahkan, tentunya ada donatur dari luar dari dinas sosial, yayasan Darmais dan orang-orang Muhammadiyah”.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut Pengurus Daerah Muhammadiyah telah melakukan pemberdayaan moral masyarakat melalui dakwah, kemudian adanya pendirian panti asuhan untuk merawat orang-orang tak mampu dan yang terlantar. Berdasarkan hal tersebut penulis menilai bahwa
51
fungsi dari komplementer atau pelengkap dari Pengurus Daerah Muhammadiyah telah berjalan secara efektif serta memberikan pengaruh yang cukup signifikan yang sifatnya meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat baik jasmani maupun rohani di Kota Bandar lampung. Menurut hasil wawancara dengan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah, Dr. Sudarman, M.A pada hari Sabtu, 15 Desember 2012 Pukul 15.00 yaitu : “ Muhammadiyah menjadi mitra pemerintah dalam hal pembangunan, dalam hal menciptakan kemakmuran, dan dalam hal menciptakan kesejahteraan masyarakat, contohnya mencerdaskan kehidupan bangsa, itu menjadi tugas pemerintah, sekarang ini sekolah-sekolah Muhammadiyah lebih banyak dibandingkan sekolah pemerintah, secara tunggal Universitas Muhammadiyah / Perguruan tinggi muhammadiyah lebih banyak dengan yang dimiliki oleh pemerintah. dalam bidang kesehatan kita punya rumah sakit, poliklinik, punya balai pengobatan, dan Lain-lain itu adalah contoh-contoh bahwa kita memiliki fungsi pelengkap dari pemerintah di antaranya adalah kita punya perguruan tinggi Sekolah Lanjut Tingat Atas, Sekolah Lanjut Tingat Pertama, Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak yang sudah banyak. kemudian di bidang kesehatan, Rumah sakit.di bidang sosial kita punya Panti Asuhan, kita punya panti pelayanan sosial, di Kota Bandar Lampung misalnya ada di Sukarame”. “...Ya, Muhammadiyah juga melakukan kontrol terhadap pemerintah dan masyarakat sehingga Muhammadiyah menjadi elemen penting Yang rill dalam menciptakan masyarakat sipil, jadi Muhammadiyah itu menciptakan civil society di indonesia karena Muhammadiyah ini mempunyai amalan usaha yang sangat banyak, usaha-usaha yang rill sehingga kontribusinya sangat jelas terhadap masyarakat sipil di indonesia.” Hal diatas juga didukung oleh Budi Santoso Budiman, S.P. yang mengatakan bahwa : “Kelebihannya Muhammadiyah lebih menonjol, kalau ormas yang lain banyak fokus ke aspek ibadah, Muhammadiyah selain fokus mengenai
52
aspek ibadah, akan tetapi disisi lain juga menyentuh ke soal-soal kemasyarakatan tidak di lalaikan, serta lebih condong ke pendidikan dan kesehatan, kelebihannya seperti itu. Kalau kekuranganya, saya kira sama seperti organisasi yang lain pasti ada kekuranganya, tetapi dalam hal ini saya tidak bisa menyebutkan kekurangan internal sebuah organisasi tergantung dari sudut mana kita menilai, karena apa yang kita anggap baik belum tentu baik buat orang lain”. “Di dalam pendidikan dan kesehatan juga membuat masyarakat kita menjadi berkualitas. Apabila pendidikannya tinggi, daya nalarnya akan bagus. badannya sehat otomatis jadi orang yang pintar. kritis adalah salah satu ciri masyarakat sipil yang kuat. kelompok yang terdidik dan kritis itu otomatis sehat”. (Jumat, 14 desember pukul 16.00) Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengurus Daerah Muhammadiyah telah melakukan pelayanan sosial yang memberikan dampak
positif
bagi
