BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Teori Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang
berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Perubahan itu mungkin merupakan suatu penemuan informasi atau penguasan suatu keterampilan yang sudah ada, mungkin pula bersifat penambahan dari informasi atau pengetahuan atau keterampilan yang telah ada. Dengan bahasa singkat, belajar merupakan pemrosesan informasi oleh siswa. Prosesnya melalui persepsi, penyimpanan informasi, dan pemanfaatan kembali informasi tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar berada dalam diri siswa, tapi guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Tanggung jawab tersebut dapat diimplementasikan seorang guru dengan menyelenggarakan suatu proses pengajaran yang mampu menciptakan suasana belajar yang baik.
11
12
2.2
Hasil Belajar Hasil
belajar
dapat
berupa
kemampuan
intelektual,
sikap
maupun
keterampilan psikomotor (skills). Benyamin Bloom mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar ke dalam tiga domain (ranah) yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. 1. Ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Bloom membagi ranah kognitif ke dalam 6 jenjang kemampuan yaitu: a. Recall of data (Hafalan/C1) Merupakan kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur atau istilah yang telah dipelajari. Tingkatan ini merupakan tingkatan yang paling rendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Kemampuan yang dimiliki hanya kemampuan menangkap informasi kemudian menyatakan kembali informasi tersebut tanpa harus memahaminya. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menyebutkan, mendefinisikan, menggambarkan. b. Comprehension (Pemahaman/C2) Merupakan kemampuan untuk memahami arti, interpolasi, interpretasi instruksi (pengarahan) dan masalah. Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses berfikir dimana siswa dituntut untuk memahami, mengetahui sesuatu hal dan dapat melihatnya dari beragai segi. Pada tingkatan ini, selain hapal siswa juga harus memahami makna yang
13
terkandung
misalnya
dapat
menjelaskan
suatu
gejala,
dapat
menginterpretasikan grafik, bagan atau diagram serta dapat menjelaskan konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menyajikan, menginterpretasi, menjelaskan. c. Application (Penerapan/C3) Merupakan kemampuan untuk menggunakan konsep dalam situasi baru atau pada situasi konkret. Tingkatan ini merupakan jenjang yang lebih tinggi dari pemahaman. Kemampuan yang diperoleh berupa kemampuan untuk menerapkan prinsip, konsep, teori, hukum maupun metode yang dipelajarinya dalam situasi baru. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu mengaplikasikan, menghitung, menunjukkan. d. Analysis (Analisis/C4) Merupakan kemampuan untuk memilah materi atau konsep ke dalam bagianbagian sehingga struktur susunannya dapat dipahami. Dengan analisis diharapkan seseorang dapat memilah integritas menjadi bagian-bagian yang lebih rinci atau lebih terurai dan memahami hubungan bagian-bagian tersebut satu sama lain. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menganalisa, membandingkan, mengklasifikasikan. e. Synthesis (Sintesis/C5) Merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Kemampuan sintesis merupakan kemampuan
menggabungkan
bagian-bagian
(unsur-unsur)
sehingga
14
membentuk pola yang berkaitan secara logis atau mengambil kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya satu dengan
yang lain.
Kemampuan ini misalnya dalam merencanakan eksperimen, menyusun karangan, menggabungkan objek-objek yang memiliki sifat sama ke dalam satu klasifikasi. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menghasilkan, merumuskan, mengorganisasikan. f. Evaluation (Evaluasi/C6) Merupakan kemampuan untuk memuat pertimbangan (penilaian) terhadap suatu situasi, nilai-nilai atau ide-ide. Kemampuan ini merupakan kemampuan tertinggi dari kemampuan lainnya. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, materi dan kriteria tertentu. Untuk dapat membuat suatu penilaian, seseorang harus memahami, dapat menerapkan, menganalisis dan mensintesis terlebih dahulu. Contoh kata kerja yang digunakan yaitu menilai, menafsirkan, menaksir, memutuskan. 2. Ranah afektif berkaitan dengan perkembangan emosional individu misalnya sikap, apresiasi, dan motivasi. Bloom membagi ranah afektif dalam lima kategori, yang terdiri dari penerimaan, pemberian respon, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik. 3. Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan manual fisik (skills). Aspek psikmotor dibagi menjadi lima kategori yaitu peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi dan pengalamiahan.
