24
BAB II LANDASAN TEORI
A. Perilaku Kesehatan 1. Pengertian perilaku kesehatan Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2005) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Menurut Sarafino (2006) perilaku kesehatan adalah setiap aktivitas individu yang dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kondisi kesehatan tanpa memperhatikan status kesehatan. Taylor (2003) mengatakan bahwa perilaku kesehatan adalah tindakan yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka. Misalnya menggosok gigi dan diet sehat. Pengertian perilaku kesehatan dalam penelitian ini sesuai dengan pengertian yang dikemukakan oleh Taylor. Perilaku kesehatan adalah tindakan
Universitas Sumatera Utara
25
yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan (dalam Taylor 2003) antara lain: a. Faktor demografik Perilaku kesehatan berbeda berdasarkan pada faktor demografik. Individu yang masih muda, lebih makmur, memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dan berada dalam kondisi stress yang rendah dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki perilaku sehat yang lebih baik dari pada orang yang memiliki resources yang lebih sedikit (Gottlieb & Green, 1984) b. Usia Perilaku kesehatan bervariasi berdasarkan usia. Secara tipikal perilaku kesehatan pada anak-anak dapat dikatakan baik, memburuk pada remaja dan orang dewasa, namun meningkat kembali pada orang yang lebih tua (Leventhal, dkk., 1985). c. Nilai Nilai-nilai sangat mempengaruhi kebiasaan perilaku sehat individu. Misalnya latihan bagi wanita sangat diinginkan bagi budaya tertentu tetapi tidak bagi budaya lain (Donovan, Jessor & Costa, 1991). d. Personal Control Persepsi bahwa kesehatan individu dibawah personal control juga menentukan perilaku sehat seseorang. Misalnya penelitian yang dilakukan pada
Universitas Sumatera Utara
26
Health locus of control scale (Wallstone, Wallstone & DeVellis, 1978) yang mengukur derajat sejauh mana persepsi individu dapat mengontrol kesehatan mereka. e. Pengaruh Sosial Pengaruh sosial juga dapat mempengaruhi perilaku sehat individu. Keluarga, teman, dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi perilaku sehat (Broman, 1993; Lau, Quadrel & Hartman, 1990). f. Personal Goal Kebiasan perilaku sehat juga memiliki hubungan dengan tujuan personal (Eiser & Gentle, 1988). Jika tujuan menjadi atlet berprestasi merupakan tujuan yang penting, individu akan cenderung olah raga secara teratur dibandingkan jika hal itu bukan tujuan personal. g. Perceived Symptoms Kebiasaan sehat dikontrol oleh perceived symptoms. Misalnya perokok mungkin mengontrol perilaku merokok mereka berdasarkan sensasi pada paruparu mereka. h. Akses ke Health Care Delivery system Akses
ke
Health care
juga
mempengaruhi
perilaku
kesehatan.
Menggunakan program screen tuberkolosis, pap smear yang teratur, mamogram, imunisasi, merupakan contoh perilaku kesehatan yang secara langsung berhubungan dengan health care system.
Universitas Sumatera Utara
27
i. Faktor kognisi Perilaku kesehatan memiliki hubungan dengan faktor kognisi, seperti keyakinan bahwa perilaku tertentu dapat mempengaruhi kesehatan.
3. Aspek-aspek perilaku kesehatan Roizen (1999) mengatakan ada 7 aspek
perilaku kesehatan yang dapat
digunakan untuk mengukur perilaku kesehatan individu yaitu; 1. Makan dan minum a) Mengkonsumsi makanan rendah kalori dan lemak, diet berbagai jenis makanan yang bergizi tinggi. b) Mengkonsumsi makanan berbahan kacang kedelai segar (tidak termasuk kecap). c) Mengkonsumsi ikan yang kaya omega 3, seperti salmon minimal satu kali seminggu. d) Minum minimal 8 gelas air mineral perhari. e) Sarapan setiap hari. f) Mengkonsumsi makanan yang kaya B6, C, D, E, folate, kalsium atau suplemen tepat yang kaya vitamin tersebut, setiap hari. g) Menghindari kurang vitamin dan tambahan mineral (khususnya vitamin A dan zat besi). h) Menghindari diet (makan dengan tepat). i) Mengkonsumsi minuman beralkohol dalam jumlah yang sedang (sekitar satu kali dalam satu hari).
