BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole, sapi peranakan ongole (PO), dan sapi madura, adalah yang tertinggi. Di Indonesia populasinya mencapai sekitar 33,73% dari total sapi lokal tahun 2007 yaitu 12,6 juta ekor, dengan potensi yang besar mengingat daya adaptasi dan reproduksi yang tinggi serta kualitas daging yang cukup baik (Dirjennak, 2008). Sapi bali juga dapat menghasilkan daging dengan karkas yang cukup tinggi mencapai 46-50%, yang nantinya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan swasembada daging di Indonesia (Bandini, 2004). Sapi bali juga rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri dan parasit (Bandini, 2004). Arifin dan Soedarmono (1982) menyatakan bahwa salah satu penyakit ternak yang cukup merugikan adalah penyakit yang diakibatkan oleh parasit cacing. Penyakit yang disebabkan oleh parasit berbeda dengan yang disebabkan oleh virus dan bakteri, karena kerugian ekonomis yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat diketahui dengan mudah melalui kematian ternak. Penyakit parasit cacing kerugian utamanya adalah kekurusan, terlambatnya pertumbuhan, turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit lain dan gangguan metabolisme.
1
2
Prevalensi infeksi cacing trematoda pada sapi bali cukup tinggi. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh trematoda hati adalah Fasciolosis. Penyebab yang paling banyak pada hewan ternak terutama sapi di Indonesia adalah Fasciola spp. Infeksi cacing Fasciola spppada umumnya disebabkan karena sapi memakan rumput yang tercemar serkaria/metaserkaria serta manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Perkembangan dan kemampuan hidup serkaria/metaserkaria tergantung dari adanya siput Lymnea rubiginosa sebagai hospes intermedier serta air sebagai habitat siput (Bowman, 2003; Levine, 1990; Soulsby, 1982). Manajemen pemeliharaan sapi bali di Bali sampai saat ini sebagian besar masih bersifat tradisional dan sederhana. Pada umumnya sapi dikandangkan dan digembalakan secara liar. Pakan yang diberikan berupa hijauan yang diambil dari ladang atau lingkungan sekitar pengembalaan. Sebagian besar para peternak tidak memberikan pengobatan secara rutin terutama obat cacing, karena kurangnya pengetahuan tentang pentingnya kesehatan ternak terutama tentang infeksi cacing Fasciola spp. Sementara tingkat kejadiannya masih cukup banyak kita dapat amati. Oleh karena itu penelitian ini dibuat untuk mengetahui gambaran klinis sapi bali yang terinfeksi cacing Fasciola spp. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : bagaimana gambaran klinis pada sapi bali yang terinfeksicacing Fasciola spp?
3
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah dilakukan untuk mengetahui gambaran klinis sapi bali yang terinfeksicacing Fasciola spp di Provinsi Bali. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaranklinis infeksi cacing Fasciola spp, sehingga dapat dipakai sebagai acuan untuk pengobatan dan pengendaliannya secara efektif agar dapat meningkatkan kesehatan hewan dan produktivitas sapi bali. 1.5 Kerangka Konsep Di Indonesia sapi bali sangat diminati oleh peternak rakyat yang umumnya berskala usaha kecil, karena memiliki keunggulan, diantaranya tingkat fertilitas tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efisien, dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi (Purwanti dan Harry, 2006). Namun sebagian besar para peternak belum memperhatikan cara pemeliharaan yang baik dan masalah pentingnya kesehatan ternak. Kejadian penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing cukup tinggi di Indonesia, karena kondisi lingkungan di Indonesia sangat mendukung, kelembaban yang tinggi dan suhu yang hangat menjadikan parasit cacing mudah berkembang biak (Sasmita, 1994).Pada umumnya parasit merugikan kesehatan hewan maupun manusia, dari sudut pandang ekonomi kerugian terjadi akibat rusaknya organ karena infeksi parasit. Kerugian ekonomi akibat cacing berupa perkembangan tubuh ternak terhambat, pada sapi dewasa pertumbuhan berat badan maksimal tidak tercapai, organ tubuh rusak, dan kualitas karkas jelek
4
sertamenurunnya fertilitas dan menjadi faktor predisposisi penyakit metabolik. Hal ini disebabkan oleh menurunnya nafsu makan, perubahan distribusi air, elektrolit dan protein darah (Anderson dan Waller, 1983). Penyakit parasitik biasanya tidak mengakibatkan kematian hewan ternak, namun menyebabkan kerugian berupa penurunan kondisi badan dan kemampuan produktivitas hewan. Diantara penyakit parasit yang sangat merugikan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing hati Fasciola spp, yang dikenal dengan nama distomatosis, fascioliasis atau fasciolosis (Muchlis, 1985). Fasciolosis adalah penyakit yang disebabkan cacing dari genus Fasciola spp. Cacing Fasciola sppberbentuk seperti daun, berwarna coklat muda dan agak transparan. Predileksi cacing Fasciola sppyang muda dihati dan cacing dewasa pada saluran empedu (Levine, 1990; Soulsby, 1982;Dunn, 1978). Infeksi cacing Fasciola spp dapat mengakibatkan kekurusan, bulu kusam, obstruksi saluran empedu, dan anemia. Kejadian anemia ditimbulkan karena cacing dewasa menghisap darah serta hilangnya persediaan zat besi. Obstruksi empedu menyebabkan kurangnya produksi empedu yang nantinya menyebabkan metabolisme lemak terganggu dan juga mendorong terjadinya diare (Subronto; 2007; Soulsby, 1982).Pemeriksaan feses harus dilakukan untuk memperkuat diagnosa dari gambaran klinis yang timbul akibat infeksi cacing Fasciola spp yang ada.
5
Sistem Pemeliharaan
Hospes Intermedier
Saluran Pencernaan Saluran Pencernaan
Pemeriksaan Feses
Pengamatan Gambaran Klinis Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep
Cuaca dan Lingkungan