15
Dalam penelitian ini, dengan mempertimbangkan waktu dan tujuan maka hasil belajar yang diukur hanya dari aspek kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi dan analisis. Pengukuran hasil belajar ini diharapkan mampu melihat peningkatan hasil belajar dari siswa agar tercapai tujuan dari proses pembelajaran. 2.3
Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan
untuk merancang pembelajaran tatap muka didalam ruang kelas dan untuk menyusun materi pengajaran. Setiap model pembelajaran akan membantu didalam merancang program pembelajaran sehingga setiap siswa akan tertolong dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Suatu model pembelajaran yang baik mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut: a) Memiliki scientific prosedur. Suatu model pembelajaran harus memiliki suatu prosedur yang sistematis untuk merubah tingkah laku peserta didik. b) Memiliki perincian dari hasil belajar (specification of learning outcome). Semua model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara mendetail mengenai penampilan peserta didik (student’s performance). c) Menyebutkan lingkungan belajar (specification of environment). Setiap model pembelajaran menyebutkan secara pasti kondisi-kondisi lingkungan dimana respon dari peserta didik diobservasi.
16
d) Kriteria penampilan (criterion of performance). Suatu model pembelajaran menunjukkan criteria penampilan yang diharapkan dari peserta didik. Model pembelajaran merencanakan tingkah laku yang diharapkan dari peserta didik yang dapat didemonstrasikan setelah langkah-langkah pembelajaran tertentu. e) Cara-cara
pelaksanaannya
(specification
of
operations).
Semua
model
pembelajaran menyebutkan mekanisme yang menunjukkan reaksi-reaksi peserta didik dan interaksinya dengan lingkungan. 2.3.1 Model Pembelajaran Heuristik Vee Heuristik ditemukan oleh Gowin dan dikembangkan selama 20 tahun yang bertujuan untuk menemukan sebuah metode untuk membantu siswa memahami struktur pengetahuan dan kebiasaan manusia untuk menghasilkan pengetahuan. Heuristik ini berkembang atas dasar 5 pertanyaan pada diri Gowin yang berencana untuk membuka ilmu pengetahuan dari banyaknya fakta dasar. Gowin’s original five questions, to be applied to any document or exposition presenting knowledge, were (1) What is the “telling question” ? (2) What are the key concepts ? (3) What methods of inquiry (procedure commitment) are used ? (4) What are the major knowledge claims ? and (5) What are the value claims ? (Novak dan Gowin,1985: 55). Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran heuristic vee dikembangkan melalui lima buah pertanyaan dasar Gowin, yaitu : 1) Apakah fokus pertanyaannya ? 2) Apakah konsep-konsep pokoknya ?
17
3) Metode inquiry apa yang dikembangkan ? 4) Pertanyaan pokok apa yang diklaim ? 5) Nilai apakah yang diklaim ? Heuristik merupakan suatu cara untuk memecahkan masalah dengan menggunakan prosedur – prosedur penemuan dalam ilmu pengetahuan. Heuristik Vee (dalam bentuk huruf “V”) dikembangkan oleh Gowin sejak tahun 1977 sebagai suatu metoda untuk membantu siswa memahami struktur pengetahuan dari proses bagaimana pengetahuan dikonstruksi dan pada tahun 1978 heuristik diperkenalkan pertama kali pada siswa SLTP untuk membantu mereka “Belajar bagaimana untuk belajar (learn how to learn)” (Novak dan Gowin,1985: 55 ). Diagram Vee digunakan sebagai heuristic oleh siswa untuk membantu mereka melihat pengaruh antara pengetahuan yang sudah ada dan pengetahuan baru yang dihasilkan percobaan. Diagram vee dikenalkan kepada siswa dan guru.
