B A B II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku . Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku manusia adalah pengetahuan, sikap, tindakan/kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Selanjutnya, Skinner (dalam Notoatmodjo, 2003), merumuskan perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Teori ini disebut Stimulus Organisme Respons (SOR). Perilaku manusia terbentuk berdasarkan interaksinya dengan lingkungan-nya. Sesungguhnya ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri manusia yaitu pengetahuan,
persepsi,
emosi,
kecerdasan,
dan
lain-lain
yang
mengolah
rangsangan/stimulus dari luar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia antara lain linkungan manusia baik fisik maupun nonfisik seperti cuaca, manusia lainnya, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. 2.1.2. Determinan Perilaku Secara umum, walaupun lingkungan mempengaruhi perilaku manusia namun respons yang ditimbulkan belum tentu sama untuk setiap manusia. Kekuatan pengaruh lingkungan luar sangat tergantung pada karakteristik dan kekuatan faktor lain dari dalam diri setiap manusia. Faktor yang membedakan respons terhadap
7
8
rangsangan/stimulus yang berbeda-beda ini disebut dengan istilah determinan perilaku. (Notoatmodjo, 2007). Secara umum determinan perilaku manusia dibedakan ke dalam dua determinan yaitu determinan internal dan eksternal. Determinan internal adalah karakteristik yang sudah dimilikinya sejak lahir (bawaan) dengan istilah sudah “given” seperti misalnya jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional dan sebagainya. Determinan eksternal adalah lingkungan fisik dan nonfisik yang berada di luar diri manusia yaitu sosial, ekonomi, budaya, politik dan iklim/cuaca. Determinan eksternal merupakan faktor yang cukup signifikan dalam mempengaruhi perilaku manusia. Bloom yang dikutip oleh Notoatmojo (2003) membagi perilaku manusia ke dalam tiga tingkatan yaitu : Pengetahuan (knowledge), Sikap (attitude) dan Tindakan (practice). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek tertentu melalui indera yang dimilikinya. Sikap (attitude) adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi, sedangkan Tindakan (practice) merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki manusia. Perilaku manusia pertama sekali terbentuk melalui pengetahuan kognitif melalui proses membaca ataupun melihat dan mendengar sehingga
menimbulkan
pengetahuan baru baginya yang selanjutnya menimbulkan respons batin yaitu membentuk sikap baru terhadap respons tersebut. Sikap baru ini akan membentuk tindakan yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap respons tersebut apakah
9
menerima, menolak atau diam. Ada dua jenis teori determinan perilaku yang ditawarkan para ahli yaitu dikenal dengan Teori Lawrence Green, dan Teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock. 1. Teori Lawrence Green. Menurut Lawrence Green dan M. Kreuter (2005), faktor-faktor penentu perubahan perilaku manusia adalah : a. Faktor Predisposisi (Predisposing factor) adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi timbulnya perubahan perilaku manusia antara lain pengetahuan manusia, sikap, kepercayaan, tindakan, norma dan tradisi yang ada dalam kehidupan manusia. b. Faktor Pendukung (Enabling factor) yaitu faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan manusia yaitu faktor tersedianya sarana dan prasarana kesehatan serta kemudahan untuk memperolehnya. c. Faktor Penguat (Reinforcing factor) adalah faktor yang memperkuat terjadinya suatu tindakan dalam bentuk perilaku yang mendorong perubahan perilaku manusia seperti perilaku petugas kesehatan, kepala desa/lurah/nagori, tokoh masyarakat dan adanya peraturan perundang-undangan yang mengikat perubahan perilaku manusia. 2. Teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock. Menurut teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock, manusia akan melakukan suatu tindakan apabila ia merasa akan terjadi suatu hal yang akan mengancam dirinya jika tidak melakukan suatu tindakan tertentu (Sarwono, 2004). Dengan perkataan
10
lain, perubahan perilaku manusia akan terjadi jika dia mengetahui dampak yang serius apabila tidak melakukan suatu tindakan. Ada lima unsur utama dalam Teori Model Kepercayaan Kesehatan Rosenstock yaitu : a. Persepsi manusia tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived susceptibility). Manusia yang merasa akan dapat terkena penyakit tertentu akan lebih cepat merasa terancam. b. Pandangan
manusia
tentang
beratnya
penyakit
tersebut
(perceived
seriousness), yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu. c. Pandangan manusia terhadap besarnya ancaman suatu penyakit yang dapat menyerangnya (perceived threats). Ancaman ini mendorong manusia untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit. d. Pandangan manusia tentang besarnya manfaat dan besarnya hambatan dari suatu alternaltif yang diajukan oleh petugas kesehatan (perceived benefits and barriers). Unsur ini diambil manusia untuk mengurangi rasa terancam terhadap suatu penyakit. e. Faktor pencetus (cues to action) yang dapat timbul dari dalam individu (munculnya gejala-gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye kesehatan, seorang teman atau anggota keluarga terkena oleh penyakit yang sama). Kwick (dalam Notoatmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk
11
mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Dengan demikian, yang dimaksud dengan perilaku masyarakat dalam hal ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap sesuatu hal.
