PESAN DAKWAH DALAM BUKU “NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN” KARYA SALIM A. FILLAH
SKRIPSI Program Sarjana (S-1) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Disusun Oleh: RISMA DEWI MALASARI 1103008
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009
PESAN DAKWAH DALAM BUKU NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN KARYA SALIM A. FILLAH Disusun Oleh: RISMA DEWI MALASARI 1103008
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 21 Februari 2009 dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat.
Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji/ Dekan
Sekretaris Sidang
Drs. H.M. Zain Yusuf, M.M NIP.150 207 760
Drs. H. Ahmad Anas, M. NIP. 150 260 197
Penguji I
Penguji II
Drs.H.Moh Zuhri, M.S.I NIP. 150 089 424
Rustini Wulandari, S.P si, M.Si NIP. 150 327 106
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. H. Ahmad Anas, M Ag NIP.150 260 197
DR. Ilyas Supena, M.Ag NIP. 150 318 454
MOTTO
Apakah anda menginginkan kebahagiaan yang sesungguhnya? Tak usah dicari jauh-jauh karena kebahagiaan sejati itu ada dalam diri sendiri, ada dalam pikiran yang inovatif, ada dalam khayalan yang indah, ada dalam kemauan yang optimistik, dan ada dalam hati yang selalu mengobarkan kebaikan. (‘Aidh al-Darni*, 2004: 557)
Menjadi tua itu pasti menjadi dewasa itu pilihan. ( Funny )
PERSEMBAHAN
Subhanallah, ya Allah semoga karya hamba dapat bermanfaat, bernilai dan berarti. Jika hal itu dapat terwujud, semua nilai lebih berikanlah pada mereka: •
Akh. Salim penulis yang luar biasa. Aku ingin sepertimu dalam sebuah karya.
•
Babe Mamiku yang amat sangat tercinta semoga kalian saling kasih menyayangi hingga akhir hayat. Afwan anakmu belum sanggup mengikuti jejakmu yang mulia. Tapi cinta kasihmu selalu membawaku dalam damai.
•
Saudaraku Ari, Ratna, Iwan, Yugun, May, Bakabon, mba Trilis, Tika, mba Ana&pak Eko, mbah ku, bu dhe&le ku, Doni dan masih banyak yang tidak dapat kusebutkan sampai bingung.
•
Permata sekaligus mutiara hatiku Sofy, akan kugunakan namamu dalam setiap karya bunda. Untuk seseorang yang pernah mengukir sejarah di hidupku, terima kasih yang begitu luas untukmu.
•
Kawan-kawan perjuangan angkatan 2003, MBS, DAIS 107.9 semua makasih, aku buktikan sekarang bukan lagi mahasiswa kelewat abadi. Perjuangan kita belum usai.
ABSTRAKSI Pesan mengandung arti keseluruhan dari pesan (tem) yang sebenarnya menjadi pengarah didalm usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laki komunikan. Dakwah sebagai suatu istilah yang telah memiliki pengertian secara khusus yaitu seruan, panggilan, ajakan. “Pesan dakwah” merupakan isi sebuah rangkuman atau kesimpulan dari materi yang disampaikan, dalam hal ini buku sebagai media dakwah. Buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”, karya Salim A. Fillah. Dari latar belakang di atas maka peneliti mengambil judul “PESAN DAKWAH DALAM BUKU NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN” KARYA SALIM A. FILLAH, dengan mengambil permasalahan “ Apa pesan dakwah yang ada dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ tersebut. Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah “content analisys”, yaitu analisis tentang materi dakwah dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ Dalam penelitian ini dapat peneliti simpulkan bahwa berdasarkan data yang diperoleh peneliti bahwa: • Buku merupakan salah satu media dakwah dalam bentuk cetak yang dapat mempengaruhi pembaca dengan pesan dakwahnya. • Pesan dakwah yang peneliti sampaikan setelah ditelaah akan diambil yang berkaitan dengan akhlaq. Sabar dan ikhlas masuk dalam akhlaq. Ajaran tasawuf berkaitan erat dengan akhlaq. • Cinta baik sejarahnya dimasa lalu telah al qur’an bahas dengan lantunan syair, dilengkapi kisah para sahabat rasul yang menjunjung tinggi cinta, bukan nafsu haram. • Menerapkan dengan tegas perbedaan pacaran dengan ta’aruf.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 25 Januari 2009
Risma Dewi Malasari 1103008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi atas nikmat, rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan sebuah skripsi atau karya ilmiah bukanlah hal yang mudah, akan tetapi merupakan sebuah pekerjaan yang menuntut keseriusan, kejelian, pikiran dan waktu serta bantuan dari berbagai pihak baik itu yang bersifat material maupun spiritual. Maka atas segala sumbangan dan peran sertanya yang diberikan secara langsung maupun tidak demi selesainya skripsi ini, penulis benar-benar mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H Abdul Jamil, MA., selaku rektor IAIN Walisongo Semarang 2. Drs. H.M Zain Yusuf, MM., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang beserta stafnya yang telah memberikan restu kepada penulis untuk mengadakan penelitian dan penyelesaiannya skripsi ini. 3. Bapak H. Ahmad Anas, M.Ag dan DR. Ilyas Supena, M.Ag sebagai pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan hingga terselesainya skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberi banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama dalam bangku perkuliahan.
5. Bapak, Ibu, adik dan semua saudara tercinta yang telah memberikan motivasi baik material maupun spiritual sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Teman dan para sahabatku yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut proses penulisan skripsi ini. Kiranya tiada kata yang dapat diucap dari penulis selain panjatkan doa kepada Allah SWT agar membalas segala jasa-jasa amalnya dengan balasan yang setimpal. Sebenarnya penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang maksimal, namun penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya. Semoga kerja keras dan amal nyata yang telah penulis hasilkan ini diridhai Allah SWT dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin amin ya rabbal a’lamin.
Semarang, 6 Februari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….
i
NOTA PEMBIMBING………………………………………………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...
iii
HALAMAN MOTTO…………………………………………………………...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………...
v
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..
vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………….....
vii
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……………………………………………………….....
1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………............
13
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………….. .
12
1.4. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………
12
1.5. Metode Penelitian………………………………………………………
15
1.5.1. Jenis dan Pendekatan……………………………………………..
15
1.5.2. Batasan Konseptual dan Operasional……………………………..
15
1.5.3. Sumber dan Jenis Data……………………………………………
17
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data………………………………………..
17
1.5.5. Teknik Analisis Data……………………………………………...
18
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi……………………………………………
19
BAB II : TINJAUAN TENTANG DAKWAH DAN BUKU SEBAGAI MEDIA DAKWAH 2.1. Tinjauan Umum Tentang Dakwah……………………………………..
21
2.1.1. Pengertian Dakwah……………………………………………….
21
2.1.2. Media Dakwah……………………………………………………
27
2.1.3. Dakwah Dengan Komunikasi Islami……………………………..
30
2.2. Unsur-unsur Dakwah…………………………………………………... 32 2.2.1. Pelaku Dakwah…………………………………………………... 32 2.2.2. Penerima Dakwah……………………………………………....... 33 2.2.3. Materi Dakwah…………………………………………………… 33 2.2.4. Media Dakwah…………………………………………………… 40 2.2.5. Metode Dakwah…………………………………………..……… 41 2.3. Definisi Akhlaq………………………………………………………… 41 2.4. Buku Sebagai Media Dakwah………………………………………...... 51
BAB III : SALIM A. FILLAH DENGAN BUKU ‘NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN’ 3.1. Biografi Salim A. Fillah……………………………………………....... 56 3.2. Deskripsi Naskah Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’……. 56 BAB IV : ANALISIS ISI BUKU ‘NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN’ DAN PENYAMPAIAN PESAN DAKWAH 4.1. Analisis Pesan Dakwah Islam dalam Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan……………………………………………………...
72
4.1.1. Materi Ajaran Akhlaq…………………………………………….
73
4.1.1.1. Ketika Cinta Hadir………………………………………….
74
4.1.1.2. Cinta Itu Bukan Sebuah Nafsu……………………………...
88
4.1.1.3. Indahnya Sudah Jadian……………………………………..
97
4.1.2. Pengkualifikasian Pesan Dakwah dalam Buku ‘Nikmatnya Pacaran
Setelah
Pernikahan’………………………………. 106
BAB V : PENUTUP 5.1
Kesimpulan…………………………………………………………….. 109
5.2
Saran-saran……………………………………………………………... 110
5.3
Penutup………………………………………………………………… 111
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT PENULIS LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masa remaja menurut sebagian orang adalah tenggat yang menuntut
bentuk-bentuk kepuasan baru. Perubahan masa kanak-kanak telah mengantar ke usia di mana berbagai perasaan dan cara pandang baru terhadap lingkungan membuat remaja menjadi seorang yang ’berbeda’. Seorang yang ingin dianggap hebat dan memiliki sejuta harapan serta keinginan. Remaja bisa disebut juga sebagai masa transisi dari kanak-kanak menuju kedewasaan. Berbagai hal akan membuat berbeda dengan perpindahan orientasi itu yang menghasilkan kebingungan pada diri remaja, seorang manusia dewasa yang penuh agresivitas dan afeksionalitas. Yang aktif mengambil peran dalam menentukan masa depan dunia mereka sendiri. Merasa berperan dan berdiri di tengah makhluk sosial seutuhnya yang berperan penting di antara manusia sekitar. Di sisi lain daya topang kepribadian remaja yang belum mantap. Ego dan sisa kemanjaan masa kecil bisa mengubah ide-ide besar menjadi ambisi kekanakan, yang peran orang tua sangat penting ikut di dalamnya. Namun bila pada waktu yang sama porsi komunikasi dengan keluarga terkurangi sementara interaksi dengan teman sebayanya semakin luas. Maka muncul untuk tampil super dan ingin di anggap. Merasa paling hebat, bisa berdiri sendiri tanpa bantuan. Bila hal semacam ini dibiarkan begitu saja sejak awal, remaja akan semakin bebas tanpa aturan pergaulan yang sesuai keinginan orang tua, masyarakat terlebih
agama. Hal yang paling dominan akan muncul juga merupakan masalah yang tidak diinginkan adalah zina. Zina secara umum adalah persetubuhan pria-wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah. Dari segi tata susila perbuatan ini sangat kotor (hina) dan tercela dalam pandangan masyarakat. Sedangkan dari segi agama perbuatan ini berdosa. Dalam menggunakan kata cinta untuk mewakili nafsu keji yang mereka bawa selama proses pendahuluan yang merupakan awal dari zina sampai zina yang disebut sebagai pembuktian cinta. Jika ada yang mengatakan bahwa cintalah yang menyatukan dua insan berlainan jenis tanpa ikatan halal, tidak ada kebenaran itu semua. Dalam bentuk hubungan yang lepas dari nilai-nilai syar’i tak pernah ada cinta. Yang ada hanya nafsu dan zina dengan segala topeng yang mungkin sulit dikenali, kecuali hati yang jernih yang siap menerima kebenaran. Jika berbicara tentang hukuman yang akan dijatuhkan, maka zina adalah “masuknya timba ke dalam sumur”, inilah bahasa hadits yang dipersaksikan empat orang atau diakui sendiri tanpa ancaman dan paksaan, itulah cermin esensi syariat : bukan menghukum tetapi menjaga kemaslahatan. Zina, mungkin juga berupa pacaran yang oleh orang tua “modern” dikatakan sebagai, anak saya masih mengerti batas-batasnya, batas apa. Catatan zina tak hanya menggores apa yang ada diantara pusar dan lutut. Semua indera dan anggota tubuh bisa jadi terdakwa, seperti mata, telinga, lisan, tangan, kaki, juga angan. Di bagian manapun, zina mendudukkan diri sebagai potensi celaka yang harus diwaspadai (Fillah, 2003 : 28).
Artinya:“Dan janganlah kalian mendekati zina,sesungguhnya zina adalah perbuatan keji. Dan jalan yang buruk.” (Al-Isra’ 32) Larangan ini tidak hanya meliputi peristiwa, tapi juga segala pengantarnya, “Jangan Mendekati”, menyuguhkan keburukan zina. Seperti comberan limbah kimia yang busuk baunya, beracun uapnya, dan najis berpenyakit cecerannya, mendekati adalah dilarang hukumnya dan segala hal yang mengantarkan padanya juga terlarang, tersebut dalam sebuah atsar“:…sesungguhnya kemaluan para pezina itu menyakiti penghuni neraka karena bau busuknya….” Semua para penipu menggunakan kata cinta untuk mewakili nafsu keji yang mereka selimutkan selama proses pendahuluan sampai zina yang disebut sebagai pembuktian cinta.
Artinya:“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, janganlah belas kasihan kepadanya. Keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah dan hari akhirat, hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (An-Nuur : 2). Apabila tanpa laki-laki dan perempuan peradaban manusia tidak akan berdiri tegak. Peradaban tidak akan tumbuh bila pria dan wanita tidak bersatu membina rumah tangganya, kemudian akan menurunkan keturunan. Apabila pria dan wanita campur secara bebas, liar, dan semata-mata melampiaskan nafsu birahinya tanpa ada keinginan untuk membentuk dan membina rumah tangga pasti akan lepas dan musnah ikatan peradaban manusia dan akan lepaslah persatuan
kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Manusia akan kembali kepada keadaan sebelum tegaknya peradaban masyarakat zaman sekarang. Oleh sebab itulah semua hubungan bebas (free sex) yang tidak di dasari dengan ikatan perjanjian yang harus ditaati, diketahui, dikenal atau disaksikan masyarakat. Jauh bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Dari masalah ini manusia akan selamanya menganggap zina merupakan perbuatan kotor, hina, keji, jauh dari kesusilaan dan terhukumi secara agama sebagai dosa. Dalam pandangan peraturan Islam bila perbuatan zina dibiarkan begitu saja tanpa tali pengekang, maka anak yang lahir dari hasil zina tidak akan dapat diketahui asal-usul keturunannya. Oleh karena itulah hubungan pria dan wanita hendaknya terbatas pada hubungan yang bersifat masih dapat dipertanggung jawabkan dengan peraturan. Hubungan yang terbatas ini tidak akan terwujud selama sarana dan fasilitas pergaulan bebas tersebar secara umum. Selama manusia masih mudah melampiaskan nafsunya tanpa harus mengemban resiko tanggung jawab berumah tangga, maka dari mereka tidak dapat diharapkan sikap tanggung jawab berkeluarga ( Abul,1992 : 43 ). Namun zina tidak hanya sebatas persetubuhan pria-wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah. Mata, tangan, kaki, hati dan semua anggota tubuh kita bisa larut dalam zina. Maka berhati-hati adalah kunci utama dalam pergaulan priawanita. Jangan sampai larut di dalamnya. Selama seluruh makhluk termasuk manusia, masih diberi nafsu maka zina tidak bisa hilang, tapi nafsu bisa dikendalikan dengan keimanan yang kuat. Bila semua mengaku beragama Islam dan mengaku Allah Maha Segala, Maha Melihat, dan Maha Mengetahui. Melihat
segala kelakuan kita, mengetahui segala aktifitas semua hamba-Nya, banyak yang mengenal Islam dan mengetahui keagungan Allah, namun tidak pernah memahaminya. Bila sudah ada rasa takut terhadap perbuatan buruk, takut Allah akan murka, tentu jangan melakukan zina, mendekatinya pun enggan. Jika seorang lakilaki telah mencium, menyentuh atau melihat kemaluan seorang wanita dengan syahwat, maka tidak diperbolehkan bagi ayah maupun putra dari laki-laki tersebut untuk menikahinya. Imam Malik mengatakan : “Jika seorang laki-laki melihat keindahan tubuh wanita, seperti betis, rambut, dada dan bagian tubuh lainnya, maka diharamkan bagi putra laki-laki tersebut menikahi wanita itu untuk selamanya”. Seorang ayah menjadikan putranya haram seorang wanita, karena ia telah mencium atau menyentuhkan tangannya ke kemaluan wanita tersebut atau menyentuhkan kemaluannya ke kemaluan wanita itu dan menyetubuhinya. Demikian juga sebaliknya seorang anak juga dapat menjadikan ayahnya haram menikahi seorang wanita. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Ruba’iah : “Bahwa ayahnya, Ruba’iah pernah berpesan kepada budak wanitanya agar tidak didekati oleh putra-putranya seraya mengatakan; aku tidak pernah melakukan suatu apapun (dari budak wanitanya), melainkan karena aku pernah melihat sesuatu yang aku tidak suka mereka (anak-anakku) melihatnya” (Kamil, 2006 : 39).
Agar kerusakan tidak menimpa keluarga, agama Islam memerintahkan untuk mencambuk wanita dan laki-laki yang berzina dengan ghoiru muhshan. Allah ta’ala telah berfirman :
Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nuur : 2) Islam juga memerintahkan agar orang yang berzina mukhshan dipendam di tanah dan dirajam hingga mati dalam keadaan hina. Rasulullah SAW telah merajam Ma’izz bin Malik ketika dia mendatangi nabi dan mengakui, setelah sebelumnya nabi memastikan dirinya, ada seorang laki-laki berzina dan tidak diketahui kalau dia mukhshan, maka dia dirajam. Ada seorang perempuan hamil berzina dibawa kepada Nabi SAW, nabi memerintahkan memperlakukannya dengan baik hingga dia melahirkan, nabi memerintahkan untuk menghukumnya. Maka ditutupkanlah bajunya kepadanya, dan dia dirajam (Washfi, 2005 : 222).
Artinya:Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Surat Al-Hujurat: 13). Dari firman Allah swt dalam surat Al-Hujurat sudah jelas, bahwa Allah menciptakan manusia itu saling berpasang-pasangan yaitu antara laki-laki dan perempuan. Agar manusia tersebut bisa berpasang-pasangan maka manusia tersebut harus melalui proses ta’aruf dan apabila keduanya cocok, maka akan melanjutkan kejenjang pernikahan yang menjadi sunnah Rasulullah. Pacaran adalah masalah muamalah, yaitu hubungan antar manusia. Kaidah fiqih menyebutkan, semua hubungan muamalah pada dasarnya adalah halal (mubah), kecuali bila diharamkan dalam al Qur’an. Diantara jalan-jalan yang diharamkan Islam adalah bersendirian dengan perempuan lain, yang dimaksud perempuan lain adalah bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram untuk dikawini untuk selama-lamanya, seperti ibu, bibi, saudara perempuan. Umat Islam memiliki beberapa etika tertentu dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan aturan yang telah digariskan agama. Etika-etika tersebut harus betul-betul masuk dalam akal pikiran dan kesadaran mereka sebab syariat telah menanamkan dalam hati manusia rasa santun, lemah lembut. Maka seorang remaja yang beragama harus menjaga batas kesopanan tersebut. Adapun ciri-cirinya adalah : 1. Tahu batas yang diperbolehkan dan yang dilarang. 2. Masing-masing pihak mengetahui batas. 3. Dapat menjaga diri dari kegelisahan orang tua. 4. Tidak berdua-duaan di tempat yang sepi. 5. Dapat menjaga norma ketentuan agama Islam.
6. Dapat menjaga norma sosial dan adat istiadat. Solusi Islam dalam memilih jodoh tanpa melalui proses pacaran seperti pacaran masa sekarang yaitu dengan jalan ta’aruf (perkenalan). a. Taaruf itu sebenarnya hanya untuk penjajakan sebelum menikah. Jadi kalau salah satu atau keduanya tidak cocok maka mereka bisa menyudahi taarufnya. b. Taaruf itu lebih fair. Pada masa penjajakan tersebut bisa diisi dengan saling tukar informasi mengenai diri masing-masing baik keburukan maupun kebaikan. c. Dengan taaruf bisa berusaha mengenal calon dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. d. Dengan taaruf kita bisa mengajukan kriteria calon yang kita inginkan. ( Internet. Hukum Pacaran Dalam Islam . 2005) Menikah merupakan jalan yang paling benar demi menyalurkan gejolak syahwat pada diri manusia. Begitu pula Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya menikah pada umatnya. Orang-orang yang telah mempunyai kemampuan untuk menikah namun tidak bersedia untuk melakukannya, maka Rasul SAW secara tegas menyebutnya bukan termasuk umat Nabi SAW. Menikah adalah sunatullah dan juga sunah Rasulullah SAW, pernikahan merupakan garis pemisah yang jelas lagi tegas antara kehidupan berumah tangga yang menurut kesediaan serta kerelaan untuk mengerti, memahami, dan menerima sosok pribadi lain dalam kehidupannya. Menikah juga merupakan usaha untuk menyempurnakan keimanan seseorang. Seseorang yang menghendaki akhlaknya
baik, moralnya tinggi dan harkat kemanusiaannya menjulang tinggi sesuai dengan fitrah penciptaannya, akan berusaha memenuhi sunah Rasul SAW. Karya sastra milik penulis Salim A. Fillah ini yang berjudul ’Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ terbit dengan cetakan pertama tahun 2003, berisi tentang kisah para Nabi serta sahabat Rosul membuat pembaca khususnya peneliti paham lewat kisah dan dalil-dalil. Pesan dakwah yang disampaikan oleh penulis buku tersebut yang menerbitkan buku di tengah-tengah masyarakat memiliki pesan bagi remaja. Remaja memang dapat dikatakan unik untuk masanya saat ini. Menganggap dirinya paling benar dan hebat. Buku ”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” selain berisi keteladan Rosulullah SAW yang sangat tegas, namun beliau juga luar biasa romantis pada istri-istrinya. Buku ini memuat pengertian tentang cinta terhadap sesama dan hanya pada Allah Azza wa Jalla. Merenungi sunnah Rosul tentang bagaimana menyikapi cinta dan menjalani hubungan dengan lawan jenis pada masa remaja telah tiba. Dengan mengucapkan kata ’cinta’, manusia sebagai insan lemah dapat pula dibingungkan apakah itu merupakan cinta sehat atau cinta yang sudah tercemar oleh setan. Hal itu yang dapat mendatangkan sebuah tren yang bernama ’pacaran’. Pacaran secara garis besar bermakna menjalin hubungan atau ikatan. Dalam pacaran biasanya terdapat komitmen. Tergantung dari mereka yang menjalaninya. Pacaran sudah seperti budaya dalam remaja atau bagi mereka yang butuh kasih sayang dari lain jenis. Masa yang telah lalu, saat ini dan yang akan datang pacaran dikatakan sebagai trend. Biasa pula dikatakan sebagai ”life style”.
