BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Konsep Perilaku Ibu Menyusui Skinner (Notoatmodjo, 2007), merumuskan perilaku sebagai
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Bloom (Notoatmodjo, 2012) membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain dari sudut pandang kesehatan, yaitu : 1.
Pengetahuan Merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan
pengindraan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Pengindraan dalam hal ini melalui pancaindra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Selanjutnya menurut Bloom, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan manusia. Sehingga Bloom membagi pengetahuan menjadi enam tingkatan, yaitu : a.
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya (recall), termasuk didalamnya sesuatu yang spesifik dan seluruh rangsangan yang telah diterima.
b.
Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
7
c.
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari
pada
situasi
atau
kondisi
sebenarnya.
Maksudnya adalah sesorang dapat menggunakan hukumhukum, rumus, metode, prinsif dalam konteks atau situasi yang lain. d.
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetap di dalam suatu struktur dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.
e.
Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f.
Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai suatu materi atau objek yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.
Sikap Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Menurut Newcomb, sikap adalah suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sehingga sikap bukan merupakan
suatu
tindakan
atau
aktivitas
akan
tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku dan masih 8
merupakan reaksi tertutup. Menurut Allport, sikap mempunyai tiga komponen utama yaitu : a.
Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c.
Kecendrungan untuk bertindak Ketiga
komponen
tersebut
secara
bersama-sama
membentuk sikap yang utuh. Selain ketiga komponen tersebut ada berbagai tingkatan sikap yaitu : a.
Menerima Diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan objek. b.
Merespons Diartikan subjek memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan terlepas dari benar atau salah. c.
Menghargai Diartikan dalam hal mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah. d.
Bertanggung jawab Subjek mau bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko.
9
3.
Tindakan Untuk
mewujudkan
sikap
menjadi
perbuatan
nyata
diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Tindakan memiliki beberapa tingkatan yaitu: a.
Respon terpimpin Seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar dan sesuai dengan contoh. b.
Mekanisme Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis atau kebiasaan. c.
Adopsi Suatu tindakan yang sudah berkembang atau sudah
dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan wanita yang telah melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yang sudah bersuami; panggilan yang lazim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, 2008). Sedangkan menyusui menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah memberikan air susu untuk diminum (kepada bayi) dari buah dada (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, 2008). Menyusui merupakan cara alami memberi
makan
bayi
berupa ASI
(Welford,
2008).
Dapat 10
disimpulkan bahwa ibu menyusui adalah wanita yang telah melahirkan anak baik yang telah bersuami ataupun tidak bersuami yang memberikan air susu (ASI) untuk diminum kepada bayinya secara alami. Jadi, perilaku ibu menyusui adalah respon atau reaksi ibu menyusui dalam pemberian air susu (ASI) kepada bayinya secara alami yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal dan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan tindakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI, yaitu : a.
Pendidikan Pendidikan merupakan suatu bentuk intervensi atau upaya
agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran. Pendidikan tersebut sangat berperan dalam proses pengembangan diri manusia (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan ibu merupakan determinan yang penting dalam menentukan lamanya menyusui dan pola pemberian ASI.
11
b.
Sikap ibu Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan (ide, konsep terhapat suatu objek), kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, dan kencenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Sikap ibu merupakan faktor yang penting dalam hal menyusui, karena sikap ibu nantinya akan menentukan bayinya akan disusui atau akan diberi pengganti ASI. c.
Dukungan keluarga Kurangnya dukungan dari keluarga terutama dukungan dari
ayah bayi dan orangtua mengakibatkan bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kebahagiaan yang dirasakan seorang ibu akan memperlancar reflex hormon oksitosin sehingga pengeluaran ASI juga lancar. Sebaliknya, kesedihan ataupun kelelahan fisik dan mental seorang ibu akan mengganggu reflex oksitosin sehingga pengeluaran ASI juga terganggu. Oleh karena itu seorang ayah memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan menyusui (Ariani, 2009).
12
d.
Dukungan petugas kesehatan Beberapa pakar kesehatan merupakan sumber dukungan
yang luar biasa bagi keberhasilan ibu dalam menyusui dengan memberikan pelatihan untuk membantu ibu menyusui
(Welford,
2008). 2.2
Air Susu Ibu (ASI) ASI merupakan cairan yang mengandung anti-infeksi
penting yang membantu bayi melawan infeksi dan penyakit (Welford, 2008). Kemudian, menurut Roesli (2000), dan Yuliarti (2010) mengatakan ASI yang diberikan kepada bayi dari usia 0-6 bulan tanpa tambahan cairan lain diantaranya susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Menurut Yuliarti, pemberian cairan atau makanan tambahan akan meningkatkan risiko bayi terkena penyakit. Cairan dan makanan tersebut dapat menjadi sarana masuknya bakteri patogen. Oleh sebab, bayi yang berusia 0-6 bulan masih sangat rentan terhadap bakteri-bakteri penyebab penyakit salah satunya diare.
13
2.3
Manfaat Pemberian ASI bagi Bayi Menurut Worhington-Roberts (dalam Bobak dkk,
2004),
menyusui memiliki keuntungan-keuntungan berikut. 1.
