BAB III Buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah Pada bab ini berisi gambaran umum buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah yang meliputi biografi Salim A. Fillah, karakteristik buku Dalam Dekapan Ukhuwah serta pokok-pokok isi kandungan buku Dalam Dekapan Ukhuwah. A. Biografi Salim A. Fillah Salim A. Fillah adalah seorang penulis muda yang bernama lengkap Salim Akhukum Fillah, ia mempunyai motto “Hidupku untuk-Mu apalagi matiku” dan mempunyai hobi membaca, mendengar, jalan-jalan, melihat dan menulis. Beliau lahir di kota Yogyakarta pada tanggal 21 Maret 1984. Salim A. Fillah tinggal di Jl. Jogokariyan 18 MJ III/547 RT 34 RW X Mantrijeron Yogyakarta bersama istrinya Dwi Indah Ratnawati, S. Kom dan satu anaknya yang bernama Hilma „Aqila Mumtaza.1 Dalam menempuh jenjang pendidikan, Salim A. Fillah selama duduk di SD SDN Pergiwatu Wetan kemudian melanjutkan di SMP N 2 Purworejo dan melanjutkan di SMA N 1 Yogyakarta pernah mengikuti berbagai lomba kepenulisan. Diantaranya lomba cerpen, puisi, karya tulis ilmiah, artikel lepas, esai, sayembara novel dan lainnya. Hampir setiap
1
SalimA.Fillah,“BiografiSalimA.Fillah”,http://www.goodreads.com/author/show/710334. Salim_Akhukum_Fillah. Diakses, 16 April 2015.
41
42
informasi lomba kepenulisan yang datang kesekolahannya, Salim A. Fillah mencoba untuk mengikutinya.2 Kemudian beliau memperoleh gelar sarjana dari Jurusan T.E Universitas Gajah Mada, kemudian melanjutkan studi magisternya di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Psikologi FISHUM. Selama duduk di bangku sekolah dan perkuliahan beliau pernah menjabat sebagai ketua II OSIS SMA N 1 Yogyakarta, ketua komite Dakwah Jaringan Kerja Pelajar Islam, Staf Departemen Pemberdayaan Pelajar LP3M Ash Shohwah, Staf Biro Da‟wah Forum Silaturrahim Remaja Masjid Yogyakarta, Departemen Pembinaan KSAI Al-Uswah, Biro Pembinaan Kader Muballigh Takmir Masjid Jogokariyan, Staf Bidang Media Opini Kota Yogyakarta, Sekretaris Eksekutif LSDM The Youth Muslim, Presidium LK The Keyboarders dan Pengasuh Program Kajian Pranikah MQ 92,3 FM Yk.3 Seperti yang disebutkan di atas, Salim A. Fillah merupakan seorang penulis muda yang sangat produktif. Beliau dikenal sebagai penulis muda yang cerdas memadukan dalil dengan kisah, norma dengan hikmah, dan membingkainya dalam nuansa sastra yang kental. Gaya bahasanya mudah dipahami dan membuat pembaca tertarik untuk membacanya. Produktifitas Salim A. Fillah dapat diketahui dari sejumlah karyanya dalam berbagai buku yang ia tulis seperti, Nikmatnya Pacaran 2
Ibid.
3
Ibid.