Universitas Sumatera Utara
28
2. Olah raga a) Olah raga teratur (berjalan 30 menit perhari, atau setaranya). b) Membangun stamina dengan mengikuti aerobic dengan istirahat tiga kali seminggu. c) Membangun kekuatan otot dengan mengangkat beban atau mengikuti latihan kekuatan lain tiga kali seminggu selama 10 menit. 3. Kebiasan sehat a) Menggosok gigi dan flosis setiap hari (penyakit peridontal membahayakan sistem kekebalan dan berkontribusi pada penyakit jantung secara signifikan). b) Tidur yang baik (7-8 jam setiap malam). c) Mendapat sinar matahari selama 10-20 menit untuk menghasilkan vitamin D. d) Menggunakan sabuk pengaman dan memiliki kantong udara di mobil. e) Tinggal di daerah yang memiliki udara bersih (level ozon yang rendah, hydrokarbon dan zat-zat lain). 4. Seks a) Memiliki seks sehat (menghindari sex casual dan menggunakan kondom). b) Memiliki orgasme yang lebih sering. 5. Stres dan dukungan sosial a) Menghindari stres yang tinggi atau menghadapi stres dengan baik. b) Hidup sesuai dengan penghasilan dan menghindari kebangkrutan.
Universitas Sumatera Utara
29
c) Mengembangkan hubungan sosial dengan keluarga dan teman. 6. Berat dan Jantung sehat a) Mempertahankan berat badan yang ideal. b) Menjaga tekanan darah rendah (dibawah 140/90 dan ideal 115/76). c) Kolesterol yang lebih rendah (total kolesterol dibawah 240mg/dl dan yang baik 40 mg/dl atau lebih). 7. Tembakau dan rokok a) Tidak merokok atau menggunakan produk tembakau. b) Tidak bekerja atau tinggal di daerah yang berasap (mengkonsumsi pasif tetap berbahaya). c) Menghindari menggunakan obat-obatan terlarang.
B. Locus Of Control 1. Pengertian locus of control Menurut Rotter (1966) locus of control adalah keyakinan individu mengenai sumber penentu perilaku. Locus of control terdiri dari dua bagian yaitu internal locus of control dan external locus of control. Internal locus of control adalah cara individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari kemampuannya, sedangkan external locus of control adalah cara dimana individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari luar kemampuannya. 2. Faktor yang mempengaruhi locus of control Robinson dan Shaver (1974) mengelompokkan faktor yang mempengaruhi perkembangan locus of control menjadi 2, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
30
a) Episodic antecedent Episodic antecedent adalah kejadian-kejadian yang mempengaruhi perkembangan locus of control seperti kecelakaan atau kematian seseorang yang dicintai. b) Accumulation antecedent Accumulation antecedent adalah kejadian-kejadian yang mempengaruhi perkembangan locus of control diskriminasi sosial, perasaan tidak berdaya dan pola asuh orang tua.
3. Aspek- aspek locus of control Rotter (dalam Phares, 1992) menyatakan ada 2 aspek dalam locus of control, yaitu aspek internal dan aspek eksternal: 1. Aspek Internal Seseorang yang memiliki aspek internal percaya bahwa hasil dan perilaku mereka disebabkan faktor dari dalam dirinya. Mereka selalu menghubungkan suatu peristiwa dengan faktor dalam dirinya. Faktor dalam aspek internal adalah kemampuan, minat dan usaha. a. Kemampuan Individu yang memiliki internal locus of control percaya pada kemampuan yang mereka miliki. Kesuksesan dan kegagalan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka.
Universitas Sumatera Utara
31
b. Minat Individu yang memiliki internal locus of control memiliki minat yang lebih besar terhadap kontrol perilaku, peristiwa dan tindakan mereka. c. Usaha Individu yang memiliki internal locus of control bersikap pantang menyerah dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengontrol perilaku mereka. 2. Aspek Eksternal Seseorang yang memiliki external locus of control percaya bahwa hasil dan perilaku mereka disebabkan faktor dari luar dirinya. Faktor dalam aspek eksternal adalah nasib, keberuntungan, sosial ekonomi, dan pengaruh orang lain. a. Nasib Individu yang memiliki external locus of control percaya akan firasat baik, buruk. Mereka menganggap kesuksesan dan kegagalan yang mereka peroleh sudah ditakdirkan dan mereka tidak dapat merubah kembali peristiwa yang telah terjadi. b. Keberuntungan Individu yang memiliki external locus of control menganggap setiap orang memiliki
keberuntungan
dan
mereka
sangat
mempercayai
adanya
keberuntungan.