Gambar 2.1 Heuristik Vee Gowin (Novak dan Gowin,1985:3) Diagram vee yang lengkap berisikan elemen – elemen dan deskripsinya ditunjukan pada gambar 2.1. Garis tebal pada diagram vee mengandung maksud
18
bahwa elemen – elemen kunci harus dipertimbangkan dalam suatu upaya inkuiri. Pada sisi konseptual (sebelah kiri diagram vee) berisi teori, prinsip – prinsip dan konsep – konsep. Di sini merupakan pengetahuan yang sudah dipunyai oleh siswa untuk menjawab fokus pertanyaan dalam melakukan percobaan nantinya. Gagasan – gagasan atau sejenis “teori siswa” mengenai peristiwa – peristiwa (bagian bawah diagram vee) melalui percobaan. Pada sisi metodelogi (sisi kanan diagram vee) berisi catatan – catatan yang harus dibuat, transformasi, serta kritik pengetahuan dan nilai. Pembuatan catatan harus mempertimbangkan konsep apa yang terkait, sehingga antara konsep dan catatan dihubungkan dengan anak panah. Jika catatan tidak sesuai dengan konsep yang di selidiki maka tidak akan ada transformasi yang mengarah pada kritik pengetahuan yang valid. Transformasi – transformasi yang dibuat berhubungan dengan prinsip – prinsip dan kritik pengetahuan (generalisasi), dan nilai berkaitan dengan teori. Membuat catatan diperlukan untuk mengorganisasi apa yang diamati dalam mengonstruksi jawaban – jawaban daru fokus pertanyaan yang diajukan. Siswa mendiskusikan format yang berbeda dalam kelompoknya dan memutuskan untuk memilih format yang sesuai untuk menjawab focus pertanyaan. Di sini juga dapat dilihat kreatifitas yang dipunyai siswa mengonstruksi pengetahuan baru untuk menemukan cara terbaik dalam membuat suatu percobaan. Untuk memperjelasnya, kombinasi konsep dan prinsip yang kita tahu, mempengaruhi bagaimana kita mentransformasi catatan. Dari data yang sudah ditransformasikan, kita dapat mengonstruksi kritik pengetahuan yaitu kritik tentang jawaban apa yang kita pikirkan untuk pertanyaan yang diajukan. Di sini siswa dapat
19
mengonstruksi pengetahuan baru atau menambah pengetahuan yang sudah ada. Selain itu, dalam proses mengonstruksi pengetahuan baru menuntun kita untuk menambah dan atau merubah maksud dari konsep dan prinsip, dan untuk melihat hubungan diantara keduanya. Ini saling mempengaruhi antara apa yang kita tahu dengan pengamatan yang baru dilakukan dan kritik pengetahuan. Pada bagian atas diagram vee diletakan pertanyaan – pertanyaan kunci yang menuntun siswa dalam penyelidikan. Dengan demikian, prosedur yang dilakukan dalam memahami pengetahuan menyerupai huruf “V”. Heuristik vee membantu menemukan bahwa makna dari seluruh pengetahuan pada akhirnya berasal dari kejadian atau objek yang diamati. Tidak ada satu pun hasil pengamatan dari kejadian atau objek yang dapat menerangkan makna kejadian atau objek itu sendiri. Makna tersebut harus dikonstruksi dan kita harus mengetahui bagaimana seluruh elemen yang ada pada diagram vee berinteraksi sehingga kita dapat mengkonstruksi makna baru. Dalam melaksanakan praktek, siswa mungkin terbuai ketika mencatat kejadian, dan mentransformasikannya dalam grafik, tabel dan mengemukakan kritik pengetahuan atau generalisasi. Sering siswa tersebut tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Jarang siswa secara sadar mempergunakan konsep, prinsip atau teori yang relevan dalam memahami mengapa objek atau kejadian diobservasi, mengapa mereka membuat catatan tertentu dan mengapa kesimpulan yang dibuatnya salah. Singkatnya metodologi yang dilakukan siswa tidak dibimbing oleh gagasan konseptual atau teori yang digunakan oleh seorang ahli. Dalam hal ini, tidak ada
20