Ini mendorong peneliti mencari perbandingan antara anggapan masyarakat yang tidak terima bila dikatakan tidak moderen, dengan karya Salim A. Fillah yang penulis anggap sangat monumental. Salim tidak langsung mengharamkan antara pendapat pacaran, namun lebih mengarahkan suatu hubungan lain jenis pada arah yang lebih baik. Bahasa yang digunakan akan membuat paham pembaca dalam menikmati kalimat demi kalimat yang tertuang. Tidak terlalu berlebihan bila sebuah buku mencoba memberi perbandingan dan ketersinam-bungan nilai, antara indahnya menahan diri sebelum terjalin ikatan suci dengan nikmatnya pacaran setelah dihalalkan. Semua dikaji terpadu antara dalil dengan kisah yang lebih indah. Peneliti juga ingin mengetahui apa pesan dakwah dalam buku tersebut. Pesan itu akan sangat bermanfaat bagi pembaca khususnya kaum remaja atau mereka yang telah siap menikah namun masih bimbang akan masa pasca menikah. Tidak menutup kedewasaan seseorang yang telah dewasa sesuai ukuran usia, ia juga dewasa dalam berfikir. Walaupun telah mantap dengan pasangan, bisa saja berubah pikiran karena tidak sesuai keinginan hati atau ketentuan Allah. Perubahan pikiran itu didasari oleh berbagai hal. Kalau dahulu orang tua wajib menjodohkan anaknya dengan orang pilihan mereka. Sekarang bila hal itu terjadi, dikatakan sudah kuno atau jaman Siti Nurbaya. Maka peran remaja untuk menggunakan pikiran dewasa dan kematangan harus segera dimantapkan agar tidak menyesal. Penyampaian
seorang
penulis
Salim
A.
Fillah
mampukah
menyempurnakan kehidupan remaja saat ini, yang memang dapat dikatakan telah
murka terhadap aturan taaruf lewat hasil karyanya yang akan penulis teliti dalam buku ”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan penggambaran latar belakang yang sudah dikemukakan
tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian skripsi ini: Apa saja pesan dakwah dalam buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” karya Salim A Fillah.. 1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pesan dakwah dalam buku
“Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”: Adapun penelitian ini dilakukan supaya memberikan manfaat: 1.
Dapat menjadi sumbangan terhadap kemajuan ilmu terutama dalam ruang lingkup Fakultas Dakwah
2.
Memberikan pemahaman pada pihak-pihak yang berhubungan dengan aktifitas dakwah untuk lebih memanfaatkan potensi dalam media-media tulis dan upaya lebih meningkatkan efektifitas dakwah
3.
Agar yang disampaikan lewat pesan dakwahnya dapat dibaca oleh masyarakat luas.
1.4.
Tinjauan Pustaka Dengan melihat beberapa literature yang ada, diantaranya terdapat kaitan
dengan skripsi yang penulis teliti diantaranya :
Pertama skripsi yang ditulis oleh Galih Fathul Arifin skripsi tahun 2005 dengan judul Pesan Dakwah Dalam Naskah Teater ( Analisis Naskah Pementasan Teater Wadas Periode 2000-2003 ). Dibahas tentang pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam naskah Teater Wadas periode 2000-2003 lalu dikaitkan dengan kondisi masyarakat saat ini. Teater dengan seperangkat ide-ide dan gagasan yang meliputi, baik dalam diskursus budaya maupun estetis, secara kreatif dapat dibangun sebagai “ jalan “ untuk menyebarkan dogma-dogma, tujuan, harapan dan mimpi para pendukungnya melalui prosedur-prosedur individual, sosial, maupun teologikal sekaligus memiliki kemungkinan yang ikhlas untuk direproduksi ke dalam ideom-ideom komunikasi visual yang bersifat verbal dan non verbal. Kedua Pesan Dakwah Zakiah Daradjat Tentang Nilai-nilai Moral di Indonesia. Di teliti oleh Moh. Muhdlori (1199006) skripsi tahun 2005. Dalam hubungannya dengan moral, Zakiah Daradjat telah menyampaikan pesan-pesan dakwahnya lewat buku yang disusun olehnya yang berjudul “Membina Nilai-nilai moral di Indonesia”. Yang dalam salah satu pesannya dipaparkan: Patutlah kiranya masalah moral itu menjadi objek pemikiran kita bersama. Para pendidik saja. Karena penyakit itu sudah meluas,walaupun tidak mendalam namun penaggulangannya harus dilaksanakan dengan tepat dan secepat mungkin. Kalau tidak, coba bayangkan,bagaimana hari depan bagi anak muda yang hidup patah hati, tidak bersemangat, lalai belajar dan hidupnya untuk hari ini, tidak ada citacita untuk masa depan.
Mengisyaratkan bahwa moral adalah masalah yang sangat banyak menuntut perhatian, terutama dari orang tua alim ulama,pemuka masyarakat dan orangtua. Tidak henti-hentinya terdengar keluhan orang tua yang kebingungan menghadapi remaja yang tidak patuh, keras kepala dan nakal. Kenakalannya tidak sekedar kenakalan biasa melainkan sudah menjurus pada perbuatan kriminal seperti seks bebas, penyalahgunaan narkotika, perkelahian dan sejumlah tindak kekerasan lainnya telah mewarnai generasi muda saat ini. Itulah sebabnya Zakiah Daradjat sangat menaruh perhatian besar terhadap moral yang berkembang di Indonesia . Terakhir ialah skripsi Siti Anisah, Analisis Tentang “Pesan-Pesan Dakwah Dalam Novel ”Pingkan Sehangat Matahari Musim Semi” karya Maimun Herawati.Yang mengungkapkan pesan-pesan dakwah dalam novel tersebut. Skripsi-skripsi itu menjadi referensi tersendiri bagi penulis kali ini. Hampir semua skripsi yang menjadi literature penulis kali ini berhubungan erat dengan pesan dakwah. Walau gambaran skripsi di atas lebih formal, karena berkaitan dengan buku seputar moral analisis pemikiran. Penelitian Siti Anisah lewat sebuah novel lebih ringan. Namun tetap ini karya sastra yang dijadikan penelitian, jadi tidak mungkin semudah hanya sebatas membacanya. Diteliti secermat penulis untuk mencari pesan dakwah. Buku sebagai salah satu media dakwah yang dapat disebut karya sastra akan dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah yang selama ini, menurut penulis belum banyak dikaji. Terlebih buku-buku yang isinya membandingkan antara nikmatnya pacaran sebelum menikah dengan menikmati
’pacaran’ setelah pernikahan. Lewat metode cerita dan kisah, serta cermin lewat Al Qur’an akan menjadi paduan menarik dibaca dan jadi referensi bagi remaja. Judul penelitian ” Pesan Dakwah Dalam Buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” Karya Salim A.Fillah ini berawal dari unsur pembentuk dakwah yang mana seluruh ajarannya bersumber dari Al Qur’an dan hadits. Secara garis besar materi dakwah pada dasarnya dibagi menjadi 3 golongan yaitu : Aqidah : adalah ajaran tentang keimanan terhadap ke Esaan Allah SWT. Pengertian iman secara luas ialah keyakinan penuh yang dibenarkan oleh hati, diucapkan oleh lidah dan diwujudkan oleh amal perbuatan. Akhlaq: secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnyak huluqun yang berarti perangai, tabi’at, adat atau khalqun yang berarti kejadian, buatan ciptaan. Akhlaq karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung pada tata nilai yang di pakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlaq sudah mengandung konotasi baik, jadi ” orang yang berakhlaq” berarti orang yang berakhlaq baik. Akhlaq atau sistem perilaku ini terjadi melalui satu konsep atau seperangkat pengertian yang mencerminkan struktur dan pola perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan. Akhlaq yang berkualitas ihsan adalah akhlakul karimah disebut muhsin. Syariah :adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kualitas
hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Syariah sebagai ketentuan Allah SWT yang implisit atau explisit, baik yang terdapat dalam al Qur’an maupun yang terdapat dalam alam semesta beserta tanda-tandanya. Syariah Islam, tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah SWT dan rasul Nya yang tergambar dalam hukum Allah yang normatif dan deskriptif (qur ’aniyah dan kauniyah).
1.5.
Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian tentang buku yang berjudul
‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah. Maka peneliti menelaah
pesan-pesan
dakwah
yang
terkandung
didalamnya.
Untuk
pendekatannya, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati ( Moleong, 1993 : 3 ). Analisis isi media kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang dapat berupa gambar, teks, simbol dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Dan merujuk pada metode analisis yang integratif dan lebih secara konseptual untuk menemukan, mengidentifikasi
mengolah dan menganalisis dokumen yang memahami makna, signifikansi dan relevansinya. 2. Batasan Konseptual dan Operasional Menjelaskan konsep dengan kata-kata atau istilah lain atau sinonimnya yang dianggap sudah dipahami oleh pembaca. Definisi seperti ini tampak seperti definisi yang tercantum dalam kamus, sehingga ada orang yang menyebutnya dengan definisi kamus (Soehartono, 1998: 29). a.
Pesan menurut bahasa berarti perintah, nasehat, permintaan, amanat, yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain (Purwadinata, 1976 : 745 ). Dalam ilmu komunikasi, pesan mengandung arti keseluruhan dari pesan
(tema) yang sebenarnya menjadi pengarah didalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan (Widjaja, 2000 : 32). Da’wah sebagai suatu istilah yang telah memiliki pengertian secara khusus yaitu seruan, panggilan, ajakan. Secara terminologis menurut Syeikh Ali Mahfuds dalam kitabnya, da’wah ialah mengajak (mendorong) manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan yang jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akherat. Secara singkat Dr. Abdul Kariim Zaidan mendefinisikan da’wah, ialah panggilan ke jalan Allah (Sanwar, 1984, 3). Dakwah ini rumusan umum yang menurut ungkapan dikalangan umat Islam mengajak memeluk agama dan mengamalkan ajaran Islam, dakwah merupakan salah satu bagian ajaran Islam yang wajib dilaksanakan setiap muslim
yang tercermin dalam amar ma’ruf nahi munkar ialah perilaku positif yang membangun sekaligus untuk menghindari perilaku negatif yang merusak. Begitu pula yang ingin penulis teliti dalam buku ”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”. Begitu pula ta’aruf yang diterapkan dalam Islam yang perlu pula diterapkan pada para remaja saat ini, karena umat Islam memiliki etika tertentu dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan dan etika tersebut harus betulbetul menancap dalam akal pikiran para remaja. Yaitu ta’aruf saling mengenal seperti yang sudah diketahui adalah masalah muamalah yaitu hubungan antar manusia. Pesan dakwah yang diteliti dalam penelitian ini ialah muatan-muatan ajaran Islam baik itu tergolong aqidah, syariah maupun akhlaq yang terdapat dalam buku yang dipilih sebagai objek penelitan. b. Buku objek penelitian, buku yang ditulis oleh Salim A Fillah.Buku ini merupakan buku terkenal yang telah 2 kali cetak pada 2003, bahkan bisa lebih hingga tahun ini. 3. Sumber dan Jenis Data a. Data primer, ini berupa buku dengan judul “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”. b. Data sekunder, berbagai sumber tertulis baik itu yang berupa buku, skripsi, majalah, internet atau pun literature lain yang ada hubungannya dengan tema yang penulis teliti. 4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian buku yang merupakan sumber primernya atau utama, yaitu buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’. Selain itu juga akan menggunakan metode wawancara. Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh 2 pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu ( Moleong, 2000: 135 ). Di sini penulis akan mengadakan wawancara dengan penulis buku Nikmatnya
Pacaran
Setelah
Pernikahan.
Metode
dokumentasi
adalah
pengumpulan data secara documenter yakni dokumen berupa data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomenafenomena yang masih aktual ( Bachtiar, 1997: 83 ). 5. Teknik Analisis Data Peneliti menggunakan teknik analisis isi ( Content Analysis ) yaitu merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi yang ada. Dalam metode Content Analysis ini menampilkan tiga syarat yaitu objektivitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi. Artinya harus mempunyai sumbangan teoritik (Muhajir, 1998 : 49). Content Analysis mencakup upaya klarifikasi kriteria-kriteria tertentu untuk membuat prediksi, selain itu untuk memperoleh kesimpulan yang akurat, peneliti juga menggunakan alur induktif. Pemahaman dalam metode ini dimulai dengan mengambil kaidah-kaidah yang bersifat umum untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus.
Penelitian dengan content analysis digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan melalui lambang yang terkodumentasi atau dapat didokumentasikan, dengan metode analisis isi akan diperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa, kitab suci atau sumber informasi yang lain secara objektif, sistematis, dan relevan secara sosiologi (Tobroni, 2001 : 154).
1.7.
Sistematika Penulisan Skripsi Agar dalam pembahasan skripsi ini lebih mudah dipahami dan
mendapatkan hasil yang sistematis dan terpadu, maka dalam rencana penyusunan hasil penelitian ini di bagi menjadi lima bab. Dimana setiap bab di bagi lagi menjadi beberapa sub bab sehingga penjabarannya. Bab
I : Dalam bab pendahuluan akan penulis kemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode penulisan skripsi dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II
:
Merupakan landasan teori. Bab ini menguraikan beberapa teori yang berkaitan dengan pembahasan judul skripsi. Landasan teori ini terdiri dari pengkajian tentang dakwah dan buku sebagai media dakwah. Kajian tentang dakwah terdiri dari pengertian dasar hukum dan unsur-unsur dakwah. Sedangkan kajian tntang buku ialah sebagai media dakwah yang menjelaskan pesan dakwah.
Bab III :
Dalam bab ini terdiri dari empat sub bab. Keempat sub-bab tersebut ialah biografi pengarang, deskripsi naskah, kritik intern dan synopsis buku.
Bab 1V :
Merupakan analisis data. Dalam bab ini terdapat sub-bab analisis pesan dakwah dalam buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan“ serta analisis gaya bahasa pesan dakwahnya.
Bab V
:
Kesimpulan. Bab ini berisi penarikan kesimpulan dari beberapa bab terdahulu. Disamping itu dalam bab ini juga dikemukakan saran dan diakhiri dengan penutup.
1
BAB II TINJAUAN TENTANG DAKWAH DAN BUKU SEBAGAI MEDIA DAKWAH
2.1 Tinjauan Umum Tentang Dakwah 1. Pengertian Dakwah Islam sebagai agama yang universal adalah ditujukan kepada seluruh umat manusia, dalam proses penyampaian al-Islam itu kadang-kadang terjadi dorongan sehingga pelaksanaannya berjalan dengan lancar demikian pula sebaliknya sering terjadi hambatan dan rintangan yang dapat mengganggu proses da’wah tersebut. Hambatan dan
gangguan itu dapat bersifat biogenetis yaitu gangguan yang
bersumber pada manusia baik da’i maupun mad’unya; bersifat sosiogenetis yaitu gangguan yang bersumber pada lingkungan mad’u dan latar belakang yang melekat padanya; gangguan yang bersifat tekhnis baik yang menyangkut sarana / media penyampaian maupun kurang jelasnya isi pesan da’wah sehingga menimbulkan kesalah pengertian bagi mad’u; dan gangguan psikologis (Sanwar, 1984, 30). Islam adalah agama yang diturunkan Allah dengan perantara rasulnya Nabi Muhammad Saw adalah memberi pimpinan dan bimbingan kepada manusia yang dalam ajarannya insan itu dapat kembali kepada fitrahnya, dibentangkannya jembatan yang kuat dan kokoh untuk menghubungkan antara makhluk itu dengan khaliq pencipta alam semesta inilah iman dan aqidah. Rosulullah menyebarkan
2
agama Islam lengkap beserta ajaran moral yang mulia kepada seluruh umat manusia. Penyebaran Islam melalui aktifitas dakwah para shahib al-dakwah (pendukung dakwah) tidak pernah berhenti sepanjang masa. Di mulai dari aktifitas dakwah Rosulullah SAW di dua kota Makkah dan Madinah, kemudian berkembang ke kota regional Koufah dan Basrah, selanjutnya ke dua kota mondial Baghdad dan Cordova, sampai ke masa tekhnologi digital saat ini. Di setiap era dan masa selalu tampil pendukung-pendukung dakwah, baik da’I maupun da’iyah yang berkiprah menunaikan tugas dakwah (Pimay, 2005, xiii). Dakwah merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Kewajiban itu tercermin dari konsep amar ma’ruf dan nahi munkar; yakni perintah untuk mengajak masyarakat melakukan perilaku positif-konstruktif sekaligus mengajak mereka untuk meninggalkan dan menjauhkan diri dari perilaku negative-destruktif. Konsep ini mengandung dua implikasi makna sekaligus; yakni prinsip perjuangan menegakkan kebenaran dalam Islam serta upaya mengaktualisasikan kebenaran Islam tersebut dalam kehidupan social guna menyelamatkan mereka dan lingkungannya dari kerusakan (al-fasad). Karena itu, dakwah memiliki pengertian yang luas. Ia tidak hanya berarti mengajak dan menyeru umat manusia agar memeluk Islam, lebih dari itu dakwah juga berarti upaya membina masyarakat Islam agar menjadi masyarakat yang lebih berkualitas (khairu ummah) yang dibina Ruh Tauhid dan ketinggian nilainilai Islam.
3
Dakwah saat ini sedang berhadapan dengan tantangan yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang telah menjanjikan kesejahteraan bagi umat manusia dan yang secara nyata bisa disaksikan buktinya di dunia, sementara juru dakwah dengan segala kemampuannya, tidak pernah dapat menunjukkan secara nyata janji-janji kesejahteraan dari pesan dakwahnya kecuali menunggu sampai datangnya hari akhirat, sehingga ia tidak mendapat respon positif dari masyarakat penerima dakwah. Masyarakat saat ini adalah masyarakat penerima dakwah yang memiliki kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir secara kritis. Hal ini menuntut para juru dakwah untuk memiliki daya kritis dan kreatifitas yang tinggi serta memiliki kemampuan dan kecerdasan yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang diperlukan untuk kegiatan dakwah. Juru dakwah juga diharapkan dapat menyusun strategi dan metode dakwah sesuai dengan tingkat intelektualitas masyarakat atau kondisi masyarakat yang dihadapinya. Dengan menyadari bahwa setiap muslim diharuskan berdakwah, maka tidak heran kalau saat ini banyak bermunculan para juru dakwah dari berbagai latar belakang kehidupan, pendidikan dan profesi. Juru dakwah tidak saja dari mereka yang berlatar belakang pendidikan agama dengan corak kehidupannya yang shaleh, tapi juga ditemukan mereka yang berlatar belakang pendidikan nonagama, seperti sarjana ekonomi, sarjana hukum, sarjana kedokteran, sarjana tekhnik dan lain sebagainya, bahkan tidak tertutup kemungkinan juru dakwah adalah dari mereka yang semula corak kehidupannya cenderung melanggar ajaran
4
agama dan tidak dalam bimbingan ajaran kebenaran. Juru dakwah bukan saja mereka yang berprofesi sebagai guru agama, kiai, ustadz, tapi juga ditemukan seorang politisi, sastrawan atau budayawan, artis (selebritis), pelawak, pengusaha, wartawan dan lain sebagainya (Pimay, 2005, 6). Saat ini bagaimana dakwah Islam itu harus dilakukan ditengah-tengah situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Yang dimaksud dengan dakwah dalam ajaran Islam sebenarnya jika dituruti dalam ayat dakwah yang terkenal itu, maka yang dimaksudkan dakwah itu adalah pemanggilan umat manusia di seluruh dunia ke jalan Allah dengan penuh kebijaksanaan dan petunjuk-petunjuk yang baik dan berdiskusi dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu dengan masa sekarang ini dakwah dapat pula dita’rifkan sebagai “usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam cara dan media yang diperbolehkan akhlaq dan membimbing pengalamannya dalam peri kehidupan bermasyarakat dan peri kehidupan bernegara (Munir, 1996, 53). Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam yang menjadi sumber petunjuk dan pedoman dalam pelaksanaan dakwah; yakni ajakan untuk menuju Allah dan mengikuti jejak Rosul-Nya. Hal ini berarti al-Qur’an hidup di tengahtengah realitas dakwah, atau berada dalam atmosfir dakwah. Karena itu, al-Qur’an memberikan perintah untuk melaksanakan dakwah sekaligus penjelasan mengenai tekhnik-tekhnik atau metode penyampaian dakwah.
5
Secara konseptual dakwah diarahkan pada usaha merubah sikap beragama dari masyarakat penerima dakwah dan dalam pelaksanaannya dakwah dilakukan dengan jiwa tulus serta ikhlas. Menurut Sayyid Quthub dalam Tafsir fi Zhilalnya yang mengartikan Q.S. Yusuf: 108, pengertian dakwah menurut ayat tersebut adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariat Islam yang telah ditetapkan Allah SWT menjadi jalan (pedoman) hidup manusia yang terlebih dahulu telah diyakini dan diikuti oleh juru dakwah harus benarbenar memahami, mengetahui dan sekaligus menjalankan tuntunan Allah dengan penuh pengertian dan kesadaran serta dengan suatu keyakinan yang teguh memurnikan ke-Esaan Allah. Dalam pengertian operasional, rumusan dakwah diarahkan kepada subjek atau juru dakwah. Pemahaman ini diperoleh dari ayat-ayat yang menjelaskan bagaimana sikap, tindakan atau perilaku yang harus dimiliki oleh juru dakwah dalam menjalankan misi dakwahnya (Munir, 1996, 22). Dakwah menurut Saifudin Anshari, M.A adalah segala aktifitas yang mengubah suatu situasi kepada situasi lain yang lebih baik menurut ajaran Islam. Tapi juga berupa usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan dan seluruh umat. Konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai media dan cara yang diperoleh akhlaq dan membimbing pengalamannya dalam kehidupan perorangan, perikehidupan berumah tannga, perikehidupan bermasyarakat, dan perikehidupan bernegara.