Universitas Sumatera Utara
32
c. Sosial Ekonomi Individu yang memiliki external locus of control bersifat materialistik dan menilai orang lain berdasarkan tingkat kesejahteraan. d. Pengaruh Orang Lain Individu yang memiliki external locus of control sangat mengharapkan bantuan orang lain dan menganggap bahwa orang yang memiliki kekuasaan lebih yang lebih tinggi dari mereka, mempengaruhi perilakunya. Berdasarkan aspek-aspek locus of control dapat disimpulkan bahwa ada 2 aspek locus of control yaitu aspek internal (minat, usaha dan kemampuan) dan aspek eksternal (nasib, keberuntungan, sosial ekonomi dan pengaruh orang lain).
C. Hubungan Locus Of Control dengan Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan
dengan
sehat-sakit,
penyakit,
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi sehat sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah personal control (dalam Taylor, 2003).
Personal
control terdiri atas self-efficacy dan locus of control. Self-efficacy merupakan derajat kepercayaan individu akan kemampuannya melakukan tindakan tertentu pada situasi tertentu (Bandura, 1977). Locus of control menggambarkan keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilakunya (Rotter, 1966). Sumber penentu ini berasal dari internal (internal locus of control) atau eksternal
Universitas Sumatera Utara
33
(external locus of control). Internal locus of control merupakan cara dimana seseorang yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari kemampuannya, selain itu individu yang memiliki internal locus of control juga memahami bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung pada seberapa banyak usaha yang mereka lakukan, misalnya individu percaya bahwa perilaku merokok, mengonsumsi alkohol yang berlebihan dan tidak berolahraga, mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk. Locus of control external merupakan cara dimana seseorang yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari luar dirinya seperti faktor keberuntungan, nasib atau takdir, misalnya individu yang mengalami penyakit diabetes percaya bahwa hal itu disebabkan oleh faktor keturunan atau takdir. Walker (2001) mengatakan bahwa dalam area kesehatan, control memiliki hubungan yang positif dengan kondisi kesehatan. Ketika individu mampu menentukan atau mempengaruhi apa yang akan terjadi terhadap dirinya maka individu itu disebut in control. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wallstone (1982) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki internal locus of control cenderung terlibat dalam perilaku sehat. Individu yang memiliki eksternal locus of control sebaliknya cenderung terlibat dalam perilaku yang dapat merusak kesehatan. Menurut Wallstone (1992) individu yang memiliki internal locus of control akan terlibat dalam perilaku yang meningkatkan kesehatan. Wallstone (2001) menyimpulkan bahwa control merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku kesehatan dan kondisi kesehatan individu. Penelitian lain yang mendukung hubungan locus of control dengan perilaku kesehatan dilakukan oleh Seeman dan Evan (1962). Penelitian mereka menunjukkan bahwa individu
Universitas Sumatera Utara
34
yang aktif mencari informasi yang berkaitan dengan kesehatan adalah individu yang memiliki internal locus of control. Penelitian yang dilakukan Seeman dan Evan ini dilakukan pada pasien-pasien yang menderita tuberkolosis. Individu yang menderita tuberkolosis dan memiliki internal locus of control ditemukan lebih memahami kondisi mereka dan lebih sering bertanya kepada dokter dan perawat mengenai kondisi kesehatan mereka dari pada individu yang memiliki external locus of control. Dari penjelasan dapat dilihat bahwa ada hubungan locus of control dengan perilaku kesehatan, dimana individu yang memiliki internal locus of control cenderung memiliki perilaku kesehatan yang tinggi, sedangkan individu yang memiliki external locus of control cenderung memiliki perilaku kesehatan yang rendah.
D. Hipotesa Penelitian Hipotesa dalam penelitian ini dirumuskan dengan: H0: Tidak ada hubungan positif antara locus of control dengan perilaku kesehatan. Hi: Ada hubungan positif antara locus of control dengan perilaku kesehatan.
Universitas Sumatera Utara