ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Muhammad Rico Zulkarnain NIM: 104051001755
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : Muhammad Rico Zulkarnain NIM 104051001755
Di bawah bimbingan :
Drs. Jumroni M.Si. NIP 150254959
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 03 September 2008 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Murodi, M.A NIP:150 254 102
Wati Nilamsari, M.Si. NIP:150 293 223 Anggota,
Penguji I
Penguji II
Drs. Suhaimi, M.Si. NIP: 150 270 810
Drs. M. Luthfi, M.A NIP: 150 268 782 Pembimbing,
Drs. Jumroni, M.Si. NIP: 150 254 959
ABSTRAK
Muhammad Rico Zulkarnain Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya Hamka Media massa dapat digunakan sebagai sarana menyebarkan informasi kepada masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran media massa seperti media cetak dapat mengubah cara pandang, pemikiran bahkan perilaku yang membacanya. Lebih luas lagi kehadiran media massa dapat digunakan sebagai saluran penyampaian nilai-nilai dakwah kepada masyarakat. Salah satu media massa cetak ialah buku, seperti buku yang diteliti dalam penelitian ini yaitu buku “Renungan Tasauf “ karangan Hamka. Melalui buku ini Hamka berusaha berdakwah memberikan semangat keislaman yang telah lama dilupakan oleh umatnya sendiri. Alasan dilakukannya penelitian ini ialah untuk melihat seperti apa wacana tulisan Hamka dari beberapa periode waktu yang berbeda, kemudian untuk melihat apakah selain berceramah Hamka mampu menulis dengan baik dan mampu menyampaikan pesanpesan dakwahnya secara baik pula. Buku Renungan Tasauf merupakan konsep-konsep pemikiran Hamka dalam memurnikan kembali ajaran Islam. Konsep-konsep tersebut dituangkan ke dalam tulisan di beberapa media massa dari periode waktu yang berbeda-beda. Dalam tulisan-tulisan tersebut Hamka memasukkan nilai-nilai tasawuf. Melalui penelitian ini akan di ketahui bagaimana struktur wacana tulisan-tulisan Hamka dalam buku renungan tasauf? Bagaimana konteks sosialnya? Serta bagaimana kognisi sosialnya? Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana dengan pendekatan kualitatif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi teks dan mengumpulkan beberapa bahan baik dari Buku maupun Internet yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan teori analisis wacana Van Dijk. Analisis data dengan kerangka analisis wacana Van Dijk yaitu meneliti analisis teks seperti; struktur makro (tematik), superstruktur (skematik, bagaimana pendapat disusun dan dirangkai), struktur mikro (bagaimana pilihan kata, kalimat, dan gaya bahasa). Kemudian dilakukan juga analisis kognisi sosial dan analisis konteks sosial. Analisis kognisi sosial ialah analisis terhadap kesadaran mental penulis dalam memahami peristiwa yang dituangkan dalam teks, sedangkan analisis konteks sosial ialah suatu analisis terhadap suatu teks yakni bagaimana teks dikonstruksi dan dipahami sebagai suatu pemahaman bersama oleh masyarakat. Tulisan Hamka dalam buku Renungan Tasauf memiliki muatan pesan dakwah yang beragam. Dari hasil penelitian, ditemukan pesan dakwah dalam setiap teksnya. Jika dilihat dari struktur tematik, maka pesan dakwahnya antara lain yaitu pertama, pesan dakwah yang mengandung nilai Muamalah yakni pada teks Akal dan Khayal serta Pemimpin Agama. Yang kedua, pesan dakwah yang mengandung nilai Aqidah yakni pada teks Agama Ialah Cinta serta di Antara Cinta dan Fanatik. Dan yang ketiga, pesan
dakwah yang mengandung nilai Syariah yakni pada teks Lailatul Qadr serta Untuk Jadi Perbandingan.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan nikmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya Hamka”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat kepada jalan yang diridhai Allah SWT dengan kasih sayang dan kelembutan hatinya. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang tulus dari hati yang paling dalam kepada: 1. Bapak Dr. Murodi, M.A., Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A., Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Ibu Umi Musyarofah, M.A., Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Bapak Drs. Jumroni. M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktu membimbing peneliti dengan penuh kesabaran di tengah kesibukannya. 5. Seluruh Dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama masa perkuliahan.
6. Orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Eko Sumarsono dan Ibunda Nurhasanah, yang selalu dan tidak akan pernah lupa memberikan seluruh rasa cinta dan kasih sayangnya baik moril, materiil maupun doanya yang tulus kepada peneliti, sehingga peneliti bisa menyelesaikan perkuliahan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan memberikan yang terbaik kepada mereka. 7. Adik tersayang, Ade Safia Fariani, yang selalu menemani baik suka dan duka dalam setiap harinya. Terima kasih atas dukungannya selama ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesuksesan, kesehatan dan kebaikan kepada Ade. 8. Keluarga besar Kedua Orang tua yang selama ini memberikan kasih sayangnya kepada peneliti. 9. Keluarga besar warga Sasak Panjang tempat penulis KKN, mudah-mudahan Bapak Iman dan warganya diberikan kesehatan selalu. 10. Saudari Risna, terima kasih atas dukungan doa dan semangat yang tidak hentihentinya kepada penulis. 11. Sahabat-sahabat penulis, Rahmat, Abud, Dingo, Chomenk dan Rio. Semoga persahabatan kita tetap terjalin. Teman-teman Revolution: Sodikin, Bone, Ali, Munadi, Toge, Isal, Chemonk, Bagus dan lainnya terima kasih untuk kalian semua. 12. Teman-teman seperjuangan kelas KPI A angkatan 2004 yang tetap kompak sampai akhir semester, terimakasih terutama untuk: M.Irfan, Idrus, Ukasah, Zainuri, Miftah, Sadad, Adoy, Budi, Ade Sodikin, Topik, AB3, Eka, Farah, Sofie, Achie, Desi, Lina, Ela, dan teman-teman yang lainnya yang penulis cintai. Kalian semua begitu istimewa. Mudah-mudahan persaudaraan kita tetap terjalin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan. Amin. Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat berlapang dada menerima masukan-masukan yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.
Jakarta, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ............................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ v BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 5 D. Metodologi Penelitian .................................................................... 6 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9 F. Sistematika Penulisan .................................................................... 10
BAB II
KAJIAN TEORITIS ANALISIS WACANA DAN DAKWAH A. Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk ..................................... 12 B. Pesan Dakwah ................................................................................ 18 C. Buku Sebagai Media Dakwah ........................................................ 22
BAB III
PROFIL HAMKA DAN GAMBARAN UMUM BUKU RENUNGAN TASAUF A. Profil Hamka .................................................................................. 26 1. Riwayat Hidup Hamka.............................................................. 26 2. Karya-karya Hamka ................................................................. 28 B. Sekilas Tentang Buku Renungan Tasauf ....................................... 31
BAB IV
ANALISIS
WACANA
PESAN
DAKWAH
DALAM
BUKU
RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA A. Analisis Teks Dalam Buku Renungan Tasauf ............................... 34
1. Struktur Makro (Tematik) ........................................................ 34 2. Superstruktur (Skematik) ......................................................... 41 3. Struktur Mikro ......................................................................... 48 B. Konteks Sosial ............................................................................... 73 C. Kognisi Sosial ................................................................................. 75
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 79 B. Saran ............................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 83 LAMPIRAN
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2008
Muhammad Rico Zulkarnain
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia telah melunturkan nilai-nilai keislaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap orang kini menjadi terbiasa untuk mengikuti cara-cara Barat baik dari segi perilaku, cara pandang, maupun pemikiran. Seolah-olah pemikiran yang diciptakan oleh Barat merupakan tuntunan yang menjadi keharusan untuk diikuti. Seyogyanya sebagai bangsa yang memiliki populasi umat muslim terbanyak di dunia, umat Islam di Indonesia dapat menjadi leader atau pemimpin bagi kemajuan perkembangan Islam yang ada di dunia. Umat Islam di Indonesia juga selayaknya dapat menjadi suri tauladan serta menjadi contoh kepada dunia luar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin yaitu agama yang membawa kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam. Pada era globalisasi saat ini, informasi menjadi sangat penting terutama untuk mentransformasikan nilai-nilai Islam dari satu generasi ke generasi lainnya. Era informasi ditandai dengan maraknya berbagai macam media massa sebagai sarana komunikasi dan alat pembentuk opini publik. Maka sudah seharusnya umat Islam
mampu memanfaatkan media massa tersebut untuk mendakwahkan ajaran agama Islam.1 Islam sebagai agama dakwah, mewajibkan setiap pribadi muslim untuk berdakwah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah adalah membawa orang kepada kebenaran, yaitu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Kebenaran yang menyebabkan orang berani berkorban karena yakin akan pendiriannya.2 Dalam perkembangannya telah muncul dakwah melalui berbagai metode dan berbagai cara. Semua itu dilakukan oleh para da’i untuk mengajak umat ke jalan yang lurus. Merupakan suatu keharusan bagi juru dakwah agar tidak menempuh jalan yang bertentangan dengan dakwah di dalam menyiarkan dakwah itu, misalnya dengan cara perdebatan yang biasa digunakan orang sejak dahulu sebagai cara yang berhasil untuk tabligh dakwah Islam, sehingga disusunlah kitab-kitab yang menjelaskan prinsipprinsip, dasar-dasar dan kaidah-kaidahnya.3 Dakwah sebagai manifestasi keimanan seorang muslim dapat disosialisasikan dalam berbagai media tanpa mengurangi makna dan tujuan dakwah. Salah satu media dakwah yang memiliki peluang yang besar di era informasi ini adalah dakwah melalui media cetak.4 Mulai pada tahun 1950-an, peranan media cetak menjadi sangat
1
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: CV Pedoman,1997), h..33 Hamka, Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 40. 3 Amin Ahsan Ishlahi, Metode Dakwah Menuju Jalan Allah, (Jakarta: PT Litera Antarnusa, 1985), Cet. Ke-1, h. 72-73. 4 Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1995), Cet. Ke-1, h.17. 2
menonjol, karena hampir semua koran dan majalah pada masa itu menyediakan rubrik sastra, dan itu kemudian terus terjadi sampai kini.5 Sebagai sebuah literatur, tulisan dalam sebuah media cetak merupakan sebuah hasil karya yang tidak akan lekang termakan usia. Berbeda jika hanya mendengarkan pidato atau ceramah. Pada saat mendengarkan pidato mungkin seseorang menjadi lebih bersemangat dan memahami isi dari ceramah tersebut. Akan tetapi lama kelamaan esensi dakwah yang disampaikan akan hilang maknanya. Dalam sebuah tulisan, pemikiran dari pemimpin-pemimpin ataupun ulama-ulama yang terdahulu dapat ditransfer kepada kepada generasi penerus tanpa kehilangan esensi pemikiran dari pengarangnya. KH. Isa Anshari dalam bukunya Mujahid Dakwah mengatakan pidato lisan dari seorang orator sesaat dapat memikat jutaan massa tapi bisa lepas kemudian tiada membekas dan tiada menyerap dalam hati. Tulisan atau pena seorang pengarang cukup bicara satu kali melekat terus dalam hati menjadi buah tutur setiap hari.6 Salah satu ulama besar yang selalu istiqamah berdakwah melalui tulisan ialah Buya Hamka. Banyak sekali tulisan-tulisan yang dibuat Hamka mulai dari tulisan agama sampai kepada tulisan fiksi seperti novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Lebih dari seratus buku telah ditulis oleh Hamka. Buku yang diteliti pada penelitian ini yaitu buku “Renungan Tasauf”. Buku Renungan Tasauf menurut observasi yang dilakukan peneliti bukan merupakan buku best seller karena buku ini hanya mengalamai dua kali cetakan. Peneliti sendiri hanya mempunyai cetakan pertama. Pada saat ini buku renungan Renungan Tasauf sudah tidak lagi diterbitkan. 5
Maman S. Mahayana, Sembilan Jawaban Sastra Indonesia, Sebuah Orientasi Kritik, (Jakarta: Bening Publishing, 2005), h. 440 6 KH. M. Isa Anshori, Mujahid Dakwah, (Bandung: Diponegoro, 1991), Cet. Ke-4, h. 34
Walaupun sudah tidak diterbitkan bukan berarti buku Renungan Tasauf ini tidak memiliki keunggulan. Peneliti melihat kelebihan dari buku ini terutama sekali dari segi isinya. Tulisan dalam buku Renungan Tasauf, merupakan buku yang dapat membuat yang membaca menjadi bersemangat dalam menjalani kehidupan karena Hamka memuat banyak nilai-nilai tasawuf yang sekarang ini jarang sekali disentuh oleh penulis lain. Hal yang menarik dari buku ini ialah merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan Hamka dari beberapa periode waktu yang berbeda sehingga menimbulkan ketertarikan peneliti untuk mengetahui bagaimana penyusunan pesan-pesan dakwah dalam buku Renungan Tasauf. Melalui bukunya yang berjudul “Renungan Tasauf”, Hamka mencoba untuk menjabarkan alur pemikirannya. Terutama tentang upayanya membangkitkan nilai-nilai keislaman yang telah mengalami kemunduran di kalangan umat Islam. Untuk itu penulis tertarik untuk membedah kedalaman pemikiran dan nilai-nilai keislaman Hamka dalam buku Renungan Tasauf ini dengan judul skripsi “Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya Hamka”.