Bayi
mendapat
melindunginya
imonoglobulin
dari banyak
atau
penyakit
antibody dan
infeksi.
untuk Hasil
penelitian dilakukan oleh Victora CG, dkk (1989) dalam Roesli (2008: 50) terhadap anak-anak di Brazil, didapatkan data bahwa bayi yang diberi ASI tanpa makanan tambahan dari 0-6 bulan memiliki risiko kematian akibat diare lebih rendah (4,2 kali) daripada yang tidak diberikan ASI (14,2 kali). 2.
Bayi lebih jarang menderita infeksi dan saluran pernapasan atas. Penelitian Broor S, dkk (2001) dalam Roesli (2008: 51) yang berpusat di rumah sakit di India membandingkan 201 kasus ISPA dengan 311 kontrol. Hasilnya pemberian ASI yang kurang merupakan salah satu faktor risiko kunci yang bisa diubah untuk infeksi saluran pernapasan bawah pada anak balita.
3.
Risiko bayi mendapat diabetes menurun. Berdasarkan hasil penelitian Sadauskaite-Kuehne V, dkk (2004) dalam Roesli (2008: 57) yaitu terlalu awal mengenalkan susu formula, makanan padat, susu sapi terbukti meningkatkan kejadian kencing manis (Diabetes) tipe 1 di masa depannya. Dilakukan 14
perbandingan antara anak-anak Swedia (517) dan Lithuania (286) berusia 0-15 tahun yang didiagnosis terkena kencing manis (Diabetes) tipe I dengan kelompok kontrol. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif lebih dari lima bulan dan total waktu pemberian ASI selama lebih dari tujuh atau sembilan bulan dapat melindungi bayi dari kencing manis. 4.
Mengurangi risiko alergi. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian pada anak-anak di Finlandia oleh Soarinen, dkk (1995) dalam Roesli (2008: 51) yaitu semakin lama diberi ASI, semakin rendah kemungkinan bayi menderita penyakit alergi, penyakit kulit (eksim), alergi makanan, dan alergi saluran napas. Saat mencapai 17 tahun, kejadian alergi saluran napas pada remaja yang hanya diberi ASI 65%. Bahkan, bayi yang diberi ASI terlama memiliki presentase 42%. Manfaat lain pemberian ASI pada bayi menurut Roesli
(2000), yaitu : 1.
ASI sebagai nutrisi ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan
komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tubuh bayi normal sampai usia 6 bulan. 15
Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. 2.
ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi Selama kehamilan dan awal kelahiran, secara alamiah
mendapat imunoglobulin (Zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui plasenta. Namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri
membuat zat kekebalan
cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9 sampai 12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI. Hal ini dikarenakan ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur. 3.
ASI meningkatkan kecerdasan Faktor terpenting dalam pertumbuhan otak adalah nutrisi
yang diberikan. Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi kecerdasan anak secara optimal. Pada penelitian Dr. Riva (1997), ditemukan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif, ketika
16
berusia 9,5 tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 point lebih tinggi dibandingkan anak yang ketika bayi tidak diberi ASI eksklusif. 4.
Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena
menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Bayi juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan
emosi bayi dan
membentuk
kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik. 2.4
Manfaat pemberian ASI bagi Ibu Menyusui Pentingnya pemberian ASI bagi ibu menyusui adalah untuk
menjarangkan kehamilan, dan mengecilkan rahim 2, dan untuk mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Hal ini disebabkan sesaat setelah melahirkan terjadi perdarahan. Pada ibu menyusui terjadi
peningkatan
kadar
oksitosin
yang
berguna
untuk
kontriksi/penutupan pembuluh darah. Sehingga lewat proses menyusui perdarahan tersebut akan lebih cepat berhenti. Selain itu lebih ekonomis atau murah, serta tidak merepotkan dan hemat waktu (Roesli, 2008). 2
American Academy of Pediatrics. (2005). Breastfeeding and the Use of Human Milk. Volume 115. Washington DC: PEDIATRICS, Official Journal of the American Academy of Pediatrics. Hal. 497
17
2.5
Dampak tidak Memberikan ASI pada Bayi Menurut beberapa penelitian menyebutkan bahwa beberapa
penyakit akan dialami bayi yang diberi susu formula (Roesli, 2008: 50-53): 1.
Infeksi saluran pencernaan (muntah mencret) Berdasarkan hasil penelitian oleh Kramer (2001) di Amerikat
Serikat, 400 bayi meninggal per tahun akibat muntah mencret. Tiga ratus diantaranya adalah bayi yang tidak disusui. 2.
Infeksi saluran pernapasan Penelitian
membandingkan
yang 201
berpusat kasus
di
dengan
rumah 311
sakit kontrol.
di
ndia
Hasilnya
pemberian ASI yang kurang merupakan salah satu faktor risiko kunci yang bisa diubah untuk infeksi saluran pernapasan bawah pada anak balita oleh Broor S, dkk (2001). 3.
Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif
a.