6
Sedangkan menurut Syeikh Ali Mahfudz, dakwah sendiri ialah mendorong manusia dengan memperbuat kebaikan dan mengerti petunjuk, memerintah mereka memperbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akherat (Internet. Al dakwah. 2006). Lalu
menurut
Saifudin
Zuhri,
dakwah
merupakan
usaha
aktif
untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan agama. Karena itu, dalam dakwah terkandung unsur sifat dan sikap yang aktif, positif dan dinamis. Dikatakan dinamis karena dakwah memerlukan daya cipta, kreasi, inisiatif, fantasi, kongkrit, simpati dan terus-menerus tanpa mengenal waktu, ruang dan keadaan. Maka Saifudin Zuhri menghendaki agar juru dakwah berada di tengahtengah masyarakat dan terlibat di dalamnya, sehingga dinamika dakwah akan berkembang menurut system dan metode yang tepat sesuai dengan perubahan masyarakat. Keterlibatan seorang juru dakwah juga akan memudahkan juru dakwah tersebut dalam menciptakan metode dakwah yang dianggap menarik masyarakat, serta memudahkannya dalam menyusun perencanaan dakwah (Pimay, 2005, 111). Berdasarkan kepada firman Allah dalam Qur’an surat An-Nahl ayat: 125 yang berbunyi:
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
7
tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. Kata ud’u yang diterjemahkan dengan seruan, ajakan adalah fiil amar yang menurut kaidah ushul fiqh setiap fiil amar adalah perintah dan setiap perintah adalah wajib dan harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi melaksanakan dakwah adalah wajib hukumnya karena tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu, dan hal ini disepakati oleh para ulama (Sanwar,1984, 34). 2. Media Dakwah Perlu ditekankan, dalam berdakwah tidak selalu harus selalu lewat mimbar atau berorasi. Ada banyak pendekatan dan nasehat serta praktek yang bisa ditularkan pada mad’u. Bahkan aktifitas mulia seseorang dapat menjadi contoh banyak orang yang akan membawa pada kemaslahatan umat. Dakwah yang memiliki barbagai metode dan sarana, seperti lewat televisi, radio, majalah, surat kabar, buku, novel, bulletin serta banyak hal lain yang bisa dijadikan sebagai media dakwah yang bila semuanya disusun secara rapi dengan bahasa yang nyaman didengar telinga serta dikemas lewat gaya menarik masyarakat bukan tidak mungkin, dakwah akan lebih maju. Buku-buku Islam kini bukan hal sulit yang ingin didapat. Ada banyak buku-buku Islam hasil karya dari para pemikir yang tidak luput dari referensi al Qur’an dan hadits. Karya sastra yang juga menggoreskan kehidupan masyarakat dan umat pada saat ini. Sebuah kehidupan yang kental sekali dengan kemasyarakatannya ingin dikemas dalam nilai Islam.
8
Buku sebagai salah satu media dakwah yang bisa kapan saja dibaca dan tidak akan protes bila penikmatnya berkomentar tentang isi didalamnya. Buku sebuah literature yang sering digunakan da’i sebagai referensi dalam berdakwah. Buku pula yang tidak akan habis dimakan jaman. Sebagai media dakwah, buku banyak memberikan manfaat lewat saluran tertulisnya. Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah dengan media tulis ini lebih luas dari pada menggunakan media lesan, demikian juga waktu yang dipergunakan tidak membutuhkan waktu secara khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan dimana saja manusia dapat menikmati sajian dakwah secara tertulis ini, setiap orang yang tidak buta aksara terjangkau oleh media ini. Selain itu kesan yang diterima oleh mad’u dari kegiatan dakwah secara tertulis akan lebih lama dan kuat bahkan dapat diulang-ulang sesuai dengan kesempatan yang tersedia (Sanwar, 1984, 77). Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap (Arsyad, 1996, 3). Mediare yang artinya ‘pengantara’. Maksudnya pengantara atau sarana penghubung, atau alat yang digunakan. Media di dalam komunikasi sebagai suatu pelaksanaan dakwah ialah alat yang digunakan sebagai saluran yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital yang merupakan urat
9
nadi dalam totalitas pelaksanaan komunikasi untuk tujuan dakwah (Toha, 1990, 60). Media dakwah banyak sekali, yang masing-masing dapat dikelompokkan menjadi:(1). Lisan;(2). Tulisan;(3). Lukisan;(4). Perbuatan. Namun yang akan dibahas peneliti adalah lewat tulisan lebih spesifiknya ialah buku. Dakwah tulisan sebenarnya banyak sekali, bisa lewat artikel, advertensi, berita, berkala, brokchure, buku, bulletin, maklumat, perpustakaan, plakat, spanduk, surat kabar, dan taman bacaan (Umary, 1984, 59). Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan, tulisan, lukisan, audiovisual, dan akhlak. 1. Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan. 2. Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat menyurat (korespondensi), spanduk. 3. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur. 4. Audiovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televise, film slide, OHP, internet. 5. Akhlak, yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u (Munir, 2006, 32). Oleh karena itu, tidak keliru jika kini kegiatan dakwah bisa dikembangkan melalui media tulisan. Melalui tulisan yang dikemas secara popular, dan
10
dikirimkan lalu dimuat di media massa seperti di koran, majalah, tabloid maupun bulletin, pesan dakwah dapat tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya tergantung kepada keluangan mad’u (objek dakwah). Di samping itu, melalui tulisan yang dimuat di media massa, tulisan dakwah dapat memberikan “warna dakwah” terhadap pesan yang berkembang dewasa ini. Alangkah disayangkan jika suatu media terpaksa menampilkan tulisan-tulisan yang kurang bermutu, apalagi yang “picisan” dan “kekuningkuningan” hanya karena jarangnya tulisan dakwah yang bermutu (Kusnawan, 2004, 25.) 3. Dakwah Dengan Komunikasi Islami Komunikasi merupakan fenomena sosial yang kemudian menjadi ilmu secara akademik berdisiplin ilmu mandiri. Sehingga komunikasi sangatlah penting sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat dari perkembangan zaman yang semakin maju ini. Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk merubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung (Siahaan, 1990, 4). Pentingnya komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang timbul akibat kebutuhan manusia yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu memerlukan orang lain ini, memang sangat kodrati dituntut untuk hidup bermasyarakat itulah diperlukan adanya suatu komunikasi (Onong, 2000, 27). Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi sangatlah diperlukan, sebab tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi. Begitu pula dalam pengembangan
11
dakwah seorang da’i harus professional didalam menyampaikan suatu materi, salah satunya dengan cara menguasai komunikasi dengan baik agar dalam penyampaian dakwahnya mad’u bisa menerima materi dan memahami apa yang disampaikan oleh da’i. Komunikasi yang baik antara da’i dengan mad’u sangatlah penting demi suksesnya perkembangan dakwah. Hovland, Janis dan Kelly memberikan definisi komunikasi adalah “the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience).” (Proses yang dilakukan oleh seseorang (komunikator) yang memberi stimulus (biasanya dengan lambang-lambang) untuk merubah diri (pribadi) individu yang lain). Dance memberikan definisi komunikasi sebagai usaha “menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal” (Rahmat, 1996, 3). Sedangkan dakwah tadi sudah peneliti singgung menurut beberapa tokoh. Keduanya (komunikasi dan dakwah) memiliki pengertian penyampaian pesan yang berimbas pada perubahan terhadap diri seseorang. Hubungan antara proses dakwah dengan komunikasi bahwa proses dakwah merupakan bagian dari proses komunikasi. Bagaimana disini nantinya da’i dapat membentuk komunikasi yang efektif sesuai materi yang disampaikan pada mad’u. Komunikasi yang Islami, guna mencapai tujuan dari dakwah. Tentu seorang da’i harus mampu menguasai hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi massa dan pemahaman seorang da’i pada mad’unya dengan psikologi komunikasi yaitu kondisi psikis mad’u. Komunikasi yang Islami sangat berguna untuk mencapai tujuan dakwah. Tidak selamanya ceramah dan orasi efektif, maksudnya bahwa penyampai
12
dakwah harus menunjukkan sikap positif dan baik dalam dirinya dahulu. Menunjukkan contoh mulia pada masyarakat atau mad’u. Seperti sikap dan perbuatan yang dilakukan tidak bertentangan dengan norma dan aturan masyarakat serta agama. Lewat cara berpakaian yang sopan, ucapan yang santun, beribadah yang baik juga menolong ialah sebagian komunikasi islami. 2.2. Unsur-unsur Dakwah Dakwah adalah sebuah proses komunikasi yang di dalamnya memiliki unsur-unsur. Unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut. 1. Da’I (Pelaku Dakwah) Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat oraganisasi. Secara umum kata da’i sering disebut dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti ceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah). Nasarudin Latief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu alamiah pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah adalah mubaligh mustama’in (juru penerang) yang menyeru, memberi pengajaran dan pelajaran agama Islam. Da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberi solusi, terhadap problema yang dihadapi
13
manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran manusia tidak salah dan tidak melenceng. 2. Mad’u (Penerima Dakwah) Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia beragama Islam maupun tidak atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam dan ihsan. Secara umum Al Qur’an menjelaskan ada tiga tipe mad’u yaitu: mukmin, kafir, dan munafik. Dari ketiga klasifikasi besar ini, mad’u lalu dikelompokkan lagi dalam berbagai macam pengelompokkan, misalnya orang mukmin dibagi tiga, yaitu: dzalim linafsih, muqtashid, dan sabiqun bilkhairat. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi. Mad’u atau mitra dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh katena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi dan ekonomi. 3. Maddah (Materi) Dakwah Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri (Munir 2006:24). Seperti yang sudah diketahui materi dakwah adalah semua bahan atau sumber yang dipergunakan atau yang akan disampaikan dalam kegiatan dakwah adalah semua yang dibawa Rosulullah yang datangnya dari Allah SWT untuk seluruh umat manusia (Sanwar, 1985: 73).
14
Sedang menurut Drs. Hafi Anshari, materi dakwah adalah pesan-pesan atau segala sesuatu yang harus disampaikan subyek dakwah kepada obyek dakwah, yaitu keseluruhan ajaran agama Islam yang ada dalam kitabullah maupun sunnah Rasulullah, yang pada pokoknya mengandung tiga prinsip yaitu: bidang akidah, sya’riah, dan akhlaq (Dari skripsi milik Rohayah 1100006, Th.2005, hlm.28. Mengutip buku Hafi Anshari hlm.146. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah). Materi dakwah yang akan disampaikan sebaiknya tidak menyimpang dari aqidah, syari’ah, dan akhlaq. Aqidah, syari’ah dan akhlaq ialah aspek-aspek ajaran Islam. Akidah dari segi bahasa berarti ‘ikatan, kepercayaan, keyakinan, iman’. Sementara dari segi istilah, akidah atau iman adalah jika seseorang telah mengikrarkan dengan lisan meyakini dalam hati dan mengamalkan apa yang diimani dalam perbuatan sehari-hari. Akidah atau iman adalah merupakan fundasi ajaran Islam yang sifat ajarannya pasti, mutlak kebenarannya, terperinci dan monoteistis. Ajaran intinya adalah meng-Esa-kan Tuhan (tauhid). Oleh karena itu, ajaran akidah Islam yang tauhidi sangat menantang segala bentuk kemusyrikan (Latif, 2001: 78). Hasan al-Banna mengatakan bahwa aka’id ( bentuk jamak dari akidah) artinya beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Abu Bakar Jabir al-Jazainy mengatakan akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia di dalam hati dan diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak
15
segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Akidah biasanya dikaitkan dengan istilah iman, yaitu “sesuatu yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh”. Akidah juga dijumbuhkan dengan istilah tauhid, yakni mengEsakan Allah (Tauhidullah). Ruang lingkup akidah: Hasan al-Banna menunjukkan empat bidang yang berkaitan dengan lingkup pembahasan akidah; 1). Ilahiyyat pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Illah (Tuhan,Allah) seperti wujud Allah, asma Allah, sifat-sifat yang wajib ada pada Allah. 2). Nubuwwat pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Rasul-rasul Allah, termasuk kitab suci dan mukjizat. 3). Ruhaniyyat pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam roh atau metafisik seperti malaikat, jin, iblis, setan roh. 4). Sam’iyyat pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sam’I seperti surga neraka, alam barzakh, akhirat, kiamat. Berikut adalah pengertian akidah berdasarkan hadits riwayat Thabrani :
Artinya: “Meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan” (Mubarok , 2001: 29). Diantara nikmat yang paling besar yang Allah Ta’ala karuniakan kepada hamba-hambaNya adalah akidah Islam yang jernih dan shohih. Betapa tidak, akidah adalah timbangan keselamatan seorang hamba di dunia, terlebih di akhirat. Kapan saja seorang hamba kembali padaNya dengan membawa akidah yang shahih maka telah tergenggam ditangannya jaminan keselamatan dari siksa dan
16
adzab Allah Ta’ala atau minimal selamat dari kekekalan di dalam neraka (Mu’adz, 2003: 10). Keyakinan yang diberikan Allah lewat Al Qur’an disebut dengan iman. Seperti yang sudah diketahui iman merupakan esensi dalam ajaran Islam. Iman juga erat kaitannya antara akal dan wahyu. Karena dalam Al Qur’an istilah iman tampil dalam berbagai variasi, yang paling sering adalah melalui ungkapan, ”wahai orang-orang yang beriman” . Meski istilah ini pada dasarnya ditujukan kepada para pengikut Nabi Muhammad, sebelas diantaranya merujuk kepada para pengikut Nabi Musa dan pengikutnya, dan dua puluh dua kali kepada para nabi lain dan para pengikut mereka. Orang yang memiliki iman yang benar akan cenderung untuk berbuat baik, karena ia mengetahui bahwa perbuatannya itu adalah baik dan akan menjauhi perbuatan jahat, karena tahu perbuatan jahat itu akan berkonsekuensi pada hal-hal buruk. Dan iman itu sendiri terdiri atas amal saleh, karena mendorong untuk melakukan perbuatan yang nyata. Posisi iman inilah yang berkaitan dengan dakwah Islam di mana amr ma’ruf nahi munkar dikembangkan yang kemudian menjadi tujuan ulama (Munir, 2006: 26). Aspek ajaran Islam yang lain ialah sya’riah berarti ‘jalan yang harus dilalui. Adapun menurut istilah, sya’riah berarti ketentuan hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan flora dan fauna serta alam lainnya’. Sya’riah dapat dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu:
17
a).
Ibadah Mahdhah yaitu aturan-aturan tentang tata cara hubungan manusia dengan Allah; seperti yang tercantum atau terumuskan dalam rukun Islam yang kelima.
b)
Ibadah Ghairu Mahdhah yaitu segala perkataan dan perbuatan yang baik menurut agama yang dilakukan untuk mencari keridhaan Allah; seperti melakukan ta’ziyah, menjenguk orang sakit. Mua’malah yaitu bagian dari ajaran sya’riah tadi yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam rangka memenuhi kepentingan atau kebutuhan hidupnya baik yang primer maupun yang sekunder. Kebutuhan itu misalkan berdagang, perkawinan, termasuk masalah hukum pidana dan hukum tata Negara (Mubarok, 2001: ) Materi dakwah yang bersifat sya’riah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam di berbagai penjuru dunia, dan sekaligus merupakan hal yang patut dibanggakan. Kelebihan dari materi sya’riah Islam diantaranya adalah bahwa ia tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain. Sya’riah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non muslim, bahkan hak seluruh umat manusia. Syariah Islam mengembangkan hukum bersifat komprehensif yang meliputi segenap kehidupan manusia. Kelengkapan ini mengalir dari Konsepsi Islam tentang kehidupan manusia yang diciptakan untuk memenuhi ketentuan yang membentuk kehendak Ilahi. Materi dakwah yang menyajikan unsur sya’riat harus dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang jelas di bidang
18
hukum dalam bentuk status hukum yang bersifat wajib, mubbah (dibolehkan), dianjurkan (mandub), makruh (dianjurkan supaya tidak dilakukan) dan haram (dilarang) (Munir, 2006: 27). Selanjutnya mengenai akhlaq yang dari segi bahasa berarti ‘perbuatan spontan’. Adapun menurut istilah akhlaq berarti aturan tentang perilaku lahir dan bathin yang dapat membedakan antara perilaku yang terpuji dan tercela antara yang salah dan yang benar antara yang patut yang yang tidak patut (sopan) dan antara yang baik dan yang buruk. Sifat ajaran akhlak Islam adalah universal, eternal dan absolute. Akhlaq ini merupaka tujuan didakwahkannya Islam. Akhlak yang benar menurut Islam adalah akhlak yang dilandasi dengan iman yang benar. Dalam Islam ketiga ajaran pokok yaitu iman, Islam dan ihsan (akhlaq) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang tujuan utamanya adalah menjadikan manusia muslim sebagai sumber kebajikan dalam masyarakat. Secara garis besar, akhlaq Islam mencakup: a). akhlak manusia kepada Allah; b). akhlak manusia kepada diri sendiri; c). akhlaq manusia kepada sesama manusia; d). akhlaq manusia terhadap alam fauna, flora dan benda-benda (Mubarok, 2001: 78). Materi akhlak diorientasikan untuk dapat menentukan baik dan buruk, akal dan kalbu berupaya untuk menemukan standar umum melalui kebiasaan masyarakat. Karena ibadah dalam Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak. Pemakaian akal dan pembinaan akhlak mulia merupakan ajaran Islam. Ibadah dalam Al Qur’an selalu dikaitkan dengan takwa, bararti pelaksanaan perintah Allah SWT selalu berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang tidak baik.
19
Dengan demikian orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menggunakan akalnya dan mengaktualisasikan pembinaan akhlak mulia yang menjadi ajaran paling dasar dalam Islam. Karena tujuan ibadah dalam Islam, bukan semata-mata diorientasikan untuk menjauhkan diri dari neraka dan masuk surga, tetapi tujuan yang didalamnya terdapat dorongan bagi kepentingan dan pembinaan akhlak yang menyangkut kepentingan masyarakat. Masyarakat yang baik dan bahagia adalah masyarakat yang anggotanya memiliki akhlak mulia dan budi pekerti luhur (Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, 2006:31). Walaupun suatu saat ditemukan materi baru namun tetap harus pada jalur tersebut. Lebih berbobot pada Al Qur’an dan As Sunnah yang ditujukan untuk kemaslahatan umat, karena materi dakwah merupakan ajaran Islam yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah. Penjelasan mengenai aspek ajaran Islam tidak mungkin terlepas dari al Qur’an dan As Sunnah, serta tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Setelah mengetahui materi dakwah, sebelum membahas media dakwah, akan penulis singgung pengertian pesan dakwah karena penelitian ini menitikberatkan pada pesan dakwahnya. Terutama dalam sebuah buku. Sebenarnya tidak semua buku mengandung pesan-pesan ajaran Islam. Pesan merupakan unsur
yang ingin disampaikan isi sebuah buku oleh penulisnya.
Sesuatu yang ingin disampaikan kepada para pembacanya. Pesan ialah makna yang terkandung dalam sebuah karya. Dapat pula dikatakan pesan mengandung arti keseluruhan dari tema yang disampaikan dari materi. Jadi bila membaca buku akan ditemukan pesan apa yang terkandung di dalamnya.
20
Buku dapat dikatakan mendidik bila di dalamnya terkandung materimateri yang sesuai dengan ajaran Islam. Bila ia merupakan buku atau karya Islam. Buku mengajak pembacanya sesuai dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan bukan penyimpangan, misal tentang tingkah laku, sikap, dan sopan santun pergaulan. Dapat pula sosial politik atau ekonomi dan budaya. Semua sesuai jalur etika yang mendidik. Sebuah buku ditulis untuk menawarkan prinsip kehidupan yang ideal dan diidamkan. Melalui berbagai hal seperti lewat cerita, sikap dan tingkah laku yang ada dalam buku tersebut diharapkan pembaca akan mengambil hikmah dari pesan yang akan disampaikan penulis. Unsur ini merupakan gagasan yang mendasari penulisan sebuah buku. Sangat tidak mengherankan bila ada pembaca yang membaca buku atau karya sastra lain, Ia dapat berubah. Dalam arti berubah di sini, di kehidupannya yang lebih sering merugikan banyak orang disekitarnya seperti keluarga dan teman, setelah membaca buku-buku spiritual menjadi baik. Berangsur-angsur kehidupannya banyak bermanfaat bagi keluarga dan teman yang pernah dirugikan oleh dirinya. Secara tidak langsung pesan yang ingin disampaikan penulis sudah sampai bahkan diterapkan oleh pembaca tadi. Ini berarti komunikasi berjalan lancar. Informasi yang disampaikan berhasil karena mengajak dan membawa perubahan. Berarti juga, buku sebagai media dakwah menjadi unggul. 4. Wasilah (Media) Dakwah Media dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada
21
umat, dakwah dapat menggunakan barbagai wasilah. dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan, tulisan, lukisan, audiovisual, dan akhlak. 5. Thariqah (Metode) Dakwah Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana system, tata pikir manusia”. Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa metode adalah “suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah”. Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Memanfaatkan buku sebagai media dakwah termasuk dakwah melalui saluran tertulis. Lewat jalur tulisan lebih luas dibanding lewat lisan. Demikian juga waktu yang harus digunakan dakwah ini tidak memerlukan waktu secara khusus. Karena kapan saja dan dimana saja mad’u dapat menikmati sajian dakwah tertulis selama masih dapat diterima oleh mad’u. 2.3 Definisi Akhlaq Penelitian yang akan penulis lakukan ialah menspesifikasi pesan dalam satu rumusan yaitu akhlaq. Setelah penulis baca dan telaah dalam buku “ Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan “ ternyata banyak ajaran tentang
22
akhlaq. Khuluqiyah ‘akhlaq’ atau lazim disebut dengan moral. Dalam pengertiannya ialah sebuah system yang lengkap yang terdiri dari karakteristik atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik ini membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbedabeda. Terkadang definisi akhlak ( moral ) sebagaimana disebutkan atas dalam batas-batas tertentu berbaur dengan definisi kepribadian, hanya saja perbedaan yang pokok antara keduanya sebagai berikut: --
Moral lebih terarah pada kehendak dan diwarnai dengan nilai-nilai.
--
Kepribadian mencakup pengaruh fenomena sosial bagi tingkah laku Demikian para pakar ilmu-ilmu sosial mendefinisikan akhlaq (moral).
Ada pula definisi ringkas yang bagus tentang akhlaq (moral) : 1).
Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang diterima dalam satu zaman atau oleh sekelompok orang. Dengan makna ini moral bisa bersifat keras, buruk atau rendah.
2).
Moral sekumpulan kaidah bagi perilaku yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukannya berdasarkan syarat.
3).
Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan, ini menurut filsafat.
4).
Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanisme yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial (Mahmud, 2004: 27)
23
Menurut Imam Abu Hamid al-Ghazali, kata al-khalq ‘fisik’ dan al-khuluq ‘akhlaq’ adalah dua kata yang sering dipakai bersamaan. Seperti redaksi bahasa Arab ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya “ si Fulan baik lahirnya juga batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata ‘al-khalq adalah bentuk lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya. Menurut Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani akhlaq adalah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatanperbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir pernuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlaq yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlaq yang buruk. Kemudian al-Jurjani berkata, “Kami katakan akhlaq itu sebagai suatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarangjarang dan hanya kadang-kadang saja, maka akhlaqnya tidak dinamakan sebagai seorang yang dermawan, selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya. Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit dan usaha keras, maka orang orang tersebut tidak dikatakan sebagai orang yang berakhlaq pemaaf. Akhlaq itu bukanlah ungkapan dari perbuatan. Karena bisa saja ada orang yang akhlaqnya dermawan, tapi tidak mengeluarkan derma. Hal itu terjadi kemungkinan karena ia tidak punya uang atau karena ada halangan. Sementara bisa saja ada orang yang akhlaqnya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma, karena
24
ada suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer. Menurut Ahmad bin Mushthafa seorang ulama ensiklopedi mendefinisikan akhlaq adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berfikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat. Selain itu definisi menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi akhlaq adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama dan harga diri. Menurut definisi para ulama, akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawali berfikir panjang, merenung, dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan seorang yang asalnya pemaaf, maka itu bukan akhlaq. Demikian juga, sifat kuat yang justru melahirkan perbuatanperbuatan kejiwaan dengan sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil. Berusaha menjadi dermawan ketika ingin dipandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlaq (Halim, 2004:36 ) Ukuran akhlaq yang baik adalah jika ia sesuai dengan syariat yang Allah gariskan, berhak pula mendapat rahmat dan ridhaNya. Dalam memegang akhlaq yang baik memperhatikan kepribadian masing-masing hingga membawa pada kebaikan dunia dan akherat. Untuk mencapai hal itu adanya sebuah kekuatan yang mampu memikirkan apa yang dibutuhkan dalam perencanaan. Perencanaan dan aturan untuk semua makhluk hidup. Semua harus ada aturannya kalau ingin hidup tentram dengan penilaian kekuatan tadi. Kekuatan akal, berbicara, insting, dan jiwa yang tenang, dapat pula disebut sebagai kekuatan
25
yang menjadi dasar untuk memahami hakikat-hakikat, keinginan untuk memperhatikan akibat-akibat setiap perbuatan dan membedakan antara yang mendatangkan manfaat dan yang menghasilkan kerusakan. Hampir semua manusia dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Ajaran akhlaq sangatlah luas hingga batasan antara akidah dan akhlaq hampir sama. Sebenarnya dasar pendidikan akhlaq seorang muslim adalah akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlaq tersarikan dari akidah dan pancaran dari akidah itu sendiri. Akidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinan terhadapNya juga seperti itu. Karena yang tahu Sang Maha Khaliq dengan benar, yakin wujud, sifat dan perbuatanNya niscaya akan mudah berperilaku baik sesuai perintah Allah. Hingga tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perintah Allah. Keyakinan terhadap Allah, malaikat, Kitab, dan RasulNya serta syariat yang mereka bawa tidak akan dapat mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan keyakinan adanya hari akhir. Agar manusia memiliki akhlaq yang mulia haruslah benar-benar beriman kepada Allah swt bahwa Ia adalah Zat yang menghidupkan dan yang mematikan, Dialah yang berhak menciptakan dan memerintahkan, serta hanya kepadaNya tempat kembali. 1.
Hubungan Ajaran Akhlaq dengan Lainnya Pada dasarnya ilmu yang satu dengan ilmu yang lain atau ajaran yang satu
dengan lainnya saling berhubungan. Hubungan tersebut bisa dekat, pertengahan atau jauh. Ajaran akhlaq dapat dikatakan dekat dengan ajaran tasawuf, tauhid,
26
juga filsafat. Disebut pertengahan dengan hukum, sosial. Sangat jauh dengan biologi dan politik. Ahli tasawuf pada umumnya membagi tasawuf pada tiga bagian. Pertama tasawuf akhlaki dan tasawuf amali. Ketiganya bertujuan sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan tasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlaq mulia. Ketiga macam tasawuf ini berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran. Pada tasawuf akhlaqi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlaq yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlaq yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlaq yang terpuji) dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab]) yang membatasi manusia dengan Allah. Berawal dari hubungan antara ilmu akhlaq dengan ilmu tasawuf menurut Harun Nasution ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa al-Qur’an dan al-Hadits mementingkan akhlaq. Al Qur’an dan al-Hadits menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa sosial, keadilan, tolong menolong, murah hati, suka memberi ma’af, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu dan berfikiran lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang Muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil (Nata, 2006: 19).
27
Dalam tasawuf ibadah sangat unggul karena pada hakekatnya melakukan serangkaian ibadah shalat, puasa, haji, zikir. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf sangat erat hubungannya dengan akhlaq. Ibadah dalam al Qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Hubungan akhlaq dengan tauhid dapat diuraikan, misalkan masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia, sehingga perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT. Dengan demikian tauhid akan mengarahkan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlaq yang mulia. Uraian lainnya tauhid menghendaki seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian itu mereka tidak ragu-ragu dan senantiasa berjuang dengan harta dan dirinya di jalan Allah. Itulah orang-orang yang benar (keimanannya) (Q.S al Hujurat 49: 15).
28
Jika diperhatikan ayat tersebut secara seksama akan tampak bahwa ayatayat tersebut seluruhnya bertemakan keimanan dalam hubungannya dengan akhlaq yang mulia. Ayat tersebut memberi petunjuk dengan jelas bahwa keimanan harus dimanifestasikan dalam perbuatan akhlaq dalam bentuk kerelaan dalam menerima keputusan yang diberikan nabi terhadap perkara yang diperselisihkan di antara manusia, patuh dan tunduk terhadap keputusan Allah dan RasulNya, bergetar hatinya jika mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, bertawakal, melaksanakan shalat dengan khusyu’, berinfak di jalan Allah, menjauhi perbuatan yang tidak ada gunanya, menjaga farjinya, dan tidak ragu-ragu dalam berjuang di jalan Allah. Disinilah letak hubungan antara keimanan dengan membentuk akhlaq. Ajaran yang lebih berfaedah lagi ialah hubungan antara etika, moral dan susila dengan akhlaq. Dapat dikatakan sebenarnya sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dan tenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya. Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlaq adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlaq ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah alQur’an dan al-hadits (Nata, 2006: 97).
29
Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian. Selanjutnya yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberi kepuasan. Yang baik itu juga dapat berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang dan bahagia. Tingkah laku manusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan dapat disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkret. Mengetahui
sesuatu
yang
baik
sebagaimana
disebutkan
akan
mempermudah dalam mengetahui yang buruk. Diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Definisi tersebut memberi kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relatif sekali, karena bergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya (Nata, 2006: 107). Dengan demikian pengertian tersebut bersifat subyektif, karena bergantung kepada individu yang menilainya.
30
1.
Hadits yang Mengajak Manusia untuk berakhlaq Mulia Semua hadits Nabi saw yang memerintahkan orang muslim untuk
melaksanakan perintah Allah atau yang menganjurkan manusia untuk berbuat kebajikan, amar makruf ataupun yang menganjurkan manusia untuk menghias diri mereka dengan akhlaq yang baik, kesemuanya itu termasuk hadits yang mengajak kepada akhlaq mulia.
Artinya: “Jika kebaikan membuatmu senang dan perbuatanmu yang buruk membuatmu merasa bersedih, maka kamu adalah seorang mukmin.” Hadits tersebut mengandung arti bahwa sesungguhnya seseorang tidak bisa dikatakan beriman sebelum ia merasa bahagia tatkala melakukan suatu kebaikan dan merasa sedih tatkala melakukan suatu perbuatan dosa. Begitu banyak hadits yang menganjurkan manusia untuk memiliki kemuliaan dan keluruhan akhlaq.
Artinya: “Sesungguhnya orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang mempunyai akhlaq terbaik. Dan bahwa akhlaq yang baik itu derajatnya menyamai puasa dan shalat.” Masih banyak hadits-hadits tentang ajaran akhlaq mulia agar seluruh manusia sadar bahwa akhlaq di hadapan Allah mewakili keimanan sebagai seorang muslim. Hal itu pula yang akan digunakan dalam bermasyarakat. Tidak akan sempurna seseorang bila akhlaq yang dipandang saja sudah tidak pantas.
31
Sebagai manusia biasa tidak luput dari salah, dosa dan khilaf. Selalu seperti itu manusia, bila mengalami hal demikian, segeralah bertaubat niscaya Allah menerima taubat para hambaNya yang ingin kembali pada jalur akhlaq yang diharapkan. Akhlaq ibarat keadaan jiwa yang kokoh, dari mana timbul berbagai perbuatan dengan mudah tanpa menggunakan pikiran dan perencanaan. Bilamana perbuatan-perbuatan yang timbul dari jiwa itu baik, maka keadaannya disebut “akhlaq yang baik”. Jika yang ditimbulkan kebalikannya dari itu, maka keadaannya disebut “akhlaq yang buruk”. Apabila keadaan itu tidak mantap didalam jiwa, maka ia tidak disebut akhlaq. Akhlaq dapat dihasilkan dengan latihan dan perjuangan pada awal, hingga akhir menjadi watak. Misalnya, seseorang yang ingin mempunyai tulisan indah maka pertama kali dia harus memaksakan diri untuk meniru tulisan-tulisan yang indah, hingga tulisan itu menjadi wataknya. Induk akhlaq yang baik adalah empat keutamaan kebijakan, keadilan, keberanian, dan keluhuran budi. Hikmah adalah kebenaran dengan ilmu dan amal dan ia adalah sumber akhlaq yang baik (Baradja, 1993: 11). 2.4 Buku Sebagai Media Dakwah Dewasa ini, media khususnya komunikasi dan informasi, telah mencapai tahap yang sangat mencengangkan. Terlebih saat ini semakin banyak media surat kabar, majalah dan buku yang diterbitkan. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi para da’i, tidak hanya berdakwah melalui ceramah atau pengajian. Banyak masyarakat yang tidak sempat datang ke pengajian. Bahkan yang datang
32
hanya mereka yang orang-orang shaleh saja. Juga kesibukan jadi faktor orang enggan datang mendengarkan ceramah. Mereka biasa mencari informasi hanya melalui bacaan-bacaan. Langkah maju dakwah dikembangkan melalui tulisan. Melalui tulisan yang dapat dikemas dengan popular seperti lewat buku yang tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya tergantung kepada keluangan mad’u (objek dakwah). Media hanya alat dalam berdakwah, yang terpenting didalamnya berisi pesan dakwah. Bagaimana penulis nantinya mampu mengajak pembaca mengikuti pada hal baik seperti yang diinginkan. Penulis mampu menguasai metode efektif sesuai kebutuhan masyarakat. Memang tidak ada cara yang sempurna atau seefektif mungkin, hanya cara yang ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai suatu tujuan, rencana system, dan tata pikir manusianya. Dalam kamus sinonim Bahasa Indonesia buku disebutkan untuk yang pertama adalah tulang, sendi, butir, gumpalan, lipatan, tampang. Yang kedua ialah kitab, lektur, pustaka, catatan membukukan memasukkan, mendaftarkan, mencatat, menjadikan kitab, menjilid, menerbitkan. Kalau menurut kamus sastra Indonesia jelas disebutkan buku ialah lembaran kertas yang dijilid, baik belum ditulis maupun sudah ditulis dengan berbagai catatan atau informasi (Arifin, 1991, 25). Begitu pula dalam kamus pelajar pengertiannya hampir sama dengan yang terdapat pada kamus sastra Indonesia, yaitu lembaran kertas yang berjilid, baik yang ada tulisannya maupun tidak. Namun dalam kamus lainnya, buku,
33
khususnya buku referensi diartikan dalam tiga hal: (1). Sumber acuan (rujukan, petunjuk); (2). Buku-buku yang dianjurkan oleh dosen kepada mahasiswanya untuk dibaca; (3). Buku-buku perpustakaan yang hanya boleh dibaca di tempat (Iswati, 1993, 29). Buku sebagai media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai sesuai tujuan dakwah yang telah ditentukan oleh juru dakwah (da’i). media yang berupa buku merupakan alat bantu dalam berdakwah dengan lajunya perkembangan zaman memacu tingkat ilmu dan tekhnologi. Dakwah dituntut agar dikemas dengan terapan media komunikasi sesuai dengan aneka mad’u yang dihadapi. Dalam berdakwah yang menggunakan media komunikasi lebih efktif dan efisien karena dengan perkembangan zaman seperti ini. Dalam setiap media selalu ada hal yang ingin disampaikan oleh juru dakwah yaitu berupa pesan. Menurut Wilbur Schramm menampilkan apa yang disebut “the condition of success in communication” , yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan: 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan atau mad’u. 2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
34
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang di kehendaki (Efendy, 2000, 41-43). Pesan yang ingin disampaikan lewat media berupa buku bahasanya yang digunakan supaya dimengerti penerima pesan. Begitu pula dengan sikap dan nilai yang ditampilkan agar efektif, sesuai dengan timing yang tepat untuk suatu pesan, terlebih bila penerima masih awam. Kekuatan sebuah pesan dalam buku dapat menyebarkan informasi merupakan tanda aktifitas tabligh yang penting untuk bisa masuk dalam wilayah masyarakat. Sebesar kekuatan da’i untuk membuat tulisan yang tidak kering dengan nilai moral dan nilai-nilai agama. Buku dapat memberikan pengaruh besar di era perkembangan zaman sekarang ini yaitu zaman informasi, era globalisasi dan keterbukaan bahwa media mempengaruhi jiwa manusia, dalam suatu proses membaca. Terjadi suatu gejala yang disebut oleh ilmu jiwa sosial sebagai identifikasi psikologis, ketika proses dekoting terjadi, para pembaca buku akan meniru atau mengamalkan, karena seakan merasakan seperti apa yang disampaikan da’i melalui tulisan. Pesan-pesan seorang da’i dalam buku akan membekas dalam jiwa pembaca, yang biasa akan terjadi ialah membentuk karakter pembaca (mad’u). Media berupa buku ini merupakan salah satu medium komunikasi (penyampaian pesan), bukan hanya bisnis semata, tetapi juga untuk penerangan pendidikan dan untuk menambah pengetahuan serta wawasan juga berperan sebagai pangalaman dan nilai. Buku sebagai media berdakwah mengajak kepada
35
kebenaran dan kembali menginjakkan kaki di jalan Allah. Sebenarnya buku memiliki kelebihan dibanding dengan media-media lainnya. Dimana buku dapat disampaikan secara halus dan menyentuh relung hati tanpa merasa digurui. Allah SWT menghendaki agar mengkomunikasikan dengan ghawlan syadidan yaitu pesan yang dikomunikasikan (disampaikan) dengan benar, menyentuh dan membekas dalam hati. Buku yang berjudul “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” adalah buku yang diterbitkan oleh Pro-U Media ditulis oleh Salim A. Fillah, dijadikan sebagai media dakwah yang akan penulis teliti kedalaman inti pesan dakwahnya yang akan disampaikan oleh seorang Salim pada masyarakat agar menjadi media yang efektif dan efisien.
BAB III SALIM A. FILLAH DENGAN BUKU NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN
3.1 Biografi Salim A. Fillah Salim A. Fillah lahir di Kulon Progo pada 21 Januari 1984. Pendidikannya secara formal cukup lengkap dari TK ABA Sri Kayangan (1989-1990), SD Negeri Pergiwatu Wetan (1990-1996), SMP Negeri 2 Purworejo (1996-1999), SMA Negeri 1 Yogyakarta (1999-2002), melanjutkan Perguruan Tinggi di UGM mengambil jurusan Tekhnik Elektro (FT) (2002-2007). Pernah pula studi di UIN Sunan Kalijaga Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora prodi Psikologi. Selain pendidikan formal, Salim pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Musyar, Plaosan, Purworejo (1997-1999). Ada beberapa karya selain buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ yang pernah dipublikasikan. Terdapat lima buku karyanya yang telah terbit, yaitu ‘Agar Bidadari Cemburu Padamu’ (Juni 2004); Gue Never Die; Bahagianya Merayakan Cinta; Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Salim A. Fillah memiliki aktifitas yang cukup padat selain menjadi penulis. Ia kini dipercaya menjadi sekretaris Deputi Pembinaan Keluarga, Bidang Pembinaan Kader, Dewan Perwakilan Wilayah Daerah Yogyakarta, juga staf Biro Da’wah DPW Daerah Istimewa Yogyakarta. Semenjak SMA Salim A. Fillah sudah mulai banyak menulis. Sering mengikuti berbagai lomba dari LKTI hingga lomba novel dan cerpen. Namun
dirinya mengaku tidak pernah menang. Selain itu berbagai artikel, puisi dan cerpen dikirim ke berbagai media massa, juga tidak pernah dimuat. Seperti lazimnya penulis lain kisah perjalanan karir penulis satu ini penuh liku. Pernah ketika dirinya kelas III membuat bulletin independent. Ditulis sendiri, desain sendiri, perbanyak sendiri, dan sebarkan sendiri. Salah satu pembacanya bernama M Fanni Rahman, SIP yang ketika itu memiliki usaha desain grafis PRO-U. Dari sana kolaborasi (kerja sama tim) bermula. PRO-U bertransformasi menjadi penerbit dan SalimA. Fillah menjadi penulis. Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ adalah buku pertama penerbit PRO-U Media. Awalnya Salim A. Fillah menulis buku ‘Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim’ untuk PRO-U. Tapi beberapa alasan tekhnis dan marketing membuat penerbitan buku tersebut ditunda dan ia beralih pada ide menulis tentang keprihatinan pada fenomena yang terjadi di sekitarnya, yang artinya sangat luas, maksudnya fenomena remaja bukan hanya dilingkungan Salim namun berbagai tempat yang menghalalkan kondisi pacaran. Itulah awal Salim menemukan ide untuk menulis ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’. Salim menulis tentang parahnya pergaulan muda-mudi. Namun Salim A. Fillah mencoba membahasnya dengan kata-kata yang dekat dengan mereka para pembacanya. Agar dapat dipahami dengan baik. Awalnya buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ diberi judul ‘Pacaran, Dari Haraaman Fahisyan ke Halaalan Thayyiban’. Salim berfikir nuansanya artikel sekali. Atas pertimbangan pemasaran
dan
dakwah
maka
judulnya
diubah
dengan
men-decode
(menterjemahkan) pemahaman awam selama ini, ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’. Dalam buku itu diletakkan unsur daya tarik (Nikmatnya), motivasi positif (bukan melarang pacaran sebelum nikah), tapi mengabarkan nikmatnya pacaran sesudah menikah), dan memutarbalikkan paradigma (Pacaran Setelah nikah, bukan sebelum) yang didalamnya sarat akan pesan dakwah. Tidak menggurui hingga pembaca akan bosan bahkan merasa bodoh, namun membangun paradigma kebenaran akan sebuah hubungan (Wawancara Secara Langsung Di PRO-U Media, 17 Mei 2008, Yogyakarta). 3.2 Deskripsi Naskah Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ Pesan-pesan dakwah yang ada dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ begitu banyak, karena keterbatasan peneliti maka hanya beberapa pesan saja yang akan dicantumkan dalam penelitian ini serta ayat al Qur’an yang langsung ditulis artinya. Serta beberapa kisah terdapat di dalamnya. Kisah para sahabat dan Rosul tidak akan berbentuk perintah, namun lebih memberi arahan bagi yang membutuhkannya. Buku yang lebih kurang 240 halaman ini terdiri tiga bagian dengan sembilan bab, yang setiap halaman mengandung pesan. Hanya tidak semua peneliti sampaikan karena keterbatasan tadi. Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ dipersembahkan untuk mereka (pembaca) yang sedang dianugerahi cinta atau sedang pacaran bersama kekasih yang dipenuhi keinginan menikah dini namun belum berani yang sedang menjalani proses berliku dan melanggengkan masa-masa indah pernikahan.
Pesan yang memiliki makna, didefinisikan kisah adalah media paling ‘dekat dengan jiwa manusia’. Pada dasarnya manusia suka dengan cerita, pembaca merasa setara dengan penulis, yaitu dimanusiakan. Seperti yang peneliti sampaikan di awal, yaitu pembaca tidak merasa digurui, diajari, atau diaraharahkan. Kisah juga mampu untuk menyampaikan dakwah. Karena Al Qur’an pun banyak yang berisi cerita. Salim A. Fillah menulis ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ karena melihat fenomena yang terjadi di sekitarnya. Begitu parahnya pergaulan mudamudi. Namun kenyataan yang terjadi bukan hanya satu wilayah atau satu daerah, melainkan para remaja mengenal yang namanya ‘pacaran’. Salah mengartikan makna ta’aruf. Pada bagian awal buku tersebut memaparkan para pemuda-pemudi dimasa ‘lembab’, yaitu masa remaja bisa tumbuh, berakar, dan mekar. Jadi masa keremajaan diibaratkan adalah sebuah musim yang berbagai karakter bisa berubah-ubah. Masa remaja yang dikatakan ‘lembab’ tadi banyak memandang berbagai hal yang dapat dijadikan patokan bagi remaja. Apa yang mereka lihat itu merupakan contoh. Sangat terdengar seperti balita ungkapan yang disampaikan Mohammad Fauzil ‘Adhim juga penulis, bahwa remaja ‘mereka bukan laki-laki, tapi bayi berkumis rapi’, dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah (Fillah, 2003, 4). Disisi lain, daya topang kepribadian remaja yang belum mantap. Ego dan sisa manja masa kecil dapat mengubah ide-ide besar menjadi ambisi yang terlalu kekanakan. Ego bisa membakar setiap nilai yang mencoba membangun sisi
negatif tanpa sebab. Dan rasa manja adalah sisi kebutuhan untuk mencurahkan bentuk perhatian terlebih yang diinginkan remaja saat ini. Di saat yang sama porsi komunikasi dengan keluarga kurang sementara interaksi dengan teman sebaya semakin meluas. Seperti rasa simpati, ketertarikan dan proses identifikasi. Hal itu akan menuntut diri remaja menjadi pribadi yang menarik. Banyak yang membangun dinding pembatas dengan orang tua ketika anak dan orang tua tidak lagi memahami para anaknya. Atau ada yang menganggap anaknya yang tumbuh remaja masih dianggap anak kecil. Perhatian yang terlalu berlebihan. Namun remaja lebih banyak menuntut haknya pada orang tua. Qur’an Surat Al Israa’: 23-24 akan mengingatkan semua bagaimana pula bersikap pada orang tua bukan hanya menuntut:
Artinya: ‘….Dan hendaklah kalian berbuat baik kepada ayah-bunda kalian dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaan kalian, maka janganlah sekali-kali kalian katakana UFF dan janganlah kalian bentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Rendahkanlah ‘sayap ketundukan’ kalian penuh kasih sayang kepada mereka berdua. Dan ucapkanlah: Robbi, kasihilah mereka berdua…, sebagaimana mereka telah mentarbiyahku di waktu kecil’.