kemaslahatan
umat,
yaitu
dengan
melakukan
pemberdayaan dibidang pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang memiliki daya nalar yang bagus dan mempunyai sikip kritis dalam berfikir adalah salah satu indikator terciptanya masyarakat madani yang berkualitas. Tetapi tentu saja hal itu dapat tercipta apabila pendidikan dan kesehatannyapun mempunyai kualitas yang baik sehingga tujuan untuk terciptanya kemaslahatan umat dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dapat tercapai. Hal ini pun sejalan dengan tujuan dari gerakan sosial yang dilakukakan oleh Organisasi Muhammadiyah. Berdasarkan hal tersebut penulis menilai bahwa fungsi komplementer atau pelengkap dari Pengurus Daerah Muhammadiyah telah berjalan secara efektif demi untuk terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat Kota Bandar Lampung, baik itu jasmani maupun rohani. b. Fungsi Subtitusi / Subtitutor Kalangan civil society yang dalam penelitian ini adalah Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung, melakukan serangkaian aktivitas
53
yang belum atau tidak dilakukan negara dalam kaitannya sebagai institusi yang melayani kepentingan masyarakat luas. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung Bapak Drs.Hi.M. Baijuri Rasyid,M.Ag yang mengatakan bahwa : “...Kita (Muhammadiyah) mengadakan kunjungan - kunjungan kepada masyarakat, terutama sekali masyarakat-masyarakat Muhammadiyah di cabang-cabang, mengadakan pertemuan di tingkat cabang dalam menghadapi masalah kehidupan berbangsa dan beragama. Mendirikan suatu pengajian-pengajian sehingga taklim tersebut berjalan di cabangcabang”. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapati bahwa Pengurus Daerah Muhammadiyah telah melaksanakan fungsi Subtitusi / Subtitutor bagi kepentingan masyarakat di Kota Bandar Lampung terutama di bidang rohani dengan melakukan kunjungan dalam pemberdayaan masyarakat di cabangcabang Muhammadiyah guna untuk bersilahturakhim serta memantau perkembangan masyarakat di Muhammadiyah dalam menghadapi masalahmasalah yang menyangkut dengan sosial budaya sehingga dapat diselesaikan secara bersama-sama/musyawarah. Kemudian didirikannya pengajian-pengajian atau Majelis Taklim agar berjalan dengan rutin dan hikmad, sehingga dengan pemaparan tersebut penulis menilai bahwa salah satu fungsi subtitusi yang dilakukan oleh Pengurus Daerah Muhammadiyah telah terlaksana secara efektif yaitu dari segi pembinaan rohani bagi masyarakat muslim.
Hal di atas juga didukung oleh Wakil Rektor Muhammadiyah, Dr. Sudarman, M.A yang mengatakan bahwa :
54
“Saya kira sama dengan pertanyaan di atas bahwa sebagai mitra dari pemerintah tentu saja hal-hal yang tidak bisa di lakukan pemerintah Muhammadiyah mengambil Peran-peran itu. Peran-peran itu lebih ke kesehatan, pendidikan, kemudian pelayanan sosial, bahkan bila terjadi bencana alam itu kita lebih sigap. itu saya kira contoh-contoh fungsi pengganti dari pemerintah”. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapati bahwa Pengurus Daerah Muhammadiyah telah melaksanakan fungsi subtitusi bagi kepentingan masyarakat di Kota Bandar Lampung terutama di bidang kerohanian dan pelayanan sosial seperti bila terjadi bencana alam Muhammadiyah lebih sigap
dalam
menanganinya.
Hal
tersebut
merupakan
kegiatan
Muhammadiyah yang lebih menonjolkan fungsi pengganti dari pemerintah.
