BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasi organ lainnya dari lingkungan hidup manusia. Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007). Secara struktural, kulit terdiri dari dua lapisan utama. Lapisan pertama merupakan lapisan yang tipis, terdiri dari suatu epitel disebut epidermis. Epidermis melekat pada lapisan dalam, tebal dan merupakan bagian dari jaringan ikat yang disebut dermis. Di bawah dermis adalah lapisan subkutan. Lapisan ini juga disebut dengan hipodermis, terdiri dari jaringan areolar dan adiposa. Lapisan subkutan selanjutnya menempel pada jaringan dan organ dibawahnya (Osunderu, 2008). Lapisan epidermis terbagi dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5 lapisan, yakni:
6
7
1. Lapisan Tanduk (Stratum Corneum), terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Permukaan stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel asam kulit. 2. Lapisan Jernih (Stratum Lucidum), terletak tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. 3. Lapisan berbutir-butir (Stratum Granulosum), tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. 4. Lapisan Malphigi (Stratum Spinosum atau Malphigi Layer) memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filament-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. 5. Lapisan Basal (Stratum Germinativum atau Membran Basalis), adalah
lapisan
terbawah
epidermis.
Di
dalam
stratum
germinativum juga terdapat sel-sel melanosit yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk
8
pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui dendrit-dendritnya. (Tranggono dan Latifah, 2007). Lapisan dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam dermis terdapat juga folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang tedapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007). Lapisan subkutan atau hipodermis terdapat di antara dermis dan jaringan serta organ di bawahnya. Lapisan ini terdiri dari sebagian besar jaringan adiposa dan merupakan tempat penyimpanan lemak tubuh. Lapisan ini juga memiliki fungsi sebagai pengikat kulit dengan permukaan di bawahnya, menyerap guncangan dari benturan kulit, dan menyediakan penyekatan suhu (Pack, 2007).
Gambar 2.1. Struktur Kulit Manusia (Pack, 2007).
9
2.2 Sinar UV Sinar matahari terdiri dari spektrum radiasi elektromagnetik yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu, sinar ultraviolet (45%), sinar tampak (5%), dan sinar inframerah (50%). Panjang gelombang sinar UV berada antara 100nm – 400nm. Radiasi UV dibagi menjadi 3 kategori tergantung pada panjang gelombangnya yaitu gelombang panjang (UVA), gelombang medium (UVB), dan gelombang pendek (UV-B) (Svobodova et al., 2006). Sinar UV-A dengan spektrum 315-400 nm, adalah jenis radiasi yang lemah, seribu kali lebih lemah daripada UV-B namun 100 kali lebih banyak mencapai permukaan bumi, sekitar 90-95% dari total radiasi sinar matahari yang berhasil sampai ke permukaan bumi. Radiasi UV-A diserap sebagian besar pada lapisan epidermis, tetapi 20-30% mencapai dermis kulit manusia. Radiasi UV-A juga bertanggung jawab atas timbulnya tumor kulit baik yang jinak maupun kanker (Svobodova et al., 2006). Sinar UV-B dengan spektrum 280-315 nm, paling banyak menembus atmosfer bumi. Walaupun hanya 5% dari total radiasi sinar matahari, tetapi bertanggungjawab atas sebagian besar photodamage pada kulit. Sinar UV-B dapat memicu kerusakan DNA, stres oksidatif, penuaan dini kulit dan berbagai efek terhadap sistem imun, serta memiliki efek penting terhadap timbulnya tumor kulit. Sinar UVB dapat menginduksi terjadinya perubahan pada lapisan epidermis, yang merupakan tempat dimana sebagian besar sinar UVB diserap. Sinar UVB dapat merusak DNA dalam keratinosit dan melanosit. Sel-sel yang terkena dampak dari
10
sinar UVB akan muncul sebagai sel kulit yang terbakar (sunburn) yang terlihat 8 sampai 12 jam setelah paparan (Svobodova et al., 2006; Ivic, 2008). Sinar UV-C dengan spektrum 100-280 nm, adalah radiasi yang paling banyak diserap di lapisan ozon atmosfer bumi dan normalnya tidak mencapai permukaan bumi. Sinar UV-C memiliki potensi yang sangat besar dalam menyebabkan terjadinya kerusakan biologis dengan waktu yang sangat singkat. Panjang gelombang ini memiliki energi yang sangat hebat dan bersifat sangat mutagenik (Svobodova et al., 2006). Paparan sinar UV digambarkan ke dalam unit joule per area kulit dalam sentimeter (J/cm2). Intensitas atau dosis sinar UV paling kecil yang dibutuhkan untuk menyebabkan eritema pada kulit yang terlihat secara makroskopik 24 jam setelah paparan disebut dengan dosis eritema minimal (DEM). DEM menunjukkan jumah minimal energi sinar UV yang dibutuhkan untuk menimbulkan kemerahan ketika kulit terpapar sinar UV. Dosis atau waktu paparan yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai DEM pada setiap individu berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan genetik (Mitsui 1997; Utami, 2009).