43
Setelah Pernikahan terbitan tahun 2003 dan sudah dicetak ke XII kalinya, Agar Bidadari Cemburu Padamu terbitan tahun 2004 sudah dicetak ke X kalinya, Gue Never Die terbitan tahun 2005 sudah dicetak ke IV kalinya, Barakallahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta terbitan tahun 2005 sudah dicetak ke III kalinya, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim terbitan tahun 2007 sudah dicetak ke IV kalinya, Jalan Cinta Para Pejuang terbitan tahun 2008, Dalam Dekapan Ukhuwah terbitan tahun 2010 sudah dicetak VIII kali, Menyimak Kicau Merajut Makna terbitan tahun 2012 sudah dicetak ke II kalinya, Menikah Memuliakan Sunnah terbitan tahun 2013 dan untuk tahun 2014 beliau menulis buku berjudul Berlapis-lapis Keberkahan. Dari semua karya-karyanya di atas sebagian besar diterbitkan oleh Pro-U Media Yogyakarta.4 Dahulu ketika masih duduk di bangku sekolah Salim A. Fillah pernah mencoba mengirimkan berbagai tulisannya ke media, seperti artikel-artikel lepas, opini, puisi dan cerpen, tetapi hingga beliau lulus sekolah tidak satupun pernah dimuat sama sekali dalam media masa. Maka hingga saat itu, tulisan Salim A. Fillah hanya menjangkau teman-teman sendiri, lewat buletin yang ditulis sendiri dan di-layout sendiri, diperbanyak sendiri dan diedarkan sendiri.5
4
SalimA.Fillah.”DalamDekapanUkhuwah”.http://www.duniaparcelbuku.com/product/22/ 218/Dalam-Dekapan-Ukhuwah/?o=terbaru. Diakses 12 September 2014. 5
Ibid.
44
Semangat Salim A. Fillah yang sangat besar dan tidak pernah putus asa, pada akhirnya mengantarkan tulisan-tulisan beliau kepada sosok Muhammad Fanni Rahman. “Beliau adalah orang yang sangat baik yang Allah pertemukan dengan saya diaktivitas dakwah remaja masjid se-Kota Yogyakarta” ujar Salim A. Fillah ketika diwawancarai oleh tim Pro-U Media. Salim A. Fillah bersyukur karena tulisan-tulisannya menjadi salah satu pemantik kecil yang membawa Muhammad Fanni Rahman pada sebuah keputusan penting yaitu mendirikan Penerbit Pro-U Media.6 Buku pertama Salim A. Fillah adalah buku pertama Pro-U Media. Beliau
menulis
buku
Nikmatnya
Pacaran
Setelah
Pernikahan,
diterbitkannya di Pro-U Media, karena menurut beliau Pro-U Media tidak hanya menerbitkan buku, melainkan juga menerbitkan harapan akan kebangkitan Islam dan percaya bahwa dari sekecil apa pun usaha kita Allah akan memberkahi setiap ikhtiar dakwah.7
B. Karakteristik Buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah Dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah ini terdapat 10 bab yang masing-masing bab terdapat sub-bab yang di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan Islamnya. Bab tersebut diantaranya, yaitu bab pertama Berkilaulah, Dalam Dekapan Ukhuwah 6
Proumedia “Dalam Dekapan ukhuwah/. Diakses 11 Oktober 2014. 7
Ibid.
Ukhuwah”.
http://proumedia.co.id/dalam-dekapan-
45
hanya ada satu sub-bab, yaitu Prolog: Dua Telaga. Bab kedua Ambil Cintamu di Langit, Tebarkan di Bumi ada 10 sub-bab, yaitu Di jalan-Nya Kita Bermesra, Selamat Datang, Kubaca Firman Persaudaraan, Sebatang Pohon Kurma, Pernah Ada Masa-masa, Yakinlah dan Pejamkan Mata, Bekerja maka Keajaiban, Manis Harum dan Lembut, Terhubung ke Langit, dan Bersamalah di Sini. Bab ketiga yaitu Tanah Gersang ada tujuh sub-bab, yaitu Segalanya adalah Cermin, Iman yang Tak Sendiri, Awangawang, Paku dan Palu, Landak Menebar Duri, Kisah tentang Luka dan yang Manakah Engaku. Bab ke empat Bata demi Bata Menara Cahaya. Bab ke lima yaitu Sebening Prasangka ada delapan sub-bab, yaitu Keterhijaban dan Baik Sangka, Sebab Baik Sangka adalah Cermin Hasilnya, Percayailah yang Terbaik, Kita Prasangka