2.1.3. Perilaku Kesehatan Masyarakat yang sehat adalah produk dari perilaku sehat. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, lingkungan dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan masyarakat secara lebih terperinci meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun secara aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik modern maupun tradisional. 3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan sehubungan dengan kebutuhan tubuh.
12
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior). Menurut Blum (dalam Nasrul, 1998) bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor utama yaitu genetik (ketutunan), pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat dan lingkungan (fisik,biologis, sosial budaya),. a. Faktor Genetik Faktor genetik paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan perorangan atau masyarakat dibandingkan dengan faktor yang lain. Pengaruhnya pada status kesehatan perorangan terjadi secara evolutif dan paling sukar dideteksi. Untuk itu perlu dilakukan konseling genetik. Untuk kepentingan kesehatan masyarakat atau keluarga, faktor genetik perlu mendapat perhatian dibidang pencegahan penyakit. Misalnya seorang anak yang lahir dari orangtua penderita diabetas melitus (DM) akan mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir dari orang tua bukan penderita DM. Untuk upaya pencegahan, anak yang lahir dari penderita DM harus diberi tahu dan selalu mewaspadai faktor genetik yang diwariskan orangtuanya. Oleh karenanya, ia harus mengatur dietnya, olah raga yang teratur dan upaya pencegahan lainnya sehingga tidak ada peluang faktor genetiknya berkembang menjadi faktor resiko terkena penyakit pada dirinya. Dengan perkataan lain, semakin besar penduduk yang memiliki resiko penyakit bawaan akan semakin sulit upaya meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu perlu adanya konseling perkawinan yang baik untuk menghindari penyakit bawaan orang tuanya dan dapat dicegah muncul pada dirinya. Teknologi dan kemampuan tenaga ahli dan petugas kesehatan harus diarahkan untuk lebih meningkatkan upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
13
b.
Faktor Pelayanan Kesehatan
Ketersediaan pelayanan kesehatan, dan pelayanan kesehatan yang berkualitas akan berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan yang diimbangi dengan kelengkapan sarana/prasarana, dan dana yang signifikan akan menjamin kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik akan mampu mencegah dan mengurangi ataupun mengatasi masalah kesehatan yang berkembang di suatu wilayah atau kelompok masyarakat. Misalnya, jadwal imunisasi yang teratur dan penyediaan vaksin yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan, serta informasi tentang pelayanan imunisasi yang memadai kepada masyarakat akan meningkatkan cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi akan menekan angka kesakitan akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat terkait dengan upaya pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan membangun Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Bidan Desa, Pos Obat Desa, dan jejaring lainnya. Pelayanan rujukan juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit-rumah sakit baru di setiap Kabupaten/Kota.
c. Faktor Perilaku Masyarakat Faktor Perilaku Masyarakat di negara berkembang paling besar pengaruhnya terhadap munculnya gangguan kesehatan atau masalah kesehatan di masyarakat. Tersedianya jasa pelayanan kesehatan (health service) tanpa disertai perubahan tingkah laku (peran serta) masyarakat akan mengakibatkan masalah kesehatan yang
14
tetap potensial berkembang di masyarakat. Misalnya, Penyediaan fasilitas dan imunisasi tidak akan banyak manfaatnya apabila ibu-ibu tidak datang ke pos-pos imunisasi. Perilaku ibu-ibu yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang sudah tersedia adalah akibat kurangnya pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat imunisasi dan efek sampingnya. Pengetahuan ibu-ibu akan meningkat karena adanya penyuluhan kesehatan tentang imunisasi yang di berikan oleh petugas kesehatan. Perilaku masyarakat atau kelompok masyarakat yang kurang sehat juga akan berpengaruh pada faktor lingkungan yang memudahkan timbulnya suatu penyakit. Perilaku masyarakat yang sehat akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup masyarakat. Kebiasaan pola makan yang sehat dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit jantung, darah tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus (DM) dan lain-lain. Perilaku/kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga dapat menghindarkan diri dari penyakit saluran cerna seperti diare dan sebagainya.