Sebaiknya orang tua adalah teman dialog yang meyenangkan bagi para remaja. Jangan berburuk sangka pada orang tua bahwa mereka takkan pernah bisa mengerti. Terkadang anak memang harus membangunkan terlebih dahulu jiwa muda yang mungkin sudah diselimuti berbagai sudut pandang. Agar tidak kaku hubungan anak dengan orang tua, bukalah komunikasi, karena banyak orang tua yang juga mengalami krisis identitas. Orang tua bahkan merasa tidak di-orang tuakan oleh anak-anaknya. Dan ini merupakan entry point bagi pembaca remaja. Dengan komunikasi yang baik dapat menjadi hal penting dan paling berharga. Cinta yang diberikan dari Allah SWT kepada kita adalah cinta suci. Hanya ada syaithan yang mencemarkan nama baik cinta para remaja. Al Qur’an mengajarkan manusia untuk sebuah pengakuan tulus bahwa hawa nafsu yang diperturutkan dan tertipu syaithan selalu menarik ke alam hewani yang rendah. Dalam Qur’an Surat Yusuf: 53:
Artinya : ‘Dan aku tidak terlepas diri dari (kesalahan) nafsuku. Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepeda keburukan, kecuali yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ Islam telah meletakkan timbangan kemuliaan dalam semua hal termasuk dalam masalah hawa nafsu pada timbangan kebenaran atas penunaian perintah Allah dan penyingkiran laranganNya dari kehidupan. Bahwa Allah melarang sesuatu pasti ada kemudharatan didalamnya. Tidak asal melarang, Ia Yang Maha Bijaksana selalu memberikan alternative yang lebih suci, indah, dan berpahala,
dalam kerangka mentaatiNya. Contoh dekatnya adalah, Allah melarang zina yang keji dan memerintahkan pernikahan yang suci.
Artinya: ‘Dan janganlah mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah perbuatan keji. Dan jalan yang buruk.’(Q.S Al Isra’: 32).
Artinya: ‘ Sebagian di antara tanda-tanda ke Maha besaran Allah adalah, Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan Ia jadikan di antara kalian mawaddah dan rahmah….’ (Q.S Ar Ruum: 21). Di bagian kedua dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’, ada tema ‘Indahnya Menahan Saat –Berbuka- Penuh Kejutan!: ‘Sesiapa yang menundukkan pandangannya dari apa-apa yang diharamkan, maka Allah akan mengaruniakan hikmah pada lisannya, yang dengan itu ia memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mendengarkannya. Sesiapa yang menundukkan pandangannya dengan Syubhat, maka Allah akan menempatkan cahaya dalam hatinya, cahaya yang menerangi menuju jalan keridhaanNya.’(Abul Husain Al Warraq) (Fillah, hal.67, 2003). Akar terbesar akal dan hati manusia pada dunia luar adalah melalui pandangan mata. Maka kondisi yang ada sangat tergantung pada apa yang remaja konsumsi melalui mata. Dapat itu berupa ketaatan atau kema’shiatan. Namun celakanya, syaithan selalu memilih rencana keji bersamaan dengan setiap pandangan mata yang sedang diarahkan seseorang. Semua berharap para remaja
menjadi laki-laki dan perempuan beriman, yang Allah pilihkan jalan kesucian dengan menutup pintu-pintu syaithan. Mukmin sejati memaknai penjagaan dirinya sebagai sebuah perjuangan, bersabar, dan menahan. Ada sebuah kisah unik dari seorang salafus shalih. Ketika seorang wanita jelita menawarkan diri dan merayu manja untuk berzina dengannya, ia tak menolak. ‘’Baik, tapi aku yang menentukan tempatnya…’’, ujarnya. Dia pun berjalan dan wanita itu mengikutinya dengan tawa karena merasa berhasil memperdaya seorang ulama’. Ternyata sang ‘alim membawanya ke Masjidil Haram, bahkan ke samping ka’bah! ‘’Buka bajumu’’, perintah ulama tersebut sambil membelakangi. ‘’Apa?..Di sini?’’, tanya si wanita bingung. ‘’ya, apa bedanya semua tempat?. Bukankah di rumahmu Allah tetap tahu dan disinipun Ia menyaksikan kita?’’. Jawabnya tenang. Si wanita menangis, ia menyesal dan bertaubat malam itu juga.. Berikut adalah ayat yang menunjukkan betapa memang benar dan harus diyakini bahwa Allah lebih dekat dari urat leher kita. Dimanapun kita melakukan dan apapun perbuatan yang dikerjakan, pasti Allah akan mengetahuinya.
Artinya: ‘Dan sesungguhnya, kami telah menciptakan manusia, dan kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.’(Q.S Qa’af:16) Terdapat banyak kisah dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’, misal saja kisah seorang pemuda, Abu Bakar Al Miski. Dia dijuluki
Al Miski (si kasturi) karena tubuhnya selalu menebarkan aroma wangi yang sangat harum dan khas. ‘’Kalau boleh tahu’’, tanya seseorang suatu ketika,. ‘’Apa yang menyebabkan anda selalu memakai minyak miski setiap saat?’’ ‘’Demi Allah’’, tuturnya, ‘’Sungguh saya tak pernah memakai minyak misk sejak bertahun-tahun lalu. Tetapi akan saya ceritakan penyebab tubuhku selalu mengeluarkan bau harum minyak kasturi. Dahulu pernah ada seorang wanita tak berakhlak, dia menipu dan memperdayaku sehingga aku terpaksa masuk kedalam rumahnya. Setelah itu ia menutup pintu rumahnya dan berusaha merayuku. Saat itu aku bingung sekali. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan untuk bisa keluar dari rumah itu. Akhirnya aku dapatkan penyelesaian yang kurasa agak keterlaluan. Kukatakan padanya,’’Ijinkan aku pergi ke WC sebentar..’’, Wanita itu memanggil pembantunya dan memerintahkannya untuk mengantarku ke WC. Ketika sampai di WC, aku mengambil kotoran dan mengoleskannya keseluruh tubuhku. Aku pun kembali pada wanita itu dengan tubuh dan pakaianku yang penuh belepotan kotoran. Ia kaget sekali. Seketika itu juga ia memerintahkan pembantunya untuk mengeluarkanku dari rumahnya. Alhamdulillah, segala puji bagiNya. Aku pulang dan membersihkan tubuhku yang penuh kotoran’’. Pada malam harinya aku bermimpi mendengar sebuah suara,’’Abu Bakar, engkau telah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan orang selainmu. Mulai sekarang akan kujadikan tubuhmu selalu harum di dunia dan akherat,’’ Begitulah, mulai saat itu tubuhku selalu mengeluarkan bau wangi haruman minyak misk, dan itu berlanjut sampai sekarang (Fillah, 2003 :110). Menanti pernikahan dengan proses yang suci tentu memerlukan proses. Allah dan RosulNya menuntunkan beberapa hal yang akan menjadi hal terbaik bagi umat manusia yang dapat menjaga mahkota paling berharganya. Ada lima hal seperti puasa, sabar dan shalat, tarbiyyah, serta aktifitas da’wah. Pada bagian terakhir dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah ini, yaitu bagian ketiga ada tema ‘Dan cicipan Surga Itupun, Menjadi Shadaqoh Berpahala’. Seperti tercantum dalam Qur’an Surat Ali Imran:14:
Artinya: ‘Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah tempat kembali yang baik’’. Pasangan hidup menempati urutan pertama dalam pandangan hidup manusia, terhadap apa yang menjadi dorongan keinginannya. KaruniaNya begitu besar, menjadi sebuah keindahan dalam hidup. Bisa dikatakan surga yang dapat dicicipi di dunia. Bahkan menjadi sarana pelestarian jenis manusia yang dibebani Allah dengan tugas ibadah dan khilafah di bumi ini. Maka salah satu kebodohan manusia normal adalah membujang. Menipu diri dengan menyiksa syahwat sendiri, menjadi penyimpangan dan pemutus silsilah hidup generasi. Dalam sebuah kisah yaitu dialog antara Rosulullah dengan ‘Ukaf ibn Wida’ah Al ilali. ‘’Apakah engkau telah beristri hai ‘Ukaf?’’ ‘’Belum Ya Rosulullah.’’ ‘’Bukankah engkau memiliki budak perempuan?’’ ‘’Tidak Ya Rosulullah.’’ ‘’Bukankah engkau pemuda sehat dan mampu hai ‘Ukaf?’’ ‘’Benar Ya Rosulullah.’’ ‘’Kalau demikian engkau termasuk teman syaithan. Atau engkau termasuk pendeta Nasrani. Lantaran itu berarti engkau termasuk golongan mereka…Atau mungkin engkau termasuk golongan kami, maka hendaklah engkau berbuat seperti yang kami lakukan. Karena sunnah kami adalah beristeri. Orang yang paling hina di antara adalah para bujangan (Fillah, 2003, 135). Islam tidak memandang syahwat kepada wanita sebagai sesuatu yang hina, bahkan menjadi shadaqoh yang ditunaikan ketika telah menjadi haknya. Telah
dipilihkan jalan institusi pernikahan yang menghimpun orang-orang yang sendirian menjadi kumpulan, yaitu menyatukan dua keluarga yang tidak saling kenal sebelumnya. Melalui proses tersebut, yaitu pernikahan dijagalah perasaan, gejala psikologis dan gejolak jiwa dengan mencukupi kebutuhan. Dalam Qur’an Surat Ar Ruum:21:
Artinya :’ …Dia ciptakan untuk kalian, isteri-isteri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantara kalian rasa cinta kasih dan kasih sayang…’ Dalam Islam mensyariatkan kebolehan seorang suami bersanding dengan beberapa isteri. Seperti alasan jumlah perempuan yang semakin besar prosentasenya menumbuhkan kecemasan. Islam memahami semua laki-laki dan perempuan mendambakan ekspresi saling berbagi. Islam lebih paham bila membiarkan keluasan jumlah sekaligus mensyaratkan keadilan, agar tidak miring timbangan di hari akhir nanti.
Artinya: ‘…Maka nikahilah wanita-wanita yang kalian sukai, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak akan bisa berbuat adil maka nikahilah seorang saja, atau budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat zhalim.’’ (Q S. An Nisa 3).
Syariat Islam dalam sebuah pernikahan akan lahir anak-anak yang jelas, dengan nasab yang jelas pula. Bahkan dianjurkan berdo’a sebelum berjima’, agar syaithan tidak memiliki andil di dalamnya. Anak-anak akan tumbuh menjadi anak yang berjiwa kuat, serta adanya mental sehat. Dengan asuhan penuh kasih, dididik dengan benar, lingkungan pun mendukung dengan pola pikir menuju kedewasaan. Alasan pernikahan itulah untuk menghindari penyimpangan sex, yang akan menjadi sumber penyakit medis, penyakit sosio-psikologis, bahkan mengancam kelangsungan eksistensi manusia. Dua ayat di bawah ini mengecam lesbian dan liwath, kekejian yang hari-hari mendapat tempat bersama kedustaan bahwa ada gen pembawa kecenderungan.
Artinya :’Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kalian (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksian, maka kurunglah para wanita itu dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya sampai Allah memberikan jalan lain kepada mereka.’( Q.S An Nisa’: 15).
Artinya: ‘Dan terhadap dua orang (laki-laki) yang menyertakan perbuatan keji diantara kalian, maka berilah hukuman kepada keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.’ (Q.S An-Nisa: 16)
Hukum niha’I (final) dari perbuatan kaum Luth adalah mati sebagaimana dikuatkan oleh beberapa hadits dan atsar. Beberapa sahabat Rosulullah berbeda pendapat, dari rajam, bunuh di tempat, dijatuhkan dari menara yang tertinggi, lalu di rajam. Semua sepakat, kekejian harus dimusnahkan dengan hukuman yang sangat berat dan berkesan agar menjadi pelajaran.
Artinya: ‘…Bahwasannya bumi ini akan diwarisi hamba-hamba Ku yang shalih’. (Q.S Al Anbiya’:105) Awal dari niat. Karena memang Allah selalu melihat niat yang terbersit untuk dijadikan pertanyaan pertanggungjawaban. Allah meletakkan karunia balasan pada setiap manusia dengan niat baik yang diteguhkan masing-masing individu. Terdapat dalam sebuah Hadits yang berkaitan dengan sebuah ‘niat’, ‘Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya. Dan bagi tiap-tiap orang terdapat balasan sesuai dengan niatnya….’ (H.R Al Bukhari dan Muslim) Seperti yang peneliti ungkapkan, semua awalnya dari niat. Niat ketika berazzam untuk segera memulai sebuah kebersamaan suci dalam naungan ridha Ilahi. Niat ketika menetapkan kriteria-kriteria. Niat memulai proses yang bersih, tanpa hubungan haram pacaran, tanpa interaksi yang mubadzir dan merusak hati. Ketika melihat calon suami atau kandidat isteri juga berniat. Saat pertama kali diperkenalkan pertama kali memiliki niat teguh. Sudah banyak contoh tentang proses pernikahan Rosulullah dan para sahabatnya. Tentang Umar yang menawarkan putrinya sebagai bentuk tanggung
jawab ayah mencarikan suami yang shalih. Tentang ‘Umar yang meminang Ummu Kultsum, putri ‘Ali ibn Abi Thalib. Tentang sahabat yang meminta agar Rosulullah berkenan menikahkannya dengan seorang wanita shalihah. Istilah jaman sekarangnya mengajukan proposal. Dalam kehidupan proses yang dilalui menuju pernikahan antara dua insan di komunitas iman. Ini adalah komunitas yang menjadikan iman sebagai kualifikasi keanggotaan. Jama’ah muslim pertama di bawah kepemimpinan Rosulullah dan dilanjutkan para Khulafaur Rasyidin adalah gambaran nyata tentang komunitas iman tersebut. Proses pernikahan mudah, karena dimudahkan oleh Allah.
Artinya: ‘Sesungguhnya, usaha kalian memang berbeda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik. Maka akan Kami siapkan baginya jalan yang mudah.’ (Q.S Al Lail:4-6). ‘Sesungguhnya amalan tergantung pada niatnya. Dan bagi tiap orang terdapat balasan sesuai yang ia niatkan. Maka barang siapa hijrahnya kepada Allah dan RosulNya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan RosulNya. Dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia raih, atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya hanya pada apa yang ia niatkan hijrah padanya.’ (H.R Al Bukhari dan Muslim). Hanya mengingatkan pembaca jangan sampai bergabung dengan komunitas iman agar memiliki isteri. Kalaupun berhasil mendapatkannya, namun hanya wanita yang didapat. Seperti kata pepatah, tak pernah ada padi tumbuh di kebun yang khusus menanam rumput. Pernah beberapa sahabat Rosulullah baru saja menikah. Namun belum pernah melihat isterinya. Lalu Rosulullah memerintahkan untuk melihatnya terlebih dahulu. Agar para sahabat Rosul
menemukan ketertarikan yang dapat melanggengkan ikatan. Itulah salah satu esensi dari nazhar (melihat) dalam ta’aruf. Untuk perempuan sendiri, dalam Fiqih Politik Kaum Perempuan, pernah dituturkan Pak Cah bahwa Abibah binti Sahl isteri Tsabit bin Qais belum pernah melihat suaminya sampai saat malam pertama tiba. Dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ ada tata cara mulia dalam Rasulullah yang ditularkan pada umatnya, yang peneliti ambil dari halaman 155-160 (Fillah, 2003). Assalaamu’alaikum… Rasulullah bersabda pada Anas: ‘Wahai anakku, jika engkau datang pada keluargamu, maka ucapkanlah salam. Jadilah kebarakahan atasmu dan atas ahli rumahmu…’ ‘Semoga Allah memberkahi masing-masing di antara kita terhadap teman hidupnya.’ ‘Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang perempuan, maka hendaklah ia memegang nashiyah (ubun-ubun)-nya, membaca basmalah dan memanjatkan do’a memohon barakah, serta mengucapkan do’a,-Ya Allah sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan wataknya.’(H.R Al Bukhari, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). Ibnu Mas’ud pernah mengatakan: ‘Sesungguhnya rasa kasih itu dari Allah sedang kebencian itu dari syaithan di mana ia berkeinginan untuk membencikan kepada kalian apa yang telah Allah halalkan bagi kalian. Maka apabila isterimu datang kepadamu, maka perintahkanlah ia shalat di belakangmu dua raka’at dan berdo’alah, ‘Ya Allah barakahilah bagiku dalam keluargaku, dan barakahilah bagi mereka dalam diriku. Ya Allah kumpunkanlah antara kami apa yang Engkau kumpulkan dalam kebaikan dan pisahkanlah di antara kami jika Engkau memisahkan menuju kebaikan.’(Ibnu Abi Syaibah mentakhrijnya). Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan ialah judul yang benar-benar bahasa dakwahnya untuk masyarakat. Mewakili atas perbuatan para penyalah guna cinta, para penikmat maksiat, serta para peleceh aturan Allah dan RosulNya.
Sebenarnya judul ini ingin mengungkap kebenaran untuk menununjukkan sistem aturan hidup yang buruk agar tegak dihadapan syari’at Allah. Buku yang memberi motivasi untuk menjaga kesucian bagi pembaca yang sedang menanti keindahan dan ingin menegaskan masa muda yang rawan. Judul yang bagi sebagian orang kurang relevan, namun cukup hadir sangat indah bagaimana pacaran Rosulullah dan para pengibar panji sunnahnya.
BAB IV ANALISIS ISI BUKU ‘NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN’ DAN PENYAMPAIAN PESAN DAKWAH
4.1.Analisis Pesan Dakwah Islam dalam Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ Pesan-pesan dakwah Islam dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ merupakan sesuatu yang mendasari pembuatan buku ini. Sekaligus merupakan amanat yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacanya. Hampir semua kisah lewat paragraf demi paragraf dalam buku tersebut memiliki pesan dakwah. Banyak karya sastra lain yang beredar hanya untuk memenuhi selera pasar tanpa membawa gagasan yang mendidik pembacanya. Karya-karya itu hanya berfungsi sebagai penghibur. Sedangkan karya buku yang satu ini jelas mendasarkan pada membawa misi ajaran Islam yang membawa pembacanya menuju arah yang sesuai dengan ajaran tujuan Islam. Karya Salim A. Fillah memberi contoh teladan yang ideal dan diidamkan, melalui cerita, kisah disampaikan lewat al Qur’an dan hadits Rosul serta kondisi remaja saat ini. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari semua pesanpesan dakwah Islam yang terkandung didalamnya. Karya ini berbeda dengan penampilan karya lainnya. Disini tersusun rapi dengan bahasa yang tidak terlalu menyindir. Hanya diberi pemahaman lebih dewasa bagaimana harus bersikap dan menyikapi cinta dan mengantisipasi nafsu berlebih.
Pesan-pesan yang terkandung dalam sebuah buku ini mencakup berbagai polemik remaja. Mulai dari tumbuh kembang yang dikatakan sebagai masa ‘lembab’. Kerendahan hati remaja terhadap orang tua. Tidak perlu jauh-jauh untuk mencari jati diri karena hal yang melekat dalam diri kita adalah jati diri yang bagaimana semua mengembangkannya agar menjadi insan beradab bukan merugikan banyak terlebih orang tua yang telah melahirkan, mengasuh dan mendidik. Hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Allah dibahas dengan menghadirkan sebuah kata yaitu cinta. Karena tidak selamanya cinta dapat disalah artikan. Cinta yang begitu suci kalau ditelusuri akan bermakna bukan menambah masalah yang akan menyumbat proses kehidupan.Dakwah Islam selalu bermakna mengajak umat manusia agar selalu berjalan dijalan yang diridhoi Allah SWT. Dalam bentuk apapun dakwah dapat disampaikan baik lewat lisan, tulisan maupun perbuatan pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapi. Teknik analisis yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah content analysis. Dalam buku Metodologi Penelitian memberikan definisi tentang content analysis yang pengertiannya ialah tekhnik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis (Soejono, 1999:13). 4.1.1 Materi Ajaran Akhlaq Penulis hanya akan menghadirkan materi ajaran akhlaq dalam mengupas tema-tema dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’. Setelah membandingkan ternyata dalam buku tersebut menarik pesan akhlaq. Walaupun
hubungan akhlaq dengan ajaran lainnya tidak dapat dipisahkan, dengan tidak mengurangi pembahasan yang mengambang lebih baiknya penulis lebih menspesifikasikan pada ajaran akhlaq. Penulis telah membahas pula tentang akhlaq pada bab II dengan jelas dan mendetail. Maka tidak perlu penulis ulas kembali. Dalam buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” terdapat tiga bagian. Masing-masing bagian terdiri dari tiga bab. Penulis akan menelaah pesan yang terkandung pada masing-masing bagian. 4.1.1.1 Ketika Cinta Hadir Tema pertama dalam buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” adalah ‘Sup Kaldu yang Bumbunya Dimakan Dulu’. Ada tiga bab : a. Saat dirimu hadir. b. Jujurlah padaku ini cinta atau nafsu. c. Robbi, Selamatkan saudaraku yang kucintai dari sahabat yang dicintainya dengan cintaMu. Tema diatas berbicara tentang cinta. Cinta yang dianugerahkan oleh Allah jangan sampai tercemar oleh nafsu setan. Dengan cara mengingatkan akan cinta yang diberikan Allah SWT pada kita semua baik cinta padaNya juga sesama manusia. Hubungan kiasan seperti ini yaitu ungkapan cinta. Bila ditujukan pada Allah akan berbicara masalah tasawuf. Sebenarnya ajaran tasawuf berhubungan erat dengan akhlaq, karena ketika mempelajarinya ternyata pula bahwa al-Qur’an dan al-Hadits mementingkan akhlaq. Segala bentuk ibadah yang berhubungan dengan tasawuf ternyata erat hubungannya dengan akhlaq pula.
