1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi balita merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September 2008, menyatakan status gizi balita yang buruk merupakan penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di dunia. UNICEF juga memberitakan tentang terdapatnya kemunduran signifikan dalam kematian anak secara global di tahun 2007, tetapi tetap terdapat rentang yang sangat jauh antara negara-negara kaya dan miskin, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara (Galih, 2010). World Food Programme (WFP) memperkirakan 13 juta anak di Indonesia menderita status gizi buruk. Ada beberapa wilayah di Indonesia, yang sekitar 50% bayi dan anak-anak mempunyai berat badan rendah. Survei yang dipublikasi oleh Church World Service (CWS), pada suatu studi kasus di 4 daerah wilayah Timor Barat (Kupang, Timur Tengah Selatan (TTS), Timur Tengah Utara (TTU), dan Belu) menunjukkan sekitar 50% dari bayi dan anak-anak adalah underweight sedang dan/atau underweight berat. Berbeda dengan keadaan di wilayah timor Indonesia, wilayah barat terutama pulau jawa yang memang memiliki perbedaan dari segi pendidikan, budaya, ekonomi dan lingkungan berhasil memperbaiki kondisi status gizi balita yang buruk setiap tahunnya, namun permasalahan tidak selesai karena perubahan yang terjadi tanpa pengawasan menyebabkan perubahan status gizi dari yang awalnya gizi buruk menjadi gizi berlebih (Galih, 2010).
1
2
Depkes RI tahun 2010 menyebutkan jika terdapat empat provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo yang selalu menyumbangkan angka kejadian gizi buruk maupun berlebih tertinggi di Indonesia. (Depkes RI, 2014)
Gambar 1.1 Perkembangan Jumlah Kasus Gizi Kurang Dan Lebih di 4 Provinsi (Depkes RI, 2014) Menurut RISKESDAS (2007), Masalah status gizi lebih dialami oleh bayi berusia antara 0-5 bulan dengan angka kejadian tertinggi di daerah dengan ekonomi menengah keatas. Pemerintah sendiri sudah banyak berusaha untuk menurunkan angka kejadian tersebut, namun demikian masih banyak angka kejadian status gizi salah terjadi pada suatu kelompok yang rentan mengalami kesalahan menerapkan pola status gizi yang sesuai (Soetjiningsih, 2001). Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah ataupun antar kelompok masyarakat, bahkan akar masalahnya dapat berbeda antar kelompok usia. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan gizi dan rawan
3
penyakit. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang paling menderita akibat kurang gizi, dan jumlahnya dalam populasi besar (Sihadi, 2009). Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting bagi kesehatan balita. Tinggi rendahnya pendidikan ibu berkaitan erat dengan pengetahuan ibu tentang kesehatan higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca kehamilan serta kesehatan dan status gizi anak-anak dan keluarganya (Kristiyanto, 2006). Faktor pendidikan ibu sangat penting kaitannya dengan status gizi balita, hal ini berhubungan langsung dengan pola hidup sehat dan pentingnya zat gizi bagi kesehatan balita (Kusumaningrum, 2003). Gresik yang merupakan kota industri terbesar kedua di Jawa Timur mengalami peningkatan angka kejadian malnutrisi dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah laju pertambahan penduduk kabupaten Gresik cenderung meningkat. Peningkatan ini dipengaruhi oleh Urbanisasi terkait Gresik sebagai buffer zone industry dari Surabaya. Secara umum laju pertumbuhan memengaruhi jumlah lowongan kerja, resiko kesehatan, dan pergeseran budaya (DINKES Gresik, 2013). Tabel 1.1 Data jumlah kelahiran, BBLR dan Malnutrisi Kabupaten Gresik
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, 2013
4
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan gizi perlu diberikan kepada semua lapisan masyarakat terutama ibu agar bisa membesarkan anakanaknya sehingga menjadi anak yang sehat dan cerdas. Dengan demikian perlu dilakukan pendidikan gizi bagi ibu balita dan kader posyandu untuk meningkatkan pengetahuan, sikap serta status gizi balita. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi di wilayah Puskesmas Sukomulyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. 1.2 Rumusan Masalah Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi pada balita di wilayah Puskesmas Sukomulyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik? 1.3 Tujuan Penelitian . 1.3.1
Tujuan Umum Mengetahui adakah hubungan antara tingkat pendidian ibu dengan
status gizi pada balita di wilayah Puskesmas Sukomulyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. 1.3.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui status gizi balita di wilayah Puskesmas Sukomulyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. 2. Mengetahui distribusi status gizi balita di wilayah Puskesmas Sukomulyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. 3. Mengetahui tingkat Pendidikan ibu di wilayah Puskesmas Sukomulyo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
5
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Akademis 1. Memberi masukan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut 2. Memberi masukan untuk pemahaman konsep status gizi balita. 3. Memberi pengetahuan pengaruh tingkat pendidikan ibu pada balita 1.4.2 Klinis 1. Hasil Penelitian dapat digunakan
sebagai program usaha
menurunkan angka kejadian status gizi buruk dan berlebih pada balita 2. Sebagai bukti ilmiah tentang adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi pada balita. 3. Hasil dari penelitian bisa dijadikan bahan penyuluhan tentang hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi pada balita 1.4.3 Masyarakat Hasil dari penelitian bisa dijadikan pengetahuan serta wawasan dimasyarakat agar bisa meminimalisir faktor resiko terjadinya status gizi yang salah pada balita.