Mereka, Terpujilah Kita, Siapa yang Lebih Mengenal Kita, Kenyamanan Diri, yang Tertarik itu Menarik. Bab ke enam yaitu Selembut Nurani ada sepuluh sub-bab, yaitu Senyum Pengertian, Ruh-ruh yang Diakrabkan Iman, Karena Ukuran Kita Tak sama, Harmoni di Ujung Kata, Khilaf Benci dan Cinta, Nasehat Artinya Ketulusan, Thalhah sebuah Kenangan Atas Cinta, Godaan Kesempatan, Memilih Sikap Selembut Nurani dan Gelisah. Bab ke tujuh adalah Sehangat Semangat ada enam sub-bab, yaitu Gelora, Sulit Mudah Ridha-Nya, Mewabahkan Hangat, Cinta yang Menyengat, Kerinduan dan Menjadi Cahaya. Bab ke depalan yaitu Senikmat Berbagi ada empat subbab, yaitu Sahabat untuk diberi, Cinta Penawar Luka, Perayaan Ukhuwah dan Mentakjubi Mereka yang Berbagi. Bab ke sembilan yaitu Sekokoh
46
Janji ada sembilan sub-bab, yaitu Sebentuk Lautan, Percaya, Tali Kokoh, Menang dan Salah, Syura dan Sabar, Terlalu Besar, Menari di Atas Batas, Hubungan, Dua Mata Dua Telinga dan Bersetia. Bab terakhir yaitu Gelap tetapi Hangat ada dua sub-bab, yaitu Gelap tetapi Hangat dan Rasa Syukur untuk Dalam Dekapan Ukhuwah. Seperti itulah pembahasan yang dibahas dalam buku ini yang mengandung nilai persaudaraan dan nilai-nilai Islami yang lainnya.8 Persahabatan dan persaudaraan adalah suatu hal yang sangat penting di dalam Islam. Agama yang mulia ini telah banyak menjelaskan bagaimana pentingnya sebuah hubungan ukhuwah diantara manusia. Bagaimana Islam yang indah ini telah mengatur dengan indahnya dan dengan adilnya. Sebagai contoh “Kenapa Islam tetap menyuruh seseorang untuk tetap mengucapkan salam walaupun yang kita salami sama sekali tidak kita kenal?” salah satu hikmah dari disyariatkan hal tersebut adalah terbentuknya sebuah ukhuwah yang sangat erat diantara orang yang mengucapkan salam dengan yang disalami. Seperti dalam Q. S Al-Hujurat ayat 10 sebagi berikut:
ّ اِوَّ َما ْان ُم ْؤ ِمىُ ُْ َن اِ ْخ َُةٌ فَأ صْ هِح ُُْا بٍَ َْه اَ َخ َُ ٌْ ُك ْم ََاحَّقُُا ّللاَ نَ َعهَّ ُك ْم حُسْ َح ُم ُْ َن Artinya : Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan 8
hlm. 5-6.
Salim A. Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah, Cet. VIII (Yogyakarta: Pro-U Media, 2013),
47
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. AlHujuraat (49); 10).9 Maksud ayat di atas yaitu bahwa setiap ikatan persaudaraan antara mukmin dalam ayat ini adalah persaudaraan iman jauh lebih kuat daripada persaudaraan sekandung. Seperti yang dialami Mush‟ab, persaudaraan iman jauh lebih kuat mengalahkan persaudaraan nasab, yaitu ketika Mush‟ab bertemu dengan saudara kembarnya yang telah lama di penjara dan sudah lama tidak bertemu selama bertahun-tahun dan ketika itu ia lebih memilih Abdurrahman ibn Auf temannya sendiri untuk melanjutkan perjalanannya untuk berdakwah daripada tinggal bersama saudaranya sendiri, karena antara Mush‟ab dan Abdurrahman ibn Auf sama-sama satu keyakinan dan satu iman, daripada saudaranya sendiri Abu Aziz yang tidak beriman kepada Allah.10 “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (Q.S. AlHujurat (49): (10). Ikatan persaudaraan antara mukmin yang satu dengan yang lainnya dalam ayat ini dijabarkan dengan kata „ikhwat‟. Dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah Mushthafa Al-Maraghi menyatakan bahwa kata „ikhwat‟ berarti persaudaraan senasab (perasaudaraan sekandung). Kemudian Al-Maraghi berpendapat lagi bahwa kata „ikhwat‟ lebih kuat dari kata „ikhwan‟ yang bermakna persaudaraan dalam persahabatan.11 9
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya ( Semarang: CV. Asy-Syifa, 2010),
hlm. 517. 10
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 27-29.