B. Pembatasan Masalah Sesuai dengan judul skripsi ini, dan supaya pembahasan masalah tetap fokus, maka perlulah kiranya peneliti membatasi ruang lingkupnya sehingga tidak melebar dan meluas ke dalam hal-hal yang terlalu menyimpang, apalagi tidak ada kaitannya dengan pembahasan ini. Maka penelitian ini hanya akan membahas tentang analisis pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam buku Renungan Tasauf dengan
menggunakan teori analisis wacana Teun A. Van Dijk. Dari delapan judul yang terdapat dalam buku Renungan Tasauf, peneliti hanya meneliti kepada tulisan-tulisan Hamka yang berasal dari media massa, sedangkan tulisan-tulisan yang berasal dari ceramah tidak diteliti. Judul-judul yang akan diteliti di antaranya Akal Dan Khayal, Agama Ialah Cinta, Di Antara Cinta Dan Fanatik, Lailatul Qadr, Untuk Jadi Perbandingan, serta Pemimpin Agama. Alasan pembatasan hanya kepada enam judul ini karena peneliti ingin membahas struktur tulisan Hamka dalam media massa, serta ingin mengetahui apakah sebagai seorang da’i seperti Hamka mampu menulis sebaik ketika berceramah di mimbar. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur wacana pesan dakwah tulisan Hamka di media massa dalam buku Renungan Tasauf? 2. Bagaimana konteks sosial dalam buku Renungan Tasauf? 3. Bagaimana kognisi sosial dalam buku Renungan Tasauf?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mewacanakan pesan dakwah tulisan Hamka di media massa dalam buku Renungan Tasauf dilihat dari struktur wacana makro, superstruktur dan struktur mikro. 2. Untuk mengetahui konteks sosial yang ada dalam buku Renungan Tasauf. 3. Untuk mengetahui kognisi sosial yang ada dalam buku Renungan Tasauf. Adapun manfaat penelitian adalah:
1. Manfaat Teroritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melihat apakah sebuah buku, yaitu buku Renungan Tasauf dapat dianalisis dengan metode analisis wacana Teun A. Van Dijk. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritisi dan praktisi untuk lebih memanfaatkan media cetak sebagai alat atau media berdakwah kepada masyarakat.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ialah metode analisis wacana dengan pendekatan kualitatif. Analisis wacana merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menganalisis pesan dalam media selain analisis isi kuantitatif. Perbedaan antara analisis isi kuantitatif dengan analisis wacana ialah bahwa analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa” sedangkan analisis wacana menekankan kepada pertanyaan “bagaimana” dari pesan atau teks komunikasi. Terdapat beberapa model dalam analisis wacana, antara lain: model Foucault, model Roger Fowler, model Theo van Leeuwen, model Sara Mills, model Teun A. van Dijk, dan model Norman Fairclough. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis wacana van Dijk. Teori analisis wacana van Dijk merupakan model analisis wacana yang paling
banyak digunakan. Ini dikarenakan model tersebut dapat mengelaborasikan elemen-elemen wacana dalam suatu teks secara praktis. Menurut van Dijk untuk menganalisis struktur teks dalam tulisan dapat dikategorisasikan menjadi tiga elemen. Pertama struktur makro yang merupakan makna yang paling umum dari sebuah teks, kedua superstruktur yang merupakan kerangka di dalam struktur sebuah teks, dan yang ketiga adalah struktur mikro yaitu bagian kecil dari suatu teks yang dapat diamati seperti kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, prafase, dan gambar. Selain menganalisis teks, van Dijk juga memasukkan analisis kognisi sosial dan konteks sosial dalam teori wacananya. Analisis kognisi sosial ialah analisis terhadap kesadaran mental penulis dalam memahami peristiwa yang dituangkan dalam teks, sedangkan analisis konteks sosial ialah suatu analisis terhadap suatu teks yakni bagaimana teks dikonstruksi dan dipahami sebagai suatu pemahaman bersama oleh masyarakat.
2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini ialah buku Renungan Tasauf. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah pesan-pesan dakwah Hamka dalam buku Renungan Tasauf.
3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki. Metode observasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah dengan cara mengamati teks-teks dalam buku Renungan Tasauf kemudian dari pengamatan tersebut dianalisis dengan teori wacana van Dijk. b. Dokumentasi Selain melakukan pengamatan terhadap buku Renungan Tasauf, peneliti juga menggunakan metode dokumentasi untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian. Data-data tersebut berasal dari buku-buku yang terkait dengan penelitian ataupun mencari informasi yang berasal dari internet.
4. Analisis Data a. Proses Penafsiran data Penelitian analisis wacana merupakan penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana ialah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian metode interpretatif yang mengandalkan penafsiran peneliti. Proses penafsiran akan dilakukan peneliti dengan melihat data-data yang menjadi bahan penelitian dalam hal ini ialah teks-teks dalam buku Renungan
Tasauf, kemudian akan ditafsirkan berdasarkan kerangka analisis wacana van Dijk. b. Penyimpulan Hasil Penelitian Pesan-pesan dakwah dalam buku Renungan Tasauf setelah diamati akan disimpulkan oleh peneliti. Kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini merupakan jawaban dari rumusan masalah.
E. Tinjauan Pustaka Terdapat cukup banyak skripsi yang membahas tentang analisis wacana. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Dakwah maupun di perpustakaan Utama maka penulis menemukan beberapa judul skripsi yang menggunakan metode yang sama, antara lain: Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Kisah-kisah Sufi Karya Jalaluddin Rumi yang ditulis oleh Bunga Alkautsar, Analisis Wacana Pesan Dakwah pada Rubrik Insani Tabloid Khalifah Edisi November Desember 2005 yang ditulis oleh Saat Safaat, Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Album Religi Lahir Kembali Ustadz H. Jefri Al Buchori yang ditulis oleh Diana Syauqiyah dan Analisis Wacana Pesan Dakwah Melalui Film Koran Bondrong yang ditulis oleh Lisa Badaria. Dari sekian banyak skripsi yang membahas tentang analisis wacana pesan dakwah, tidak satupun penulis menemukan skripsi yang membahas analisis wacana pesan dakwah buku Renungan Tasauf karya Hamka. Dapat disimpulkan bahwa penulis ialah orang pertama yang mengangkat buku Renungan Tasauf sebagai subjek penelitian. Oleh
karena itu penulis akan mengajukan judul Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya Hamka.
F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini peneliti membagi pembahasan menjadi lima bab yang meliputi: BAB I
:
PENDAHULUAN Membahas tentang: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
BAB II :
KAJIAN
TEORITIS
ANALISIS
WACANA
DAN
DAKWAH Membahas tentang: Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk, Pesan Dakwah, dan Buku Sebagai Media Dakwah. BAB III :
PROFIL HAMKA DAN GAMBARAN UMUM BUKU RENUNGAN TASAUF Membahas tentang: Profil Hamka, dan Karya-karya Hamka, Sekilas Tentang Buku Renungan Tasauf.
BAB IV :
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA Membahas tentang: Analisis Teks Dalam Buku Renungan Tasauf, Struktur Makro (Tematik), Superstruktur (Skematik), Struktur Mikro, Konteks Sosial dan Kognisi Sosial.
BAB V :
PENUTUP Membahas tentang: Kesimpulan dan Saran
BAB II KAJIAN TEORITIS ANALISIS WACANA DAN DAKWAH
A. Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk 1. Pengertian Analisis Wacana Analisis wacana merupakan istilah yang dipakai sebagai perkataan bahasa Inggris discourse, kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus, dis: dari, dalam arah yang berbeda dan curere: lari, sehingga berarti lari kian kemari.7 Banyak sekali perbedaan definisi tentang wacana, hal ini dikarenakan perbedaan disiplin ilmu yang memakainya. Dalam salah satu kamus bahasa Inggris terkemuka dijelaskan bahwa wacana adalah: komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan.8 Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari kata wacana. Pertama, percakapan; ucapan; tutur. Kedua, keseluruhan cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.9 Berikut ini beberapa pengertian wacana dari para pakar komunikasi: Menurut Mulyana Secara etimologis istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac atau wak atau vak yang memiliki arti ‘berkata’, ‘berucap’. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ana yang
7
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-3, h. 9. Ibid., h. 9. 9 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 2002), edisi ke-3, h.1709 8
berada
di
belakang
adalah
bentuk
sufiks
(akhiran)
yang
bermakna
‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.10 Paul Racouver (2002:30) berpendapat seperti dikutip dari buku Ema Khotimah (Dosen Fakultas UNISBA) “bermula dari distingsi saussure antara langue dan parole, kita dapat mengatakan, setidaknya pada tahap pengenalan bahwa wacana merupakan peristiwa bahasa”. Aspek penting dari wacana menurutnya adalah bahwa wacana dialamatkan atau diarahkan kepada seseorang.11 Ismail Marhaimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya”, dan “komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.12 Dari definisi ini, wacana harus mempunyai dua unsur penting, yakni kesatuan (unity) dan perpaduan (coherence). Samsuri menyatakan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula memakai tulisan.13 Menurut Jos Daniel Parera Sebuah wacana tidak hanya terdiri dari kalimatkalimat gramatikal, tetapi sebuah wacana harus memberikan interpretasi yang
10
Mulyana, kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-prinsip Analisis Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 3. 11 Ema Khotimah, Analisis Wacana Ideologi Tandingan (Wacana Terorisme dalam MediaAnalisis Kritis Pemberitaan Abu Bakar Ba’asyir), (UNISBA, 2004), h. 19. 12 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10. 13 Ibid., h. 10.
bermakna bagi pembaca dan pendengarnya. Ini berarti, kalimat-kalimat yang digunakan oleh pembicara ataupun penulis bukan hanya sesuai dengan susunan gramatikal, tetapi juga kalimat-kalimat tersebut harus berhubungan secara logis dan kontekstual.14 Alex Sobur merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat, ia memandang wacana sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa”.15 Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa” (what), analisis wacana lebih melihat pada “bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi.
2. Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh para ahli, model van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini kemungkinan karena van Dijk mengelaborasikan elemen-elemen wacana sehingga dapat didayagunakan dan dipakai secara praktis. Model analisis wacana van Dijk sering disebut sebagai ”kognisi sosial”. Istilah ini diadopsi dari
14 15
Jos Daniel Parera, Teori Semantik, edisi kedua, (Jakarta: Erlangga, 2004), h, 219. Sobur, Analisis Teks Media, h. 11.
pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya sebuah teks.16 Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.17 Wacana oleh van Dijk digambarkan memiliki tiga dimensi, yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Ketiga bagian ini adalah bagian yang integral dalam kerangka teori van Dijk, untuk itulah van Dijk menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. a. Teks Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur, ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu
16 17
Ibid., h. 69 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. 221
teks yakni, kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.18 Struktur teks van Dijk dapat digambarkan dan dijelaskan sebagai berikut:
Struktur Wacana Struktur Makro
Superstruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Hal Yang Diamati Tematik Tema/ topik yang dikedepankan dalam suatu berita. Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh. Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks Retoris Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan
Elemen Topik
Skema (summary, story). Latar, detil, maksud Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti Leksikon (style) Grafis, metafora, ekspresi19
b. Kognisi Sosial Selain menjelaskan analisis teks, dalam analisis van Dijk juga dijelaskan konsep tentang kognisi sosial. Kognisi sosial merupakan kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Dalam pandangan van Dijk, untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai 18 19
Ibid., h. 225-226 Ibid., h. 228-229
makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita, karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa.20
c. Konteks Sosial Van Dijk berupaya untuk merumuskan pengertian konteks sosial atau analisis sosial sebagai suatu usaha menganalisis bagaimana wacana berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa digambarkan. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama.21 Penelitian ini sangat efektif dalam melihat sejauh mana peranan teks membangun pemahaman bersama dalam masyarakat.
20 21
Ibid., h. 260. Ibid., h. 271
B. Pesan Dakwah Pesan dakwah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung arti, ”perintah, permintaan, amanah, yang harus dikerjakan atau disampaikan kepada orang lain yang berorientasi kepada pembentukan perilaku Islam.22 Dalam buku Komunikasi Dakwah, Toto Tasmara mengatakan bahwa pesan dakwah adalah semua pernyataan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah baik tertulis maupun lisan dengan pesan-pesan (risalah) tersebut.23 Adapun pesan (materi dakwah) secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Aqidah (keimanan) Secara etimologi aqidah berasal dari kata al-Aqdu yang berarti ikatan, kepastian, penetapan, pengukuhan, pengencangan dengan kuat dan juga berarti yakin. Sedangkan secara terminologi, terdapat dua pengertian aqidah baik secara umum maupun secara khusus. Secara umum yaitu aqidah berarti hukum yang benar seperti keimanan dan ketauhidan kepada Allah. Percaya kepada Malaikat, Rasul, Kitab, Qadha dan Qadhar serta hari akhir. Secara khusus aqidah bersifat keyakinan bathiniyah yang mencakup rukun iman, tapi pembahasannya tidak hanya tertuju pada masalah yang wajib diimani saja tetapi juga masalah yang dilarang oleh Islam.24
22
New Life Options: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 761 23 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 43 24 Indriansyah Islamiyah, Universitas Islam Jakarta, Akhlak Istimaiyah, (Jakarta: PT. Parameter, 1998), h. 5
Aqidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan iman.25 Aqidah mengikat kalbu manusia dan menguasai batinnya. Aqidah inilah yang membentuk moral (akhlaq) manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dakwah Rasulullah adalah aqidah atau keimanan. Dengan iman yang kukuh akan lahir keteguhan dan pengorbanan yang akan selalu menyertai setiap langkah dakwah.26 2. Syariah Aspek syariah adalah aspek yang berkaitan dengan amal ibadah, yang berkenaan dengan pelaksanaan hukum, beberapa perintah dan larangan Allah SWT. Syariah berkaitan dengan anggota badan atau jasmaniah.27 Secara etimologis (lughawi) syariah berarti jalan ke tempat pengairan atau jalan yang harus diikuti atau tempat lalu air di sungai, arti terakhir ini digunakan orang arab sampai sekarang. Menurut para ahli, definisi syariah ialah segala titah Allah SWT yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai akhlak, dengan demikian, syariah itu adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah.28 Ada juga yang mengatakan syariah dari akar kata syara’a yakni memperkenalkan, mengedepankan dan menetapkan sistem hukum yang didasarkan wahyu atau juga disebut syara atau syir’ah hukum agama Islam yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist dan dikembangkan melalui prinsip-
25
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1983), Cet-1, h.