d. Faktor Lingkungan Lingkungan yang mendukung gaya hidup bersih juga berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam kehidupan sehari hari di sekitar kita dapat dirasakan, daerah yang kumuh dan tidak dirawat dengan baik pada umumnya banyak masyarakatnya yang mengidap penyakit seperti : gatal-gatal, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi saluran pencernaan. Penyakit demam berdarah merupakan salah satu penyakit yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak
15
bersih, banyaknya tempat penampungan air yang tidak pernah dibersihkan dan tidak ditutup akan memyebabkan perkembangan nyamuk Aedes Aegypti yang merupakan penyebab penyakit demam berdarah meningkat. Hal ini menyebabkan masyarakat di sekitar memiliki resiko tinggi untuk tergigit nyamuk Aedes Aegypti dan tertular penyakit demam berdarah. Begitu pentingnya faktor perilaku manusia dan lingkungan, sehingga dapat dikatakan merupakan faktor yang paling dominan dalam penanggulangan penyakit DBD. Oleh karena itu perilaku sehat masyarakat merupakan hal yang uugen dan utama yang harus diperhatikan dalam kesehatan masyarakat dengan tepat sasaran. Menurut Bloom (dalam Notoatmodjo, 2003), perilaku dapat dibagi ke dalam tiga domain (ranah atau kawasan), meskipun ketiga domain (ranah atau kawasan) tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian domain (ranah atau kawasan) ini dilakukan hanya untuk kepentingan dan tujuan pendidikan. Ketiga domain (ranah atau kawasan) tersebut adalah domain kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya dan untuk kepentingan oleh para ahli pendidikan melakukan pengukuran hasil pendidikan pada ketiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang diukur dari : a) Pengetahuan (knowledge) b) Sikap atau tanggapan (attitude) c) Praktik atau tindakan (practice)
16
a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia yang diperoleh melalui penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif manusia merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
17
5. Sintesis (synthesis) Sintesis
menunjukkan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. b. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional yang afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya), di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang objek tersebut) serta aspek konotatif (kecenderungan bertindak). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosial (Sarwono, 1997). Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
18
seseorang untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan respons terhadap suatu objek. c. Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor
19
fasilitas juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003). Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yakni: 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respons terpimpin (guided respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. 4. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.2.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue yang sering disingkat dengan akronim DBD adalah salah satu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan serangga nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini ditemukan di negara-negara terletak diantara garis lintang 450 Lintang Utara dan garis 350 Lintang Selatan, kecuali ditempattempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
20
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. DBD ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, feses berdarah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan atau syok (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis streotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN4. Infeksi salah satu streotipe akan menimbulkan antibody terhadap sterotype yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap streotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap sterotipe lain tersebut. Keempat sterotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Sterotype DEN-3 merupakan sterotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan gejala klinis (Depkes, RI, 2004). Suatu studi tentang padatnya jumlah populasi nyamuk di Indonesia menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dan signifikan antara musim kemarau dan musim penghujan, artinya kapan saja populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat berkembang dan menyerang mangsanya. Ada juga ada peneliti lain yang menyatakan bahwa kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti meningkat pada musim penghujan dan menurun pada musim kemarau. (Wulandari,2001).
21
2.2.2. Vektor Penular Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Menurut riwayatnya nyamuk penular penyakit demam berdarah disebut nyamuk Aedes aegypti itu, awal mulanya berasal dari Mesir yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut dan udara. Nyamuk hidup dengan subur di belahan dunia yang mempunyai iklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh peosok tanah air, baik di kota maupun di desa, kecuali di wilayah yang ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Suroso 2004). Menurut Depkes RI (2004), ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut : 1. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh tubuhnya. 2. Hidup di dalam dan sekiyar rumah, juga di tempat umum 3. Mampu terbang sampai 100 meter. 4. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari yaitu pukul 09.00-10.00 dan sore hari yaitu pukul 16.00-1700. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung gula.