11
Ibid., hlm. 28.
48
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain,” demikian Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir yang dikutip pada buku Dalam Dekapan Ukhuwah yang berarti “adalah saudara, „ikhwat‟ dalam agama dan dihimpun dalam asal yang satu, yakni iman”, dalam ayat ini juga menggunakan kata „innama‟ yang menurut kaidah bahasa Arab berfungsi membatasi dan mengkhususkan keberadaan kepada yang lain. Jadi makna ayat ini “tidak ada persaudaraan, tidak ada „ikhwat‟ kecuali di antara orang-orang yang beriman”.12 Iman mengikatkan kita dalam persaudaraan yang besar. Ia menyatukan kita dalam doa-doa yang selalu kita bagi pada sesama peyakin sejati. Sebagaimana tanpa kita sadari setiap detik banyak lisan melafalkan doa ini untuk kita, bahkan para nenek moyang berdoa untuk cicit canggahnya dan para anak cucu berdoa untuk tua-tua leluhurnya. Mereka mungkin tidak pernah berjumpa, terpisah oleh ruang dan masa. Tetapi mereka bersatu dalam doa, dalam iman, dalam persaudaraan akbar.13 Salim A. Fillah menulis buku Dalam Dekapan Ukhuwah dikarenakan cintanya terhadap dakwah bersama saudara-saudaranya dalam jalinan ukhuwah. Karena banyak orang yang mengaku mengenal saudaranya, banyak orang yang beranggapan bahwa ia telah membangun hubungan yang baik dengan seorang teman, kemudian menjadi sahabat dan pada akhirnya menjadi saudara. Namun, banyak yang lupa bagaimana
12
Ibid., hlm. 29.
13
Ibid., hlm. 29-30.
49
menumbuhkan hubungan persaudaraan dengan dasar iman, persaudaraan dalam perspektif agama Islam bukan persaudaraan yang palsu. Buku „Dalam Dekapan Ukhuwah‟ yang ditulis oleh Salim A. Fillah ini mengandung banyak nilai Islami, yaitu sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada agama Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah Swt. yang berpedoman kepada al-Qur‟an dan sunah Rasululllah Saw.14 Misalnya kita tidak akan pernah tahu apalagi paham rencana Allah, tetapi hidup kita akan menjadi tenang jika kita selalu berprasangka baik kepada-Nya. Contohnya dalam buku tertulis kisah seperti berikut dan pada kisah ini terdapat pada bab Yakinlah dan Pejamkan Mata, kisahnya sebagai berikut: Di padang Badar yang tandus dan kering, semak durinya yang memerah dan langitnya yang cerah, sesaat kesunyian mendesing dua pasukan telah berhadapan. Tidak seimbang memang, yang pelik sebagian meraka terikat oleh darah, namun terpisah oleh aqidah. Pada waktu itu Nabi berdoa “Jika Kau biarkan pasukan ini binasa, Kau tak akan disembah lagi di bumi! Ya Allah, kecuali jika Kau memang menghendaki untuk tak lagi disembah di bumi!” gemetarlah bahu para sahabat mendengarnya dan selendang di pundaknya pun luruh seiring gigil yang menyesakkan, dan Abu Bakar mendekati Rasulullah “Sudahlah Ya Rasulullah,” bisiknya sambil mengalungkan kembali selendang sang nabi, “Demi Allah, Dia takkan pernah mengingkari janji-Nya kepadamu!”.15“Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan aneka ujian sampai-sampai berkatalah Rasul dan orangorang yang beriman kepadanya, „Bilakah datangnya pertolongan Allah?‟” (Q. S. Al-Baqarah (2) : 214).
14
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan 1992), hlm. 14. 15
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 48-49.