60 26
Ali Yavie, Dakwah dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Makalah Seminar, 1992), h. 10 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1980), h. 896 28 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997), jilid 1, h. 1 27
prinsip analisis empat mazhab fiqih Islam yang ortodoks, yakni mazhab Syafi’i, Hambali, Hanafi, dan Maliki bersama dengan sebuah mazhab ja’fari dari kalangan syi’ah.29 3. Akhlak Ibn Manzhur berkata, ’khulq
dan khuluq’ (dengan satu dhammah dan
dengan dua dhammah) berarti budi pekerti, dan agama. Kata ini dipakai untuk menyatakan perangai seseorang yang tidak terdapat di dalam fitrahnya (dibuatbuat). Menurut istilah, akhlak ialah satu sifat yang tertanam dalam jiwa yang memunculkan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan dengan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. 30 Dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq dengan perilaku makhluk (manusia). Dengan kata lain, dalam pengertian ini, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru menggambarkan nilai yang hakiki, manakala suatu tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan).31 Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Pesan atau materi akhlak meliputi: a. Akhlak terhadap Allah SWT, b. Akhlak terhadap sesama manusia (orang tua, diri sendiri, tetangga dan masyarakat), 29
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, Kata Pengantar: Prof. Huston Smith, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 382 30 Asma Umar Hasan Fad’aq, Mengungkap Makna dan Hikmah Sabar, (Jakarta: Lentera, 1999), h. 16-17 31 Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 8-9
c. Akhlak terhadap lingkungan.32 4. Mu’amalah Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi di masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam mu’amalah di sini, diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Cakupan aspek mu’amalah jauh lebih luas daripada ibadah dengan alasan: a. Dalam Al-Qur’an dan al-Hadis mencakup proporsi terbesar sumber hukum yang berkaitan dengan urusan mu’amalah. b. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Jika urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka tebusannya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan mu’amalah. Sebaliknya, jika orang tidak baik dalam urusan mu’amalah, maka urusan ibadah tidak dapat menutupinya. c. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.33
C. Buku Sebagai Media Dakwah 1. Pengertian Media Dakwah Dalam kamus telekomunikasi, media berarti sarana yang digunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada 32
Zahruddin dan Hasanudin Sinaga, Penghantar Studi Akhlak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet -1, h. 74-79 33 Muhammad Munir, dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), Cet-1, h. 27-28
komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, banyaknya atau keduanya. Jadi segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam berkomunikasi disebut media komunikasi.34 Secara istilah media merupakan jamak dari bahasa latin yaitu “median”, yang berarti alat perantara. Sedangkan secara istilah media berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.35 Media dakwah adalah sarana atau perantara dalam menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak. Media dakwah atau dalam bahasa arab dikenal dengan istilah wasilah dakwah, merupakan salah satu unsur dakwah di samping unsur lainnya seperti da’i, mad’u (mitra dakwah), maddah (materi), thariqoh (metode dakwah), atsar (efek).36
2. Macam-macam Media Dakwah Media dakwah dapat digolongkan menjadi 5 golongan besar yaitu: a. Lisan: termasuk dalam bentuk ini ialah khutbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasihat, ramah tamah, dalam anjang sana, obrolan secara bebas setiap ada kesempatan, yang kesemuanya dilakukan dengan lidah atau bersuara. b. Tulisan (media cetak): Dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan seperti: Buku-buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis, pamflet, pengumuman-pengumuman tertulis, spanduk dan lain sebagainya. Da’i yang menguasai di bidang ini adalah da’i yang ahli dalam jurnalistik yakni keterampian mengarang dan menulis. c. Lukisan: yakni gambar-gambar hasil seni lukis, seperti foto dan lain sebagainya, bentuk tertulis ini banyak menarik perhatian orang dan banyak dipakai untuk menggambar suatu maksud ajaran yang ingin disampaikan 34
Gozali BC.TT., Kamus Istilah Komunikasi, (Bandung: Djambatan, 1992), h.227 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.163 36 M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet-1, h.121 35
kepada orang lain, misalnya komik-komik bergambar yang dewasa ini sangat disenangi anak-anak Media Audio: yaitu penyampaian sebuah materi dakwah melalui gelombang suara yang dapat diperdengar oleh khalayak luas misalnya radio yang digunakan untuk penceramah, aktifitas sebuah radio sangat menunjang untuk kegiatan berdakwah dikarenakan radio yang relatif harganya terjangkau bagi masyarakat umum, radio pun bisa dibawa kemana-mana dikarenakan bentuknya yang kecil sehingga seseorang bisa mendengarkan radio dimanapun berada. Media Audio Visual: yaitu cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan pendengaran, misalnya, televisi, televisi dapat menyajikan sebuah gambar maupun sebuah suara, televisi dapat menjangkau masyarakat luas, televisi dewasa ini amat digandrungi oleh masyarakat pada umumnya, di zaman yang global ini tanpa televisi dunia terasa hampa bagi penggemar informasi, dengan adanya televisi dunia terasa sempit, kita dapat melihat kutub utara dengan bantuan televisi tanpa harus pergi ke kutub utara dan melihat berbagai penjuru dunia melalui media televisi ini, efektifitas sebuah televisi untuk berdakwah pada zaman sekarang sangatlah tepat dikarenakan dapat menjangkau umat yang berada di mana saja. Internet: Internet adalah sejenis media massa yang agak baru, di Indonesia internet baru dimanfaatkan pada tahun 1996. seseorang yang mempunyai komputer dapat tersambung dan berkomunikasi dengan jaringan computer lewat satelit. Penyiaran informasi melalui media internet tidak hanya oleh suatu lembaga yang bergerak dalam penyiaran informasi namun dapat dilakukan oleh perseorangan. Informasi yang dibuat seseorang dapat diketahui orang banyak sepanjang ia mempunyai jaringan. Akhlak: Yaitu suatu cara penyampaian langsung ditunjukkan dalam bentuk perbuatan yang nyata seperti perbuatan-perbuatan yang terpuji.37
d.
e.
f.
g.
Dilihat dari segi sifatnya media dakwah dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu: a. Media Tradisional, yaitu berbagai macam seni dan pertunjukan yang secara tradisional dipentaskan di depan umum terutama sebagai hiburan yang memiliki sifat komunikatif seperti ludruk, wayang kulit, dan drama b. Media Modern, yaitu media yang dihasilkan dari teknologi antara lain televisi, radio, pers dan lain-lain.38
3. Buku Sebagai Sarana Dakwah
37
Hamzah Yaqub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: C.V. Diponegoro, 1992), Cet ke- 1, h. 47-48 38 Adi Sasono, et. al. Solusi Islam Atas Problematika Umat, (Ekonomi, (Pendidikan dan Dakwah), (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet ke-1, h. 154
Berdakwah tidak harus dengan berceramah. Dakwah bisa menggunakan berbagai sarana. Di era modern sekarang ini, dakwah harus dikemas dengan berbagai sarana, agar dakwah dapat berlangsung lebih efektif dan tidak ketinggalan zaman. Yang penting inti dakwah yakni ”mengajak manusia ke jalan Tuhan (ud’u ila sabili rabbika)” dapat tercapai. Di era saat ini, ada banyak media yang bisa dijadikan sebagai sarana dakwah. Selain media massa, seperti koran, majalah, radio, dan televisi, ada juga sarana lain yang cukup efektif, yakni melalui buku. Melihat animo masyarakat yang mulai menyukai buku sebagai sumber ilmu dan pengetahuan, menjadikan dakwah melalui buku dapat dijadikan sebagai alternatif yang cukup representatif. Banyak di masa sekarang ini buku-buku yang diterbitkan berupaya untuk meluruskan
pemahaman
dan
koreksi
terhadap
gagasan-gagasan
yang
dikumandangkan oleh kalangan Islam Liberal yang membingungkan umat. Dikatakan juga bahwa buku itu merupakan salah satu saran taushiyah antar sesama muslim sehingga tidak menjadi orang yang merugi dan terhindar dari penyimpangan. Kecendrungan itu juga melahirkan fenomena menarik, yaitu buku dijadikan sebagai sarana polemik (perang pena). Sehingga sebuah buku muncul, kemudian muncul buku baru yang menanggapi kehadiran buku itu. Apapun yang terjadi, buku memang telah mulai menjadi alternatif rujukan umat. Sehingga menjadikan buku sebagai sarana dakwah, taushiyah, maupun koreksi dan kritik terhadap sesama muslim, merupakan jalan yang layak untuk ditempuh. Asalkan semuanya berangkat dari niat yang mulia, dan untuk tujuan
yang mulia pula, yaitu menuju pencerahan, menggapai kebenaran, dan tentu saja menghindarkan umat dari ”penyimpangan dan kesesatan” sebagai inti dakwah.39
39
Badiatul Muchlisin Asti, Berdakwah dengan Menulis Buku, (Bandung: Media Qalbu, 2004), Cet ke-1, h. 41-44
BAB III PROFIL HAMKA DAN GAMBARAN UMUM BUKU RENUNGAN TASAUF
A. Profil Hamka 1. Riwayat Hidup Hamka Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal masyarakat dengan “Hamka”, lahir di sebuah desa bernama Tanah Sirah di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari 1908 atau bertepatan dengan 14 Muharam 1326 Hijriyah.40 Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906. Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau hingga kelas dua. Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo. 40
51
Nasir Tamara dkk, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), Cet Ke- 1, h.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960. Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950. Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. Hamka juga merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti
Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam. Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas alAzhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia. Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai. 41 2. Karya-karya Hamka Seperti yang diinformasikan oleh John L Esposito bahwa Hamka telah menulis lebih dari seratus buku, termasuk fiksi, politik, adat minangkabau, sejarah dan biografi, doktrin Islam, etika, tasawuf dan tafsir.42 Menurut Yudi Latif bahkan Tak kurang dari 118 buku yang dikarangnya.43 Berikut ini adalah sebagian dari karya-karya Hamka disusun berdasarkan tahun pembuatan:
41
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Hamka 42 John L. Esposito, Ensiklopedi Islam, (Bandung: Mizan, 2001), Cet Ke- 1, Jilid II, h. 147 43 Yudi Latif, Hamka, Berislam yang Estetik, http://id.buck1.com/blok/hamka-berislam-yangestetik-709
1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab. 2 Si Sabariah. (1928) 3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929. 4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929). 5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929). 6. Kepentingan melakukan tabligh (1929). 7. Hikmat Isra' dan Mikraj. 8. Arkanul Islam (1932) di Makassar. 9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka. 10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar. 11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar. 12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934. 13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka. 14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka. 15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka. 16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi. 17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940. 18. Tuan Direktur 1939. 19. Dijemput mamaknya,1939. 20. Keadilan Ilahy 1939. 21. Tasawuf Modern 1939. 22. Falsafah Hidup 1939. 23. Lembaga Hidup 1940. 24. Lembaga Budi 1940. 25. Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepang 1943). 26. Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946. 27. Negara Islam (1946). 28. Islam dan Demokrasi,1946. 29. Revolusi Pikiran,1946. 30. Revolusi Agama,1946. 31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946. 32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946. 33. Didalam Lembah cita-cita,1946. 34. Sesudah naskah Renville,1947. 35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947. 36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi, Sidang Konverensi Meja Bundar. 37. Ayahku,1950 di Jakarta. 38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950. 39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950. 40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950. 41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pada tahun 1950. 42. Kenangan-kenangan hidup 2. 43. Kenangan-kenangan hidup 3.
44. Kenangan-kenangan hidup 4. 45. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950. 46. Sejarah Ummat Islam Jilid 2. 47. Sejarah Ummat Islam Jilid 3. 48. Sejarah Ummat Islam Jilid 4. 49. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950. 50. Pribadi,1950. 51. Agama dan perempuan,1939. 52. Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang. 53. 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dari Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950). 54. Pelajaran Agama Islam,1956. 55. Perkembangan Tasawuf dari abad ke abad,1952. 56. Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1. 57. Empat bulan di Amerika Jilid 2. 58. Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa. 59. Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM. 60. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta. 61. Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta. 62. Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang. 63. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970. 64. Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang. 65. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang. 66. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968. 67. Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dari Mekkah). 68. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dari Mekkah). 69. Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970. 70. Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat. 71. Himpunan Khutbah-khutbah. 72. Urat Tunggang Pancasila. 73. Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974. 74. Sejarah Islam di Sumatera. 75. Bohong di Dunia. 76. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang). 77. Pandangan Hidup Muslim,1960. 78. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973. 79. Tafsir Al-Azhar [1] Juz 1-30. 44 Karya tulisnya tentang tafsir, yaitu Tafsir Al-Azhar 30 juz, sering disebutsebut banyak penulis lain sebagai karya monumental Hamka. Melalui karya ini, 44
Wikipedia Indonesia, Daftar Karya Buya Hamka, http://id.wikipedia.org/wiki/Hamka
Hamka mendemonstrasikan keluasaan pengetahuannya di hampir semua disiplin yang tercakup oleh bidang-bidang ilmu-ilmu agama Islam serta pengetahuan non keagamaan yang sarat dan kaya dengan berbagai informasi. Tafsir Al-azhar tidak hanya diterbitkan di Indonesia, tetapi juga diterbitkan di Singapura oleh Pustaka Nasional.
B. Sekilas Tentang Buku Renungan Tasauf Buku Renungan Tasauf merupakan kumpulan enam karangan dan ceramah Hamka dari tahun-tahun yang berbeda. Karangan pertama berjudul ”akal dan khayal” ditulis oleh Hamka untuk majalah ”Indonesia” April tahun 1952, sebuah majalah kebudayaan yang diterbitkan Badan Musyawarah kebudayaan Nasional di bawah naungan kementerian P dan K. Waktu itu Hamka aktif sebagai anggota Badan Kebudayaan tersebut bersama para ahli dan tokoh kebudayaan nasional lain. Gaya bahasa yang agak puitis pada karya yang berjudul ”akal dan khayal” ini, tentu saja sesuai dengan majalah Indonesia yang isinya penuh dengan karangan tentang seni dan budaya. Agaknya tulisan ini menunjukkan keseniman Hamka, di samping keulamaannya. Karangan kedua ”Kewajiban dan Akhlak Kaum Muslim dalam Bernegara”, adalah ceramah lisan dihadapan Majelis Pengajian PADI (Pengajian Dakwah Islam) tanggal 26 Juni 1969, yang anggota-anggotanya kebanyakan para perwira tinggi ABRI. Ceramah itu diadakan di rumah Menteri Penerangan Boediarjo. Majelis Pengajian PADI kemudian menerbitkannya menjadi sebuah brosur yang dibagibagikan pada anggota-anggotanya.
Dua artikel dari majalah ”Panji Masyarakat” yang terbit sesudah tahun 70-an, disertakan dalam himpunan ini, yaitu ”Agama ialah Cinta”, dan ”Di antara Cinta dan Fanatik”. Karangan yang berjudul ”Kepercayaan dan Pengetahuan”, adalah pidato pada upacara peresmian Perguruan Tinggi Islam Jakarta pada tahun 1951. Pada bulan puasa Ramadhan, Hamka menulis satu karangan berjudul ”Lailatul Qadar”, dimuat dalam majalah Gema Insani tahun 1965, tanpa mencantumkan namanya. Karangan yang berjudul ”Untuk Menjadi Perbandingan” adalah tulisan dalam majalah ”Gema Islam” tahun 1962. karangan ini merupakan kaca perbandingan antara sikap Kristen dengan Islam terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, Hamka mengingatkan pembaca Islam, akan bahaya taqlid, agar tidak mengulangi kesalahankesalahan kaum gereja Katholik yang bersifat reaksioner terhadap ilmu pengetahuan. Terakhir adalah karangan yang berjudul ”Pemimpin Agama” yang dimuat dalam ”Mimbar Agama” bulan Maret 1951, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Kementerian Agama sekitar tahun 50-an, dengan Hamka sendiri sebagai salah seorang anggota Dewan Redaksinya. Buku himpunan karangan dan ceramah Hamka ini dinamakan ”Renungan Tasauf” karena dalam dakwahnya, Hamka selalu menggunakan pendekatan tasawuf, dan pendekatan cinta yang menyentuh batin pembacanya.45 Buku Renungan Tasauf ini diterbitkan oleh Pustaka Panjimas dengan dua kali cetakan. Cetakan pertama pada Juni 1985 dan cetakan kedua pada Oktober 1995. Pada cetakan kedua buku ini ditambahkan dua karangan hamka, diantaranya berjudul ”Antara Doa dan Berita” dan ”Uzlah”, akan tetapi dari kedua tulisan tersebut tidak diterangkan dari mana penerbit mendapatkannya. Buku ini berjumlah 115 halaman 45
Hamka, Renungan Tasauf, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1985), Cet Ke- 1, h. v- viii
pada cetakan pertama dan mengalami penambahan halaman menjadi 131 pada cetakan kedua. Dalam buku ini tidak disebutkan nama editor yang mengumpulkan karangan Hamka.
