ASEAN DALAM PERSEPSI ANCAMAN Tri Ratna Rinayuhani S.IP, MA (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Majapahit) Abstraksi Sejak berdiri tahun 1967 ASEAN belum mampu secara significant menjadi motor utama penggerak kemajuan bagi negara-negara anggotanya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih labil dan isu-isu nasional negara anggotanya yang masih sangat menonjol memunculkan berbagai ancaman bagi anggota-anggota ASEAN. Berbagai isu dan konflik yang muncul bisa menjadi pemantik dalam hubungan antar anggota. Namun ASEAN sekarang telah berkembang pesat dengan berbagai platform untuk menyelesaikan berbagai ancaman yang muncul. ASEAN Way adalah sebuah norma untuk menyatukan persepsi dalam menyelesaikan berbagai bentuk ancaman yang muncul, sedangkan ARF adalah sebuah forum yang bisa digunakan untuk menciptakan stabilisasi dan meningkatkan kesejateraan negara anggotanya. Keywords : ASEAN, Persepsi, Ancaman PENDAHULUAN ASEAN (The Association of Southeast Asia Nation) merupakan sebuah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara, yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kesejateraan negaranegara anggotanya baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanan. Dimana dalam proses kerjasama ini dipengaruhi oleh variabel-variabel dinamis yang mempengaruhi keefektifan sebuah organisasi. Efektifitas sebuah organisasi dapat dilihat dari tiga hal, pertama adalah tingkat kerumitan masalah (problem malignancy) yaitu bagaimana ASEAN menghadapi berbagai isu yang timbul dan berkembang. Kedua adalah level kolaborasi, yaitu ASEAN harus mampu untuk menentukan posisi kolaborasinya dalam kerangka kerja yang terkelola. Ketiga adalah problem solving, dimana dalam tahapan ini ASEAN akan dinilai kompetensinya dengan keterkaitannya terhadap poin 2 dan 3, serta bagaimana ASEAN menjalankan fungsi otoritasnya terhadap anggota-anggotanya. Berangkat
dari latar belakang sejarah yang sama, ASEAN sendiri dilihat sebagai wilayah abuabu, dimana ASEAN tidak dapat disebut sebagai komunitas pertahanan atau komunitas keamanan namun lebih kepada sebagai sebuah organisasi yang memiliki peran keamanan (Djiwandono, 1992: 1- 23). ASEAN dan Dilema Ancaman Berkembangnya interaksi regional di kawasan Asia Tenggara membawa berbagai isu-isu baru yang berpengaruh langsung dalam segala mekanisme yang harus dijalankan oleh ASEAN. Salah satu isu yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah yang berkaitan dengan isu keamanan, yaitu persepsi ancaman dari perspektif ASEAN terhadap interaksinya dengan para significant others-nya.Meleburnya batasbatas negara di suatu kawasan, membawa dampak pada persepsi suatu negara terhadap perilaku negara lain. Persepsi yang tidak selamanya dianggap sebagai satu nilai positif, tak jarang persepsi yang muncul adalah bentuk kewaspadaan, dimana perilaku suatu negara dapat mengancam
eksistensi yang lain. Dalam hal ini, ASEAN menyikapinya dengan merumuskan beberapa langkah kerjasama dalam hal pemeliharaan perdamaian dan stabilitas keamanan di kawasan regionalnya. Salah satu rumusan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah melakukan konsolidasi dan memperkuat solidaritas dalam ASEAN secara kohesif dan selaras dengan cara membuat ketahanan nasional dan regional melalui kerjasama dan bentuk asistensi guna menciptakan zona perdamaian, 1 kemerdekaan, netral . Prinsip itu kemudian dituangkan dalam bentuk kerjasama keamanan. Dilema yang muncul selanjutnya akibat dari interaksi global di kawasan Asia Tenggara adalah perkembangan indocina yang juga dianggap sebagai sebuah ancaman, selain itu juga ketidakstabilan domestik politik di setiap negara di kawasan tersebut (domestic vulnerabilities) yang menimbulkan kerawanan regional2, serta preferensi suatu negara terhadap potensi negara lain, terutama di Asia Tenggara memicu Asean untuk mengambil langkah guna memberikan solusi yang relevan bagi isu-isu yang nantinya akan berkembang menjadi sebuah ancaman. Jadi dapat dicermati bahwa ASEAN ingin menciptakan keamanan kolektif, dengan menumbuhkan suatu persepsi yang sama antar sesama anggotanya dalam memandang sebuah isu yang berkembang. Munculnya negara super power dunia pun tidak lepas dari perhatian ASEAN, karena tidak dapat dipungkiri dengan berperannya negara super power dalam proses arbitrasi konflik di kawasan Asia Tenggara, dipandang sebagai sebuah ancaman yang harus disikapi secara tepat dan cermat. Karena baik secara sadar maupun tidak, dalam menghadapi sebuah 1