Sebelum manusia menyembah Allah atau manusia mencintai seseorang berawal dari pengenalan. Mengenal Allah akan memahami mengapa harus disembah dan beribadah untukNya. Dengan pula berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah ajaran amr ma’ruf nahi munkar, mengajak pada kebaikan dan mencegah dari hal-hal yang melanggar agama. Manusia yang bertakwa ialah berakhlaq mulia. Cinta yang diberikan pada Allah bila digunakan untuk kemaslahatan akan timbul hal positif, dimana tidak ada lagi peperangan hanya kedamaian. Ada tamu tak diundang yang tiba-tiba hadir meramaikan suasana hidup, ia datang membawa perubahan rasa dengan jiwa muda kita. Saya tidak tahu sejak kapan warna merah muda dinobatkan sebagai warna cinta, tapi cinta kadang mengungkapan warna-warna baru dalam perasaannya . Warna-warna yang belum dikeluarkan selama ia berpetualang menjelajahi masa kanakkanak. Ah, sebelum itu semua mari kita. Sedikit membaca diri kita akan berta’aruf (kenalan ) dengan kelembaban masa remaja, apa saja sisi-sisi bahasanya, dan beberapa perak-peraknya. Untuk apa? Agar saat ia hidup kita dengan sunggingan senyum syukur dan lantunan tahmid menyambut, selamat datang…… cinta…” ya sebuah sambutan yang penuh kedewasaan. Dalam paragaraf diatas masa remaja menurut sebagian orang adalah seorang yang menuntut bentuk-bentuk kepuasan baru. Perubahan masa kanakkanak telah mengantar ke usia dimana berbagai perasaan dan cara pandangan baru terhadap lingkungan menjadikan seseorang yang berbeda. Namun hal itu jangan menjadikan remaja dipandang negatif. Walau mereka ‘berbeda’ arahkan perbedaan itu pada hal yang baik terlebih dalam membina hubungan. Semua sepakat bahwa masa remaja adalah transisi dari kanak-kanak menuju kedewasaan terlalu banyak yang diucapkan oleh kita lewat perkataan, namun tingkah laku akan diuji harus sesuai ajaran Islam. Semua tergantung
akhlaq masing-masing individu dalam remaja tidak selamanya buruk. Hampir kita mencatat ada hal tertentu berkaitan dengan perpindahan orientasi itu yang menghasilkan
kebingungan-kebingungan,
manja,
agresif,
pemarah
dan
afteksionalitas atau kebutuhan menjalin hubungan. Hal itu menurut para remaja sebagai subjek, menyusun predikat dan objek yang berbeda dengan hari yang telah lalu, saat mereka masih menjadi anak-anak. Dapat diungkapkan lewat predikatnya tidak lagi hanya beberapa kata bermain dan objeknya bukan lagi mobil-mobilan, mesti subjeknya sama – sama bernama Trilis, Tika, Lia, Ucup, Conan atau Iwan. Remaja harus memiliki pegangan agar tidak salah kaprah dalam kebingungan. Agar tidak muncul sifatsifat dualisme dari kekanakan yang menajam dan kedewasaan yang menjalin. Harus dihindari para remaja menginginkan pengakuan bukan pada dirinya Sebuah pengakuan yang bukan lagi menyebut bapakku ini, ayahku itu namun inilah diriku merasa dewasa yang penuh agresifitas dan afeksionalitas, remaja memperlihatkan diri sendiri serta aktif mengambil peran dalam menentukan masa depan dunia. Remaja yang memiliki makhluk sosial. Seutuhnya yang berperan penting diantara manusia sekitarnya. Disisi lain, daya topang kepribadian remaja belum mantap. Masih ada ego dan sisa kemanjaan masa kecil dapat mengubah ide-ide besar menjadi ambisi kekanak-kanakan. Hal itu yang menyebutkan masa remaja diartikan sebagai masa lembab berbagai karakter bisa tumbuh. Hanya kepribadian remaja yang selalu diuji lewat pendidikan keluarga, pendidikan formal dan lingkungan yang sangat erat
dijalankan dalam hal ini teman- teman seperjuangannya. Sekali lagi jangan sampai tergoda pada musuh besar manusia yaitu setan. Hanya jangan sampai remaja menjadi munafik karena perkembangan pergaulan dari berbagai sisi banyak yang mengharapkan agar remaja menjadi diri sendiri. Tidak salah arah komunikasi antara orang tua dengan anak. Orang tua dapat memberi perhatian besar dengan pendidikan sirah nabawi, kisah teladan para pendahulu yang mulia dari kalangan para nabi, sahabat, tabi’in dan para ulama. Agar di usia remaja yang memerlukan tokoh anutan, tidak kehilangan referensi. Rasulullah SAW dapat dijadikan idola. Seorang uswah tidak pantas hanya menjadi tulisan atau diteriakkan. Ucapan rosul sebagai qudarah dapat orang tua contoh untuk mendidik putra-putri mereka beranjak dewasa. Agar di masa lembab dengan tokoh anutannya. Saatnya untuk memfokuskan dan merapatkan barisan demi tegaknya sendi Islam agar cinta yang di anugerahkan Allah menjadi cinta panutan bagi generasi. Tokoh anutan yang dapat melewati masa mudanya, mengisi waktu luangnya, strateginya memecahkan masalah-masalah pelik. Sikap dalam menghadapi tekanan-tekanan untuk membentuk jiwa kepemimpinan, juga membangun persahabatan serta hal lain supaya remaja menjadi seseorang manusia dewasa yang mampu memilih dan menelaah. Seperti yang peneliti ungkapkan di awal, Rasulullah yang dari ucapan, sikap perbuatannya apapun itu adalah tokoh utama sebagai dasar berpijak remaja. Cintanya yang tidak pernah salah untuk seorang wanita bahkan lebih.
Artinya:“ Sesunggunya telah ada pada kalian, pada diri Rosulullah itu suri tauladan yang baik. Bagi orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan hari akhir. Dan dia banyak mengingat Allah. ( Q.S Al-Ahzab:21 ) Akhlaq seorang remaja atau manusia, tidak bisa hanya sekedar apa yang telah disampaikan dan diperbuat dalam keseharian hanya manusia pribadi dan Allah SWT yang dapat mengukur seberapa perbuatan baik ibadah seseorang. Namun orang lain ikut andil menciptakan kesan bahwa menilai manusia mengimpletasikan keyakinan hatinya yang diucapkan dengan amal perbuatan. Terlebih mengartikan cinta, lewat media apa akan disalurkan cinta tersebut. Seseorang remaja lebih pandai untuk meramaikan suasana hidup untuk menambah pengalaman. ketika cinta hadir, mulai berta’aruf dengan mengucapkan lantunan
tahmid
untuk
menyambut
cinta
tersebut.
Artinya : ‘…Dan hendaklah kalian berbuat baik kepada ayah-bunda kalian dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaan kalian, maka janganlah sekali-kali kalian katakan, padanya UFF dan
janganlah kalian bentak mereka. Ucapkanlah ‘sayap ketundukan’ kalian penuh kasih sayang kepada mereka berdua. Dan ucapkanlah : Robbi, kasihanilah mereka berdua…, sebagaimana mereka telah mentarbiyahku di waktu kecil.’ (Q.S Al Israa’: 23-24). Hubungan seorang remaja dengan orang tua baik itu orang tua kandung maupun orang tua lain jangan sampai ada pembatas, terlebih ketika mereka tidak lagi memahami kita sebagai remaja. Atau saat para orang tua selalu memperlakukan anak-anaknya seperti anak kecil. Sebaiknya sebagai remaja yang memiliki rasa peduli, bijaksana pada orang tua. Bukan hanya menuntut untuk pemenuhan kebutuhan. Orang tua yang bisa dikatakan memiliki ‘jiwa muda’ adalah teman berdialog yang menyenangkan bagi para remaja. Tidak perlu berburuk sangka pada orang tua bahwa mereka tidak akan bisa mengerti. Semua dapat dilakukan dengan membangun terlebih dahulu ‘jiwa muda’. Sangat sulit untuk memahami orang tua. Terlebih bila komunikasi dari awal sudah tidak lancar. Namun, hal itu akan sangat menjanjikan masa remaja yang indah dari pada kalau harus menutup diri pada orang tua. Lagi pula akan mengalami pikiran negatif saat harus berinteraksi dengan orang tua. Supaya tidak kaku membuka komunikasi dengan orang tua, sebaiknya lebih membawa suasana yang ringan dahulu. Tidak perlu menganggap orang tua harus ditakuti. Jangan hanya mengira remaja saja yang mengalami krisis identitas, bahkan orang tua pun mengalaminya. Bisa jadi saat mereka merasa tidak lagi diorang tua-kan oleh anak-anaknya. Memberi perhatian lebih dan sukarela tanpa balasan ingin menuntut, memperlakukan orang tua akan membuka masa depan lebih cerah. Setelah itu,
bicaralah agar masing-masing lebih memahami cara berfikir dan sudut pandang lawan bicara. Ada satu bahasa untuk memudahkan ke saling-fahaman, seperti dengan bahasa iman dengan logat cinta. Cinta remaja dengan orang tua karena cinta pada Allah SWT.
Artinya: ’Allah, Yang Menciptakan kalian dari keadaan lemah. Kemudian menjadikan sesudah kelemahan itu kekuatan, lalu menjadikan kuat itu lemah kembali dan berubah…’(Q.S Ar Ruum:54) Siklus hidup yang ditetapkan Allah itu berjalan sangat sempurna dalam diri kita. Periode kekuatan yang mulai datang menghampiri, memberikan potensi dahsyat yang dibatasi waktu. Kalau tidak cerdas mengelolanya menjadi gerak produktif, tentu tidak akan merasakan nikmatnya usia muda. Hanya akan menjadi manusia lemah yang akan langsung pikun dan beruban, tanpa pernah merasakan dan mensyukuri nikmatnya kekuatan. Kekuatan memang tersembunyi, hanya gerak yang mampu menunjukkan eksistensi kekuatan tersebut. Namun tidak akan ada maknanya gerak itu kalau tidak digunakan untuk hal berguna. Hanya merugikan dan mencelakakan orang lain. Gerak adalah tanda kehidupan yang mati itu tidak bergerak dan shalat tanpa gerak dinamakan shalat jenazah. Dengan gerak pula ikan laut terselamatkan dari resapan kadar garam yang tinggi. Pergerakan dalam bahasa Arab disebut harakat, yang bagi orang Indonesia sangat penting untuk membuat huruf-huruf hijaiyah terbaca. Har (a) kat pun kemudian berarti kehormatan diri, berdampingan dengan kata martabat dan
derajat. Kalau manusia ingin terdengar dan terhormat di mata Allah, RosulNya, dan orang beriman, jangan pernah untuk diam dan berpangku tangan, terlebih bila masih mampu berkarya, serta menciptakan sesuatu yang berguna untuk orang lain paling tidak orang tua. Karena dengan berkarya, bisa jadi itulah awal dari amal kita dicatat.
Artinya :‘…Beramallah, maka Allah akan melihat karya kalian, juga RasulNyadan orang-orang beriman…’ (Q.S At Taubah:105).
Siapapun yang tidak menyibukkan diri dengan aktifitas duniawi, syaithan akan menyibukkan dengan aktifitas nerakawi. Para pemuda-pemudi yang hanya penuh dengan angan, mengisi usia berfoya-foya, dan menjadi budak syahwat yaitu tidak akan pernah terpuaskan. Terlebih Islam tidak menyukai waktu luang yang digunakan tidak berguna. Semua yang Allah berikan harus dimanfaatkan dengan baik. Karunia yang Allah berikan berupa potensi fisik, akal dan ruh selalu berharga untuk disia-siakan dalam kekufuran. Kegiatan-kegitan yang dituntunkan Rosulullah berupa berkuda, berenang, melempar atau memanah, bisa dialihkan dengan membaca, hafalan, diskusi, menulis atau latihan orasi. Terlebih bila dilengkapi dengan puasa, tilawah, tahajjud, dan dhuha yang dapat menjadi hiasan hidup. Menjadi remaja yang hidup penuh dengan prestatif akan lebih membanggakan orang tua jadi harapan masyarakat dan suri tauladan para
sahabatnya. Bukannya untuk mendapat pujian berlebih, hanya agar lebih bermanfaat jadi remaja. Menjadi seorang remaja yang jadi panutan memang tidak mudah. Terlebih bila debar cinta mulai datang. Agar cinta tidak disalah artikan, sebaiknya kembalikan semua pada Allah. Memang, cinta bisa saja menjadikan pengecut sebagai pemberani, yang bakhil jadi penderma, bodoh jadi pintar, memfasihkan lidah, mempertajam pena para pengarang, menguatkan si lemah, mencerdaskan serta mendatangkan kegembiraan dalam jiwa dan perasaan. Hal-hal tersebut bisa saja terjadi. Padahal selama ini kata cinta begitu dekat dengan nafsu, umbaran syahwat, dan perzinaan. Ini hanya dua kutub dalam menerjemahkan makna cinta. Yang pertama bisa menjadi kemuliaan dunia akherat ketika manajemen cinta, menempatkan kepada siapa dan atas apa suatu cinta, didasari kesucian untuk menggapai ridha Allah. Sementara yang kedua adalah cermin konsep diri serta konsep hidup yang terkadang cinta bisa membuat jadi tidak jelas, bahkan zhalim dalam memahami cinta. Bagi para remaja, telah menyiapkan diri mengumpulkan bekal untuk menyambut cinta. Agar bekal tersebut membuat cinta penuh nikmat yang harus disyukuri, dan cinta itu patut untuk disyukuri sebagai energi keshalihan dalam perjalanan menuju keridhaan Allah. Bekal yang bila kita yakini akan menempatkan manusia di barisan depan pecinta sejati, pecinta Allah, RosulNya dan pecinta kebenaran Islam. Mudah sekali melafalkan kata cinta. Tanpa berfikir panjang sebuah ketertarikan dan rasa suka pada lawan jenis yang segera menggerakkan lisan
melafal kalimat Aku Cinta Padamu. Tidak banyak yang tahu apa itu cinta, lebih sedikit pula orang yang mencari tahu tentang hakekatnya. Cinta akan lenyap dengan lenyapnya sebab…(Ibnul Qayyim Al Jauziyah, dalam Raudhatul Muhibbin). Kaidah cinta Ibnul Qayyim mengajarkan kita bahwa sebab adalah nyawa bagi cinta. Sebab sembarangan hanya menumbuhkan cinta sembarangan. Cinta yang abadi memerlukan sebab yang abadi, begitu kesimpulannya. Sebenarnya dusta jika berkata cintamu abadi, padahal sebab cintamu hanya kecantikan fana, kekayaan sementara, atau perangai sandiwara. Cinta Allah ialah Pada Yang Maha Abadi, sebabnya pun abadi. (Salim A. Fillah, 2003).
Artinya: ‘(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.’ (Q.S Ar Ra’d: 28). A. Hadir Cinta Karena Allah Cinta antara dua insan di masa remaja yang “lembab”. Remaja dapat berubah sifat dan sikap dalam menghadapi masalah, karena cinta yang hadir masih ada sifat kekanakan menuju proses pendewasaan. Meski kekanakan dan kedewasaan akan tetapi menjadi kisah bagi seseorang selama hidupnya .
Artinya : “Celakalah warna Allah, dan siapakah yang lebih baik
celupan warnanya dari pada Allah?. Dan hanya kepada Nyalah kami menyembah.“ (Qs. Al Baqarah : 138). Al Imam Ibnu Dawud Azh Zahiri memberikan definisi tentang cinta, adalah cermin bagi orang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemah lembutan dirinya dalam citra kekasihnya. Karena sebenarnya ia tidak jatuh cinta kecuali kepada dirinya sendiri. Al Qu’ran mengajarkan akhlaq mulia kepada sebuah pengakuan yang tulus bahwa hawa nafsu di perturutkan dan titipan syaithon selalu menurut pada alam hewani yang rendah. Dalam pengakuan seperti itu jiwa seorang mukmin dipisahkan dari kesombongan. Bahwa hanya dengan rahmat Allah yang Maha pengampun dan Penyayang, manusia akan terbebas dari tarikan rendah dan nista. Dalam cinta akan ada nafsu, hanya nafsu yang datangnya dari syaithan harus segera diperangi lalu dijinakkan dengan pengendalian bukan dibunuh begitu saja Allah Subkhanahu wa Ta’ ala menjadikan nafsu sebagai amanah yang dipijakkan
agar manusia meletakkannya dalam ketaatan
yang telah
Allah
gariskan. Cinta adalah fitrah yang menjadi sarana lestarinya jenis manusia sebagai makhluq Allah yang diperintahkan untuk beribadah kepadaNya semata dan memakmurkan bumi Allah. Risalah
Mahammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam
datang
untuk
meluruskan salah persepsi antara dua kutub yang dianggap berlebihan, yaitu antara
kehidupan mengumbar nafsu
dengan kehidupan
membunuh nafsu.
Kedua-duanya bukan suatu kemuliaan. Kebejatan adalah nista bukan kesucian yang selama ini diklaim para biarawan.
Islam telah meletakkan timbangan kemuliaan dalam semua hal termasuk dalam masalah hawa nafsu pada timbangan kebenaran atas penunaian perintah Allah dan menyingkirkan semua larangan Nya dalam setiap kehidupan. Bahwa Allah Swt melarang sesuatu pasti ada
kemudharatan didalamnya tidak asal
melarang, Allah yang Maha Bijaksana selalu memberikan alternatif yang lebih suci, indah dan berpahala serta membingkai dalam kerangka mentaati Nya. Hal tersebut bukan pula
untuk menyikapi
kekurangannya, namun agar lebih
seseorang
interaksi
yang banyak sekali
yang dilakukan
benar-benar
proporsional, bukan hanya sekedar saling membeli hadiah, nasehat atau tausyiah, atau hal lain yang ternyata merusak hati. Sering manusia berkata bahwa cinta karena Allah. Buktinya yang sering dilakukan adalah saling menasehati dalam keshalihan. Tanpa sebuah ikatan. Yang harus dicintai karena Allah bukan hanya pasangan kita namun juga keadilan yang melekati cinta untuk menuntut perhatian besar pada masalah-masalah besar umat saat ini. Juga perhatian dan perlakuan yang sama terhadap semua lawan jenis. Kalau hanya memfokuskan perhatian itu akan menjaring keterpesonaan yang akan berbahaya.
Artinya:“ Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan tandingantandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, padahal. Orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah…”. (Qs. Al Baqoroh : 165).
Para ulama biasanya menyebut penyakit yang dipaparkan ayat diatas sebagai syirkul mahabah atau kesyirikan dalam cinta. Ada ketidak sepadanan, ada sebuah pengkhianatan kepada sifat Maha pengasih dan Maha penyayang Allah dengan
menanding-nandingkanNya
kepada
selainNya.
Sebenarnya
Allah
memiliki sifat cemburu, yang jauh lebih dasyat dari cemburunya seorang hamba melihat orang lain berada diantara kedua paha isterinya. Karena sifat cemburu itu Allah mengharamkan segala jenis kekejian dan segala macam kerusakan. Allah pasti akan sangat cemburu, ketika manusia menjadikan tandingan dalam cintaNya
dan disertai
kekejian yang dilakukan
bersama kekasih
tandingan. Maksudnya lawan jenis jangan sekali-kali mencintai orang lain atau kekasih kita, melebihi rasa cinta kita pada Allah. Rindu pada kekasih jangan melebihi rindu pada Allah. Terlebih melakukan kemaksiatan –kemaksiatan dalam cinta.
Artinya:
‘Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah, Rasulnya. Dan berjihad di jalannya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik’. (Q.S At-Taubat :24).
Ayat tersebut
memulai kasih cinta manusia
dengan keluarganya,
kekayaan dan usahanya. Ini adalah gambaran cinta yang wajar dan dimiliki. Semua manusia, orang tua, anak-anak, saudara dan isteri mereka adalah orang – orang yang
seharusnya
dicintai. Tetapi
bagi seorang Mu’min
sejati
mengajarkan kehati-hatian atas cinta yang halal. Kehati-hatian agar cinta itu sampai tidak melampaui prioritas cinta akan Allah, Rasul, dan jihad. Maka tunggu saja sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Kalimat ini begitu halus, seolah merupakan dua hati (perasaan) yang saling bertautan. Tentu ikatan cinta manusia dengan Allah yang sangat mendalam. Agar cinta manusia dengan lawan jenisnya merupakan cinta sehati sepanjang jalan. Ada banyak orang yang telah di lemahkan oleh cinta manusia. Cinta bukan menjadi energi yang mendorong produktivitas amal dunia –akhirat , tetapi menjadi beban yang memberkati jiwa untuk bebas berarti. Bila mencintai seseorang, serta rasa cinta yang tidak berlebihan sehingga ibadat kepada Allah tidak terganggu. Terpenting dalam cinta adalah kepercayaan karena akhlaknya, bukan cinta yang dicampuri adanya syaithan. Biar saja syaithan menggoda kita, walaupun mereka sampai menangis. Karena syaithan jelas musuh bagi manusia.
Artinya: “Sesungguhnya Syaithan itu adalah musuh bagi kalian, maka jadikanlah ia sebagai musuh kalian, karena sesungguhnya Syaithan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni yang menyala-nyala, “ (Qs. Fatir :6).