Seribu anak sampai usia 18 tahun dilibatkan dalam penelitian ini. Tampak kecendrungan bahwa lama pemberian ASI mempengaruhi peningkatan IQ hasil tes kecerdasan standar, serta peningkatan ranking dan angka di sekolah oleh Horwood & Fergusson (1998).
b.
Berdasarkan penelitian terhadap 3.253 orang di Denmark, didapatkan hubungan antara lama pemberian ASI dan 18
peningkatan IQ. Orang yang disusul kurang dari satu bulan mempunyai IQ 5 poin lebih rendah daripada yang disusui 7-9 bulan. Terdapat korelasi antara lama pemberian ASI dengan tingkat IQ oleh Motensen, dkk, (2003). 2.6
Masalah yang Muncul pada Masa Menyusui Masalah yang muncul pada masa menyusui menurut
Welford (2008), yaitu: a.
Puting yang luka menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Pengelupasan atau pelepuhan pada puting dapat dengan cepat terbelah begitu bayi mengisapnya dan ini sangat menyakitkan. Hal ini karena bayi tidak menghisap dengan baik. Contohnya posisi mulut bayi saat menyusu tidak tepat atau karena ibu menarik puting secara paksa seusai menyusui.
b.
Mastitis adalah istilah untuk payudara yang meradang. Penyebabnya yaitu infeksi yang masuk ke payudara, melalui bakteri dari hidung bayi. Penyebab lainnya yaitu peradangan akibat tersumbatnya salah satu saluran susu, sehingga susu menumpuk di daerah tersebut. Air susu yang merembes ke sekeliling jaringan, sehingga menimbulkan peradangan klasik di tubuh, yang ditandai dengan air susu yang berada bukan di tempatnya. Hal ini menimbulkan payudara terasa bengkak.
19
Menurut Nisman, dkk (2011: 28-36), masalah yang sering muncul pada masa menyusui sebagai berikut : 1.
Payudara bengkak dan saluran susu terhambat. Penyebab terjadinya payudara bengkak dan saluran susu
adalah karena adanya penggumpalan air susu dalam kelenjar susu di payudara yang kelamaan menyebabkan tersumbatnya kelenjar susu sehingga menyebabkan pengeluaran volume ASI berkurang. 2.
Jumlah ASI yang keluar sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan bayi. Hal ini disebabkan karena faktor makanan dan minuman ibu,
psikologis atau emosi ibu, bentuk dan fungsi payudara yang tidak normal ibu, dan faktor dari isapan bayi (kekuatan menghisap, lama menghisap dan keseringan menghisap). 3.
Puting lecet Penyebab dari puting lecet adalah posisi mulut bayi tidak
tepat saat menyusui atau kurang hati-hati ketika menghentikan proses menyusui.
20
2.7
Teknik Menyusui yang Efektif dan Posisi Menyusui Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan menyusui
adalah persiapan menyusui dan posisi yang baik. Berikut ini teknik persiapan menyusui yang efektif dan posisi menyusui (Nisman, 2010: 20-24). 1.
Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir
2.
Bersihkan payudara dan puting menggunakan kapas yang sudah dibasahi dengan air hangat sampai bersih dan lunak. Selain untuk membersihkan payudara, teknik ini dapat melunakkan puting dan mencegah lecet pada payudara.
3.
Perah sedikit ASI dan oleskan ke puting dan areola sekitarnya. Manfaatnya adalah sebagai desinfeksi dan untuk menjaga kelembaban puting susu.
4.
Memilih kursi yang nyaman dengan sandaran kursi.
Berikut beberapa pilihan posisi untuk menyusui : a.
Posisi Menggendong (Cradle Hold) Posisi menyusui dengan payudara kiri/kanan, sementara tangan kiri/kanan ibu menyangga punggung dan pantat bayi.
b.
Posisi
berbaring
menghadap
kesamping
dengan
bayi
menghadap kearahnya (lying down position). c.
Ibu dapat menyusui bayi dengan payudara kiri, sementara tangan kanan ibu menyangga punggung dan pantat bayi. 21
d.
Ibu dapat menempatkan bayi di bawah lengan, dengan kepala bayi berada di tangan ibu, dan tubuh bayi didukung dengan menggunakan lengan bawah ibu (football position)
5.
Apa pun posisi yang dipilih, bayi harus menempel ke tubuh ibu dengan mulut dan hidung menghadap ke puting susu, sementara telinga, leher, dan lengan bayi pada satu garis lurus. Menurut Yuliarti (2010: 41), posisi menyusui dapat dilakukan
sambil duduk atau berbaring. Posisi berbaring dapat dilakukan dengan posisi miring ke kiri atau ke kanan menghadap bayi. Untuk posisi duduk dapat dilakukan dengan posisi duduk sambil bersandar. 2.8
Frekuensi dan Waktu Menyusui Menurut Ariani (2009: 91), frekuensi menyusui bayi
sedikitnya 8 kali dalam 24 jam dan bahkan lebih. Sedangkan untuk waktu menyusui menurut Ariani (2009: 90), waktu menyusui tiap periode berbeda-beda. Rata-rata bayi menyusui selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Menurut Musbikin (2005), secara umum, bayi menyusui sepuluh menit pada tiap payudara.
22