BAB IV ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA
A. Analisis Teks Dalam Buku Renungan Tasauf Pada bab ini pembahasan akan difokuskan pada analisis teks melalui struktur makro, superstruktur dan struktur mikro, selain itu akan dibahas pula analisis konteks sosial dan analisis kognisi sosial. Sebelum melakukan pembahasan, terlebih dahulu akan dipaparkan judul-judul yang akan diteliti dalam buku Renungan Tasauf, antara lain; (A) Akal dan Khayal, (B) Agama Ialah Cinta, (C) Di antara Cinta dan Fanatik, dan (D) Lailatul Qadr, (E) Untuk Jadi Perbandingan, (F) Pemimpin Agama. 1. Struktur Makro (Tematik) Berdasarkan model analisis wacana van Dijk, struktur makro merupakan tema atau dikenal dengan istilah tematik. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan wartawan (penulis) dalam pemberitaannya.46 Analisis tematik dalam penelitian ini akan dijabarkan dari enam buah judul dalam buku ”Renungan Tasauf” yang ada secara berurutan.
a. Akal Dan Khayal 46
Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. 229.
Dalam judul ”Akal dan Khayal” terdapat pesan dakwah. Pesan dakwah yang paling dominan dalam teks ini ialah pesan dakwah yang berkaitan dengan aspek Mu’amalah. Teks ini ingin membandingkan antara kebudayaan Barat dengan kebudayaan Timur yang sangat berbeda. Kebudayaan Barat yang menggunakan akal dan kebudayaan Timur yang menggunakan khayalnya. Kebudayaan Barat selalu mengagung-agungkan logika dan akalnya, sedangkan kebudayaan Timur mempercayai nilai-nilai keagamaan. Menurut Hamka di antara Akal dan khayal tidak ada yang dapat dipisahkan, oleh karenanya disamping kita menggunakan akal akan tetapi kita juga diharuskan menggunakan khayal agar hidup lebih seimbang. Kita mengaku, memang akal Barat telah menaklukkan kulit hidup Timur. Tetapi akal Barat belum dapat dan sekali-kali tidak akan dapat menaklukkan khayal dalam kemegahan dan kebesarannya.47 Gagasan inti yang ingin disampaikan Hamka dalam teks di atas ingin menerangkan bahwa bangsa Barat yang menggunakan akalnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan bangsa Timur yang menggunakan khayalnya. Kemajuan yang dicapai oleh bangsa Barat ialah kemajuan semu yang tidak mempunyai nilai apa-apa. Sedangkan kebudayaan Timur, karena selalu mengutamakan nilai-nilai Agama menjadi kebudayaan yang akan senantiasa membuat kedamaian di muka bumi.
b. Agama Ialah Cinta Pesan dakwah yang terdapat dalam teks Agama Ialah Cinta ialah pesan Aqidah. Dalam judul ini Hamka menjelaskan bahwa ”cinta” adalah puncak 47
Hamka, Renungan Tasauf, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), Cet Ke- 1, h. 10
tertinggi dari pandangan hidup Muslim. Seorang muslim belum dikatakan muslim yang sejati jika ia belum memahami hakikat ”cinta” yang sebenarnya. Cinta dalam Islam berarti kita mencintai Allah dan Rasulullah melebihi cinta kita kepada apapun, bahkan melebihi cinta kepada diri sendiri. Selain dari mengikuti apa yang diperintahkan dan menghentikan apa yang dilarang, karena ingin hendak dimasukkan ke dalam syurga dan takut akan dibenamkan ke dalam neraka, maka puncak tertinggi dari pandangan hidup seorang muslim adalah cinta. Cinta seperti itu terkumpul kepada satu puncak, yaitu Allah. Dan supaya hubungan mesra di antara insan sebagai hamba dengan Allah sebagai Tuhan, maka Tuhan mengutus RasulNya Muhammad Saw. menjadi penunjuk jalan.48 Gagasan inti yang ingin disampaikan penulis dalam teks di atas menggambarkan bagaimana cinta yang dimiliki seorang muslim merupakan cinta yang tulus hanya kepada Allah dan cinta kepada Rasul sebagai penunjuk jalan. Seorang muslim mencintai Allah dan Rasul-Nya karena mereka mempunyai pandangan sebagai seorang muslim yang sejati bukan hanya karena takut kepada api neraka. Dalam teks ini terdapat ayat-ayat al-Quran. Ayat al-Quran yang digunakan dalam teks Agama Ialah Cinta ialah surat al-A’Raf ayat 56 yang berbunyi:
☺ ☺ 48
Ibid., h. 43
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” Terdapat pula Hadis yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, dari Anas, yang artinya: “Tidaklah berarti iman seorang kamu sebelum aku ini lebih dicintainya daripada anaknya, dan ayahnya dan sekalian manusia sekalipun.” c. Di Antara Cinta Dan Fanatik Pesan dakwah yang dikembangkan dalam teks ini ialah pesan dakwah yang mengandung nilai-nilai Aqidah. Gagasan umum atau tema yang terdapat dalam teks ini menerangkan tentang dua hal. Tema yang pertama menerangkan bagaimana seharusnya seorang muslim mencintai Allah dan Rasul serta agama islam dengan sepenuh hati, mencintai dengan mengorbankan segala yang ada dalam diri baik berupa pengorbanan harta benda maupun nyawa sekalipun. Gagasan inti tema yang pertama ini berasal dari Ayat Al-Qur’an.
Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul, maka mereka itu akan berada beserta orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah atas mereka, yaitu dari Nabi-nabi dan orang-orang yang jujur (shiddiqin) dan orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh. Dan alangkah indahnya orangorang itu menjadi teman. (Surat an-Nisaa ayat 69).49
49
Ibid., h. 52
Tema yang kedua yang dikembangkan Hamka dalam teks ini ialah membahas pandangan kaum orientalis terhadap kaum muslim yang sangat cinta kepada umat islam yang cinta kepada agamanya dengan sebutan ”fanatik”. Tiap-tiap orang bangkit melawan karena dorongan iman dan cintanya, dicaplah dia fanatik. Dan penjajah pun berusahalah menghilangkan ,,fanatik” itu dengan berbagai jalan. Yang terutama sekali ialah jalan pendidikan. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh penjajah adalah berdasar kepada ,,neutraal” agama. Arti neutraal ialah positif menjauhkan segala yang berbau agama, terutama Agama Islam dari pendidikan sejak dari pendidikan dasar sampai kepada menengah sampai kepada tinggi.50 Gagasan inti dari teks di atas ingin menggambarkan bagaimana sikap keimanan sebenar-benarnya dicap fanatik oleh orang kafir yang menjajah Indonesia. Usaha yang dilakukan dalam memberantas sikap fanatik dilakukan dengan menghilangkan pelajaran-pelajaran keagamaan. Dalam tulisan ini selain terdapat Ayat dari Al-Qur’an yaitu surat AnNisa ayat 69 yang telah dijelaskan dalam gagasan inti di atas memuat pula hadis tentang umat islam yang ingin sekali melihat Nabi. Hadis tersebut dirawikan oleh Muslim dari Abu Hurairah yang artinya: “Setengah daripada umatku yang sangat cinta kepadaku ialah orangorang yang datang sepeninggalku kelak. Mereka ingin sekali hendak melihat aku, dengan kaum keluarganya dan harta bendanya banyak sekali.”
d. Lailatul Qadr Dilihat dari teksnya, pesan dakwah yang paling dominan dalam teks ”Lailatul Qadr” ialah pesan dakwah yang mengandung nilai Syariah. Teks ini 50
Ibid., h. 56
mengandung nilai-nilai Syariah karena mengajak umat muslim untuk beribadah demi mendapatkan malam Lailatul Qadr. Dalam judul ini Hamka menjelaskan tentang bagaimana seorang muslim memaknai malam seribu bulan atau malam Lailatul Qadr. Malam lailatul Qadr merupakan malam yang sangat mulia karena pada malam tersebut nilai ibadah kita menjadi berlipat ganda. Pada dalam malam tersebut tidak semua orang dapat mendapatkannya. Bagi orang yang mendapat malam lailatul Qadr akan merasakan suasana hatinya sangat tenang dan syahdu karena Allah memberikan keberkahan di dalam hatinya. Setiap waktu kita dianjurkan mencarinya, mencobanya. Syukur kalau sering kita mendapatnya. Sembahyang lima waktu, ditambah dengan sembahyang Nawafil (sunnat) pun adalah pintu untuk memasuki saat itu. Puasa ramadhan lebih-lebih lagi, adalah pintu untuk memasuki suasana itu. Moga-moga entah di malam yang mana, memang terbukalah pintu langit bagi rohani kita. IBarat kita memutar knop radio, mencari-cari satu stasion gelombang pemancar, padahal banyak gangguan, akhirnya bertemu juga; tidak kita lepas-lepaskan lagi. Sekali bertemu, jadilah, nilainya sama dengan 1.000 bulan.51 Gagasan inti yang ingin disampaikan penulis dalam teks di atas ingin memotivasi kita agar mendapatkan malam Lailatul Qadr. Agar mendapatkan malam Lailatul Qadr seorang muslim harus berusaha karena Allah tidak memberikannya dengan mudah. Usaha yang dilakukan ialah dengan cara beribadah dengan hati yang ikhlas dan niat yang tulus ingin mendapat ridha dari Allah. Setelah mendapatkan malam Lailatul Qadr kita merasa berat meninggalkannya karena kenikmatan Rohani pada saat itu. Dalam teks ini terdapat ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186 yang berbunyi: 51
Ibid., h. 72-73
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
e. Untuk Jadi Perbandingan Dalam teks ”Untuk Jadi Perbandingan” pesan dakwah yang paling dominan ialah pesan Syariah. Teks ini pada intinya menceritakan tentang sejarah kesalahan-kesalahan umat Kristiani pada masa dahulu dalam mengambil keputusan. Pengalaman pahit di masa lalu menjadi proses pembelajaran di masa sekarang, sehingga organisasi Gereja Katholik lebih bijaksana dalam mengambil keputusan pada zaman sekarang. Menurut Hamka para Alim Ulama Islam harus mencontoh yang diambil oleh organisasi gereja Katholik agar belajar dari kesalahan dan mengembalikan semuanya kepada ajaran agama. Sebabnya ialah karena pengalaman-pengalaman pahit yang mereka alami mereka jadikan pengalaman. Ignatius de Loyola dipandang sebagai perintis jalan baru bagi perbaikan diri dalam kalangan Katholik. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lagi mereka tolak, tetapi mereka tilik. Disediakan orang-orang yang akan mempelajarinya lebih mendalam. Demikian pun research sekali-kali tidak mereka lengahkan, bahkan kalau perlu mereka campuri.52
52
Ibid., h. 97
Gagasan inti yang ingin disampaikan dalam teks di atas ialah menceritakan bagaimana gereja katholik mampu memperbaiki kesalahankesalahan yang dilakukan pada masa lalu. Mereka menjadi sangat menghargai ilmu pengetahuan dengan berusaha melakukan berbagai macam penelitian. f. Pemimpin Agama Teks ”Pemimpin Agama” menggambarkan sikap ulama sebagai penerus para Nabi. Dalam teks ini terdapat muatan pesan dakwah yang bernilai Mu’amalah. Hamka menggambarkan ulama sebagai orang yang berani menyatakan kebenaran walupun harus berhadapan dengan penguasa. Teks ini memberikan nasihat kepada kita agar menghormati ulama yang memegang teguh ajaran Islam. Pemimpin Agama, ulama, kiyahi, lebai, ajengan! Itulah waris daripada Nabi-nabi. Nabi yang tidak meninggalkan harta benda, tetapi meninggalkan pengajaran dan tuntunan yang akan disampaikan kepada umat manusia. Ulamalah pelita di waktu sangat gelap. Ulamalah penunjuk jalan di belukar hidup yang tak tentu arah. Ulamalah pemberontak kekuasaan sewenangwenang, melawan kezaliman dan aniaya. Kebesarannya terletak dalam jiwa, bukan dalam pakaiannya yang mentereng, baik jubah dan serban, atau tasbih dan tongkat kebesaran.53 Gagasan inti dari teks di atas ialah ingin menggambarkan sosok ulama. Ulama merupakan pewaris para Nabi melindungi umatnya dari sikap kesewenang-wenangan penguasa yang zhalim. 2. Superstruktur (Skematik) Struktur skematis atau superstruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk teks umumnya terdiri dari pendahuluan, isi dan penutup. Untuk melihat bentuk teks itu seperti apa, dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu:
53
Ibid., h. 101
Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead (teras berita). Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. a) Akal Dan Khayal 1) Judul dan Lead Dilihat dari judulnya, teks ”Akal dan Khayal” seolah ingin membandingkan mana yang lebih baik antara keduanya. Hamka membandingkan bangsa
Barat
dengan mengilustrasikan kepada kebudayaan oleh dan
Timur.