c. Fungsi Kekuatan Tandingan Sebagai kekuatan tandingan negara atau counterbalancing the state atau counterveiling forces. Kalangan civil society yang dalam penelitian ini adalah Pengurus Muhammadiyah adalah melakukan advokasi, pendampingan, ligitasi, bahkan praktik-praktik oposisi untuk mengimbangi kekuatan hegemonik negara atau paling tidak menjadi wacana alternatif di luar aparatur birokrasi negara. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung, Bapak Drs.H.M.Baijuri Rasyid, M.Ag yang menjelaskan bahwa : “...Adanya pertemuan tokoh agama yang dilaksanakan oleh pemerintah, kita (Muhammadiyah) mengajukan sumbang saran atau memberikan masukan-masukan dalam rangka untuk meluruskan
55
sekaligus untuk memperbaiki sikap Pemda terhadap umat beragama. Inilah bentuk kontrol kerja kita (Muhamadiyah) terhadap pemerintah.” “...Contoh nyatanya dalam bentuk pertemuan-pertemuan tersebut, jika dalam bentuk surat atau tim tidak dapat terwujud, tetapi dalam bentuk pertemuan-pertemuan terhadap Pemda kita ajukan masukan-masukan atau saran – saran sebagai kontrol kerja kita terhadap pemerintah.” “...Muhammadiyah tidak masuk dalam link mereka (pemerintah). Sebab mereka katakanlah di back up oleh kelompok-kelompok lain. Contoh dalam Forum Kerukunan Umat Beragama unsur-unsur Muhammadiyah kota tidak ada, sehingga Muhammadiyah tidak dapat memberikan apa yang merasa perlu kita berikan sumbangan terhadap pemerintah daerah.” “...Muhammadiyah dalam melaksanakan semua program tersebut, terus terang saja Muhammadiyah kurang begitu dekat dengan pemerintah daerah begitupun sebaliknya pemerintah juga kurang melibatkan muhammadiyah secara mendetail...”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis dapat menyatakan bahwa bila dianalisis dengan menggunakan teori relasi masyarakat dengan negara, Pengurus
Daerah
Muhammadiyah
Kota
Bandar
Lampung
dalam
menjalankan fungsi counter-balancing nya dengan memberikan sumbang saran dalam rangka untuk meluruskan sekaligus untuk memperbaiki sikap Pemda terhadap umat beragama. Sumbang saran tersebut diberikan ketika diadakannya pertemuan-pertemuan tokoh agama yang dilakukan oleh pemerintah.
Hal
tersebut
merupakan
bentuk
kontrol
kerja
kita
Muhammadiyah terhadap pemerintah. serta dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi kekuatan tandingan/kontrol kerja terhadap pemerintah Kota Bandar Lampung belum terbuka luas dengan organisasi-organisasi yang ada di Kota Bandar Lampung, terutama Organisasi Muhammadiyah Kota
56
Bandar Lampung atau dengan kata lain, Pemerintah kurang Melibatkan Muhammadiyah.
Menurut hasil wawancara dengan Budi Santoso Budiman, S.P., pada hari Jumat, 14 Desember pukul 16.00 yaitu : “...Muhammadiyah ini harus menjadi Mitra, bisa menjadi Kontrol atau bisa menjadi Balance/penyeimbang, misalnya kalau tidak baik bisa di kritisi”. Berdasarkan wawancara di atas, penulis mencatat bahwa peran organisasi Muhammadiyah adalah sebagai counter-balancing yang menjadi mitra pemerintah, yang tujuannya adalah mendorong hal-hal yang positif untuk dilaksanakan, demi kemaslahatan bersama.