Asean Documentary Series. 1998 – 1999, Jakarta: Asean Secretariat 2 Op cit, hal 59
kekuatan besar ASEAN haruslah berhatihati guna menghindari konflik terbuka. Sebagai salah satu contoh, adalah kasus ketika terjadi penolakan Vietnam terhadap konsepsi ZOPFAN3 yang juga disusul dengan invasi Hanoi ke Kamboja pada bulan September 1978. Vietnam telah melakukan penyangkalan terhadap supremasi kedaulatan nasional yang dipegang oleh ASEAN dan telah membuat Thailand merasa terancam dengan perilaku Vietnam. Kondisi ini membuat Thailand memutuskan untuk membuka hubungan kerjasama dengan Cina sebagai tindakan preventif terhadap Vietnam. Pada kondisi ini ASEAN dihadapkan pada sebuah dilema, apabila mendiamkan perilaku Vietnam tersebut, maka akan menjadi preseden penyangkalan atas kedaulatan nasional, namun di lain pihak ASEAN dituntut untuk tetap menunjukan solidaritasnya terhadap Thailand. Pada akhirnya ASEAN hanya bisa menjalankan sebuah mekanisme untuk menciptakan semacam pertahanan politik bersama dengan dua tujuan, yaitu menyangkal legitimasi invasi Vietnam ke Kamboja dan menunjukan solidaritas kepada Thailand. Akhirnya ASEAN telah menunjukan kemampuannya sebagai sebuah tatanan regional. Dari contoh tersebut diatas, ASEAN menyediakan platform sebagai sarana
3
ZOPFAN merupakan suatu bentuk deklarasi yang dibuat oleh ASEAN yang dicetuskan di Kuala Lumpur pada tanggal 27 November 1971. Sasaran dan ZOPFAN ini adalah kerjasama politik ASEAN, dan untuk menciptakan kemanan dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Hadirnya konsep ZOPFAN ini karena adanya keinginan dan negara- negara anggota ASEAN untuk dapat hidup aman dan sejahtera agar dapat melaksanakan proses pembangunan di negaranya. http://www.researchgate.net/publication/42354241_P erkembangan_implementasi_kawasan_damai_bebas_ dan_netral_(Zopfan)_di_Asia_Tenggara [accessed May 21, 2015].
konsultasi dan negosiasi4 sebagai sebuah langkah preventif untuk menghindari konflik antar anggota ASEAN. Adapun ancamanancaman yang timbul dan dapat mengarah pada konflik terbuka, yaitu ancaman yang berasal dari dalam (Internal threat) dan ancaman dari luar (external threat). Dua ancaman itu bisa muncul dari berbagai sektor kehidupan. Sebagai contoh dalam bidang ekologi adalah pada kasus kabut asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan di Kalimantan. Dimana kabut asap telah dinilai merugikan segala kegiatan perikehidupan di negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura. Mereka mengkritik keras perilaku oknum-oknum di Indonesia yang melakukan pembakaran hutan dengan tujuan pembukaan ladang baru. Bagi Indonesia hal ini tidak lebih dari sekedar sebagai motif ekonomi yang tidak dapat dihindari. Apabila pada kasus ini, Indonesia tidak sungguh-sungguh mengatasinya, maka ancaman ekologi ini dapat mengarah pada sebuah konflik antar negara-negara anggota ASEAN. Dalam hal ini pola hubungan yang awalnya bersifat amity (hubungan positif) akan bergeser pada satu hubungan enmity ( hubungan negatif) yang diakibatkan oleh ancaman ekologi tersebut. Ancaman ekologi ini akan berpengaruh pada stabilitas keamanan di Asia Tenggara secara keseluruhan. Ada tiga kategori ancaman yang dapat ditimbulkan dari isu lingkungan atau keragaman hayati ini5, yaitu konversi 4
Kamarulzaman Askandar. 2003, Rethinking Conflict Management In Southeast Asia, dalam Kamaruzalam Askandar (ed), Management and Resolution of Inter-State conflict in Southeast Asia, Penang: SEACNS, hal 19 5 Bob Sugeng Hadiwinata, Environment Security Problem in Southeast Asia: In Search of an Effective Conflict in Southeast Asia, dalam Kamarulzaman Askandar, Management & Resolution of Inter-State Conflict in Southeast Asia, Penang: SEACNS, hal. 135