4.1.1.2. Cinta Itu Bukan Sebuah Nafsu Tema kedua di bagian kedua, ‘Indahnya Menahan, Saat Berbuka Penuh Kejutan’. Tersusun rapi dengan menjelaskan bab-bab : a. Cantik Ijinkan Aku Menunduk b. Kuharap, Itu Bukan Untukku c. Menahan, Transaksiku Dengan Ar Rahman Banyak diantara para remaja bisa jadi dari kita sendiri ketika dulu belum mengerti arti malu. Rasa malu yang pernah digunakan oleh Yusuf sebagai mahkota yang membuatnya agung dihadapan tipu daya Imraatul’ Aziz Zulaikha. Malu juga perisai Abu Bakar Al Miski yang memakai baju besi lumuran kotoran yang bernama malu hingga beliau lebih terjaga oleh rasa itu dari pada gadis dalam pingitan belajar menjadi pemalu dalam masalah kesucian, agar semua terdidik menghayati kalimat kenabian. Bila melihat bayangan wanita yang tidak menutup aurat dengan benar atau berjilbab namun aneh, dengan mudah lelaki berakhlaq segera menundukkan pandangan, berpaling ke arah lain dan kemungkinan untuk melihat kembali begitu kecil bahkan tidak ada. Berbeda bila yang terlihat adalah wanita berjilbab, walau sudah menundukan pandangan, keinginan untuk memandang kembali begitu luar biasa. Rasa malu terbagi menjadi tiga macam, yaitu terhadap Allah, manusia dan diri sendiri. Rasa malu terhadap Allah hal itu terwujud dengan mematuhi perintahperintah dan menjauhi segala laranganNya. Rasa malu adalah buah dari kekuatan iman dan keyakinan. Rasa malu terhadap manusia apabila menjaga pandangan dan
suatu yang tidak halal dari mereka. Menjadikan memiliki harga diri, kebenaran, kemurahan hati, kebijakan dan kejujuran.
Artinya: “ Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasanya kecil yang bisa nampak dari padanya . dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya….’’ ( Q,S. An Nur : 31 ) Kata sebagian dalam ayat tersebut menunjukan bahwa pandangan yang haram adalah pandangan yang berlebihan dari keperluan. Keperluan yang syar’i. Janganlah sekali–kali menganggap remeh dan memudah-mudahkan soal pandangan perempuan pada laki-laki sangat tegas sekali masih (teks) dari sunah yang memerintahkan laki-laki dan perempuan saling berjilbab. Sangat sulit untuk dipraktekan, bahkan pandangan yang bernafsu untuk dituangkan lewat mata. Bukan hanya keimanan lewat aqidah yang diuji untuk para kaum adam bahkan kaum hawa harus biasa lebih ketat lagi. Ada sebuah kisah:
“ Ummu salamah menceritakan bahwa suatu ketika ia bersama Maimunah berada dalam sebuah majelis bersama Rosulullah saw. Kemudian datanglah Abdullah ibn Ummi Maktum, salah seorang sahabat yang buta dan dia masuk ke majelis Rasullullah kemudian bersabda kepada Ummu Salamah dan Maimunah” berjilbablah kalian berdua dari Ibnu Ummi Maktum” mendengar sabda beliau ini Maimunah berkata “ bukankah dia buta sehingga tidak bisa melihat kami, ya Rosullullah ? “ Rosulullah menjawab “ apakah kalian berdua juga buta, sehingga kalian tidak melihatnya ? ( H.R. Abu Dawud, At Tamizi, An Nasa’i dan Al Baihagi). Kepada Ibnu Ummi Maktum yang buta sekalipun, Rosulullah melarang dengan keras. Apalagi memandang kepada lelaki yang sempurna fisiknya. Muda dan tampan. Lirikan mata dan hati benar–benar mudah diambil alih kendalinya oleh syaithan yang berkedudukan didalam. hati-hati memandang laki-laki bisa menaklukkan keimanan. Untuk mengisahkan kaum perempuan hampir sama dengan para bangsawati Mesir yang terpesona memandang Yusuf As., yang tertera dalam Qur’an Surat Yusuf: 31:
Artinya: “ Diundanglah wanita–wanita itu dan dijelaskan bagi mereka tempat duduk kemudian diberikan kepada mereka masing-masing sebuah pisau untuk memotong jamuan. Lalu dia berkata kepada Yusuf ” keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka”, maka takala wanita-wanita itu melihatnya mereka kagum pada keelokan rupa Yusuf, mereka melukai (jemari) tangan dan berkata“ maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia” (Q.S Yusuf : 31)
Sering kali pandangan seorang wanita kepada laki-laki tidak hanya merusak hati yang memandang. Ketika pandangan itu ditambah senyuman genit, lalu pandangan itu dilihat oleh laki-laki yang dipandang mereka yang merasa dipandang, pasti ada lagi hati yang rusak. Hati orang yang merasa dipandang pun bisa hancur menahan perasaan yang kemudian menimbulkan prasangka dan rasa. Sangat perlu sekali bagi pembaca untuk memperingatkan para pria penebar pesona yang membuat risau kaum hawa. Bukan untuk berprasangka buruk, hanya demi keamanan semua. Sering kali para pria tidak sadar kalau telah mambuat para wanita berdebar memberi arti lain lewat senyum, cara bicara dan tingkah laku. Ayat ke tiga puluh satu dari surat An-Nur “.. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya.’’ (Q.S An Nur : 31) menegaskan kriteria kerudung yang syar’i. Kerudung yang diulur sampai ke dada, menutup perhiasan yang tidak selayaknya di pertontonkan oleh wanita beriman. Ini mahkota sejati yang melindungi kehormatannya dunia – akherat. Semua kembali pada akhlaq masing-masing. Tidak hanya kewajiban lakilaki untuk menutup aurotnya. Perempuan memiliki lebih untuk menutupi, karena dengan pakaian penutup aurat. Pakaian indah untuk menutupi, karena dengan pakaian penutup aurat, pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa, lengkaplah sebagian tanda kekuasaan Allah yang agung, agar semakin mempesona. Namun dengan pakaian sederhana pun asalkan menutup aurat itu lebih baik dari pada pakaian penutup auratnya untuk menunjukan kesombongan. A. Berbuka Jadi Lebih Menyenangkan Berbuka puasa untuk orang yang seharian menahan lapar, haus, dan emosi amarah serta menjaga kejujuran ketika buka puasa yaitu bisa makan dan minum tepat pada waktunya, merupakan kepuasan dan kesegaran tidak terkira. Begitu
pula menahan syahwat yang sudah dijaga dengan penuh kehormatan. Bila suatu saat nanti wajib dibuka dengan orang yang layak membukanya akan lebih bermakna. Hubungan seorang wanita dengan pria tidak akan ada yang mengusiknya hanya bila hubungan itu sudah ada pihak ketiga yaitu syaithan. Musuh nyata yang harus diperangi sebelum berbuka. Syaithan, kata Ibnu ‘Abbas, menempati tiga lokasi dalam diri lelaki: pandangan, hati dan ingatan. Sedangkan kedudukan syaithan dalam diri seorang wanita menurut Faqihnya para sahabat ada pada lirikan
mata,
hati
dan
kelemahannya.
Artinya: ‘Wanita-wanita yang kotor adalah untuk lelaki yang kotor dan lelaki yang kotor untuk perempuan yang kotor. Dan wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita yang baik…’(Q.S An Nuur:26). Ada sebuah kisah tentang seorang pemuda, Idris namanya. Ia memulai langkah pengisian usia remajanya dengan tepat dan menantang: mencari ilmu dan berpetualang. Sampai suatu saat ketika dalam perjalanan petualangannya yang panjang, sebuah sungai terbentang dihadapannya. Ya, ia ahrus menyeberangi meski dengan perut lapar. Pucuk dicinta delima. Delima yang terbawa arus itu mendekat, terus mendekat, semakin dekat, dan hap, kena! Tanpa pikir panjang basmallah terucap dan giigtan pertama terkecap. Perlahan kunyahan pertama bergeser ke kerongkongan. Dan saat itu terasa tercekat, ia tersadar, halalkah delima itu? Apa ia sudah meminta ijin pada pemiliknya sehingga delima itu dihalalkan baginya? Bukan soal kecil atau besar, selamanya ia berprinsip takkan pernah sudi tubuhnya kemasukan barang syubhat apalagi haram. Api neraka lebih pantas untuk daging yang tumbuh dari barang haram, bukankah begitu sabda RasulNya?
Ia harus bertemu pemiliknya, pemilik pohon delima itu. Melawan arus, ia susur sungai itu ke arah hulu. Kuyup, berpeluh, terseok, dan sesekali jatuh. Singkatnya, setelah Tanya sana-sini, ia temukan pohon delima di tepi sungai sekaligus rumah pemiliknya. ‘’Ya, satu kunyahan delima itu halal asal kamu mau bekerja merawat kebun delimaku selama sekian tahun…’’kata si pemilik pohon yang bertampang ulama. Hanya segigit tebusannya berat amat? Tapi tidak bagi Idris. Itu jauh lebih ringan baginya dari pada harus menanggung siksaan Allah. Ia sanggup. \Waktu berlalu, hari berganti. Idris menyelesaikan kewajibannya dengan sempurna. Ia pun berpamitan. ‘’Aku ridha kau pergi, tapi sebelumnya kau harus menikahi putriku yang cacat. Dia buta, tuli, bisu, dan lumpuh…Mau?’’ Bencana apa ini? Tapi Idris bertawakal kepada Allah tak pernah menyianyiakan orang yang berbuat baik. Dan benar, saat ditemui si calon istri begitu cantik sempurna. Siapa yang tidak terkejut? Ah, pasti bisa menebak apa makna kiasan dari buta, tuli, bisu, dan lumpuh! Artinya, calon ‘ibunya anak-anak’ ini tak pernah melihat, mendengar, mengatakan dan menuju sesuatu yang haram lagi tercela. Bukankah Allah telah berjanji, dan ia takkan pernah mengingkari: “laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik dan sebaliknya.” Hal ini sangat sesuai dengan yang di cantumkan dalam Qur’an surat An Nuur ayat 26 di atas. Kisah di atas menggambarkan kebaikan seorang pemuda yang merelakan dirinya dengan cobaan yang diberikan untuk dirinya. Dengan ketabahan seorang pemuda bernama Idris tersebut dan akhirnya dia diberi kemuliaan oleh Allah. Karena Idris adalah pemuda yang baik, maka Allah memberinya wanita yang baik. Akan sangat baik sekali bila contoh tersebut diterapkan walaupun tidak sesempurna kisah tersebut. Semua manusia menginginkan dan mendambakan pasangan yang terpelihara kesuciaan dan kehormatannya. Kalau pun ada pasangan yang memiliki masa lalu suram kemudian menutupinya, itu bukanlah dusta, tetapi taubat. Karena masa lalu yang pernah tertipu syaithan di masa yang telah lalu, maka kehinaaan kedua adalah berputus asa dari RahmatNya. Maka tidak perlu berprasangka buruk pada Allah bahwa dosa yang telah di lakukan tidak mungkin diampuni.
Artinya: ‘…Dan jangalah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan orang-orang yang kafir.’ (Q.S Yusuf : 87). Saat manusia sadar, adalah saat paling nikmat untuk menyadari begitu besar kasih Allah. Sangat mahal harga taubat yang menghapus semua kesalahan. Bila ada yang membuka ‘aib yang Allah telah menutupnya, itu merupakan hal tercela. Sebaiknya aib masa lalu biarlah terkubur dan tidak perlu dibuka lagi. Agar menjadi pengalaman berharga yang tidak akan diulangi lagi. Hubungan yang telah Allah gariskan pada masing-masing individu harus di jalankan dengan baik. Bila memang seorang remaja mencintai lawan jenisnya, implementasikan cinta itu dengan kasih sayang karena Allah. B. Menahan Untuk Bersabar Apabila saat ini kita sedang berdiri atau duduk bersama pasangan yang belum disahkan oleh Allah atau melakukan pelanggaran, katakanlah berma’siat dan melanggar larangan-larangan Allah, maka bisa saja terjadi disaat itu pula calon isteri atau calon suami kita sedang melakukan hal yang sama di sudut lain dunia. Rasa sabar sebenarnya ada dalam jiwa setiap manusia. Hal itu dapat terpatri agar dalam menahan disertai dengan ikhtiar. Selain untuk menjaga kehormatan, juga menjaga akhlaknya agar setelah menemukan keinginan hati nanti bukan malu akan keburukan yang dilihat. Di sini adalah bukti bahwa
ketaatan pada Allah menjadi cerminan untuk mendapatkan yang terbaik hingga disertai oleh Nya. Allah telah mengutus para Nabi kepada kaum-kaum mereka dan menjadikannya sebagai ulul ‘Azmi, yakni tabah dan sabar dalam menghadapi kesulitan. Yang paling utama diantara mereka dalam menghadapi kesulitan. Yang paling utama diantara mereka adalah nabi kita Muhammad SAW sudah berapa banyak beliau diganggu, sejak pertama kali diutus hingga wafatnya. Maka beliau sangat sabar karena mematuhi firman Allah Ta’ala. Ada sebuah Kisah dari Akhlaq mulia seorang nabi Allah yang dapat menjadikan contoh teladan dalam memaknai kata sabar. Al-Quran menceritakan umat manusia kisah Yusuf dan Imratul Aziz yang sering dipanggil Zulaikha. Saling keterkaitan antara Yusuf dengan Imratul Aziz tetapi ada. Hanya dalam menyikapi berbeda. Wanita tersebut adalah isteri bangsawan Mesir yang terhormat. Tidak kuasa menahan gejolak syahwat yang menguasainya melihat ketampanan Yusuf, hal itu wajar karena wanitawanita lain sampai tidak merasakan sakit saat mengiris jari akibat keterpanaan dan pesona wajah Yusuf. Namun yang menjadi masalah , Zulaikha tidak sanggup merasakan kehadiran Allah yang Maha Mengawasi. Ia merasa menutup semua pintu sudah cukup untuk bersenbunyi dari rasa malu. Namun sebenarnya ada satu pintu yang tidak pernah bisa ditutup , pintu yang menghubungkan setiap gerak gerik siapa saja dengan penglihatan Allah. Hal Zulaikha dengan Yusuf. Yusuf pun sebenarnya sudah bermaksud bila ia tidak melihat tanda Rabbnya. Namun fitrah diri yang selalu menjaga kesucian mengajarkan sebuah kesertaan Allah yang dimaknai sebagai pengawasan agar tidak berbuat sesuatu yang mengundang murka Ilahi. Dengan pengawasan tersebut manusia akan berusaha hidup dalam keshalihan . Karena kita lebih pantas malu dan takut kepada Allah yang selalu lebih dekat dari apapun.. Pilihan yang diambil Yusuf atau siapapun kaum Adam nanti adalah penjara yang akan mengungkung segala kemerdekaan. Hal ini bukan pilihan bodoh. Karena penjara berupa benteng untuk menjaga diri dari fitnah. Syaithan.
Fitnah yang akan disadari adalah rahmat Allah yang bisa menyelamatkan baik dunia maupun akhirat.
Tanpa rahmat Allah
siapapun , akan cenderung
melakukan hal bodoh sesuai keinginan. Ketika nafsu
dan syahwat
begitu
menggebu -gebu tetap akan ada
kesucian yang harus di pertahankan mati-matian. Sangat berat perjuangan nya, itu adalah perjuangan para pemilik kesabaran untuk menghargai kehormatan yang dimiliki. Dengan menyambung jiwa guna menegakkan sifat malu dengan kesertaan Allah. Itu adalah sebuah nikmat yang tidak akan bisa diukur dengan neraca dunia.
Artinya : ‘’Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. “ (QS. Al baqoroh : 153). Sabar itu hanya sebentar sambil menunggu saat bebuka, kalau dirasakan sangat lama bandingkan dengan kesabaran kelak menghadapi
neraka Allah.
Dalam ayat tersebut mengajarkan sabar dan shalat sebagai penolong. Sabar dan shalat disebut bersamaan karena perpaudan ini merupakan mata air yang tidak pernah kering dan bekal yang tidak pernah habis, akan menjadi bekal hati di hari berikutnya,
sehingga tali kesabaran begitu
amat panjang, disamping
kesabaran ada pula ridha, suka cita, tenang percaya dan yakin. Shalat
adalah hubungan langsung antara
manusia
yang fana dan
kekuatan yang abadi. Dapat diibaratkan bahwa shalat adalah waktu yang telah dipilih untuk pertemuan setetes air yang terputus dengan sumber yang tidak
pernah kering. Dengan shalat kita akan semakin mengingat Allah dan dekat padaNya. Kuncinya adalah sabar untuk benar-benar mendapatkan keinginan hati yang dinanti. Dalam penungguan kesabaran itu bila menemukan yang hanya namun tidak cocok, coba lagi dengan tidak lepas meminta ridha Allah. Terus berdoa dan ber ikhtiar dalam perjuangan. Dalam penantian tersebut mintalah pada Allah agar mendapatkan pujaan hati yang dapat menjadi pemimpin keluarga yang bersabar pula. Untuk urusan segala hal. Karena dalam janji Allah tidak pernah ingkar. Kita meminta yang baik, Allah akan berikan yang terbaik. manusia menginginkan yang bagus, Allah ijinkan kemuliaan.
Artinya : ‘Wahai Rabb kami, dan berikanlah kepada kami apa-apa yang telah kami engkau janjikan kepada rasul-rosulmu dan jangan engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya engkau tiada pernah mengingkari janji’ (Qs. Ali ‘Imran : 194). 4.1.1.3. Indahnya Sudah Jadian Dalam bagian ke tiga di buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” masih sama dapat bagian yang lain, terdapat tiga bab . Dalam bagian ini ada tema “Dan Cicipan Surga Itu Pun Menjadi Sadaqoh Berpahala”. a. Bersediakah, Ukhti Menjadi Ustadzah, Rumah Ini ? b. Eh, kita udah jadian Lho! c. Ikrarkan bersama, untuk tetap di jalanNya .
Hanya sekedar mengingatkan jangan sampai bergabung dengan komunitas iman hanya agar bisa mendapatkan istri. Mungkin akan memperolehnya namun hanya istri yang diraih esensinya bukan karena Allah bila salah terlanjur bergabung hanya tergantung akhlaq pribadi masing-masing remaja untuk menyikapi, karena belum tentu orang yang akrab tersebut akan menjadi jodoh dunia - akhirat. Ada kisah yang akan memberikan pelajaran sangat berharga dari Bilal bin Rabah, muadzin kecintaan rosulullah itu tentang meminang. Ketika ia bersama Abu Ruwaihah menghadapi kabilah khaulan. Bilal mengemukakan: “Saya ini bilal dan ini saudaraku. Kami datang untuk meminang. Dahulu kami berada dalam dalam kesesatan kemudian Allah memberi petunjuk . dahulu kami budak –budak belia. Lalu Allah memerdekakan..” “Jika pinangan kami diterima kami panjatkan ucapan alhamdulilah, segala puji bagi Allah dan kalau anda menolak, maka kami mengucpakan Allahu akbar, Allah Maha Besar”. Jika pinangan saya ditolak, maka segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan, mempertemukan hati, mengaruniakan ridha dan kepercayaan jika tidak, Allah lah yang maha besa, yang pasti menjadikan jalan keluar dan mengaruniakan riski dari jalan yang tak disangka–sangka bagi hamba Nya yang bertakwa. Untuk menikmati ta’aruf dan khitbah bila dihayati dengan benar sungguh begitu sangat nikmat. Yang harus di waspadai adalah ketika getar dihati itu diubah oleh syaiton menjadi prasangka yang menyesatkan. Ada hal lain esensi dalam ta’aruf: kepercayaan, keyakinan dan kejelasan. Agar tidak ada prasangka dan tajassus (mematai untuk mencari aib). Ini yang membedakan antara ta’aruf dengan tajassus. Manusia di perintahkan untuk melihat agar tumbuh ketertarikan, bukan untuk mencari kekurangan dan aib yang pasti ada tanpa dicari sekalipun.Islam mengingatkan pada semua manusia untuk tidak melupakan hal
penting yang dilarang mengkhitbah wanita yang ada dalam pinangan saudara sesama mu’min. Setelah semua dilaksanakan dari berta’aruf, mengenal lebih baik, menentukan hari jadi. Hari yang paling ditunggu setiap pasangan. Tidak ada hari yang lebih indah dan bermakna selain hari penentuan tersebut. Ketika pasangan merasa yakin akan janji yang diucapkan. Itu kembali pada niat dalam hati akan dibawa kemana hubungan yang direstui selain oleh orang tua juga Allah. Banyak malaikat menjadi saksi. Bisa dikatakan tiba saat untuk berpacaran bagi yang sudah mengucapkan akad. Ini akan berpahala, tanpa hambatan sesuai selera dan kesepakan bila diniatkan dalam hati. Kalau dulu memandang dan menyentuh sedikitpun tidak dihalalkan. Maka untuk kali ini mau saling melotot, saling berdekatan dan apapun boleh tergantung selera kesepakatan Dibawah ini ada beberapa ekspresi pacaran generasi mulia dalam memaknai ikatan cinta yang suci, abadi dan halal: “ Setiap kenikmatan yang membantu terwujudnya kenikmatan di hari akhir adalah kenikmatan yang dicintai dan diridhai Allah subhanahu wa ta’ala. Pada hadir kenikmatan itu akan merasakan kenikmatan dalam dua segi. Pertama perbuatan tersebut menyampaikan dirinya kepada ridha Allah selain itu akan datang pula kepadanya nikmat-nikmat lain yang lebih sempurna’’ (Ibnul Qayyim Al Jauziyah) A. Bersediakah Menghiasi Rumahku dengan Cinta Islam membolehkan seorang suami bersanding damping dengan beberapa isteri bukan tanpa alasan. Banyak alasan agar tidak menjadi perdebatan, peneliti mengulas sedikit saja. Islam sangat mengerti bahwa jumlah perempuan yang semakin besar prosentasenya menumbuhkan kecemasan. Karena banyak tersebut,
bila tidak tersalurkan karena kebutuhan psikologis maka bisa saja timbul kerusakan. Walaupun begitu, tetap Islam mensyaratkan keadilan.