22
5. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya dapat hidup hidup 2-3 bulan. Adapun siklus nyamuk Aedes aegypti adalah telur → jentik → kepompong (pupa) → nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 910 hari. Tempat hinggap yang paling disenangi adalah benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan di dekat tempat berkembang biaknya, biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti,selain nyamuk Aedes aegypti , penyakit demam berdarah juga dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan penyakit DBD, jika di banding nyamuk Aedes aegypti. Hal ini karena nyamuk Aedes albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau semak-semak, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti yang berada di dalam dan sekitar rumah (Suroso dan Umar, 2004) Menurut Anonim (dalam Suroso dan Umar, 2004), genangan yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti berupa genagan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut container atau tempat penampungan air (TPA), antara lain: 1. TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. 2. Tempat perindukan tambahan atau non-TPA, seperti tempat minum hewan, barang bekas, vas bunga, perangkap semut dan lain-lainnya.
23
3. TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-lainnya.
2.3. Penularan Virus Dengue 2.3.1. Mekanisme Penularan Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti danmAedes albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
24
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 06.00 hingga sore hari jam 18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindahpindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi. 2.3.2. Diagnosis DBD Terdapat empat gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi (Hadinegoro, 2004). Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik. Gejala klinik utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun uji tourniquet (Soegianto, 2004). Menurut WHO dalam Tumbelaka (2004), pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis DBD secara dini, di samping menentukan derajat beratnya penyakit adalah:
25
a. Secara Klinis, antara lain : 1. Demam mendadak tinggi 2. Perdarahan (termasuk uji bendung/tourniquet (+) seperti petekie apistaksis, hematemesis, dan lain-lain 3. Hepatomegali 4. Syok : nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi disertai gelisah dan menggigil. b. Laboratoris : 1. Trombositopenia (< 100.000/μl) 2. Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari normal) c. Berat penyakit : 1. Derajat I : demam uji bendung (+) 2. Derajat II : derajat I ditambah perdarahan spontan 3. Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg (hipotensi), menggigil 4. Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur Dua gejala klinis pertama ditambah dua gejala laboratories dianggap cukup untuk menegakkan diagnosis kerja dari penyakit DBD. Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita adalah: 1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan. 2. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, tak nafsu makan (anoreksia), diare, konstipasi.
26
3. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan(flushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fofobia otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal (Effendi, 1995). 2.4. Upaya Penanggulangan DBD Mengingat obat dan vaksin penanggulangan penyakit DBD hingga saat ini belum ditemukan, maka upaya untuk penanggulangan penyakit DBD dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes aegypti) di samping kewaspadaan dini terhadap kasus DBD untuk membatasi angka kematian (Suroso dan Umar, 2004). Penyakit DBD perlu diberantas karena penyakit ini menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang dalam waktu singkat. Penyakit DBD semakin menyebar luas sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk. Semua desa/kelurahan mempunyai risiko untuk terjangkitnya penyakit DBD karena nyamuk penularnya (Aedes aegypti) tersebar luas di seluruh pelosok tanah air (Suroso dan Umar, 1994). Menurut Notoatmodjo (2003), partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan yang diwujudkan dalam 4 M, yakni man power (manusia), money (uang), material ( benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, dan sebagainya) dan mind (ide atau gagasan).
27
Partisipasi masyarakat (perorangan, keluarga dan masyarakat) dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di wilayahnya masingmasing. Kegiatan ini dimaksud untuk meyakinkan masyarakat bahwa program ini perlu dilaksanakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di lingkungannya. Melalui kegiatan ini dapat menaikkan rasa percaya diri masyarakat dalam ikut melaksanakan
pembangunan
kesehatan.
Peningkatan
partisipasi
masyarakat
menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan kesehatan sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata bagi seluruh warganya (Depkes RI, 2000). Adapun cara-cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti menurut Depkes RI (2008) adalah: 1. Penyemprotan Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan menyemprotkan racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan penyemprotan saja tidak cukup, karena dengan penyemprotan itu yang mati hanya nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk baru yang menetas dari tempat perkembangbiakannya. 2. PSN DBD (Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue) PSN DBD dilakukan dengan cara 3M yaitu: 1) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. 2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
28
3) Menguburkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, plastik bekas, dan lain-lain Selain itu ditambah dengan cara lain (yang dikenal dengan istilah 3M plus) seperti: a. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali. b. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak. c. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lainnya misalnya dengan tanah. d. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampungan air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk termpat-tempat yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain. e. Abatisasi f. Ikanisasi, pelihara ikan pemakan jentik g. Pasang kawat kasa di rumah. h. Pencahayaan dan ventilasi yang memadai. i. Jangan membiasakan menggantung pakaian di dalam rumah. j. Tidur menggunakan kelambu. k. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok, oles, semprot/spray) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk. 3.