(Yogyakarta: Aditya media,
50
Begitulah keyakinan orang-orang yang percaya kepada Allah yang selalu berprasangka baik kepada-Nya. “Jika ini perintah Ilahi, Dia takkan pernah menyia-nyiakan iman dan amal kami”16 Bagi mereka hikmah hakiki tidak selalu muncul diawal, mereka harus bersikap optimis di tengah keterhijabahan doa akan masa depan, mereka harus mengerjakan perintah-Nya. Seperti Nuh harus membuat kapal, seperti Ibrahim harus menyembelih Ismail, seperti Musa harus menghadapi Fir„aun dengan lisan gagap dan dosa pembunuh, seperti Muhammad dan para sahabatnya menghadapi kaum kafir Quraisy dan masih banyak nilai Islami yang lainnya yang terdapat pada buku Dalam Dekapan Ukhuwah. Bahasan dalam buku inipun mudah dimengerti serta pemilihan kisah-kisahnya memiliki makna dalam memperjuangkan agama Islam. Salah satu alasan mengapa banyak buku-buku yang kurang diminati oleh masyarakat adalah faktor kesederhanaan dalam penggunaan bahasa. Sedangkan dalam buku ini bahasa yang di gunakan sangat sederhana dan mudah untuk dipahami. Seperti bahasan dalam kisah istri nabi Ibrahim yaitu Hajar dan Ismail anaknya dan kisah ini terdapat pada bab Bekerja maka Keajaiban kisahnya sebagai berikut: Hajar dan bayinya telah ditinggalkan oleh suaminya yaitu nabi Ibrahim disuatu lembah yang sangat gersang, yang ada hanya pasir dan cadas yang menbara. Tidak ada pepohonan tempat bernaung, tidak ada air untuk menyambung hidup dan tidak ada seorangpun untuk berbagi kesah. Kecuali bayi itu, Ismail. Dia mulai menangis begitu keras karena lapar dan kehausan.
16
Ibid., hlm. 51.
51
Maka Hajar pun berlari, mencoba mengais jejak air untuk menenangkan putra semata wayangnya. Ada dua bukit di sana, dan dari ujung coba ditelisiknya dengan seksama dan tidak ada air di sana. Tetapi dia terus mencari dan berlari bolak-balik sampai tujuh kali. Mungkin dia tahu, tidak akan ada air ditempat itu. Mungkin dia hanya ingin menunjukkan kesungguhannya kepada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami, “Jika ini perintah Allah, Dia takkan pernah menyia-nyiakan kami”. Maka keajaiban terjadi, keajaiban itu memancar. Zam-zam! Bukan dari jalan yang dia susuri atau jejak-jejak yang ia torehkan diantara Shofa dan Marwah. Air itu muncul justru dari kaki Ismail yang lagi menangis kehausan yang kakinya menjejak-jejak ke tanah dan Hajarpun takjub. Begitulah keajaiban datang.17 Terdapat pula kisah nabi Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya yang diceritakan secara jelas supaya pembaca membaca kembali hingga mengetahui betul makna dan arti sesungguhnya dari kisah-kisah tersebut. Seperti pada kisah Husnain seorang ahli Taurat yang sangat menunggu kedatangan Nabi Muhammad Saw. Setiap hari dia memanjat batang kurma di ujung kota. Matanya selalu melihat dari kejauhan untuk menanti kedatangan sang nabi akhir zaman itu. Setiap hari Husnain menanti sang nabi dengan punggung dipukul bertubi-tubi oleh bibinya sendiri dan kaki yang menjejak-jejak berusaha bertahan diketinggian batang kurma.18 Roqaiyah seorang peresensi buku mengatakan buku karangan Salim A. Fillah ini membahas tentang bagaimana membina hubungan yang baik dengan sesama manusia, bagaimana bertindak berlandaskan cara Rasulullah Saw. Seperti pesan nabi kepada kita “Jadilah hamba-hamba
17
Ibid., hlm. 54-55.
18
Ibid., hlm. 33-34.
52
Allah yang bersaudara” kalimat ini yang menjadikannya bekal dan motifasi untuk menjadi pribadi pencipta ukhuwah.19 Sedangkan menurut Achyar mengemukakan pendapatnya bahwa buku ini direkomendasikan untuk dibaca. “Sebagai peresensi buku saya berani mengatakan bahwa buku ini adalah salah satu buku terbaik yang saya punya. Buku ini berpengaruh dalam kehidupan saya dan buku ini baik untuk dibaca oleh siapapun yang menginginkan kebaikan cinta-Nya, dan sekaligus menyadarkan betapa kurangnya saya dalam membaca atau memahami sejarah Rasulullah dan para sahabatnya.”