2.3 Efek Sinar UV Sinar UV dapat memberikan efek yang menguntungkan yaitu dapat mencegah atau mengobati gangguan pada tulang dengan cara mengaktifkan vitamin D3 (7dehidrotokoferol) yang terdapat pada epidermis. Sinar UV juga dapat diaplikasikan dalam kombinasi dengan obat dalam terapi penyakit kulit yaitu
11
psoriasis dan vitiligo. Namun, paparan sinar UV juga dapat menyebabkan timbulnya efek akut dan efek kronis yang merugikan khususnya pada kulit (Svobodova et al., 2006). Efek akut yang terjadi dalam jangka pendek pada kulit antara lain, reaksi sunburn sebagai efek yang paling umum terjadi akibat pajanan sinar matahari yang berlebih. Perubahan yang terjadi bergantung pada jumlah radiasi, tingkat dan kualitas melanin dan ketebalan stratum korneum. Eritema atau memerahnya kulit adalah aspek visual dari respon sunburn yang terjadi 2-4 jam setelah irradiasi, puncaknya pada 14-20 jam, secara normal terjadi selama 72 jam. Sunburn yang parah biasanya diikuti dengan peningkatan ketebalan epidermis dan deskuamasi sel epidermis yang mati. Eritema juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti panas, angin, dan kelembaban (Clydesdale et al., 2001; Anies, 2009). Respon awal kulit terhadap radiasi UV adalah munculnya eritema yang disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi pembuluh darah kulit akibat interaksi antara ROS dengan sel mast. Eritema yang disebabkan oleh radiasi sinar UV dapat terjadi akibat pembentukan ROS melalui mekanisme fotosensitisasi, dimana sinar UV diserap oleh sensitizer yang tereksitasi sehingga terbentuk suatu spesies oksigen reaktif atau yang dikenal dengan ROS. ROS dapat berinteraksi dengan makromolekul seluler seperti DNA, protein, asam lemak dan sakarida yang menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif. ROS yang berinteraksi dengan sel mast akan melepaskan mediator-mediator yang dapat menginduksi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, seperti histamin, sehingga menyebabkan timbulnya eritema (Clydesdale et al., 2001; Svobodova et al., 2006; Utami, 2009).
12
Ketika kulit terkena sinar matahari, radiasi UV diserap oleh molekul kulit yang dapat menghasilkan suatu senyawa berbahaya yang disebut dengan Reactive Oxygen Species (ROS), yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan oksidatif untuk komponen seluler seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria dan DNA. Paparan sinar UV pada kulit manusia dengan dosis 2 DEM (2 kali dosis UVA/UVB) dapat menyebabkan peningkatan pembentukan ROS dalam waktu 15 menit. Dalam rentang waktu yang sama, Activator Protein-1 (AP-1) yang menyebabkan peningkatan kerusakan kolagen, menjadi meningkat dan tetap tinggi selama setidaknya 24 jam setelah radiasi UV. Radiasi UV menyebabkan pembentukan ROS dan induksi AP-1 yang menyebabkan peningkatan produksi Matriks Metalloproteinase (MMP) sehingga terjadi peningkatan kerusakan kolagen. Selain itu, radiasi UV menyebabkan penurunan ekspresi Tumor Growth Factor-β (TGF-β). Penurunan ekspresi TGF-β merupakan penyebab penurunan produksi kolagen yang merupakan landasan terjadiya photoaging (Helfrich et al., 2008). Photoaging menggambarkan suatu efek kronis dari paparan sinar ultraviolet pada kulit. Tanda-tanda klinis photoaging seperti kulit kering, kulit menebal dan kasar, kerutan lebih dalam dan nyata, bercak pigmentasi tidak teratur, pelebaran pembuluh darah (telangiektasi) hingga timbulnya tumor jinak, prakanker maupun kanker kulit (Jusuf, 2005; Helfrich et al., 2008).