Kebudayaan
Barat
dipandang
kebih
mementingkan logika dan pikiran sedangkan kebudayaan Timur lebih mementingkan nilai-nilai kepercayaan. Lead atau dimulai dengan intisari menjelaskan bahwa kebudayaan Barat dengan akalnya dapat memenuhi panca indra dengan kekuatan ilmu pengetahuan sedangkan kebudayaan Timur dengan khayalnya dapat menerangi hati seperti pelita di malam hari. 2) Story/body Pada bagian isi Hamka menjelaskan tentang perjalanan Nabi Adam dan Siti Hawa dalam menggunakan akal dan khayalnya, kemudian dengan bahasa filsafat Hamka menerangkan bahwa akal tunduk kepada khayal. Akal selalu ingin mencari tahu jawaban segala sesuatu namun khayal percaya akan sesuatu yang tersembunyi. Hai akal yang pongah! karena bodohnya. Di manakah kentong tempatmu bertahan? Tempat engkau minta kenyataan itu? Di mana engkau bersembunyi? ,,Ilmu Pasti! Ilmu Pasti; itulah bentengku”, kata Akal. Mana yang tak sesuai dengan Akal, adalah ,,fantasi yang ,,nonsen” belaka! Bolehkah aku bertanya” kata Khayal pula, ,,di manakah benteng
yang akhir dari ,,Ilmu Pasti itu?! Akal menjawab: ,,Di angka satu.” dari satu dimulai segala hitungan, dan dengan satu diakhirinya. ,,Tunjukkanlah kepadaku, hai Akal, di manakah terletaknya angka satu Ilmu Pasti itu? Di awang-awang yang mana?” Tiba-tiba, dengan suara di antara kedengaran dengan tidak, Akal menjawab: ,,Dalam Khayalku”..........kalau begitu, mengapa aku engkau lupakan? Padahal kemajuan langkahmu, adalah lantaran doronganku?”54
b. Agama Ialah Cinta 1) Judul dan Lead Judul memberikan gambaran apa yang ingin dibicarakan dalam sebuah teks. Dalam judul ini Hamka memberikan nasihat kepada kita bahwa keseluruhan ajaran agama ialah cinta. Dijelaskan kemudian dalam bagian lead teks tersebut hadis tentang bagaimana iman seorang muslim tidak akan berarti sebelum Rasulullah lebih dicintainya daripada keluarga dan orang lain. Dijelaskan lagi dalam lead selanjutnya secara eksplisit bahwa cinta yang sebenar-benarnya terkumpul atau berasal dari cinta kepada Allah. Selebihnya karena Allah mengutus Rasul-Nya maka kita juga harus mencintai Rasul sebagai pembawa risalah Islam. 2) Story/ body Tulisan dalam bagian tubuh berita teks ini memberikan penekanan terhadap bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap alam ini. Dengan kecintaan yang tulus terhadap Allah dan Rasulnya, maka dengan sendirinya kita akan mencintai alam ini beserta isinya. Kemudian dalam dimensi yang paling kecil, minimal kita mencintai tanah air kita dengan 54
Ibid., h. 4-5.
kecintaan yang disertai keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya terlebih dahulu. Orang-orang yang mencintai Allah dan Rasulnya sanggup hijrah atau berpindah negeri dari tanah airnya jika di tanah airnya sendiri mereka tidak leluasa menegakkan cintanya kepada Allah dan Rasulnya. Penekanan pada bagian teks ini kemudian bermaksud untuk menjelaskan bagaimana seharusnya sikap kita terhadap penguasa yang memimpin tanah air kita. Hamka menjelaskan jika penguasa berbuat zalim, kita dapat melawan dengan tangan. Jika tidak mampu menantang kemungkaran dengan tangan dapat dengan lidah, dan jika tidak mampu dengan lidah dapat menantang dalam hati saja.
c. Di Antara Cinta Dan Fanatik 1) Judul dan Lead Penjelasan dalam lead menekankan kepada hakikat cinta. Cinta yang sejati akan timbul sebagai akibat dari kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Dijelaskan pula mencintai rasul bukanlah buat kita sembah melainkan dijadikan teladan hidup, jadi yang patut disembah hanya Allah. 2) Story/body Pada bagian isi Hamka menerangkan bahwa kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya dapat membuat seorang muslim rela berkorban, bahkan nyawanya sendiri rela untuk dikorbankan. Banyak contoh diterangkan dalam bagian ini seperti para Mujahid dalam setiap zaman yang terus berperang hingga bersedia mati syahid.
Iman kepada Allah dan Rasul-Nya membuat seorang muslimin rela berjuang sampai titik darah penghabisan. Dengan iman yang membara di dalam jiwa, bangsa penjajah menjadi sangat benci. Tidak sedikit umat muslim yang dituduh ”fanatik”. Menurut pandangan penjajah sikap fanatik harus dijauhkan dari diri setiap muslim karena dapat membahayakan kehidupan. Kenyataannya tuduhan tersebut merupakan taktik atau siasat belaka untuk menghancurkan kaum muslimin.
d. Lailatul Qadr 1) Judul dan Lead Pada paragraf pembukaan berisi penjelasan tentang cerita di masa lalu Hamka ketika memasuki bulan Ramadhan. Dijelaskan bahwa suasana di kampungnya sangat meriah sekali dengan kegiatan-kegiatan beribadah membaca Al-Qur’an dan shalat Tarawih. Pernah pada satu waktu Hamka kecil mendengar dari Gurunya akan keutamaan malam Lailatul Qadr atau malam seribu bulan. Gurunya menjelaskan bahwa pada malam itu sujudlah semua yang ada di bumi dari mulai rumah-rumah, gununggunung bahkan air pun berhenti mengalir. Pada saat itu jika kita meminta maka akan dikabulkan oleh sang pencipta. 2) Story/body Malam Lailatul Qadr merupakan dambaan bagi seorang muslim. Setiap orang ingin mendapatkan malam Lailatul Qadr. Memasuki bagian
isi Hamka memulainya dengan pertanyaan ”Dapatkah kiranya kita menikmati Lailatul Qadr?”. Hidup yang telah kita lalui merupakan nikmat yang diberikan Allah, segala macam cobaan dan kesusahan diberikan kepada Allah semata-mata merupakan ujian yang harus kita hadapi. Allah menganjurkan kepada kita untuk selalu bersabar dalam menjalani setiap cobaan tersebut dan istiqamah dalam jalan Islam. Setiap kita dapat bertemu dengan Lailatul Qadr. Hanya saja semua bergantung kepada diri kita sendiri apakah mampu untuk mendapatkannya.
e. Untuk Jadi Perbandingan 1) Judul dan Lead Dalam leadnya Hamka memulai dengan menceritakan kisah-kisah tragis tentang nasib ahli-ahli ilmu pengetahuan berhadapan dengan penguasa-penguasa agama di zaman permulaan (Renaissance) di benua Eropa. Kisah pertama tentang Giordano Bruno. Tokoh ini mengeluarkan pendapat bahwa alam yang luas ini bukanlah semata-mata dunia kita ini, dan matahari bukanlah pusat alam. Disamping kita ada beribu, bahkan berjuta alam lain yang dipenuhi pula oleh makhluk Tuhan. Singkatnya Giordano dihukum mati karena pendapatnya tidak sesuai dengan pendapat ulama-ulama gereja. Demikian pula Galileo Galilei yang dihukum akibat pernyataannya yang menyatakan Bumi mengelilingi Matahari.
2) Story/body Pada bagian isi Hamka menerangkan kesalahan-kesalahan ulama Gereja pada waktu itu karena menghukum dengan kebodohan. Menurut Hamka tidaklah dibenarkan satu golongan memberikan kuasa atas suatu hukuman. Islam sebagai agama yang menunjung tinggi hukum sangat peduli dengan masalah ini. Oleh karenanya dalam Islam terdapat proses Ijma yaitu mempersamakan pendapat segolongan ulama dalam satu perkara, di dalam suatu zaman. Proses Ijma tetap berasal dari Al-Qur’an dan Hadist. sehingga dapat menghasilkan keputusan yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist dan tidak menyimpang seperti yang dilakukan oleh ulama-ulama Gereja di Barat.
f. Pemimpin Agama 1) Judul dan Lead Lead yang terdapat dalam judul ini mendeskripsikan kebesaran Ulama sebagai pewaris para Nabi yang berani berkata kebenaran dan tegas menghadapi siapa saja yang berpaling dari agama Islam. Ulama menuntun umat kepada jalan yang lurus dan mengajak kepada kebaikan. 2) Story/body Pada bagian isi Hamka menerangkan perjuangan para Ulama diantaranya kisah Al Imam Darul Hijrah, Ibnu Samak, Imam Ahmad
Bin Hanbal dan lainnya. Kisah-kisah tersebut secara umum ingin memberikan nasihat kepada kita bahwa perjuangan ulama tidak dapat diganti dengan kekuasaan ataupun harta benda sekalipun. Ulama yang sebenar-benarnya berbuat hanya demi mendapatkan cinta kepada Allah.
3. Struktur Mikro a) Semantik Semantik merupakan salah satu kerangka analisis van Dijk yang melihat kepada satuan terkecil dari struktur kebahasaan berupa kalimat, kata dan hubungan antar kalimat. Pada analisis semantik, makna yang terkandung dalam kalimat diteliti baik yang eksplisit (tertulis) maupun implisit (tersembunyi).
1) Latar Latar dalam sebuah teks ialah suatu keadaan situasional saat teks dibuat. Dalam sebuah teks, latar belakang sebuah peristiwa dapat dicantumkan atau tidak, tergantung dari kepentingan penulis. Latar digunakan untuk mengarahkan makna dari suatu teks hendak dibawa kemana. Latar yang ditampilkan dapat sesuai dengan kehendak penulis atau bahkan bertentangan dengan pendapatnya. (a) Akal Dan Khayal
Latar dalam teks ini terdapat pada bagian akhir teks dimana Hamka menyatakan sikapnya tentang kemunduran yang akan dialami oleh bangsa Barat. Bahwa kemajuan yang dicapai Barat akan mencapai puncaknya dan bangsa Timur akan maju mengalahkan keuatan Barat dengan khayalnya. (b) Agama Ialah Cinta Hamka menggambarkan kondisi keimanan seorang muslim tercermin dari kecintaan terhadap Allah dan Rasulullah. Secara eksplisit dijelaskan bahwa dengan mencintai Allah maka kita juga mencintai pemimpin yang berkuasa. Hamka menjelaskan selain harus taat kepada penguasa, Akan tetapi seorang muslim juga harus tegas apabila pemimpin melakukan kesalahan. Seorang muslim yang baik akan berusaha mencegah penguasa yang berlaku seenaknya dengan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan Islam.
(c) Di Antara Cinta Dan Fanatik Sangatlah tepat jika seorang muslim mencintai Allah dan Rasulnya dengan cinta yang sebenar-benarnya. Cinta semacam ini berakar di dalam hati, tertuang dalam pemikiran dan menghasilkan perbuatan. Pada zaman penjajahan, kecintaan semacam ini dinamakan fanatik oleh bangsa penjajah. Menurut penjajah, sifat fanatik yang berakar dalam diri umat islam dapat memberikan perlawanan melebihi peluru ataupun senjata meriam, oleh karenanya, sifat fanatik ini harus
dihilangkan. Ada semacam ketidaksenangan terhadap umat muslim sehingga dalam perguruan tinggi dilarang untuk diajarkan pelajaran beragama. Pada prinsipnya Hamka ingin memberikan pemahaman bahwa umat muslim memang seharusnya bersikap fanatik seperti itu terlebih terhadap penjajah yang jelas-jelas menjajah negeri Indonesia. (d) Lailatul Qadr Hamka menyatakan dalam latarnya secara eksplisit bahwa suasana Lailatul Qadr pun ada di luar Lailatul Qadr pada Bulan Ramadhan. Cara kita mendapatkannya ialah berusaha. Siapa yang ingin suasana Lailatul Qadr, atau suasana Tajalli (melihat Allah dengan Hati) latihlah diri dengan mempelajarinya dari petunjuk yang diajarkan Nabi dan mencontoh kehidupan orang-orang shaleh.
(e) Untuk Jadi Perbandingan Penggunaan latar dalam teks ini ialah untuk menentang kekuasaan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh pendeta Gereja terhadap Ilmuan yang memberitakan kebenaran. Latar dalam teks ini kemudian menjelaskan bahwa ulama-ulama di Indonesia juga sama seperti apa yang dilakukan oleh pendeta Gereja di masa Renaissance jika tidak memiliki niat untuk belajar keluar dari kebodohan. (f) Pemimpin Agama
Latar dalam teks ini memberikan pujian kepada Ulama karena mampu menjadi pewaris para Nabi dalam membawa umat ke arah yang lurus. Ulamalah tempat Umat mencurahkan masalah-masalahnya dan Ulamalah orang yang tegar menghadapi penguasa yang sewenangwenang, mereka tidak tunduk kepada penguasa. Para Ulama hanya takut jika tidak melaksanakan perintah Allah dan jika tidak mampu menjauhi laranganNya. 2) Detail Pengertian detail dalam kerangka analisis van Dijk ialah berita mana yang disampaikan secara mendetail dan berita mana yang ditampilkan secukupnya saja. Detail lebih merupakan kepada bentuk strategi penulis yang ingin mengekspresikan sikapnya dengan cara sembunyi-sembunyi (implisit).
(a) Akal Dan Khayal Dalam teks ini hal yang ingin ditekankan oleh Hamka ialah ingin menjatuhkan kebudayaan Barat, bahwa kebudayaan yang ada di Barat dengan Akalnya tidak akan mampu menguasai kebudayaan di Timur. Kebudayaan Timurlah sumber dari kebudayaan di dunia karena lebih mendahulukan penggunaan Khayal yang berasal dari kepercayaan terhadap Tuhan. (b) Agama Ialah Cinta
Terdapat penekanan dalam hal ketaatan terhadap penguasa. Dalam teks ini hamka menjelaskan bahwa umat muslim yang telah memiliki iman yang sempurna pasti mentaati pemegang kekuasaan yang menjalankan peraturan sesuai dengan kehendak Allah, dan akan menantang penguasa yang berbuat seenaknya. (c) Di Antara Cinta Dan Fanatik Dalam teks ini Hamka memberikan sekelumit cerita di zaman para sahabat. Cerita tentang bagaimana para sahabat akan sangat takut apabila di surga nanti mereka tidak dapat lagi bertemu dengan Rasul. Padahal di dunia ini sehari tidak bertemu Rasul saja para sahabat akan sangat rindu bukan main. Oleh karenanya dijawab melalui Surat AnNisa ayat 69 yang artinya: ”Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul, maka mereka itu akan berada beserta orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah atas mereka, yaitu dari Nabi-nabi yang jujur dan orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh. Dan alangkah indahnya orang-orang itu menjadi teman” (d) Lailatul Qadr Teks Lailatul Qadr menekankan kepada ajakan kepada Umat Muslim agar berusaha mendapatkan malam Lailatul Qadr. Malam Lailatul Qadr bukan hanya didapatkan pada bulan Ramadhan namun dapat dirasakan kapan saja asalkan kita mau berusaha. (e) Untuk Jadi Perbandingan Detail yang diangkat pada teks ini menjelaskan tentang kebodohan pendeta Gereja yang menghukum para Ilmuan di masa
Renaissance yang nyata-nyata ingin membuktikan kebenaran. Kemudian dijelaskan juga bagaimana pendeta gereja pada saat ini telah berubah dari kesalahan-kesalahan mereka di masa lalu. (f) Pemimpin Agama Hal yang menjadi detail pada teks ini ialah tentang keistimewaan malam Lailatul Qadr dimana setiap Muslim dapat merasakaannya bahkan diluar bulan Ramadhan asalkan kita mau berusaha mencarinya. Keistimewaan lailatul Qadr di deskripsikan kepada suasana hati yang tenang, damai dan merasakan Allah dekat di hati.
b) Sintaksis Elemen sintaksis merupakan suatu metode analisis van Dijk untuk melihat pilihan kalimat apa yang disusun penulis dalam menampilkan diri sendiri (penulis) secara positif dan lawan secara negatif. 1) Koherensi Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang (penulis) secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan atau malah sebab akibat. Biasanya hubungan antar kalimat ini dihubungkan dengan kata hubung dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun. (a) Akal Dan Khayal
Dalam teks ini terdapat bentuk koherensi di saat menjelaskan tentang perbandingan kebudayaan Barat dan Timur. Koherensi dalam kalimat ditandai dengan kata penghubung ”tetapi” yang bermakna pengingkaran. Jangan dinantikan batu dengan batu. Sebab keduanya akan hancur! Jangan ditangkis kemegahan akal dengan kemegahan akal pula. Keduanya sama-sama akan bertemu jalan buntu. Barat telah bangkrut karena tamadun yang semacam ini. Orang Timur tidak boleh menapak jejak orang yang pergi ke dalam kehancuran tetapi berusahalah memegang tangannya dan membawanya naik. Pandanglah alam dari segi kesatuannya. Barat dan Timur, Utara dan Selatan, adalah empat sudut dari satu alam. Kita dan dia adalah satu! Penggunaan
kata
hubung
”tetapi”
dalam
teks
diatas
menghubungkan antar kalimat. Fungsi dari kata penghubung ”tetapi” ingin menjelaskan secara implisit (tersembunyi) bahwa kebudayaan Timur akan membantu siapa saja karena kebudayaan Timur mengagungkan rasa kemanusiaan, sehingga jika kebudayaan Barat hancur kebudayaan Timur menolong dan membawanya naik sebagai representasi rasa kemanusiaan tersebut. (b) Agama Ialah Cinta Banyak terdapat koherensi dalam teks ini salah satunya dalam penjelasan tentang mencintai alam semesta ini. Kata penghubung dalam paragraf tersebut ditandai dengan kata ”karena” yang bermakna penjelasan. Kita mencintai seluruh alam ini, langit dan bumi ini, laut dan darat ini, matahari dan bulan dan bintang-bintang, karena semuanya itu adalah nikmat Allah kepada kita semua.