Faizah Aulia Rahmah yang pernah meresensi tentang buku ini berpendapat bahwa dengan kontribusi dari buku
Dalam Dekapan
Ukhuwah, pembaca dapat mengambil nilai-nilai pendidikan Islam yang dapat dijadikan pedoman dalam hidupnya dan mengerti bagaimana harus menjalani dan membangun kehidupan yang bahagia dengan berpedoman pada ayat al-Quran Q.S. Al-Hujuraat (49); 10) yaitu “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara”. 20 Dalam buku ini juga banyak menukilkan ayat-ayat al-Qur‟an, hadits, berbagai perumpamaan dan „ibrah, catatan peristiwa dan hikmah, serta berbagai perumpamaan dan kisah-kisah. Buku ini tidak hanya mengutip dari pernyataan orang-orang timur, tetapi juga dari orang-orang
19
Ruqaiyah,“ResensiDalam Dekapan Ukhuwah”http://www.islamedia.co/2014/12/tulisansalim-fillah-ini-menyentak.html. Diakses, 11 Oktober 2014. 20
FaizahAuliaRahmah,”ResensiDalamDekapanUkhuwah”http://upickzone.blogspot.com/
2012/07/salim-fillah-dan-buku-bukunya.html. Diakses 11 Oktober 2014.
53
barat seperti Cristoper Columbus, Abraham H. Maslow, Robert J. Sternberg dan Paolo Coelho. Bahasan-bahasan dalam buku ini bab-per-bab, penuh hikmah dan selalu memberi renungan sebelum membaca bab selanjutnya. Inilah kekhasan buku ini yang akan memberikan warna baru dalam khazanah keilmuan. Pada bagian awal dituliskan kata-kata dan gaya bahasa yang khas yang menjadi saripati dari tulisan-tulisan yang akan dibaca selanjutnya. Buku ini bersifat umum, yaitu baik dibaca untuk siapa saja. Dalam buku ini tidak digunakan catatan kaki, yang tujuannya untuk meringankan dan memudahkan pembaca agar menjadi bacaan yang berkesinambungan dan memberikan pemahaman yang tidak terpotong-potong.
C. Pokok-pokok Isi Kandungan Buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah Dalam sebuah karangan pasti mempunyai isi kandungan, ada karangan yang berupa
cerita, prosa, puisi, buku dan lain sebagainya.
Seperti buku Dalam Dekapan Ukhuwah yang merupakan salah satu kategori buku pencerah hati, yang di dalamnya banyak menukil ayat-ayat al-Qur‟an, hadits, berbagai perumpamaan dan „ibrah, catatan peristiwa dan hikmah serta pokok-pokok kandungan agama Islam yang lainnya. Adapun pokok isi dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah ini adalah sebagai berikut, diantaranya:
54
1. Nilai-nilai persaudaraan Persaudaraan mempererat suatu ikatan batin antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, karena manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa keberadaan makhluk lain. Seperti dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang dikutip oleh Salim A. Fillah dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah, dikatakan bahwa “Hubungan antara muslim itu bagaikan anggota tubuh yang tidak bisa terpisah satu sama lain”. Dan juga seperti pesan nabi Muhammad “Jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling mendengki
dan
jangan
kalian
saling
membelakangi
karena
permusuhan dalam hati, tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara”. 21 Juga dalam firman-Nya Q.S. Al-Hujuraat ayat 10 menyebutkan:
ّ اِوَّ َما ْان ُم ْؤ ِمىُ ُْ َن اِ ْخ َُةٌ فَأ صْ هِح ُُْا بٍَ َْه اَ َخ َُ ٌْ ُك ْم ََاحَّقُُا ّللاَ نَ َعهَّ ُك ْم حُسْ َح ُم ُْ َن Artinya : Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujuraat (49); 10).
21
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 13.