saling keterkaitan antara pemikiran siswa (sebelah kiri “V”) dengan bekerja (sebelah kanan “V”). Sebagai akibatnya, praktek di laboratorium merupakan hal yang mubazir. Heuristik vee mempunyai beberapa langkah penelitian, yaitu : 1. Memberikan suatu masalah di awal pembelajaran 2. Secara konseptual siswa menggunakan kesepakatan, teori, prinsip dan konsep yang telah mereka miliki untuk dapat mengamati kejadian / objek yang berkaitan dengan permasalahan yang diajukan. 3. Dengan adanya keterkaitan dengan langkah kedua, maka siswa memperoleh catatan (record) dari kejadian / objek yang diamati dan memperoleh fakta berdasarkan teori yang telah dipelajari sebelumnya 4. Siswa memperoleh data yang direpresentasikan melalui tabel, diagram, ataupun grafik. 5. Siswa menggeneralisasikan dan mampu menyelesaikan permasalah yang ada dan membuat suatu value Claim yang berupa nilai. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, yang nantinya akan memberikan penjelasan atau generalisasi di akhir pembelajaran. 2.3.2 Tahap Pelaksanaan Model Pembelajaran Heuristik Vee Bagian lain yang membedakan suatu model pembelajaran dengan yang lainnya adalah tahapan dalam pelaksanaannya di kelas. Dalam model pembelajaran Heuristik Vee ini ada lima tahapan, yaitu :
21
Tahap orientasi Pengungkapan gagasan siswa Tahap pengungkapan permasalahan
Tahap pengkonstruksian
pengetahuan baru
Tahap evaluasi Gambar 2.2. Bagan Tahapan Pembelajaran Heuristik Vee
1. Tahap Orientasi Guru memusatkan perhatian siswa dengan menyebutkan beberapa fenomena yang dalam kehidupan sehari – hari berkaitan dengan topik yang dipelajari. 2. Pengungkapan Gagasan Siswa Guru meminta siswa untuk mengungkapkan gagasan konseptual yang dimilikinya kemudian guru mencatat masing-masing gagasan tersebut di papan tulis. Hal ini dapat dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
22
3. Tahap Pengungkapan Permasalahan Guru mengajukan permasalahan yang berkaitan dengan penyelidikan yang dilakukan siswa dalam bentuk pertanyaan kunci. 4. Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan Baru Untuk mengkonstruksi pengetahuan baru siswa diminta melakukan eksperimen. Guru membimbing siswa seperlunya. Setelah melakukan percobaan, siswa diminta mendiskusikan hasil pengamatannya dengan kelompok kecilnya dan membuat komentar terhadap hasil pengamatannya, serta menuangkannya pada diagaram vee. 5. Tahap Evaluasi Untuk melihat konsep/prinsip yang paling sesuai dengan konsep ilmiah, guru melakukan tanya jawab (diskusi) kelas untuk menguatkan kembali gagasan siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah. Guru mencatat ide-ide pokok yang sesuai dengan konsep ilmiah di papan tulis. Dengan demikian siswa melihat ketidak tepatan gagasan awal mereka dan mengubahnya/merestrukturisasi. 2.3.3 Model Pembelajaran Discovery-Inquiry Syaiful Sagala (2008:176) mengemukakan bahwa model belajar (model pembelajaran) merupakan
kerangka
konseptual
yang
mendeskripsikan
dan
melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaranan bagi para guru dalam melaksanakan
23
aktivitas pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil (dalam Syaiful Sagala, 2008:176), model pembelajaran adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku kerja, program multimedia,dan bantuan belajar melalui program komputer. Salah satu contoh dari model pembelajaran yang sampai sekarang diyakini memiliki banyak kelebihan ialah model pembelajaran discovery inquiry, seperti yang dikemukakan oleh Moh. Amien (1987:vi) yang menyatakan bahwa melalui Pembelajaran discovery-inquiry, esensi IPA sebagai alat penemuan pengetahuan dengan cara observasi, eksperimen dan pemecahan masalah dapat tercapai. Model pembelajaran discovery inquiry merupakan perpaduan antara model pembelajaran discovery dan inquiry. Pada dasarnya kedua model ini memiliki tujuan yang sama yaitu mengarahkan dan membimbing siswa untuk menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan. Namun walaupun demikian dalam prosesnya
terdapat
perbedaan
yang jelas.