lingkungan, kegiatan konsumsi yang berlebihan (over consumption) dan maraknya korupsi yang dilakukan oleh oknum elit politik dalam tiap negara di kawasan Asia Tenggara. Di lain pihak, eksploitasi lingkungan selalu berdasar pada alasan ekonomi, dimana hal ini dilakukan untuk menambah aliran devisa untuk membayar hutanghutang pembangunan pada negara-negara maju. Sehingga masalah lingkungan menjadi erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk, migrasi, eksploitasi sumber daya alam, dan meningkatkan intensitas konflik, baik pada domestik politik suatu negara yang akhirnya menjadi sebuah ancaman bagi sebuah kawasan, karena adanya interaksi sosial regional. Dalam hal ini ASEAN harus sungguh-sungguh dalam memperhatikan, mencegah, dan menanggulangi masalah yang berkaitan dengan stabilitas keamanan lingkungan, karena konsep mengenai environmental security ini sendiri telah banyak muncul pada pertengahan 1980-an6, namun baru diperhatikan dan direalisasikan saat sekarang ini, sehingga ASEAN perlu melibatkan peranan nilai-nilai dan norma lokal, serta kelompok-kelompok masyarakat sipil atau peranan epistemic community. Ancaman dari luar ASEAN pun tidak luput dari perhatian organisasi ini, karena ancaman jenis ini dapat mempengaruhi eksistensi ASEAN di kawasan Asia Tenggara, sebagai contohnya adalah munculnya kekuatan Cina di Asia, baik mengenai nuklirnya, ataupun konfliknya dengan beberapa negara berkaitan dengan masalah integrasi teritorialnya, berkaitan dengan masalah Laut Cina Selatan. Hal-hal itu dipersepsikan sebagai sebuah ancaman bagi ASEAN dan tidak dapat diabaikan. Cina diasumsikan akan muncul sebagai sebuah hegemoni di kawasan Asia, 6
Ibid, hal. 144
dengan berdasar pada beberapa hal7, yakni teori sistemik mengenai kekuatan besarnya sebagai kontrol terhadap lingkungan eksternalnya dan juga sebagai sarana untuk meningkatkan kekuasaannya; faktor sejarah hubungan Cina dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara; klaim Cina terhadap Laut Cina Selatan sebagai bagian dari teritorialnya. Dengan berdasarkan pada hal-hal tersebut, maka Cina akan mempunyai pengaruh yang besar di kawasan Asia. Pertumbuhan ekonomi dan kemampuan militernya, juga akan menjadikan Cina sebagai kekuatan dominan di kawasan tersebut8. Faktor hubungan sejarah antara Cina dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara juga menjadi sebuah tolak ukur kekhawatiran ASEAN, apabila ia muncul sebagai sebuah hegemoni, yaitu mengingat dahulu Cina pernah menjadi sponsor berbagai kegiatan separatis komunis di beberapa negara di Asia Tenggara. Sehingga merangkul Cina dalam kerjasama keamanan regional yang terwujud melalui ASEAN Regional Forum (ARF) yang juga melibatkan peran Jepang serta Amerika Serikan, diharapkan dapat memberikan kontribusi pada stabilitas regional di Asia Tenggara. Pada kasus terbaru yang dihadapi oleh ASEAN saat ini adalah mengenai pengungsi Rohingya. Dalam Universal Declaration of Human Right pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa “Kewarganegaraan merupakan hak asasi setiap manusia”, berdasarkan hal ini seharusnya pemerintahan Myanmar menghormati keberadaan etnis Rohingya dan mencari solusi terbaik bagi mereka. Dalam sebulan terakhir kurang lebih tiga ribua-an etnis Rohingnya telah
mengungsi ke Malaysia dan Indonesia. Namun sayangnya peran ASEAN secara khusus hingga hari ini dalam kasus pengungsi Rohingya belum begitu terlihat. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Myanmar seharusnya menghormati dan menjalankan prinsip-prinsip ASEAN yakni mempromosikan perdamaian ataupun melakukan penegakan hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, sangat wajar apabila dikemudian hari negara-negara ASEAN seharusnya memberikan sanksi yang berat baik berupa sanksi ekonomi, politik, diplomatik atau bahkan penghentian jabatan Myanmar sebagai Ketua ASEAN. PEMBAHASAN ASEAN WAY ASEAN sebagai sebuah komunitas diplomatik di kawasan Asia Tenggara, dalam interaksi antar negara anggotanya berdasarkan pada prinsip-prinsip kerjasama di berbagai bidang, termasuk keamanan. Oleh karena hal itulah, maka ASEAN perlu melahirkan sebuah norma yang mengatur perilaku anggota-anggotanya yang tertuang dalam ASEAN Way9. Simbol ini akan memberikan panduan bagi seluruh anggota ASEAN dalam mengambil langkah terhadap pembuatan sebuah kebijakan, melalui musyawarah untuk mufakat. Dalam perkembangannya ASEAN Way telah mengalami banyak penyesuaian. Bagaimanapun musyawarah untuk menghasilkan sebuah kesepakatan, terkadang menemui kendala ketika beberapa negara anggota menolak sebuah konsensus, jadi musyawarah yang dijadikan sebagai landasan pada ASEAN Way tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk
7
Allan Collins. 2000, ASEAN, The China and The South China Sea Dispute, dalam The Security Dilemmas of Southeast Asia, London: Macmillan Press. Ltd. Hal 137 8 Ibid, hal. 139
9
Ferdinand Frisch. 2010, The ASEAN Way and the Burma Case, Munich, GRIN Verlag, http://www.grin.com/en/e-book/195759/the-aseanway-and-the-burma-case
mencapai sebuah kesepakatan. Namun terlepas dari semua itu, ASEAN Way telah muncul sebagai sebuah norma yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat dilema keamanan, walaupun dalam perkembangannya masih terus banyak mengalami perubahan. ASEAN Regional Forum (ARF) Pembentukan ARF merupakan sebuah langkah besar yang positif dan momentum penting di kawasan Asia Pasifik, sebagai wadah kerja sama untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan stabilitas, politik, dan keamanan. ARF merupakan sebuah forum dialog untuk mendiskusikan dan mempertemukan pandangan yang beragam dari negara-negara anggotanya, sehingga menghasilkan sebuah kepercayaan dan merupakan pencerminan dari sikap bersama, guna mewujudkan stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik. Peran ASEAN dalam forum ini adalah sebagai reaktor pendorong utama bagi ARF untuk membangun sarana kepercayaan dan sebagai langkah diplomasi yang preventif dalam mencari sebuah solusi untuk menyelesaikan sebuah konflik. Forum dialog ini pun bertujuan untuk menciptakan sebuah kawasan yang mandiri dan lebih kuat. Saat ini anggota ARF telah mencapai 27 negara, yang terdiri dari seluruh anggota ASEAN dan negara-negara mitra dialog ASEAN, diantaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Cina, dan 4 negara sebagai peninjau. ARF lahir sebagai sebuah implikasi dari berakhirnya sistem bipolar di Asia Pasifik. Sehingga setiap negara di Asia Pasifik harus mencari terobosan baru dalam pendekatan-pendekatan untuk menangani masalah di kawasannya. Karena dinamika yang muncul di kawasan Asia Pasifik saat ini adalah mengenai konflik-konflik teritorial, pola dan perilaku hubungan antar negara, dan persepsi ancaman yang
beragam, serta kehadiran Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik10 dan lain sebagainya. Sehingga momentum dari pembentukan ARF, merupakan sebuah kesuksesan peranan ASEAN. Sebagai contoh, ASEAN telah berhasil mentralisir upaya menlu Amerika Serikat, Warren Christopher dan Menlu Jepang, Kabun Muto, dalam kampanyenya tentang isu ancaman senjata nuklir Korea Utara, yang seolah-olah negara komunis ini menjadi ancaman bagi seluruh kawasan Asia Pasifik (Shambazy, 1995:368). Dimana ARF muncul sebagai inisiator untuk membuka dialog guna membicarakan isu tersebut melalui musyawarah anggota. Sehingga dapat dinilai bahwa dialog menjadi suatu hal penting untuk kawasan Asia Pasifik yang luas dan beragam. Selain itu pula, ASEAN juga berhasil dalam melakukan diplomasi preventif dalam masalah Kamboja, Laut cina Selatan, dan perdamaian teritorial antar anggota ASEAN, keberhasilan ini dapat dilihat ketika konflik tersebut tidak terjadi secara lebih luas dan terbuka. Dalam perkembangannya ARF ini tidak terlepas dari peranan negara-negara besar. Walaupun sebenarnya ASEAN tidak menghendaki dominasi dari negara-negara besar, namun bagaimanapun juga ASEAN tidak mungkin bisa berjalan sendiri, karena negara-negara besar tersebut juga mempunyai kepentingan di kawasan ini. Namun hal ini sangat tergantung pada kemampuan ASEAN untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan negara besar itu dalam sebuah kerangka kerjasama yang menguntungkan, tentunya berkaitan dengan kontribusinya terhadap stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik. Sebagai contoh keterlibatan Jepang dalam ARF akan memberikan wadah bagi 10