13
2.4 Antioksidan Antioksidan adalah substansi kecil yang mampu menetralkan radikal bebas dengan cara menstabilkan, menonaktifkan, atau meminimalkan reaksi oksidatif dalam sel akibat reaksi dari radikal bebas (Priyadarsini, 2005). Radikal bebas merupakan atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lapisan terluarnya. Hal ini mengakibatkan radikal bebas bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, lipida, karbohidrat dan DNA. Radikal bebas akan mengambil elektron dari molekul stabil terdekat sehingga mengakibatkan reaksi berantai pembentukan radikal bebas (Hartanto, 2012). Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami (Hartanto, 2012). Senyawa antioksidan alami tumbuhan disebut juga
phytoantioxidants
(Pouillot et al., 2011). Contoh antioksidan alami adalah vitamin C, vitamin E, dan β-karoten. Sedangkan antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Contoh antioksidan sintetik adalah BHA, BHT, dan TBHQ (Santoso, 2005). Terdapat dua cara untuk memperoleh antioksidan yakni dari luar tubuh (eksogen) dan antioksidan dari dalam tubuh (endogen). Antioksidan eksogen dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung vitamin C dan E, β-karoten maupun antioksidan sintetik seperti BHA, BHT dan
14
TBHQ. Sedangkan contoh antioksidan endogen adalah enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase (Hartanto, 2012). Mekanisme kerja senyawa antioksidan adalah mengkelat ion logam, menghilangkan oksigen radikal, memecah reaksi rantai inisiasi, menyerap energi oksigen singlet, mencegah pembentukan radikal, menghilangkan dan atau mengurangi jumlah oksigen (Hartanto, 2012). Antioksidan dapat menghambat produksi ROS dengan mengurangi jumlah oksidan di dalam dan sekitar sel-sel, mencegah ROS mencapai target biologis, membatasi penyebaran oksidan seperti yang terjadi pada peroksidasi lipid, dan menggagalkan stress oksidatif sehingga dapat digunakan dalam mencegah fenomena penuaan (Pouillot et al., 2011).
2.5 Manggis (Garcinia mangostana L.) 2.5.1 Klasifikasi tanaman Klasifikasi tanaman manggis menurut Hutapea (1994) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Guttiferanales
Family
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L.