Lebih lanjut Budi Santoso Budiman, S.P. mengatakan bahwa : “Kota ini fungsi kontrolnya harus diperkuat dan kontrol itu bisa di bicarakan kepada pihak yang berkepentingan seperti walikota bisa juga kontrol itu dipublikasikan ke media, yang ini sepertinya harus di perkuat, yang di tingkat provinsi sudah berjalan, yang di tingkat kota masih perlu di tingkatkan lagi fungsi kontrolnya terhadap pemerintah kota. coba anda cek, ada tidak pengurus kota mengkritisi kebijakan Herman H.N sebagai walikota rielnya belum ada, kalaupun ada mungkin tidak terekpose media di masyarakat”. “Pemerintah sudah melibatkan, tetapi belum optimal. terkadang pemerintah itu melibatkan masyarakat maupun Organisasi masyarakat, akan tetapi itu hanya formalitas saja. seperti melakukan partisipasi, tetapi partisipasi itu di jalankan secara umum oleh masyarakat, apalagi kebijakannya menyangkut penentuan yang bersifat strategis pendanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) misalnya, susah untuk keterlibatannya bisa benar-benar terbuka, jarang belum siap pemerintah”. (Jumat, 14 Desember pukul 16.00)
57
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, bila dianalisis dengan menggunakan teori relasi masyarakat dengan negara, Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung telah menjalankan fungsi kekuatan tandingan/ kontrol kerja terhadap pemerintah Kota Bandar Lampung. Kontrol kerja diperlukan untuk memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah yang harus pro rakyat, sikap kritis memang perlu dilakukan untuk meluruskan atau memperbaiki kinerja pemerintah yang khususnya berhubungan dengan keagamaan pada khususnya dan masalah - masalah sosial yang lain yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Menurut hasil wawancara dengan M. Solihin, S.Pd.I (Anggota kader PDM Kota Bandar Lampung) menyatakan : “Biasanya kalau ada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota itu Muhammadiyah mengkritisi kemudian diadakan pleno dan rapat-rapat itu di sampaikan secara arif kepada pemerintah kota, dan itu rutin di lakukan. apa yang menjadi fokus perhatian kita di dalam pengembangan pemerintah kota, jadi diminta atau tidak diminta Pimpinan Organisasi Muhammadiyah daerah kota Bandar lampung memberikan saran masukan kepada pemerintah kota untuk perbaikan Pemerintah Kota Bandar Lampung”.(Kamis, 13 Desember pukul 15.00)
Dari hasil wawancara di atas, penulis mencatat bahwa Muhammadiyah telah menjalankan perannya sebagai counter-balancing dengan menyampaikan aspirasinya melalui pleno yang disampaikan secara arif kepada pemerintah kota dan itu rutin dilakukan, dan menjadi fokus perhatian Muhammadiyah di dalam pengembangan pemerintah kota Bandar Lampung.
58
Matriks Tabel 1 Fungsi Muhammadiyah Sebagai Organisasi Masyarakat Sipil No
Fungsi
1
Komplementer
Organisasi Muhammadiyah Melakukan Pelayanan Publik di bidang Pendidikan dengan Mendirikan Sekolah. Melakukan Pelayanan Publik di bidang Sosial dengan Mendirikan P anti Asuhan. Melakukan Bidang
Pelayanan
ekonomi
Publik
contoh
di
nyatanya
adanya majelis ekonomi Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) (Koperasi Simpan Pinjam Syariah) yang Syariah
bekerjasama Mandiri
dengan (BSM)
Bank dalam
Pengelolaan Keuangan. 2
Subtitusi
Mendirikan Pengajian-Pengajian Melakukan Gerakan Dakwah
3
Kekuatan
Adanya Pertemuan tokoh agama yang
Tandingan
dilaksanakan
pemerintah,
Muhammadiyah mengajukan sumbang saran dalam rangka untuk meluruskan atau memperbaiki sikap Pemerintah Daerah
terhadap
Umat
Beragama
kaitann ya untuk kepentingan masyarakat. Melakukan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar untuk memperbaiki Ahlak. Dalam bidang kesehatan mendampingi masyarakat dalam hal wabah flu burung,
59
Muhammadiyah mendapat kepercayaan untuk memberdayakan warga agar hidup sehat atau hidup bersih karena kebersihan sebagian dari iman.
60
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa Muhammadiyah telah menjalankan peran dan posisinya di Kota Bandar Lampung. Simpulan tersebut diperoleh dari hasil analisis data serta ketepatan sasaran dalam pelaksanaan kegiatan. Hasil dari analisis yang penulis lakukan berdasarkan data yang penulis temui dilapangan, dari fungsi komplementer di mana organisasi Muhammadiyah mempunyai aktivitas memajukan kesejahteraan untuk melengkapi peran negara sebagai pelayan publik (public service) contoh nyatanya adalah melakukan pelayanan publik di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah, di bidang sosial dengan mendi rikan p anti asuhan dan melakukan pelayanan publik di bidang ekonomi yaitu adanya majelis ekonomi Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) atau (Koperasi Simpan Pinjam Syariah) yang bekerjasama dengan Bank Syariah Mandiri (BSM) dalam pengelolaan keuangan.