Model
pembelajaran
discovery
menekankan pada kegiatan proses mental saja, artinya dalam proses untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang diberikan, siswa tidak sampai melakukan kegiatan percobaan/eksperimen melainkan terbatas pada kegiatan yang melibatkan proses mental saja (pemikiran yang logis dan sistematis) seperti mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan model pembelajaran inquiry lebih menekankan pada kegiatan yang berorientasi pada eksperimen (proses mental yang
24
lebih tinggi) seperti merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik kesimpulan. Model pembelajaran discovery-inquiry merupakan pembelajaran yang menekankan pada pencarian pengetahuan secara aktif yang terindikasi pada proses pembelajaran yang partisipatif melalui pertanyaan, kegiatan proses mental dan kegiatan eksperimen yang dilakukan secara sistematis, logis dan analitis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya (prinsip-prinsip dan konsep-konsep). Jadi, dalam model pembelajaran discovery-inquiry siswa tidak hanya melakukan kegiatan proses mental saja dan tidak juga hanya melakukan eksperimen saja, melainkan melakukan keduanya. Peranan guru dalam model pembelajaran discovery-inquiry tidak lagi sebagai pemberi informasi seperti pada model pembelajaran tradisional, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran, penyaji permasalahan, prescriber of appropriate activities, stimulator of curiosity, penjabar ide siswa dan sumber rujukan (resource person). 2.3.4 Tahap Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery-Inquiry Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran discovery-inquiry pada dasarnya merupakan perpaduan dan modifikasi dari tahapan pelaksanaan model pembelajaran discovery dan model pembelajaran inquiry. Secara umum, pada awal pembelajaran
siswa dihadapkan kepada suatu permasalahan yang dapat
menimbulkan teka-teki atau dapat menimbulkan keheranan sehingga pada diri
25
siswa muncul rasa penasaran (rasa ingin tahu). Langkah berikutnya yaitu siswa merumuskan
masalah,
membuat
hipotesis,
melakukan
pengamatan,
pengklasifikasian, melakukan eksperimen sampai pada menarik kesimpulan. Mengenai rincian tahapan pelaksanaan model pembelajaran discovery-inquiry ini, beberapa pakar pendidikan mengemukakan pendapatnya, antara lain: Amien, 1987 (dalam Dimiyati, 2005:15) mengemukakan bahwa model pembelajaran discovery-inquiry memiliki tiga tahapan pembelajaran, yaitu : pertama,
tahap
diskusi.