Artinya: ‘…Maka nikahilah wanita-wanita yang kalian sukai, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak akan bisa berbuat adil maka nikahilah seorang saja, atau budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat zhalim’.(Q.S An Nisa: 3). Ajaran yang ditetapkan Islam tidak akan menjerumuskan manusia pada jurang nista. Dengan akhlaq terpuji akan lahir anak-anak yang jelas dengan nasab yang jelas pula. Bahkan Islam mengajarkan do’a sebelum berji’ma, supaya syaithan tidak memiliki andil di dalamnya. Agar hubungan selalu terjalin bahagia, sebaiknya tidak perlu mengungkit-ungkit hal-hal yang akan menjerumuskan pada pertengkaran. Bila telah yakin akan pasangan hidup yang siap menghuni rumah idaman, mantapkan langkah tersebut. Bila ada masalah, selesaikan dengan jalan damai dan tidak membuka hal buruk terlebih menuduh atau berprasangka lebih jauh. Karena hal itu akan merusak kepercayaan, keyakinan, dan kejelasan. Seperti halnya dalam ta’aruf yang begitu penting dilakukan, jangan melakukan tajassus (memata-matai mencari aib). Sebelum menuju pernikahan, diawali dengan ta’aruf yang dapat memantapkan hubungan di antara lawan jenis juga pihak keluarga. Setelah pernikahan itu terjadi banyak hal yang akan di hadapi. Bukan hanya ketenangan dan kebahagiaan saja namun juga kerikil tajam berupa permasalahan yang bila
tidak diselesaikan dengan baik dan bijak akan hancur. Maka bila menginginkan hubungan yang harmonis buatlah pasangan nyaman berada disisi kita. Cinta memang dapat membutakan namun jangan buta karenanya. Kedekatan antara suami-isteri dapat dilakukan kapanpun dan saat apapun, seperti saat makan, di waktu mandi, ketika menjelang tidur, bahkan sampai saat maut menjemput. Mempersiapkan seorang wanita sebelumnya tidak kita kenal lalu berta’aruf dan jadi itu bukan hal mudah menyatukan dua prinsip yang berbeda. Disini peran utama kepala rumah tangga yang dapat meluluhkan ‘batu karang’ sekeras apapun dalam diri isteri. Memuji pasangan yang akan menjadi ustadzah rumah idaman nanti, itu juga perlu dilakukan. Tidak perlu berlebihan. Terkadang hal remeh yang sering diabaikan. Seperti saling memberi pendapat apa yang digunakan isteri, walau tidak cocok jangan secara langsung dilecehkan atau dicela. Rosulullah begitu besar rasa cintanya pada isteri. Cinta yang menumbuhkan kepercayaan dan saling pengertian. Banyak hal-hal kecil yang dapat di lakukan berdua. Bila saat belum menikah dahulu sering dilakukan seperti pergi berdua, cubitan, nonton, memijit hidung, dan hal lain, tidak akan ada larangan bahkan dihalalkan bila dilakukan setelah halal diresmikan. Lakukan agar menjadi ibadah. Satu hal yang membuat hubungan berjalan lancar, kepercayaan penuh dan saling pengertian agar di pegang erat. Sistem perilaku dalam ajaran akhlaq merupakan konsep atau seperangkat pengertian yang mencerminkan struktur dan pola perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan. Akhlaq yang berkualitas ihsan adalah
akhlakul
karimah
disebut muhsin. Secara kebahasaan akhlaq bisa baik atau buruk tergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosial ”orang yang berakhlaq“ berarti orang yang berakhlaq baik. B. Menikmati Syurga Dunia Akhlak Rasulullah yang mulia diakui oleh seluruh umat Islam di belahan dunia manapun bahkan Al Quran menerangkannya. Hadist-hadist Rasulullah dapat menjadi pelajaran berharga bagi manusia walaupun manusia itu pernah mengalami sebuah kegagalan. Awalnya dari niat , karena Allah memang selalu mengawasi niat yang terbersit untuk dijadikan pertanyaan pertanggung jawaban . Juga karena Allah meletakkan karunia balasan pada niat yang diteguhkan. Sesuai pada sebuah Hadits:
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya
dan bagi tiap-tiap orang terdapat balasan sesuai dengan niatnya….” ( HR Al Bukhari dan Muslim). Awalnya semua
hal dari niat. Niat
ketika
berazzam
untuk segera
menjalani kebersamaan suci dalam naungan ridha Ilahi. Ketika menetapkan kriteria pasangan pun dengan niat. Tidak ada pula untuk memulai sebuah proses yang bersih tanpa interaksi yang mubadzir dan merusak hati. Semua bila diawali dengan niat baik, hasilnya akan baik. Sebaiknya untuk menikahi seseorang yang ditunjuk bagi diri seseorang adalah benar-benar yang memiliki ketaqwaan dan akhlak karena Allah. Bukan karena ingin di pamerkan atau termotivasi. Cinta yang suci butuh sebuah pengorbanan hingga suatu saat nanti Allah akan memilih pasangan yang tepat untuk dunia dan akhirat. Tidak ada yang lebih indah di dunia ini dari akhlaq
seseorang yang berjihad di jalan Allah. Kalau memang sudah menemukan, segera muliakan dengan niat. Hal itu harus berdasarkan cinta agar tidak ada rasa sakit hati di kemudian hari. Rasulullah begitu besar rasa cinta pada isteri. Cinta akan menumbuhkan kepercayaan dan saling pengertian. Bukan curiga berlebihan, penyelesaian segala masalah di pecahkan bersama. Tidak perlu mengungkit permasalahan yang telah lalu karena Allah memang sudah menutupnya. Mencari aib keluarga bukan jalan keluar yang adil. Komunikasi dan kasih sayang serta perhatian sangat baik untuk dijalankan. Ada sebuah kisah untuk mengawali komunikasi bukan amarah yang tidak adil hingga menyakiti sepihak atau memata-matai tanpa harus didiskusikan. “ Ummu Salamah Binti Milhan nama wanita itu ia yang dinikahi Abu Thalhah Al Anshari dengan mahar ke Islaman calon suaminya. Kisah agung pernikahan suci mereka berlanjut hingga saat mereka sah sudah dikaruniai putra. Para penulis hadist mengabdikan kisah singkatnya putra semata wayang dari kedua pasangan mulia ini, suatu hari putra Abu Thalhah dan ummu Sulaim sakit keras semakin hari semakin parah saja. Tampaknya, sedangkan Abu Thalhah harus tetap menjalankan usaha perniagannya. Allah berkehendak mengambil kembali anak kecil itu dari hadapan Abu Thalhah dan Umu Sulaim. Ketika sang ayah tidak ada dirumah. Ummu Sulaim berkata kepada keluarganya, “janganlah kalian memberi tahukan kepada Abu Thalhah akan kematian putra kesayangannya. Biar aku sendiri yang akan menyampaikannya.” Jasad sang putera pun ditempatkan di ruangan tertutup. Kemudia Ummu Sulaim mengenakan busananya yang paling bagus. Dia merias dirinya secantik mungkin dan memasak makanan istimewa kesukaan Abu Thalhah, ketika pulang , Abu Thalhah segera menanyakan bagaimana keadaan sang petera yang ditinggalkan dalam kondisi sakit Ummu Sulaim menjawab. “ Dia sekarang jauh lebih tenang dari pada sebelumnya. “ jawab ini sangat melegakan bagi Abu thalhah, padahal itu yang dimaksud ummu Sulaim jauh lebih tenang dari yang sebelumnya berbeda pemahaman Abu Thalhah. Karena merasa tenang naka Abu Thalhah menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh isterinya. Setelah itu sang isteri memperlakukan ya dengan sangat mesra layanya pengantin baru. Lalu “Shadaqohpun selesai ditunaikan Abu Thalhah hingga ia merasa tenang dan tentram, luar biasa wanita ini, ia pun
sebenarnya dirundung duka begitu dalam tetapi ia ingin agar beban kesedihan dan nestapa yang akan segara didengar suaminya agak terkurangi dengan sambutannya malam ini. “ Wahai Abu Thalhah …”. Kata Ummu Sulaim kemudian. ‘ bagaimana pendapatmu, sekiranya ada orang yang menitipkan sesuatu kepada orang lain untuk suatu masa tertentu. Kemudian ketika si pemilik itu hendak mengambil barangnya kembali, patutkah jika orang yang dititipi barang itu keberatan. “ Sebenarnya tidak boleh begitu kata Abu Thaltah . “ ia menjawab untuk segera mengembalikan barang itu kepada pemiliknya dengan penuh keikhlasan bukankah barang itu memang bukan miliknya. Ummu Sulaim kemudian mengatakan”, kalau begitu ketahuilah bahwa putra kita adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita. Ikhlaskanlah putramu karena kini sang pemilik telah mengambil barang titipannya. Abu Thalhah marah dan dongkol sekali. Bagaimana bisa tadi dia makan dengan sangat lahap kemudian bermesraan bagaikan pengantin baru padahal putra terkasihnya terbujur kaku di kamar sebelah. “ mengapa baru sekarang kau katakan ? Mengapa sejak tadi kau diam saja ? sampaisampai keadaan kita berdua sudah seperti ini. Paginya dengan menahan kesalihan, keharusan dan kejengkelan pada isterinya, Abu Thalhah pergi dengan menahan kesalihan , keharusan dan kejengkelan pada isterinyam Abu thalhah pergi menemui Rosulullah Shalalhu alaihi wasalam. Dia laporkan apa yang telah dilakukan Umu Sulaim kepadanya. Sungguh agung, rasullullah mulia itu justru bersabda. “ Pengantinnankah kalian berdua semalam? mudah-mudahan Allah memberikan barokahNya untuk kalian berdua pada malam yang telah kalian lalui bersama.” Benartah yang beliau sabdakan tak lama kemudian Ummu Sulaim mengandung dan ketika lahir sang bayi ini diberi nama Abdullah. Perawi hadist ini berkomentar “Aku telah mendapatkan informasi bahwa Abdullah memiliki sembilan orang putera yang kesemuanya adalah dari penghafal Al Quran. Inilah barokah malam itu. Inilah yang dilahirkan oleh seorang wanita mudmainah lagi shalikhah.” (HR Al bukharim muslim dan Abu Daud). Pelajaran ini begitu indah bila untuk dilupakan begitu saja, ketegaran seorang isteri seperti Ummu Sulaim dan kecerdasannya menyikapi kondisi, sangat luar biasa. Ummu Sulaim tidak mudah panik, meratap dan pilu mendapati kematian putra kesayangannya. Justru menjadi orang yang paling tenang dan menenangkan orang yang paling kuat dan menguatkan orang yang paling tegar dan meneguhkan.
Dapat dibayangkan bila terjadi pada diri kita yang sudah lelah dari berpergian, lalu didepan ada wanita yang menangis tanpa tahu sebabnya. Ummu Sulaim Radhiyallahu Anhu. Akhlaq yang dimiliki Ummu Sulaim menjadi akhlaq yang perlu dicontoh, kebaikannya. Ummu tidak berkata apapun terlebih menangis meraung didepan suaminya yang sedang sangat lelah., dipenuhi kekhawatiran dan gelisah. Justru dihidangkan yang terbaik, berdandan dengan sangat cantik serta memberikan waktu dan dirinya agar sang suami kenyang dan tenang, puas dan rilek. dalam kondisi emosi suami yang paling stabil, baru menyampaikan berita tersebut dengan bahasa yang sangat empatik. Salah satu yang membedakan ikatan suci pernikahan Islam dengan yang lain, yang mengangkatnya ke ketinggian ufuk ukhrawi adalah bahwa ikatan ini merupakan inspirasi meraih jodoh. Akan mengangkat dan menyatukan bagi mereka yang sadar dalam keterkaitan kebutuhan biologis, psikologis ataupun logis tetapi juga memiliki makna akan kebutuhan masa depan yang lebih baik. Cara mu’min memandang masa depan, bahwa kematian bukanlah akhir kehidupan tetapi pintu menuju masa tunggu dan kehidupan baru. Menunggu hingga seorang
mu’min dibangkitkan
dengan gembira
dan seorang
kafir
dibangkitkan sengsara. Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’, judul yang benar-benar bahasa dakwahnya untuk masyarakat. Betapa sebenarnya mewakili rasa ketersinggungan atas penyalahgunaan makna cinta, untuk menjaga dan mengajak kesucian bagi yang sedang menanti pernikahan.
4.1.2
Pengkualifikasi Pesan Dakwah dalam Buku ” Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”. Pesan Dakwah telah penulis bahas pada keseluruhan di Bab IV. Penulis sengaja hanya menghadirkan materi Akhlak, karena hampir semua yang terdapat dalam buku tersebut ajaran akhlak. Penulis mencoba untuk lebih mengklasifikasikan lewat table agar memudahkan pembaca untuk mencari pesan dakwahnya.
No
Bagian
Pesan Dakwah
1.
Ketika cinta hadir
¾ Cinta
¾ ‘Sup kaldu yang
Ajaran cinta ¾ Cinta
bagi
manusia
menyembah
bumbunya
Allah
atau
dimakan dulu’.
mencintai
manusia
kepada Allah adalah
manusia
ajaran
seseorang
Ajaran
itu
dapat
dipisahkan
karena Allah.
tasawuf. tidak
dengan ajaran akhlak berhubungan
erat
sekali. ¾ Amar
ma’ruf
munkar, bertaqwa
nahi
manusia berakhlak
mulia. 2.
Cinta
itu
sebuah nafsu
bukan
¾ Malu
¾ Malu dan al’ayyu mirip iman.
dua
cabang Lebih
¾ ‘Indahnya menahan berbuka
mengarah
pada
saat
aqidah. Malu juga
penuh
bagian dari akhlak
kejutan’.
seorang
muslim
karena ketaatan pada Allah. ¾ Menjaga syahwat / ¾
Perbuatan
mulia
bagi semua kaum
kehormatan
dalam mempertahankan akhlaknya . ¾ Ketabahan
¾
Malu ialah pokok segala keutamaan dan sumber segala adab.
Maka,
manusia
wajib
berakhlak dengan rasa malu. ¾ Menahan bersabar
untuk ¾
Tabah dan sabar adalah ahlaq yang dimiliki para nabi dan serta
rasul
Allah
makhluk-
makhluk Allah lain yang
mau
mengerti. 3.
Indahnya
sudah
¾ Esinsi
ta’aruf ¾ Berbeda
dengan
jadian.
kepercayaan,
ta’aruf, ( memata-
‘Dan cicipan surga
keyakinan, kejelasan.
matai mencari aib)
itupun
menjadi
tajassus
shadaqoh berpahala’.
jauh
dari
akhlak mulia . ¾ Menahan amarah ¾ Ikhlas
¾ Pengendalian nafsu amarah ialah bagian akhlak. Tetap ikhlas mengharap ridhoNya
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa karya ini sarat akan pesan dakwah: •
Dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah memuat ajaran tentang akhlaq. Sabar dan ikhlas masuk pada akhlaq yang sangat luar biasa bila manusia memilikinya. Dan hal inilah yang ingin disampaikan seorang Salim dalam karyanya. Berusaha mengajak pembaca untuk mendekatkan diri pada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan melakukan perbuatan terpuji. Dalam sebuah hubungan antara manusia, dalam hal ini ialah laki-laki dan perempuan (lawan jenis) bukan hubungan yang mendekati zina.
•
Cinta yang dianugerahi Allah bukan untuk disalah artikan. Dalam cinta ada nafsu namun bukan berarti nafsu itu diumbar. Semua ada prosesnya hingga menuju halal yaitu menahan dan bersabar serta ikhlas dalam membentuk diri.
•
Adanya kisah dalam hadits maupun al-Qur’an, menuntun dan menuntut pembaca pada arah yang lebih baik membina komunikasi dan hubungan.
•
Menerapkan dengan tegas perbedaan antara pacaran yang jelas haram hukumnya, dengan ta’aruf demi kemaslahatan.
Buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah merupakan sebuah karya sastrawan muda muslim yang inovatif. Tiga bagian dan sembilan bab yang mewakili penelitian penulis. Pesan yang termuat di dalamnya bukan untuk mendikte namun bercermin pada kita sudahkah memahami akan cinta. Selain itu menahan dan bersabar serta ikhlas dalam membentuk diri. Di era globalisasi seperti saat ini, dakwah Islam di hadapkan pada persoalan yang beragam akan permasalahan umat, terlebih para remaja yang baru menginjakkan umurnya menuju pendewasaan. Dengan media massa dan elektronik dapat diperoleh informasi mengenai berbagai dekadansi moral yang akhir-akhir ini sering terjadi dan entah kapan akan berlangsung., seperti pornografi dan seks bebas. Maka sangat diperlukan sarana media massa yang baik dan mampu memberikan alternative, lewat pesan-pesan ajaran Islamnya. Buku sebagai media cetak mampu memberikan kekuatan karena digemari oleh khalayak, terlebih bila dikemas dengan menarik lebih memberikan efek yang positif. Terbukti dengan banyaknya buku yang visi dan misinya untuk segmen remaja maupun umum, sangat digemari. Hingga persaingan yang semakin ketat dikalangan penerbit. Salah satunya ialah buku ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah yang telah beberapa kali mengalami cetak ulang, cukup relevan serta melengkapi berbagai media yang telah ada, dalam upaya mencapai tatanan masyarakat yang Islami. 5.2 Saran-saran Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap pesan dakwah dalam buku ‘Nikmatnya Pacaran setelah Pernikahan’ karya Salim A. Fillah
dalam pengembangan pesan-pesan spiritual Islam, khususnya buku ini maka ada beberapa hal yang penulis ajukan sebagai saran diantaranya: 1. Sebaiknya setiap da’i agar mengoptimalkan metode penyampaian dakwah dengan kisah para Rasul maupun sahabatnya yang dapat di ambil dari ajaran al Qur’an dan al Hadits. 2. Kepada masyarakat untuk memanfaatkan perkembangan media yang ada baik media cetak maupun elektronik karena dapat dijadikan sarana dakwah. 3. Pendidikan dalam keluarga adalah yang pertama dan utama guna mengoptimalkan perhatian dan pengawasan terhadap putra putri yang akan mendapatkan perbedaan budaya keluarga dengan lingkungan, disinilah peran orang tua agar pandai menjadi sahabat yang baik bagi anak anaknya. 4. Penulis atau sastrawan sebagai pengarang karya sastra sekaligus dapat menjadi seorang da’i yang dapat diteladani lewat karya yang sangat mendidik. 5. Penelitian yang penulis lakukan masih banyak sekali khilaf dan kurang dari kesempurnaan. Diharapkan agar penelitian selanjutnya lebih baik dari penelitian sebelumnya sebagai bagian dari ilmu dakwah. 5.3 Penutup Alhamdulillahirobbil’alamiin penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT yang senantiasa mengkaruniakan segala rahmat dan hidayah kepada para hambaNya, terlebih pada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Begitu
banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Maka penulis sangat berharap saran dan kritik yang mambangun agar dapat memperbaiki kekurangankekurangan. Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada kita agar selalu mendapat anugerah dalam segala aktifitas dan jalan yang ditempuh mendapat ridhoNya.
DAFTAR PUSTAKA Almaududi, Abul Ala, 1992. Kejamkah Hukum Islam. Jakarta. Gema Islami Press. ‘Aidh al-Darni. 2004. La Tahzan. *Diterjemahkan Samson Rahman. Jakarta. Qisthi Press. Anisah, Siti. Pesan Dakwah Dalam Novel “ Pingkan Sehangat Matahari Musim Semi “ Karya Maimun Herawati. Skripsi IAIN Wali Songo. Arifin, Syamsir. 1991. Kamus Sastra Indonesia. Padang. Penerbit Angkasa Raya. Arifin, Galih Fathul. 2005. Pesan Dakwah Dalam Naskah Teater ( Analisis Naskah Pementasan Teater Wadas Periode 2000-2003 ). Skripsi IAIN Wali Songo Semarang. Arsyad, Azhar. 1996. Media Pembelajaran. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Baradja, Al Ustadz Umar. 1993. Bimbingan Akhlaq. Surabaya. Penerbit YPI “Al Ustadz Umar Baradja”. Bachtiar. 1997. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. Internet. 2005. Hukum Pacaran.www.mail-archive.com/assunnah. @yahoogroups.com. Semarang. Internet. Dakwah Is. SJ Dakwah. 2006. http://majalah.al dakwah.org/artikel.php?art=utama edisi=002&urutan=01. Semarang. Iswati, Veronica dkk. 1993. Kamus Terampil Berbahasa Indonesia. Bandung. Penerbit Angkasa. Kamil, Muhammad. 2006. Fiqih Wanita. Jakarta Timur. Pustaka Al- Kautsar. Mahasiswa Angkatan 2003, 2005. Pacaran Sebagai Upaya Memilih Jodoh. Semarang. Departemen Agama IAIN Wali Songo. Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta. Gema Insani. Munir. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta. Penerbit: Prenada Media. Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya. Moleong. 2000. Metode Penelitian Kulitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya.
21
Mu’adz Thariq, Abu. 2003. Aqidah Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta. Panerbit Buku Islam Najla Press. Muhdlori, Muhammad. 2005. Pesan Dakwah Zakiah Daradjat Tentang NilaiNilai Moral di Indonesia. Skripsi IAIN Wali Songo Semarang. Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Rake Sarasin. Mubarok, Zaki. 2001. Akidah Islam. Jogjakarta. UII Press. Munir, Muhammad dkk. 1996. Ideologi Gerakan Dakwah. Jogjakarta. SIPRESS. Nata, Abuddin. 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Onong, Uchana Efendy. 2000. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT Citra Aditya Bhakti. Pimay, Awaludin. Dakwah Humanis. Semarang. Rasail. Purwadinata. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Balai Pustaka. Rahmat, Jalaludin. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung. Edisi Revisi. PT Remaja Rosdakarya. Rohayah (1100006). 2005. Mengutip Buku Hafi Anshari halaman 146. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah. Fillah, A Salim. 2003. Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan. Yogyakarta. ProU Media. Sanwar, Aminuddin. 1984. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Siahaan. 1990. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya. Jakatta. PT. Gunung Mulia. Soejono. 1996. Metodologi Penelitian. 13. Soehartono, Irawan. 1998. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung. Remaja Rosdakarya. Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung. Remaja Rosdakarya.
22
Toha, Agus dkk. 1990. Komunikasi Islam Dari Zaman ke Zaman. Jakarta. Penerbit Arikha Media Cipta. Umary, Barmary. 1984. Azaz-azaz Ilmu Dakwah. Solo. Ramadhani. Washfi, Muhammad. 2005. Mencapai Keluarga Barokah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta. P.T Rineka Cipta. Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur’an, 1993. Al Qur’an dan Terjemahannya. Depag RI. Surabaya. Surya Cipta Aksara.
23
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Nama
: Risma Dewi Malasari
NIM
: 11 03 008
Alamat
: Desa Tanjung Sari. Rt.03 Rw.01 No.32, Kec. Bulus Pesantren Kabupaten Kebumen, 54391.
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 04 Oktober 1983 Riwayat Pendidikan : * SDN Taktakan Serang-Banten hingga kelas 1V * SDN Tanjung Sari- Kebumen lulus tahun 1998 * SLTP Negeri V Kebumen lulus tahun 2000 * MAN II Kebumen lulus tahun 2003 * IAIN Fakultas Dakwah masuk tahun 2003 Demikian Daftar Riwayat hidup saya ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat dipergunakan sebagai mana semestinya.
Semarang, 09 Februari 2009
Risma