Sementara
itu,
pada
fungsi
Subtitusi
/
Subtitutor
dimana
organisasi
Muhammadiyah melakukan serangkaian aktivitas yang belum atau tidak dilakukan negara dalam kaitannya sebagai institusi yang melayani kepentingan masyarakat luas. Contoh nyatanya adalah dengan mendirikan Pengajian-Pengajian dan melakukan gerakan dakwah.
61
Fungsi kekuatan tandingan pada organisasi Muhammadiyah juga telah tersusun dan terprogram dengan adanya pertemuan tokoh agama yang dilaksanakan pemerintah, Muhammadiyah mengajukan sumbang saran dalam rangka untuk meluruskan atau memperbaiki sikap Pemerintah Daerah terhadap umat beragama kaitann ya
untuk
kepentingan
Muhammadiyah m e l a k u k a n
Amar
masyarakat. Selain itu organisasi Ma‟ruf
Nahi
Mungkar untuk
memperbaiki Ahlak. Sementara itu, dalam bidang kesehatan mendampingi masyarakat dalam hal wabah flu burung. Muhammadiyah mendapat kepercayaan untuk memberdayakan warga agar hidup sehat atau hidup bersih karena kebersihan sebagian dari iman.
Di dalam pencapaian tujuannya, organisasi Muhammadiyah masih mengalami kendala yaitu sistem yang mengatur tentang mekanisme (AD/ART) kurang mendukung terlaksananya peran dan fungsi tersebut. Pemerintah kota Bandar Lampung kurang melibatkan Muhammadiyah, sehingga kurang nyambungnya visi misi dilapangan. Padahal, organisasi Muhammadiyah pada setiap pertemuan tokoh agama yang dilakukan pemerintah selalu menyampaikan sumbang saran atau memberikan masukan-masukan dalam rangka untuk meluruskan sekaligus untuk memperbaiki sikap Pemda terhadap umat beragama sebagai kontrol kerja Muhammadiyah terhadap pemerintah. Akan tetapi terlepas dari kendala yang dihadapi, organisasi Muhammadiyah telah memberikan kontribusi dalam membangun SDM yang berkualitas untuk kemaslahatan umat. Hal itu terlihat dengan telah terlaksananya 3 fungsi Civil Society kaitannya dengan relasi masyarakat dengan negara yang telah dijabarkan oleh penulis di atas.
62
B. Saran Berdasarkan atas kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan kepada pengurus organisasi Muhammadiyah Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan posisi dan peran terutama dari fungsi komplementer, Subtitusi / Subtitutor dan kekuatan tandingan didalam masyarakat sipil Kota Bandar Lampung untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Melakukan rapat pimpinan Organisasi Muhammadiyah setiap tahun, minimal merumuskan program kerja (tahunan dan semesteran) yang akan dilakukan berdasarkan
program
kerja
empat
tahunan
dengan
memperhatikan
perkembangan dan kondisi baik perkembangan sosial maupun politik masyarakat Kota Bandar Lampung. 2. Melakukan kajian atau mencari peluang untuk menerapkan visi dan misi organisasi Muhammadiyah. Agar usul sumbang saran yang digunakan diforum pertemuan dengan pemerintah Kota Bandar Lampung bisa diterima dan diterapkan dimasyarakat Kota Bandar Lampung dengan memformulasikan program kerja yang terarah dan terukur, serta menyentuh seluruh masyarakat Kota Bandar Lampung mulai dari kegiatan, tujuan, sasaran, waktu pelaksanaan, serta anggaran yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut. 3. Menciptakan
pengkaderan
yang
telah
ditetapkan
organisasi
dengan
menghasilkan kader-kader yang memiliki kemampuan managerial organisasi yang tinggi. 4. Menerapkan regulasi organisasi yang bisa mendukung kemampuan dan eksistensi pengurus terhadap organisasi.
63