Pada
tahapan
ini
guru
memberikan
beberapa
pertanyaan kepada siswa untuk kemudian didiskusikan oleh siswa, tahap ini bertujuan untuk megetahui konsepsi awal siswa. Tahap kedua, yaitu proses. Tahapan ini merupakan tahapan inti kegiatan pembelajaran, guru mengarahkan siswa untuk melakukan percobaan untuk menemukan konsep yang benar. Tahap ketiga, pemecahan masalah. Pada tahapan ini siswa diminta membandingkan hasil diskusi
sebelum
percobaan
(konsepsi
awal
siswa) dengan hasil kegiatan
percobaan. Abin
Syamsudin
Makmun
mengemukakan
bahwa
dalam
model
pembelajaran discovery-inquiry, guru hendaknya menyajikan materi pelajaran dalam bentuk yang belum final, siswalah yang harus mencari dan menemukan sendiri
kebenaran
dari
materi
pelajaran
tersebut.
Lebih
jelasnya
Abin
memaparkan langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam model pembelajaran discovery-inquiry, yaitu :
26
stimulasi
Perumusan masalah
Pengumpulan data
Analisis data Verifikasi Generalisasi Gambar 2.3. Bagan Tahapan Pembelajaran discovery inquiry 1) Stimulasi (Stimulation) Guru mulai bertanya atau menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. 2) Perumusan masalah (problem statement) Siswa
diberi
kesempatan
untuk
mengidentifikasi
masalah
yang
muncul.
Selanjutnya dari masalah ini siswa dituntut untuk membuat hipotesis sebagai jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan oleh siswa. 3) Pengumpulan data (data collection) Untuk menjawab dan membuktikan benar tidaknya hipotesis siswa, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi yang relevan dan jelas, yaitu dengan cara telaah literatur, melakukan percobaan, melakukan observasi dan lain sebagainya.
27
4) Analisis data ( data processing) Semua
data
dan
informasi
yang
didapatkan
siswa
diolah
(dicek,
diklasifikasikan, ditabulasikan dan sebagainya) serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. 5) Verifikasi (verification) Berdasarkan hasil pengolahan data dan tafsiran atas data/informasi, guru mengarahkan siswa untuk mengecek hipotesis yang dibuat siswa di awal kegiatan apakah hipotesis siswa terbukti atau tidak 6) Generalisasi (generalization) Tahap terakhir yaitu generalisasi, pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk belajar menarik generalisasi atau kesimpulan berdasarkan hasil verifikasi yang telah dilakukan. 2.3.1 Tujuan Umum Mata Diklat Memahami Dasar-Dasar Elektronika Mata pelajaran yang ada pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) disebut Mata Pendidikan dan Latihan (Diklat). Mata Diklat Memahami Dasar-Dasar Elektronika merupakan salah satu mata diklat produktif yang wajib diikuti oleh siswa tingkat X di SMKN 4 Bandung, Program Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik. Adapun kompetensi pada Mata Diklat ini yaitu memahami sifat-sifat komponen elektronika pasif materi yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Resistor a. Defenisi dan satuan resistor
28
b. Jenis resistor berdasarkan bahan dan perubahan nilai resistansinya c. Nilai resistor berdasarkan kode warna dan angka 2. Kapasitor a. Defenisi dan satuan kapasitor b. Jenis
kapasitor
berdasarkan
bahan
dielektrik
dan
perubahan
nilai
kapasitansinya c. Nilai kapasitor berdasarkan kode warna dan angka 3. Induktor a. Defenisi, simbol, dan satuan induktor b. Jenis-jenis induktor c. Induktansi dari beberapa konstruksi induktor 2.4
Penelitian Lain Yang Terdahulu Berdasarkan beberapa penelitian yang terdahulu terdapat beberapa penelitian
yang membandingkan dua model pembelajaran baru. Penelitian yang dilakukan oleh Pipit Septianto (2010) yang berjudul Perbandingan Hasil Belajar Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Dengan Siswa Yang Menggunakan Model Discovery Inquiry Pada Kompetensi Alat Ukur Dan Pengukuran Listrik (AUPL) Di Smk Negeri 6 Bandung. Penelitian lain oleh Nunu Nugraha (2010) Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Program Diklat Menerapkan Dsar-Dasar Elektonika Di SMKN 6 Bandung.