15
(A) (A)
(B) (B)
Gambar 2.2. (A) Pohon Manggis; (B) Buah Manggis (Hadriyono, 2011)
2.5.2 Nama daerah Manggis memiliki nama daerah diantaranya Manggoita (Aceh), Manggista (Batak), Manggih (Minangkabau), Manggus (Lampung), Manggu (Sunda), Kirasa (Makasar), dan Manggis (Bali) (Pitojo dan Hesti, 2007). 2.5.3 Deskripsi buah manggis Manggis merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia. Manggis menyimpan banyak manfaat bagi kesehatan atau bisa disebut sebagai pangan fungsional (functional food). Di beberapa negara manggis terutama kulitnya sudah bisa dijadikan sebagai obat dan bahan terapi (Permana, 2012). Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun, berbentuk pohon dengan bagian bawah lebar dan bagian ujung menyempit, tinggi pohon 6 hingga 20 meter. Batang berkayu, bulat, tegak, percabangan simpodial, berwarna hijau. Akarnya tunggang berwarna putih kecoklatan. Bunga tunggal, berkelamin dua, benang sari berwarna kuning. Mahkota bunga terdri dari 4 kelopak daun. Kelopak bunga melengkung kuat, tumpul, berdaging tebal, berwarna hijau kuning dengan tepi merah. Kepala putik
16
berjari-jari 4-8 cm, putik berwarna putih kekuningan. Daun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, percabangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar 6-9 cm, tangkai silindris, berwarna hijau. Buah buni, bulat, diameter 6-8 cm, kulit buah berdinding tebal lebih dari 9 mm, pada waktu muda kulit buah berwarna hijau namun setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging buah berwarna putih dan mengandung banyak air. Biji bulat dengan diameter 2 cm, dalam 1 buah terdapat 5-7 biji berwarna coklat (Hutapea, 1994; Pitojo dan Hesti, 2007). Simplisia kulit buah manggis berupa potongan padat, agak keras, bentuk seperempat bola atau setengah bola dengan garis tengah 4-6 cm, tebal 3-6 mm, permukaan luar agak kasar, agak mengkilat, warna kecoklatan sampai coklat kehitaman sedangkan permukaan dalam licin, berwarna coklat, dan terdapat sisa sekat yang membagi buah menjadi 4 bagian atau lebih, bekas patahan tidak rata, tidak berbau dengan rasa pahit. Secara mikroskopik yang menjadi fragmen penanda adalah sel batu, parenkim endokarp, parenkim eksokarp, periderm dan parenkim mesokarp (DepKes RI, 2010). 2.5.4 Kandungan kimia kulit buah manggis Praptiwi (2010), menyatakan kandungan kimia yang terdapat pada kulit buah manggis terdiri dari flavonoid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid, kuinon, natrium, kalium, magnesium, kalsium, besi, zink dan tembaga. Kulit buah manggis mengandung xanton yang sangat tinggi yaitu mencapai 123,97 mg/100 mL (Yatman, 2012). Menurut penelitian Yoshwana (2103), ekstrak etanol 95% kulit buah manggis mengandung xanton. Xanton dalam kulit buah manggis
17
memiliki beberapa turunan seperti α-mangostin, β-mangostin, γ-mangostin, gartanine, garcinone E, dan 8-deoxygartanine (Chaverri et al., 2008).
Gambar 2.3. Struktur Senyawa Xanton (Miryanti et al., 2011)
2.5.5 Aktivitas farmakologi Kulit buah manggis mengandung antioksidan kompleks dengan kadar yang tinggi, terutama senyawa fenolik seperti xanton. Xanton yang di isolasi dari kulit buah manggis menunjukkan aktivitas antioksidan, antitumor, antialergi, antiinflamasi, antibakteri, antifungal dan antiviral (Lim, 2012). Penelitian Mardawati et al., (2009), menunjukkan bahwa semua fraksi pelarut dari ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas antioksidan yang besar dengan nilai Inhibition Concentration 50% (IC50) kurang dari 50, dimana ekstrak metanol nilai IC 50 sebesar 8,00 mg/L, ekstrak etanol 9,26 mg/L dan ekstrak etil asetat sebesar 29,48 mg/L. Ekstrak air kulit buah manggis mempunyai aktivitas antioksidan dengan nilai IC50adalah 5,94 mg/mL (Palakowong et al., 2010). Pemberian antioksidan topikal pada kulit menurut Yaar dan Gilcherst (2007), mampu mencegah kerusakan kulit yang disebabkan oleh stres oksidatif dengan berkurangnya akumulasi peroksida pada kulit.
18
Senyawa xanton yang memiliki efek antioksidan dibutuhkan dalam suatu formulasi sediaan farmasi, terapi, kosmetik yang ditujukan untuk memberikan perlindungan yang efektif dari efek jangka pendek, jangka panjang dan stress oksidatif yang disebabkan oleh sinar UV (Moffet and Shah, 2006). Susanti et al. (2012), telah melakukan uji efek perlindungan senyawa xanton dalam ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap sinar UV yang dilakukan secara in vitro dengan teknik spektroskopi UV yang diukur pada rentang panjang gelombang sinar UV (200-400 nm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa xanton yang terdapat dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat menyerap sinar UV, dimana xanton memiliki panjang gelombang maksimum 305-330 nm yang merupakan rentang panjang gelombang sinar UV.