Larvasiding
Larvasiding adalah tindakan menaburkan bubuk abate atau altosid ke dalam tempattempat penampungan air. Bila menggunakan abate disebut abatisasi.
29
Menurut Suroso dan Umar (2004), kegiatan pokok penanggulangan penyakit DBD antara lain: 1. Penemuan dan pelaporan penderita 2. Penanggulangan fokus 3. Pemberantasan vektor intensif, meliputi: 1) Fogging focus. 2) Abatisasi. 3) Penyuluhan dan pergerakan masyarakat dalam PSN DBD (Gerakan 3M). 4) Penyuluhan kepada masyarakat. 5) Pemantauan jentik berkala (PJB). 2.5. Upaya Pemberantasan Vektor DBD. Pemberantasan DBD jangka panjang dilaksanakan melalui pendidikan/ penyuluhan kepada masyarakat. Dalam hal ini pendidikan kepada anak anak melalui sekolah serta kepada orangtua, agar pemberantasan sarang nyamuk (PSN) sebagai bagian dari kebersihan lingkungan dapat dilakukan di rumah dan di lingkungan masing-masing. Menurut Departemen Kesehatan (2006), hal-hal yang dapat dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat dalam pencegahan DBD adalah : 1. Memberikan informasi dan penyuluhan kepada warga tentang DBD seperti memberikan penyuluhan DBD kepada keluarga, penyuluhan di posyandu, di arisan, PKK, kelompok agama, memberikan informasi kepada teman dan tetangganya, menyampaikan pesan-pesan bahaya penularan DBD melalui poster, spanduk, dan selebaran. 2. Mengajak masyarakat untuk kerja bakti secara berkala, seperti membersihkan lingkungan dan menimbun barang-barang bekas kedalam satu lobang atau
30
mengumpulkannya ke tempat pembuangan sampah umum, menabur bubuk abate, membersihkan genangan air. 3. Kunjungan rumah secara berkala memberikan penyuluhan dan pemeriksaan jentik Salah satu cara untuk mencegah dan menaggulangi penyakit DBD adalah dengan gerakan PSN-DBD yang dilakukan masyarakat dan pemerintah secara berkesinambungan. Melalui gerakan ini semua masyarakat diharapkan untuk : a. Melakukan konsultasi (memeriksakan) kepada petugas jika ada anggota kelurga yang sakit dan diduga menderita penyakit DBD. b. Melaporkan kepada Kepala Desa/Kelurahan jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit DBD. c. Membantu kelancaran penaggulangan kejadian penyakit DBD yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Untuk memberantas penularan DBD secara tuntas yang paling penting adalah usaha-usaha masyarakat sendiri dalam memelihara kebersihan lingkungan rumah, tempat kerja dan tempat-tempat umum agar bebas dari nyamuk penular demam berdarah. Cara yang paling tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara 3M (Sutrisna, 2003). Ahmad (2004) mengemukakan bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan oleh masyarakat adalah menguras tempat-tempat
31
penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali dan menutup rapat-rapat atau menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan sampah-sampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk.
2.7. Kerangka Konsep Perilaku
masyarakat
merupakan
salah
satu
faktor
penting
dalam
penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD). Perilaku masyarakat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan msyarakat. Kurangnya pengetahuan, sikap serta tindakan masyarakat dalam penanggulangan DBD dan berperilaku hidup sehat serta memperhatikan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi isu yang menarik untuk diteliti hingga saat ini. Namun, masih kurangnya sosialisasi pemerintah dan petugas kesehatan yang ajek dan kontinyu tentang mewujudkan perilaku hidup sehat merupakan salah satu sebab masih menjamurnya penderira DBD hingga saat ini. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang diajukan, maka kerangka konsep Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Nagori Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2014 diajukan sebagai berikut : Perilaku Masyarakat : Pengetahuan Sikap Tindakan
Sumber Informasi : - Petugas Kesehatan - Tokoh Masyarakat - Sarana Prasarana
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Penanggulangan DBD