F. Andrea. 1996, Peran Keamanan Asean Regional Forum, dalam Bantarto Bandoro (ed), agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: CSIS, hal. 75
negara tersebut untuk mempunyai peranan di kawasan Asia Pasifik, dan juga mengurangi ketakutan dan persepsi ancaman bagi negara lain, berkaitan dengan keaktifan Jepang dalam masalah keamanan dan politik. Namun ASEAN memandang peran Jepang sebagai sesuatu yang penting mengingat kerangka aliansinya dengan Amerika Serikat, yang tentunya hal ini dipandang sebagai satu manfaat untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik11. Alasan ini juga berlaku sama pada keterlibatan Cina di dalam ARF, dengan keterlibatannya dinilai akan menepis kekhawatiran dari beberapa negara anggota ASEAN terhadap kekuatan Cina. Dalam perkembangannya ARF pun banyak menghadapi berbagai kendala, diantaranya muncul kesangsian akan peran ASEAN di masa yang akan datang dalam wadah kerja sama ini, karena adanya peran dari negara besar maka apakah ASEAN tetap mampu sebagai poros utama dalam wadah kerja sama ini ? Karena jika tidak, maka tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang ARF hanyalah sebagai instrumen bagi negara besar untuk memperluas hegemoni dan kekuasaannya. Selain itu juga, kemampuan ARF perlu diperhatikan untuk masa-masa yang akan datang, mengingat masih terdapatnya potensi konflik yang mengarah pada perang terbuka di kawasan Asia Pasifik. Jadi di masa mendatang ARF perlu memperluas peranannya secara aplikatif, terutama dalam menghadapi potensi-potensi konflik yang sewaktu-waktu dapat meningkat. Jadi tiga prinsip utama dalam ARF, yaitu pembangunan kepercayaan, diplomasi preventif, dan penyelesaian konflik, merupakan satu kesatuan prinsip yang tidak dapat dipisahkan implementasinya, sehingga perlu membuat suatu rumusan konkret mengenai cara-cara penyelesaian konflik. 11
Ibid, hal. 81
KESIMPULAN ASEAN harus menjadi pendorong utama (primary driving force) di kawasan Asia Tenggara dan menjadi peran sentral terhadap segala dinamika di berbagai sektor kehidupan. Sebagai sebuah komunitas diplomatik, ASEAN harus menunjukan kemampuannya dalam memecahkan sebuah permasalahan di regional Asia Tenggara khususnya, dan di kawasan Asia Pasifik lebih luasnya. Maka ASEAN, haruslah selalu peka terhadap gejala-gejala sosial yang muncul sebagai interaksi global antar negara di kawasan tersebut. Perdamaian dan stabilitas keamanan merupakan sebuah agenda penting dalam perkembangan ASEAN yang juga harus dicermati dengan lebih seksama. Apabila ASEAN sukses dalam menangani kedua hal tersebut, maka akan meningkatkan posisi tawarnya di arena Internasional, dan membawa masa depan yang cerah bagi sebuah organisasi di kawasan Asia Tenggara yang sebelumnya tidak diperhitungkan perannya dalam kancah pergaulan Internasional.
DAFTAR PUSTAKA Bandoro, Bantarto (ed) 1996, Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: CSIS CSIS. 2002, Analisis CSIS, Isu-isu NonTradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, Jakarta: CSIS Askandar, Kamarulzaman. 2003, Management And Resolution Of Inter-State Conflicts In Southeast Asia, Penang: SEACNS Collins, Allan. 2000, The Security Dilemmas Of Southeast Asia, London: Macmillan Press Ltd. ASEAN. 1998-1999, Asean Document Series, Jakarta: ASEAN Secretariat Loh Kok Wah, Francis, Joakim Ojendal (ed). 2005, Southeast Asian Response To Globalization: Restructuring Governance and Depenin Demokrasi, Singapura: Nias Press Archarya, Amitav, Lee Lai To. 2003, Asia In The New Millenium, Singapura: Times Graphic Pte Ltd