2.6 Masker Wajah Gel Peel off Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Masker adalah sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah. Jenis kosmetika ini berfungsi menjaga kesehatan kulit diantaranya membersihkan, menjaga kelembaban, perlindungan dari bahaya UV, antioksidan, memutihkan, mencegah penuaan kulit, mencegah kerutan, mencegah pengenduran dan jerawat pada kulit. Masker dioleskan pada kulit wajah dalam bentuk lapisan yang relatif tebal dan dihapuskan beberapa waktu kemudian, biasanya 15-30 menit (Mitsui, 1997; Shai et al., 2009). Masker wajah berdasarkan cara membersihkan dari permukaan kulit dapat dibedakan menjadi :
19
a. Masker yang dilepaskan dengan dibilas. b. Masker yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel Off). Tipe masker wajah yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel Off) berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi tiga yakni gel, pasta dan powder (serbuk). Masker wajah peel off dengan bentuk gel merupakan masker wajah yang transparan atau semi transparan yang menyebar dengan baik serta membentuk lapisan pada kulit yang mudah diangkat setelah dikeringkan. Setelah lapisan film tersebut dikelupas maka kulit akan terasa lembab, lembut dan terasa bersih (Mistsui, 1997; Shai et al., 2009).
Gambar 2.4. Cara Menggunakan Masker GelPeel Off (Shai et al., 2009) Keterangan: (A) Sepotong kain kasa yang dibasahi dengan air ditempatkan pada wajah; (B) Masker gel peel off dioleskan di atas kasa; (C) Setelah waktu pengaplikasian selesai masker diangkat dengan cara dikelupas.
Masker gel peel off terbuat dari bahan polimer seperti polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet alam. Masker setelah dioleskan akan mengering pada kulit, mengeras dan membentuk lapisan tipis, fleksibel dan
20
transparan. Masker tidak perlu dibilas hanya dikelupas. Masker wajah gel peel off memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan masker lain seperti pasta dan serbuk diantaranya dapat menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya respiratio sensibilis karena tidak membentuk lapisan lilin yang melapisi permukaan kulit secara kedap serta tidak menyumbat pori-pori kulit, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan daya lekat baik, serta mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Lieberman dan Bunker, 1989; Voigt, 1994; Shai et al., 2009). Sukmawati (2013) memanfaatkan efek antioksidan pada kulit buah manggis menjadi sediaan masker gel peel off dengan memvariasikan bahan masker yakni PVA (10-16%), HPMC (2-4%) dan propilen glikol (2-15%). Variasi ini kemudian dievaluasi sifat fisika dan kimianya, dan diperoleh hasil bahwa konsentrasi PVA, HPMC dan propilen glikol secara signifikan mempengaruhi viskositas dan daya sebar sediaan (p<0,05), sedangkan variasi konsentrasi propilen glikol secara signifikan mempengaruhi waktu mengering dari sediaan (p<0,05). Pada pengujian aktivitas antioksidan masker gel peel off yang dilakukan oleh Utami (2014), menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis berbeda secara signifikan dengan standar vitamin C. Aktivitas antioksidan masker gel peel off kulit buah manggis memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada standar vitamin C dengan nilai IC50 masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis sebesar 17,90±0,06 g/mL dan nilai IC 50 vitamin C sebesar 20,58±0,11 g/mL. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan α-
21
mangostin yang merupakan senyawa aktif dalam kulit buah manggis turunan xanton yang bersifat sebagai penangkal radikal bebas (antioksidan). Laras (2014), telah melakukan pengujian iritasi dari makser gel peel off ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai antioksidan pada 6 sukarelawan uji dengan metode human 4-hour patch test dengan lama pengamatan selama 72 jam. Hasil pengujian menyatakan bahwa masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) tidak menimbulkan iritasi pada sukarelawan uji. Hal ini disebabkan oleh masker gel peel off ekstrak kulit buah manggis yang merupakan campuran antara basis dengan ekstrak dimana campuran basis dengan ekstrak tidak menghasilkan senyawa baru yang dapat menginduksi munculnya reaksi iritasi.