Kata penghubung ”karena” merupakan kata penghubung antar kalimat utama dan kalimat penjelas. Fungsi dari kata penghubung ”karena” di atas ingin menjelaskan bahwa di dalam mencintai Allah terdapat juga berbagai nikmatnya berupa alam ini yang harus dijaga dengan penuh rasa syukur sebagai nikmat yang telah diberikan Allah. (c) Di Antara Cinta Dan Fanatik Koherensi dalam teks di antara cinta dan fanatik ini dijelaskan dengan kata penghubung ”walaupun” ketika menjelaskan tentang cinta kepada Allah dan Rasul. Cinta kepada Rasul dalam rangka Iman kepada Allah masih akan bernyala di hati mukmin selama Al-Qur’an masih ada. Pembuktian cinta itu ialah dengan berjihad menegakkan agamanya, berjuang mengokohkan hukumnya, melakukan da’wah di atas permukaan bumi ini sehingga agamanya di atas dari segala agama, walaupun orangorang yang mempersekutukan Tuhan dengan yang lain tidak menyukainya. Koherensi dengan kata penghubung ”walaupun” secara implisit (tersembunyi) ingin menerangkan bahwa sejatinya perjuangan umat Islam dalam menegakkan agama Islam akan terus berkobar sampai akhir zaman untuk melawan segala bentuk kemunkaran. Hal ini dikarenakan keagungan Al-Qur’an sebagai kitab suci yang mampu membangkitkan semangat umat Islam. (d) Lailatul Qadr Bentuk koherensi antar kalimat dalam teks ini ditandai dengan menggunakan
kata
penghubung
”karena”.
Penggunaan
kata
penghubung tersebut dipakai penulis ketika menjelaskan tentang makna Lailatul Qadr. Lama kemudian, baru kita mengerti bahwa Lailatul Qadr ialah malam Lailatin Mubarakatin. Malam yang diberkati, dan malam yang diperingati. Karena pada malam itulah mulanya turun Al-Qur’an ke dunia ini di dalam gua Hira, disampaikan oleh Jibril kepada Nabi kita Muhammad Saw. Kata penghubung ”karena” bermakna menjelaskan. Penggunaan kata penghubung memberikan kesan bahwa mengapa dinamakan Lailatul Qadr karena pada malam itu diturunkannya keberkahan atas diturunkannya Al-Qur’an. Jadi keberkahan yang terjadi akibat AlQur’an diturunkan.
(e) Untuk Jadi Perbandingan Dalam teks ”Untuk Jadi Perbandingan” terdapat koherensi yang dinyatakan dengan penggunaan kata hubung dalam kalimat. Kata hubung tersebut ialah ”walaupun” Di samping itu mereka dirikan sekolah-sekolah tinggi, seminari, akademi, ada yang khusus agama, ada yang berdasar jiwa agama dan mereka bekerja keras menyiarkan agamanya, walaupun ke negerinegeri yang penduduknya telah Islam. Teks diatas ialah ketika menjelaskan usaha-usaha yang dilakukan Gereja Katholik dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan. Penggunaan kata penghubung walaupun menandakan adanya usaha yang sangat giat demi memajukan ilmu pengetahuan. Secara implisit hal ini ingin menyoroti sikap Gereja Katholik yang bisa berbenah terhadap kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan di zaman
Renaissance. Bahkan Kaum Gereja Katholik berani menyiarkan agamanya ke negeri-negeri Islam. Mereka tidak merasa takut terhadap umat lain. (f) Pemimpin Agama Dalam teks ”Pemimpin Agama” terdapat koherensi yang dinyatakan dengan penggunaan kata hubung dalam kalimat. Kata hubung yang digunakan ialah ”dan”. Itulah pegangan Ulama sejak dahulu sampai sekarang. Berani dalam kebenaran, berpegang teguh pada tali Allah, bukan karena mengharapkan laba dunia yang tidak kekal, dan bukan karena takut kepada sesama manusia. Teks diatas merupakan penjelasan atas sikap-sikap yang harus dimiliki seorang ulama. Kata hubung ”dan” merupakan kata hubung yang menyatakan tambahan atas kalimat sebelumnya. Hamka ingin memberikan penjelasan bahwa Ulama yang sebenarnya ialah Ulama yang berpegang teguh kepada tali Allah, tidak mengharapkan keuntungan, dan tidak takut kepada sesama manusia.
2) Bentuk Kalimat Bentuk kalimat merupakan salah satu bagian dari analisis teks sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Prinsip kausalitas menjelaskan tentang susunan kalimat yang terbentuk dari subyek, predikat dan obyek. Bentuk kalimat yang dipilih merupakan kalimat yang dianggap sangat layak untuk di analisis terutama diambil kalimat yang berhubungan dengan tema.
(a) Akal Dan Khayal Dan Barat pun Subjek
”digila” Predikat
oleh akalnya Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena subjek diletakkan di awal kalimat. Kalimat di atas memberikan keterangan kepada pembaca bahwa kebudayaan bangsa Barat digila oleh akalnya. Maksud kata ”digila” ialah dipengaruhi atau dapat bermakna sangat bergantung kepada akalnya. (b) Agama Ialah Cinta Iman Subjek
tidak ada arti kalau cinta tidak Keterangan (subjek)
tertumpah Predikat
kepada Nabi Objek Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena subjek diletakkan di awal kalimat. Subjek merupakan kata ’iman’ yang berarti menunjukkan apa yang diterangkan dari predikat. Kalimat diatas dapat diberi makna bahwa iman kepada Nabi tidak akan tertumpah kalau tidak ada cinta kepada Nabi.
(c) Di Antara Cinta Dan Fanatik Bangsa penjajah Subjek
sangatlah benci kepada Predikat
cinta semacam ini Objek Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena subjek diletakkan di awal kalimat. Dalam kalimat ini kata yang ingin
ditekankan oleh Hamka kepada pembaca ialah kata ‘penjajah’. Bahwa bangsa penjajah sangatlah membenci cinta kaum muslimin kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan terbalik pemaknaannya jika kalimat diubah menjadi “cinta semacam ini sangat dibenci oleh penjajah”. Dalam kalimat tersebut penekanan lebih kepada kata cinta kepada Allah dan Rasul bukan kepada penjajah. (d) Lailatul Qadr Dia Subjek
tersenyum penuh kasih Keterangan (keadaan)
memandangi Predikat
kita Objek Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena subjek diletakkan di awal kalimat. Kalimat di atas menjelaskan bagaimana nikmatnya jika kita mendapakan Lailatul Qadr sampaisampai kita merasakan Allah seperti tersenyum memandangi kita. Allah terasa dekat di hati, dan jiwa terasa nyaman saat kita mendapatkan Lailatul Qadr.
(e) Untuk Jadi Perbandingan Lima puluh tahun lagi Keterangan (waktu)
Khatoliklah Subjek
yang akan menguasai Predikat
Indonesia Objek Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena subjek diletakkan di awal kalimat. Dalam kalimat ini menjelaskan
bahwa jika umat khatolik terus belajar dari pengalaman mereka sedangkan umat Islam tidak dapat belajar dari kesalahannya, maka agama Khatoliklah yang akan menguasai Indonesia. Secara Implisit Hamka ingin mengingatkan agar Umat Islam dapat keluar dari kebodohan agar dapat menjawab tantangan zaman.
(f) Pemimpin Agama Mereka Subjek
berani Keterangan (sifat)
menyatakan Predikat
kebenaran Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena subjek diletakkan di awal kalimat. Dalam susunan kalimat di atas penulis ingin memberikan nasihat kepada pembaca bahwa Ulama mampu menyatakan kebanaran. Kebenaran saat ini susah sekali diucapkan jika berhadapan dengan harta dan jabatan, akan tetapi ulama menolak itu semua dan berani berkata yang sebenarnya dan apa adanya agar mendapat cinta Allah SWT.
3) Kata Ganti Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap
bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.
(a) Akal Dan Khayal Dalam teks Akal dan Khayal, terdapat penggunaan kata ganti ”dia”. Penggunaan kata ganti kita dalam teks ini untuk menunjuk kepada satu golongan tertentu yang merupakan bukan bagian dari penulis. Seperti pada paragraf di bawah ini: Tamadun Barat belum berhenti mengalir, masih banyak tempat lekung yang akan diisinya, di Barat di Timur, di Utara di Selatan. Tetapi kekuatan itu akan patah, setelah dia berani menentang cahaya matahari khayal Timur. Mulanya tentu dia akan murka dengan garangnya. Lantaran murka dia gelap mata; ,,Sia-sia menjaring angin, terasa ada, dapat tidak! Akhirnya dia pun mengaku karena putus asa! Dari kalimat di atas, Hamka memakai kata ganti ”dia”. Penggunaan kata ganti ”dia” menciptakan jarak antara apa yang disukai dan apa yang tidak disukai penulis.Hal ini secara implisit dapat dikatakan Hamka sebagai penulis tidak dekat, tidak suka atau tidak adanya hubungan emosional terhadap kelompok tertentu dalam hal ini ialah kebudayaan Barat, sehingga yang dipakai ialah kata ganti ”dia”. (b) Agama Ialah Cinta Dalam teks Agama Ialah Cinta, terdapat penggunaan kata ganti ”mereka”. Penggunaan kata ganti mereka di dalam teks ini ialah untuk
menunjukkan kepada kelompok tertentu seperti dalam paragraf di bawah ini: Yang munkar akan mereka tantang. Kalau mereka merasa kuat, yang munkar itu akan mereka tantang dengan tangan. Kalau mereka merasa kurang kuat, mereka akan menantangnya dengan lidah. Kalau mereka merasa tidak sanggup menantang dengan lidah, mereka akan menantang dalam hati saja. Menantang dalam hati itu masih disebutkan ,,yang selemah-lemahnya iman.” Maksud dari penggunaan kata ganti ”mereka” ditujukan kepada orang-orang yang telah jatuh cinta kepada Allah dan Rasul, artinya bahwa orang-orang yang dimaksudkan tersebut telah memiliki iman yang tertanam kuat sehingga mampu melakukan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Swt. Secara implisit Hamka mencoba menjelaskan bahwa mereka itu ialah umat yang khusus, sehingga disini dipakai kata ”mereka” yang seolah-olah ada terdapat jarak atau perbedaan dengan umat islam yang kebanyakan. (c) Di Antara Cinta Dan Fanatik Pada teks di antara cinta dan fanatik, Hamka memakai kata ganti ”kita”. Penggunaan kata ganti ”kita” Di bagian awal kalimat di bawah ini mempunyai makna tidak adanya batas antara penulis dan pembaca. Selain itu penggunaan kata ganti kita di sini berfungsi menciptakan perasaan bersama antara pembaca dan penulis. Berikut ini adalah kalimatnya: Kita mencintai Rasul bukanlah cinta buat disembah melainkan cinta buat dijadikan teladan hidup. Bukan buat disamakan dengan Tuhan, melainkan buat dijadikan orang yang dipercaya buat dijadikan penunjuk jalan kehidupan ini, agar selamat dunia dan akhirat. Dasar
dari cinta ini ialah cita-cita yang tinggi buat menempuh hidup yang lebih sempurna, lebih mendekati Nabi Saw. (d) Lailatul Qadr Pada teks Lailatul Qadr, Hamka memakai kata ganti ”kita”. Penggunaan kata ganti kita seolah-olah menarik pembaca menjadi satu pemahaman dengan apa yang dipikirkan penulis, sehingga menjadikan tidak adanya jarak antara penulis dengan pembaca. Pada suatu ketika, kita bertekun memikirkan diri dan memikirkan Maha Pencipta diri! Kita munajat memanggil Dia. Tuhanku, tarik tanganku, naikkan aku! Pada waktu itu kita lepaskan pengaruh yang lain; dari harta benda, dari yang dicintai, lalu dibulatkan ingatan kepada Yang Satu. (e) Untuk Jadi Perbandingan Pada teks Untuk Jadi Perbandingan, Hamka menggunakan kata ganti ”mereka”. penggunaan kata ganti ”mereka” dalam paragraf di bawah ini menunjuk kepada satu golongan tertentu yaitu Umat Katholik, selain itu penggunaan kata ganti ”mereka” juga untuk memberikan jarak antara penulis dan apa yang dimaksudkan ”mereka” dalam tulisan. Fungsi dari penggunaan kata ganti mereka juga untuk menunjukkan bahwa penulis bukanlah berasal dari golongan tersebut, oleh karenanya penulis membatasi golongan tersebut dengan pemakaian kata ganti ”mereka”. Pengalaman-pengalaman itu ialah menyebabkan mereka dapat mendapatkan diri di mana letak kepercayaan dan iman, di mana pula letak ilmu pengetahuan. Mereka mendalami filsafat, bukan untuk menjadi failosof yang keluar dari garis iman, tetapi untuk memperkuat pendidikan iman. Bahkan di tanah air kita Indonesia sendiri pun, mereka bekerja secara demikian.
