BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi, perkembangan peralatan yang digunakan
manusia semakin meningkat. Baik peralatan tersebut berupa sarana informasi, komunikasi, produksi, transportasi maupun hiburan. Sebagian besar peralatan tersebut menghasilkan suara-suara yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kebisingan. Salah
satu
cara
untuk
mencegah
perambatan/radiasi
kebisingan
pada
komponen/struktur mesin, ruangan/bangunan serta dalam konteks K3 kebisingan industri ialah dengan penggunaan material akustik yaitu material yang bersifat menyerap atau meredam suara sehingga bising yang terjadi dapat direduksi. Di samping itu material peredam suara juga dibutuhkan untuk menciptakan bangunan atau gedung menjadi nyaman bagi penggunanya. Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap. Sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh material. (Koizumi, 2002) telah mengembangkan material peredam suara dari serat batang bambu memiliki kualitas yang dapat mencapai sebagus glasswool. Begitu juga halnya dengan penggunaan jerami untuk dinding dan plafon yang bisa meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
penyerapan bunyi hingga 0.9 (Mediastika, 2007). Jika ditinjau lebih mendalam benda-benda di sekeliling kita yang tampak kurang berguna, ada kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai peredam suara. Material yang bersifat lembut, berpori dan berserat diyakini mampu menyerap energi suara yang mengenainya. Dari ketiga sifat material tersebut, material berporilah yang sering digunakan. Hal ini karena bahan berpori retatif lebih murah dan ringan dibanding jenis peredam lain (Lee, 2003). Material yang telah lama digunakan pada peredam suara jenis ini adalah glasswool dan rockwool. Namun karena harganya yang mahal, berbagai bahan pengganti material tersebut mulai dibuat. Diantaranya adalah berbagai macam gabus maupun bahan berkomposisi serat. Batang kelapa sawit memiliki sifat lembut, struktur yang berpori dan berserat. Berdasarkan pemahaman inilah maka ada kemungkinan batang kelapa sawit dapat dijadikan material akustik yang bisa menyerap energi suara sehingga batang kelapa sawit ini dapat lebih berguna. Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang mana batangnya memiliki sifat fisik yang berbeda dari kulit, tengah hingga inti. Kekuatan, kerapatan, serta jumlah seratnya makin menurun dari mulai bagian kulit (peripheral) hingga intinya (Prayetno, 1994). Di Benua Asia khususnya negara-negara Asia Tenggara mengembangkan lahan perkebunan kelapa sawit.
sedang
Laju perkembangan tanaman
kelapa sawit di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Dari data dilapangan menunjukkan bahwa luas areal lahan tanaman
Universitas Sumatera Utara
kelapa sawit Indonesia tahun 1997 mencapai 1.592.000 hektare dengan jumlah produksi 5.448.000 ton, dan sepuluh tahun kemudian pada tahun 2007 mencapai 6.513.000 hektare dengan jumlah produksi 17.300.000 ton atau meningkat 7,5%. Pada tahun tahun 2009 akan diprediksikan luas lahan bisa mencapai 7.125.331 hektare. Secara keseluruhan bahwa pertumbuhan areal perkebunan rakyat mencapai 45,1% pertahun, sementara areal perkebunan negara tumbuh 6,8% per tahun dan areal perkebunan perusahaan swasta tumbuh 12,8% per tahun (Fauzi,2008). Mengacu dari studi awal yang dilakukan oleh Munir, 2004 dengan metode simulasi menyatakan bahwa koefisien serap (absorbsi) bunyi untuk inti batang kelapa sawit dapat mencapai 51% hingga 77% pada frekuensi 125 - 500 Hz, dan ini menunjukkan bahwa inti batang sawit memiliki koefisien serap yang baik digunakan sebagai bahan alternatif. Menyadari hal tersebut diatas bahwa penelitian ini bertujuan menyelidiki dan mendapatkan koefisien serap secara eksperimental dengan cara menvariasikan komposisi dan ketebalannya. Hasil dari kegiatan penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kebisingan dengan cara melapisi pada ruang mesin (housing) , knalpot kendaraan bermotor, ruang studio musik, ruang ibadah, dan sekolah maupun plafon bangunan gedung.
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Peta Jalan Penelitian Skematik kegiatan penelitian ini telah dimulai pada tahun 2004 dan
direncanakan selesai pada tahun 2011 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Skematik peta jalan penelitian
1.3.
Perumusan Masalah Perkebunan kelapa sawit di Indonesia menghasilkan limbah padat kayu kelapa
sawit (KKS) yang cukup banyak sementara pemanfaatannya masih terbatas secara ekonomis karena kualitasnya yang rendah dan mudah rusak. Tanaman kelapa sawit yang tidak produktif biasanya ditebang kemudian dibiarkan melapuk atau dibakar. Jika limbah batang kelapa sawit
dibiarkan melapuk dengan sendirinya, akan
Universitas Sumatera Utara
memerlukan jangka waktu yang sangat lama sehingga akan menjadi permasalahan penanaman pada peremajaan berikutnya. Dan jika tindakan pembakaran dilakukan maka akan menimbulkan pencemaran udara yang ikut memicu terjadinya pemanasan global. Pada Gambar 1.2 menunjukkan salah satu contoh sekitar 2000 tanaman batang kelapa sawit yang berumur 25 tahun dan tidak produktif lagi milik perusahaan negara yaitu PTP II di Tanjung Merahe Kabupaten Langkat dan belum dapat dimanfaatkan.
Gambar 1.2 Tanaman kelapa sawit di Tanjung Merahe yang tidak produktif Masih tingginya biaya untuk pengadaan sebuah material akustik dan sulitnya untuk mendapatkannya menjadi halangan bagi designer untuk dipergunakan secara meluas. Adapun sifat batang kelapa sawit adalah lembut, struktur yang berpori dan
Universitas Sumatera Utara
berserat, sehingga dari sifat inilah batang kelapa sawit dapat diidentifikasikan menjadi material akustik alternatif.
1.4.
Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan properties akustik material komposit polimer yang terbuat dari serat batang kelapa sawit dengan variabel komposisi dan ketebalan.
1.4.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penyelidikan ini adalah: 1. Mendapatkan koefisien serap (absorbsi) bunyi material komposit polimer terbuat dari serat batang kelapa sawit (Elaeis Guineensis) yang tertinggi dan yang terendah pada frekuensi akustik. 2. Mendapatkan koefisien serap (absorbsi) bunyi material komposit polimer terbuat dari serat batang kelapa sawit (Elaeis Guineensis) berdasarkan komposisi dan ketebalan yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
1.5.
Manfaat Manfaat yang akan diperoleh dari penyelidikan ini adalah:
1. Dapat dijadikan material penyerap bunyi alternatif
yang murah untuk
menggantikan material jenis sintetis yang selama ini telah banyak digunakan secara meluas. 2. Menjadi solusi masalah limbah perkebunan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan dan peremajaan kelapa sawit. 3. Mengeliminir terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu problema dunia yang diakibatkan dari pembakaran limbah batang kelapa sawit dengan memberikan nilai tambah. 4. Dapat digunakan sebagai pengembangan pengetahuan bagi penelitian berikutnya khususnya di bidang akustikal material.
Universitas Sumatera Utara