(f) Pemimpin Agama Sama seperti teks sebelumnya, dalam teks Pemimpin Agama, penulis menggunakan kata ganti ”mereka” dalam teksnya. Penggunaan kata ganti ”mereka” menunjuk kepada satu golongan yaitu Ulama. Akan tetapi berbeda dengan penggunaan kata ganti ”mereka” pada teks sebelumnya, penggunaan kata ganti ”mereka” dalam teks ini lebih menunjukkan suatu penghormatan dan bentuk penghargaan penulis terhadap Ulama. Penulis ingin membentuk pandangan bahwa Ulama berbeda dengan yang lainnya karena memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki orang lain. Riwayat Indonesia tidaklah boleh melupakan bahwasanya kesadaran Nasional dan perjuangan kemerdekaan kita sekarang ini dimulai oleh Ulama. ,,Mu’alim Besar” Tuanku Imam Bonjol, Pengeran Abdulhamid Diponegoro, Teungku Cik Di Tiro dan lain-lain. Merekalah yang menyatakan pelita di waktu seluruh alam telah gelap. Merekalah yang merentangkan jalan di kala segala fihak telah putus asa! c) Stilistik Elemen stilistik (leksikon) merupakan salah satu elemen wacana van Dijk yang menganalisis teks dengan cara melihat bentuk pemakaian kata seperti apa yang dipakai dalam teks. Terdapat kata yang mempunyai berbagai macam kesamaan. Dari kesamaan kata-kata tersebut mana yang lebih dipakai dalam teks oleh penulis. Misalnya kata ”meninggal”, mempunyai kata lain: mati, tewas, gugur, meninggal, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya. Di antara berbagai kata tersebut seseorang dapat memilih di antara pilihan kata yang tersedia. Pemilihan kata tertentu oleh penulis
menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas, selain itu pemilihan kata tertentu juga mengisyaratkan penggambaran dari sikap penulis yakni bagaimana pihak musuh digambarkan secara negatif sedangkan pihak sendiri digambarkan secara positif. 1) Akal Dan Khayal Teks tentang Akal dan Khayal menggunakan elemen stilistik dalam paragraf yang berusaha menampilkan kelompok tertentu secara negatif. Kelompok yang digambarkan secara negatif ialah kelompok Barat. Pertentangan karena perselisihan pendapat dengan sendirinya akan hilang. Dan kejadian-kejadian berturut dalam sejarah menginsafkan Barat dalam kemiskinannya. Dia belum mengenal sphink hanyalah sehingga ,,ekor”nya, dan belum mengenal ,,Garuda” hanya sehingga ,,paruhnya”. Maka tak faham ke mana terbangnya dengan sayapnya itu. Itulah sebabnya maka kemajuan Barat dalam bentuknya yang selama ini, hanya kemajuan yang cepat sekali menuju keruntuhan. Penggunaan kata kemiskinan pada kalimat kedua pada paragraf di atas secara implisit menekankan sikap penulis yang menempatkan lawan secara negatif. Kata kemiskinan dalam kalimat di atas bisa disinonimkan dengan kata kekurangan, ketidakmampuan atau ketidakberdayaan. 2) Agama Ialah Cinta Pada teks agama ialah cinta penulis menggunakan elemen stilistik pada paragrafnya dengan menggunakan kata diwariskan. Kata diwariskan mempunyai persamaan dengan kata diturunkan atau diberikan. Berikut ini ialah kalimatnya: Sudah pasti ! Karena tanah air adalah sebagian dari permukaan bumi yang telah diwariskan Tuhan kepada makhluk-Nya. Sebab itu maka seorang yang mencintai Allah dan Rasul ingin sekali agar tanah-airnya
pada khususnya, dan dunia ini pada umumnya menjadi tempat berbuat baik dan menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata diwariskan berasal dari kata dasar waris atau warisan. Kata warisan bermakna sesuatu yang diwariskan. Sedangkan kata mewariskan dapat bermakna meninggalkan sesuatu kepada... atau memberikan harta warisan kepada.... Jadi berdasarkan keterangan sebelumnya, bahwa penggunaan kata diwariskan dalam paragraf di atas memiliki arti benda yang diwariskan kepada manusia. Dalam hal ini yang mewariskan ialah Allah SWT dan hal yang diwariskan ialah tanah air. 3) Di Antara Cinta Dan Fanatik Pada teks di antara cinta dan fanatik terdapat penggunaan kata yang bermakna sama dengan kata contoh atau panutan. Kata tersebut ialah teladan. Berikut ini ialah kalimatnya: Kita mencintai Rasul bukanlah cinta buat disembah melainkan cinta buat dijadikan teladan hidup. Bukan buat disamakan dengan Tuhan, melainkan buat dijadikan orang yang dipercaya buat dijadikan penunjuk jalan kehidupan ini, agar selamat dunia dan akhirat. Dasar dari cinta ini ialah cita-cita yang tinggi buat menempuh hidup yang lebih sempurna, lebih mendekati Nabi SAW. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata teladan mempunyai arti sesuatu yang dapat ditiru atau baik untuk dicontoh. Biasanya yang ditiru ialah tentang perbuatan, kelakuan, sifat dan lainnya. Teks di atas menjelaskan bahwa sebagai umat muslim sudah selayaknya kita menjadikan Rasul sebagai teladan atau contoh yang patut ditiru. Dengan meneladani sifat-sifat Rasul diharapkan kita dapat menjadi
manusia yang berbudi pekerti seperti yang dicontohkan Rasul. Peneladanan akan sifat Rasul kemudian harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam Islam. Dalam Meneladani sifat Rasul bukan berarti kita menjadikan Rasul sebagai Tuhan melainkan sebagai utusan Tuhan, bukan sebagai sesembahan melainkan sebagai penunjuk jalan agar selamat di dunia dan di akhirat. 4) Lailatul Qadr Pada teks Lailatul Qadr penulis menggunakan kata ”mengintai”. Kata ”mengintai” mempunyai persamaan dengan kata mencari atau mendapatkan. Demikianlah! Suasana ,,Lailatul Qadr” ada juga di luar Lailatul Qadr. Tetapi dengan ayat-ayat yang istimewa Tuhan Allah menganjurkan kita mengintai ,,Lailatul Qadr” di dalam bulan puasa (Ramadhan). Penggunaan kata mengintai seolah dipilih oleh penulis karena penggunaan kata mengintai lebih bermakna adanya kesungguhan daripada digunakan kata mendapatkan atau mencari. Pada intinya dengan penggunaan kata mengintai penulis ingin mengajak agar pembaca sungguh-sungguh mendapatkan Lailatul Qadr. 5) Untuk Jadi Perbandingan Pada teks Untuk Jadi Perbandingan penulis menggunakan kata ”kebodohan”.
Kata
”kebodohan”
mempunyai
sinonim
dari
kata
kekeliruan, kesalahan atau ketidaktahuan. Perubahan kepada yang lebih baik mudah terdapat dalam kalangan Islam. Penyakitnya hanya satu saja. Tidak tiga, tidak empat. Penyakit itu ialah kebodohan. Dan kebodohan bisa diobat dengan pengetahuan.
Kata kebodohan lebih bernada agak kasar bila dibandingkan dengan kekeliruan
atau
kesalahan.
Pemakaian
kata
kebodohan
tersebut
dimaksudkan untuk menekankan sebagai sikap yang sangat tegas oleh penulis kepada pembaca agar menjauhi sifat tersebut. Terutama di kalangan Umat Islam yang harus mencontoh Umat Katholik yang belajar dari kesalah-kesalahannya di masa lalu. 6) Pemimpin Agama Pada teks Pemimpin Agama terdapat pemakaian kata ”budi”. Pemakaian kata ”budi” mempunyai sinonim dengan kata akhlak, tabiat atau perbuatan baik. Kemerdekaan tidak dibatas oleh budi, adalah pangkal kacau (khaos). Budi yang diengaruhi oleh kepentingan diri sendiri (manfa’at) adalah pangkal serba-serbi bahaya. Demi kalau imbangan di antara kemerdekaan diri dan kepentingan diri tidak lagi, di sanalah permulaan perbudakan! Penggunaan kata budi dalam kalimat di atas dapat diganti dengan memakai kata tabiat, akhlak, atau perbuatan baik. Akan tetapi penulis lebih memilih kata ”budi” ini dikarenakan penggunaan kata ”budi” lebih bermakna sopan karena dalam kalimat bermaksud mangingatkan akan pentingnya ”budi” atau akhlak dalam kehidupan kemerdekaan sekarang ini. Tanpa adanya akhlak maka akan terjadi kekacauan.
d) Retoris Salah satu model penelitian analisis teks ialah retoris. Retoris merupakan gaya yang diungkapkan seseorang dalam berbicara atau menulis. Adapun yang diteliti dalam analisis retoris ini ialah grafis. Grafis merupakan ekspresi
dari penulis yang ingin menekankan bagian tertentu dalam teks, bentuk dari penekanan tersebut dapat melalui pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, maupun penggunaan gambar dan lainnya. 1) Akal Dan Khayal Dalam teks Akal dan Khayal penggunaan gaya penulisan retoris di lakukan dengan memberikan tanda baca pada kalimat atau kata yang ingin ditekankan, seperti dalam paragraf berikut: Maka tampillah ke muka hai Timur! Bubutkan tangan dari sakumu, dan sekalah keringatnya yang mengalir dari dahinya dan hapuslah darah yang melagur dari mulutnya. Dia pada hakikatnya adalah temanmu! Kalau dia binasa, engkau pun binasa pula. Penggunaan tanda seru di awal kalimat diatas dapat dilihat bahwa penulis ingin memberikan seruan kepada bangsa Timur agar berani untuk tampil dalam dunia ini. Penggunaan tanda kutip yang kedua bermaksud memberikan pernyataan yang harus diingat bahwa bangsa Barat pada hakikatnya ialah teman dari bangsa Timur sehingga keduanya harus saling bantu membantu.
2) Agama Ialah Cinta Sama seperti dalam teks sebelumnya. Teks agama ialah cinta juga menggunakan gaya penulisan retoris dengan memberikan tanda baca pada kalimat atau kata yang ingin ditekankan, seperti dalam paragraf berikut:
Mereka sanggup hijrah! Berpindah negeri! Tanah air, tumpah darah tempat dia dilahirkan, dia sanggup meninggalkannya dan pindah ke tempat lain, kalau di tanah airnya sendiri dia tidak leluasa lagi menegakkan cintanya kepada Allahnya dan Rasulnya. Penggunaan tanda seru pada kalimat di atas menggambarkan emosi yang kuat dari penulis dalam memaknai keadaan kaum muslimin yang rela menegakkan agama Islam. Terdapat juga rasa ketakjuban, keheranan dan semangat yang begitu menyala-nyala dari penulis akan keadaan keimanan umat muslim yang seperti itu. Mereka ingin menegakkan cinta kepada Allah dan Rasul bahkan tidak ada satupun yang dapat menghalangi kecintaan mereka sampai-sampai mereka rela pindah demi mendapatkan ketenangan dalam beribadah. 3) Di Antara Cinta Dan Fanatik Pada teks di antara cinta dan fanatik, penggunaan grafis dalam kalimat ditandai dengan pemakaian huruf tebal dan tanda kutip. Berikut ini ialah paragraf yang menggunakan huruf tebal dan tanda kutip: Rasa cinta inilah yang mendorong beberapa pejuang, beberapa mujahidin menyuarakan: ,,esa hilang, dua terbilang.” Atau yang di dalam bahasa arab disebut; ,,isy kariman, au mut syahidan.” (Hiduplah dengan kemuliaan atau matilah dalam keadaan syahid.”) Terdapat bentuk grafis dengan huruf tebal dan tanda kutip. Kedua bentuk grafis tersebut dapat membuat pembaca menjadi terfokus terhadap kata-kata tersebut. Penggunaan grafis dengan tanda kutip tersebut dikarenakan kalimat yang dikutip dan dipetik ialah kalimat yang berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Arab, sehingga dengan ditebalkan hurufnya pembaca dapat membedakan kalimat tersebut dengan kalimat yang lain. 4) Lailatul Qadr
Pada teks Lailatul Qadr, unsur retoris dituliskan dalam teks dengan memberikan grafis berupa tanda tanya. Berikut ini kalimatnya: Coba engkau fikirkan kembali, berapa kali kesusahanmu yang telah dilepaskanNya? Begini baru perasaan yang menimpa dirimu, engkau telah merengek. Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Tuhan? Apakah hubungan cintamu dengan Tuhan hanya sekadar untuk kesenangan? Demi tiba sedikit cobaanNya, engkau telah mengeluh? Manatahu ujianNya yang sekali ini adalah ujian tulen atas lancung kasihmu kepadanNya? Mengapa begitu sayang? Penggunaan tanda tanya dalam kalimat di atas bermaksud untuk menanyakan sesuatu kepada pembaca. Penggunaan tanda tanya dalam teks di atas dapat membuat pembaca menjadi berhenti sejenak untuk merenung apa yang ditanyakan oleh penulis. 5) Untuk Jadi Perbandingan Pada teks Untuk jadi Perbandingan terdapat penggunaan huruf tebal dan tanda seru dalam kalimatnya. Seperti dalam kalimat di bawah ini: Islam menganjurkan kebebasan berfikir dengan nama Ijtihad,, Islam yang menyuruh berjuang menegakkan keyakinan dengan nama Jihad! Sedang orang Katholik bisa, apatah lagi kita! Penggunaan huruf tebal dalam kalimat di atas memiliki makna bahwa penulis ingin menekankan kata tersebut yaitu kata Ijtihad dan Jihad. Selain itu penggunaan huruf tebal dapat membuat pembaca menjadi terfokus kepada kata tersebut yang akhirnya dapat mencerna apa yang penulis maksudkan. Sedangkan penggunaan tanda seru pada akhir kalimat di atas bermakna teguran, ajakan, dan menghimbau kepada umat Islam agar memiliki kebebasan berfikir dan menegakkan keyakinan atas nama jihad.
6) Pemimpin Agama Dalam teks Pemimpin Agama, unsur retoris terdapat pada bagian penutup teks tersebut yang seolah olah mengajak pembaca untuk merenungkan isi teks tersebut. Unsur retoris yang digunakan oleh penulis ialah memiringkan kalimat-kalimat pada paragraf akhir. Seperti dalam kalimat di bawah ini: Hai orang yang sombong dengan kemegahan dunia pinjaman Tuhan! Kembalilah kepadaNya! Karena engkau akan bertanggung-jawab di hadapanNya. Asalmu hanya daripada setetes, keluar dari lobang yang hina, tidak berpakaian sehelai juga. Adapun kemegahan yang kalian perebutkan, kursi dan pangkat, hanyalah pinjaman Allah dan pinjaman rakyat karena memegang amanat yang diberikan ke atas dirimu. Janganlah sombong, karena kalian akan kembali ke akhirat, hanyalah dengan tiga lapis kain kafan juga!” Bagian yang dimiringkan merupakan yang dipandang penting oleh penulis sehingga menginginkan pembaca menaruh perhatian pada teks tersebut. Pada bagian ini penulis bermaksud menyadarkan kepada orangorang yang sombong karena memiliki kekuasaan dan harta bahwa dunia ini hanyalah titipan Tuhan. Kita tidak pantas untuk sombong karena kita adalah hanyalah seorang hamba yang akan kembali kepadaNya.
B. Konteks Sosial Analisis wacana pada model Teun A. Van Dijk merupakan model penelitian analisis wacana yang tidak hanya menekankan pada analisis teks semata. Dalam proses analisisnya terdapat bentuk analisis yang dinamakan konteks sosial. Analisis konteks sosial dapat dimaknakan sebagai bentuk analisis untuk melihat konteks atau
latar belakang terbentuknya teks tersebut. Hal ini berkaitan pula dengan keadaan situasional yang terjadi pada saat tulisan atau sebuah teks ditulis. Dalam memahami konteks sosial dapat dikembangkan kepada analisis keadaan masyarakat pada saat teks dibuat atau kepada pendekatan struktur kebudayaan di mana tempat teks tersebut ditulis. Teks “Akal dan Khayal” merupakan teks yang ditulis untuk memberikan perbandingan antara kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur. Teks ini ditulis pada majalah Kebudayaan Indonesia pada tahun 1952. Setiap kata yang disusun dalam teks akal dan khayal secara implisit bertujuan untuk membela kebudayaan Timur dan menempatkan kebudayaan Timur berada diatas kebudayaan Barat, dalam hal ini Hamka menyudutkan bangsa Barat dengan kalimat-kalimat dalam teks tersebut. Tulisan Hamka selanjutnya berjudul ”Agama Ialah Cinta” dan ”Diantara Cinta dan Fanatik”, kedua tulisan tersebut ditulis di majalah Panji Masyarakat pada tahun 70-an. Isu yang berkembang dalam kedua teks menekankan pada bagaimana seorang muslim seharusnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta kepada Allah dan Rasul merupakan pegangan dalam hidup seorang muslim. Cinta yang demikian dapat menyebabkan seorang muslim rela berkorban dan berjuang demi mendapatkan cinta dari Allah. Sikap ini menjadi penyemangat para pahlawan yang rela berkorban membela tanah airnya dan berjuang sekuat tenaga mengusir penjajah. Dalam wacana yang berkembang di Barat, kondisi kecintaan tersebut dilabeli dengan istilah ”fanatik”. Hal ini yang kemudian berusaha dihilangkan oleh penjajah. Akan tetapi sikap fanatik ini tidak dapat dibendung, melainkan justru semakin mengobarkan semangat bangsa Indonesia yang akhirnya dapat merebut kemerdekaan.
Bagaimana konteks sosial pada teks Lailatul Qadr? Dalam teks ini Hamka menyuguhkan cerita di dalam masa kecilnya. Teks Lailatul Qadr terinspirasi dari pengalaman masa lalu dan juga kondisi masyarakat sekitarnya. Dalam teks ini Hamka ingin mengajak kepada Masyarakat agar berusaha mendapatkan malam Lailatul Qadr. Setiap kalimat-kalimat dalam teks ini dapat menggugah pembacanya dan memberikan semangat baru agar laebih berusaha beribadah kepada Allah. Teks untuk jadi perbandingan menceritakan sejarah umat Katholik di masa lalu. Kabangkitan kembali dari keterpurukan Katholik menjadi tema utama kemudian pada akhirnya berusaha memberikan pemahaman kepada umat Islam agar menjauhi kebodohan dan belajar dari kesalahan-kesalahan di masa lalu agar Islam menjadi agama yang Rahmatan lil’alamin. Dalam teks pemimpin agama konteks sosial yang terjadi ialah ingin memberikan pemahaman bersama kepada masyarakat akan pentingnya peranan ulama dalam masa pembangunan negara. Ulama dapat menjadi pemimpin bagi Umat yang lemah dan melindungi Umat dari kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penguasa.
C. Kognisi Sosial Dalam buku analisis wacana karangan Eriyanto dijelaskan bahwa pendekatan kognisi sosial didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita.
Tulisan-tulisan Hamka pada buku Renungan Tasauf merupakan tulisan yang bertujuan untuk menggairahkan kembali nilai-nilai keislaman yang telah luntur. Setiap tulisan Hamka didasarkan kepada analisis yang mendalam kepada ajaran Islam yang mendasar akan tetapi tetap merambah ke disiplin ilmu lainnya seperti Ilmu kenegaraan dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Tulisan-tulisan hamka seolah mampu merangkum berbagai dimensi ilmu pengetahuan dan lintas sektor kehidupan. Selain itu buku renungan tasauf merupakan buku yang sarat akan nilai-nilai dakwah hal ini dikarenakan dalam setiap teksnya ditulis berdasarkan pemahaman atas ayat-ayat AlQur’an dan Hadis. Dalam teks akal dan khayal tema yang disampaikan memang lebih kepada filsafat dan kebudayaan. Hamka sedikit sekali menyinggung nilai-nilai Islam. Akan tetapi bukan berarti tidak ada muatan dakwah, karena dalam teks tersebut Hamka menceritakan sejarah Nabi Adam dan Siti Hawa yang pada dasarnya berasal dari AlQur’an. Teks Agama Ialah Cinta memuat banyak sekali nilai-nilai dakwah. Nilai-nilai dakwah tersebut lebih di tekankan kepada pentingnya nilai-nilai keimanan dalam hidup beragama, salah satu yang dijelaskan dalam teks yaitu bagaimana seharusnya seorang muslim mencintai Allah dan Rasulnya. Teks ini merupakan representasi kognisi keilmuan Hamka yang dituangkan dalam teks. Selanjutnya, dalam pembahasannya teks agama ialah cinta lebih bersifat menyadarkan masyarakat. Yang disadarkan kepada masyarakat ialah tentang amar ma’ruf nahi munkar, yaitu menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan yang munkar. Penyadaran kepada
masyarakat tersebut tidak dijelaskan secara eksplisit namun dijelaskan dengan memakai contoh umat yang beriman. Selanjutnya Pemikiran Hamka yang Istiqamah dalam menegakkan nilai-nilai keislaman dapat terlihat dalam teks Di antara Cinta dan Fanatik. Dalam teks tersebut Hamka mencoba melihat dan menganalisa apa itu pengertian fanatik baik menurut pemahaman orang Islam maupun bangsa penjajah. Pemahaman apa itu fanatik coba di kembangkan dalam sebuah strategi wacana yang kemudian menuju kepada sikap Hamka yang mendukung perjuangan kaum muslim dalam melawan bangsa penjajah. Dalam teks Lailatul Qadr pemahaman masa kecil Hamka menjadi penggerak baginya untuk memahami makna Lailatul Qadr yang terjadi. Cerita Engku Lebai guru mengaji Hamka kemudian dibandingkan dengan pegalamannya sendiri dalam merasakan Lailatul Qadr sehingga tulisan yang dibuat dapat menyentuh hati pembacanya. Jika dilihat maka tulisan Lailatul Qadr dapat memberikan nuansa tasawuf yang menenangkan dan menentramkan bagi siapa saja yang membacanya. Teks Untuk Jadi Perbandingan merupakan menjadi bukti bahwa Hamka sangat menguasai ilmu-ilmu perbandingan agama. Seperti terlihat dalam teks ini Hamka banyak sekali menjelaskan sejarah umat Katholik kemudian membandingkannya dengan sejarah umat Islam terutama Umat Islam di Indonesia. Teks terakhir ialah teks yang berjudul Pemimpin Agama. Teks ini sangat unik sekali karena Hamka tentu saja sangat tahu sekali apa itu kewajiban seorang ulama, karena ia sendiri ialah seorang Ulama. Sehingga dalam teks ini tidak terdapat hal yang membingungkan melainkan dengan membacanya kita dapat merenung akan
sifat-sifat ulama di masa lalu yang begitu rela membela agamanya sebagai perwujudan rasa cinta kepada Allah SWT. Pada akhirnya peneliti menilai bahwa membaca teks dalam buku ini dapat membuat kita bertamasya karena dalam setiap lembar halamannya menjanjikan nilainilai tasawuf yang menenangkan dan menyejukkan jiwa. Dengan buku ini dapat diketahui bahwa keulamaan Hamka tidak hanya dalam mimbar saja melainkan dapat juga mentransformasikan nilai-nilai dakwah melalui tulisan. Artinya bahwa Hamka merupakan sosok ulama yang ideal karena mampu berdakwah dengan sangat baik menggunakan lisan maupun tulisan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah dilakukan telaah dan analisis terhadap teks dalam buku Renungan Tasauf yang terdiri dari enam judul dan dibatasi kepada tulisan Hamka di Media Massa, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut: 1. Konstruksi wacana tulisan Hamka dalam media massa memiliki banyak pesan dakwah. Selain itu peneliti telah mengkategorisasikan bahwa setiap teks mempunyai pesan dakwah yang berbeda-beda. Dalam teks Akal Dan Khayal serta Pemimpin Agama, pesan dakwah yang paling dominan ialah pesan dakwah yang mengandung nilai Mu’amalah, pada teks Agama Ialah Cinta serta Di Antara Cinta Dan Fanatik pesan dakwah yang paling dominan ialah pesan dakwah yang mengandung nilai Aqidah, sedangkan pada teks Lailatul Qadr serta Untuk Jadi Perbandingan pesan dakwah yang paling dominan ialah pesan dakwah yang mengandung nilai syariah. 2. Dilihat dari segi konteks sosial, peneliti berpendapat teks-teks dalam buku ini dibuat untuk menambah pemahaman dan juga sebagai media dakwah kepada masyarakat. Dari enam teks yang diteliti mempunyai konteks sosial yang berbedabeda. Teks akal dan khayal berusaha memberikan pemahaman kepada pembaca
akan kebesaran kebudayaan Timur yang selama ini sering direndahkan oleh bangsa barat. Dalam hal ini Hamka ingin berusaha menyadarkan bahwa kebudayaan Timur pun dapat mengalahkan kebudayaan Barat. Teks Di Antara Cinta Dan Fanatik serta Agama Ialah Cinta merupakan teks yang sama-sama ingin memberikan penyadaran kepada masyarakat akan apa yang dinamakan Cinta kepada Allah dan Rasulullah. Kedua teks ini sama-sama menekankan kepada bagaimana seharusnya umat Islam bersikap kepada Allah Swt dan Rasulullah, karena banyak sekali penyalahgunaan yang terjadi di masyarakat diantaranya misalnya pengkultusan Rasul atau menganggap Rasul itu Tuhan. Teks Lailatul Qadr ingin memberikan nasihat kepada pembaca akan kebesaran malam Lailatul Qadr. Bahwasanya keagungan Lailatul Qadr dapat dirasakan oleh siapa saja dan dalam kondisi apapun serta tidak dibatasi hanya pada bulan Ramadahan saja. Setiap muslim yang bersungguh-sungguh dalam beribadah dapat merasakan Lailatul Qadr. Dalam teks Untuk jadi perbandingan Hamka ingin menyadarkan kepada pembaca agar berani untuk belajar dari kesalahan yang diperbuat oleh kaum Katholik. Umat muslim sebaiknya dapat bahu membahu melalui apa yang diajarkan Islam dalam proses Ijma maupun Ijtihad. Pada teks Pemimpin Agama Hamka memberikan gambaran terhadap sosok ulama yang membela agama. Dalam teks ini Hamka menjelaskan kepada pembaca bahwa bangsa Indonesia dalam perjuangannya mencapai kemerdekaan pun tidak dapat lepas dari perjuangan para Ulama seperti Tuanku Imam Bonjol, Diponegoro dan lainnya. 3. Dari empat teks yang telah diteliti dapat dilihat kognisi sosial Hamka. Kesemuanya menggambarkan niat yang tulus dari dalam diri Hamka untuk
membudayakan nilai-nilai keislaman. Hamka mampu menerapkan beberapa disiplin ilmu, mulai dari ilmu agama, ilmu kenegaraan sampai ilmu
sosial.
Semuanya dirangkumnya dalam struktur pembahasan yang sistematis. Hal ini membuktikan bahwa disamping sebagai ulama, hamka juga mahir dalam membuat tulisan-tulisan yang menyentuh pembacanya.
B. Saran 1. Bagi civitas UIN tulisan-tulisan Hamka dalam buku renungan tasawuf merupakan tulisan-tulisan yang sangat bagus dalam menyadarkan masyarakat kearah yang lebih baik sehingga seyogyanya tulisan dan tulisan-tulisan Hamka yang lain dapat dihargai dengan semestinya misalnya dengan diadakannya seminar membedah tulisan-tulisan Hamka. 2. Para da’i sebaiknya dapat mencontoh apa yang dilakukan Hamka dalam hal menulis tulisan Islami yang berkualitas, karena sekarang ini banyak sekali ulama yang hanya pandai bicara sehingga kurang memiliki kemampuan yang memadai dalam menulis. 3. Setiap karya-karya Hamka selayaknya diberikan apresiasi yang sebesar-besarnya oleh negara karena Hamka ialah ulama besar yang pernah hidup di Indonesia. Sekarang ini sangat susah mendapatkan buku-buku Hamka. Bentuk apresiasi yang dilakukan misalnya menerbitkan kembali karya-karya Hamka yang sudah tidak terbit lagi di Indonesia. Hal ini semuanya bertujuan menyadarkan masyarakat ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, M. Isa. Mujahid Dakwah. Bandung: Diponegoro, 1991. Ardhana, Sutirman Eka. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1995. Asti, Badiatul Muchlisin. Berdakwah dengan Menulis Buku. Bandung: Media Qalbu, 2004. Aziz, M. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004. Dewan Redaksi Ensiklopedi. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992. Eriyanto, Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS, 2006. Esposito, John L. Ensiklopedi Islam. Bandung: Mizan, 2001. Fad’aq, Asma Umar Hasan. Mengungkap Makna dan Hikmah Sabar. Jakarta: Lentera, 1999. Ghazali, M Bahri. Dakwah Komunikatif. Jakarta: CV Pedoman, 1997. Glasse, Cyril. Ensiklopedia Islam, Kata Pengantar: Prof. Huston Smith. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Gozali. Kamus Istilah Komunikasi. Bandung: Djambatan, 1992. Hamka. Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. Hamka, Renungan Tasauf. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1985. Ishlahi, Amin Ahsan. Metode Dakwah Menuju Jalan Allah. Jakarta: PT Litera Antarnusa, 1985.
Islamiyah, Indriansyah. Universitas Islam Jakarta. Akhlak Istimaiyah. Jakarta: PT. Parameter, 1998. Khotimah, Ema. Analisis Wacana Ideologi Tandingan (Wacana Terorisme dalam mediaAnalisis Kritis Pemberitaan Abu Bakar Ba’asyir). UNISBA, 2004. Latif, Yudi. Hamka, Berislam yang Estetik, http://id.buck1.com/blok/hamka-berislamyang-estetik-709. Mahayana, Maman S. Sembilan Jawaban Sastra Indonesia. Sebuah Orientasi Kritik, Jakarta: Bening Publishing, 2005. Mulyana, kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005. Munir, Muhammad dan Wahyu Ilaihi. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006. New Life Options: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Parera, Jos Daniel. Teori Semantik, edisi kedua. Jakarta: Erlangga, 2004. Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press, 2002. Sasono, Adi et. al. Solusi Islam Atas Problematika Umat. Ekonomi, (Pendidikan dan Dakwah). Jakarta: Gema Insani Press, 1998. Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Syarifudin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997. Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Tamara, Nasir dkk. Hamka Di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan, 1983. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1980. Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. http//id.wikipedia .org/wiki/Hamka Wikipedia Indonesia, Daftar Karya Buya Hamka. http://id.wikipedia.org/wiki/Ha mka.
Yaqub, Hamzah. Publistik Islam teknik dakwah dan leadership. Bandung: C.V. Diponegoro, 1992. Yavie, Ali. Dakwah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Makalah Seminar, 1992. Zahruddin dan Hasanudin Sinaga. Penghantar Studi Akhlak. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004.