55
ّ ب ٌ ِاّللاُ َمثَالً َكهِ َمتً طَ ٍِّبَتً َك َش َج َس ٍة طَ ٍِّبَ ٍت اَصْ هٍَُا ثَا ب ج َ ض َس َ َانَ ْم حَ َس َك ٍْف ُ) حُ ْؤ حِ ًْ ا ُ ُكهٍََا ُك َّم ِح ٍْ ٍه بِاِ ّذ ِن َزبٍَِّا ٌَََضْ ِسب42( ََّ فَسْ ُعٍَا فِى ان َّس َما ِء ّ َ ْ ُّللا )42( َس نَ َعهٍَُّ ْم ٌَخَ َر َّكسَُْ ن ِ اْل ْمثَا َل نِهىَّا “Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik? Akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan rasa buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb-Nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” (Q. S. Ibrahim (14) ; 24-25). Ayat tersebut menjelaskan kepada kita dengan pilihan kata “Ukul” dan bukannya “Tsamarat” yang memberikan bukan hanya sekedar buah, namun apa yang terasa lezat dan nikmat dari buah itu. Rasa “Tu‟ti ukulaha memberikan rasa buahnya disetiap musim dengan izin Allah”. Ukhuwah adalah soal memberikan lezatnya rasa buah dari pohon iman kita, tanpa berhenti dengan rasa terbaik yang kita hasilkan dari tumbuhnya rasa iman tersebut.22 a)
Macam-macam Ukhuwah (persaudaraan) Islamiah Di atas telah dikemukakan arti ukhuwah Islamiah, yakni
ukhuwah yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam. Telah dikemukakan pula beberapa ayat yang mengisyaratkan bentuk atau jenis
"persaudaraan"
yang disinggung dalam al-
Qur‟an. Semuanya dapat disimpulkan bahwa di dalam al-Qur‟an memperkenalkan 22
Ibid., hlm. 64.
empat
macam
persaudaraan
yaitu
1)
56
persaudaraan
„ubudiyyah,
2)
persaudaraan
insaniyyah
(basyariyyah), 3) persaudaraan wathaniyyah wa an-nasab, 4) persaudaraan fi din Al-Islam.23 1.) Persaudaraan 'ubudiyyah atau saudara
kesemakhlukan
dan kesetundukan kepada Allah. Seperti dalam buku ini yang terdapat pada bab Di JalanNya Kita Bermesra yang menceritakan tentang kisah nabi Musa dan nabi Harun yang berjuang di jalan Allah Swt. Memimpin kaum yang sulit ditata dan mengalahkan raja Fir‟aun yang gagah dan perkasa. Mereka bersama dalam suka dan duka. Mereka seiya dan sekata menghadapi raja Fir‟aun dalam perdebatan dan pertarungan, membebaskan bani Israil dari perbudakan, hingga memimpin mereka berhijrah. Juga bersama menghadapi saatsaat sulit ketika bani Israil semakin banyak menyembah patung lembu dan
tidak mau menjalankan perintah Allah. Mereka
bejuang di jalan-Nya. Saling menguatkan untuk menegakkan kebenaran.24 2.) Persaudaraan insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu.
23
M.QuraishShihab.“MacammacamPersaudaraan”http://media.isnet.org/islam/Quraish/Waw asan/Ukhuwah1.html. Diakses, pada tanggal 16 April 2015. 24
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 20.
57
Seperti kisah dalam buku ini pada bab Manis Harum Lembut
yaitu kisah si ibu tua dan sang pemuda yang baru
dikenalnya ketika sedang berada di pesawat terbang. Sang ibu menceritakan ke-empat anak-anaknya yang sukses dalam semua karirnya. Beliau sangat bangga sekali dengan anak pertamanya, karena berkat kerja kerasnyalah yang membuat semua adikadiknya bisa kuliah di luar negeri dan menjadi orang sukses. Rasa buah dari pohon iman mereka adalah kemanfaatan bagi saudara-saudaranya. Semua adik-adiknya berprestasi ada yang menjadi arsitek, menjadi dokter dan belajar di luar negeri yang merupakan sesuatu yang tinggi nilainya. Tetapi mungkin itu sekedar cabang yang menjulang tinggi di langit yang menakjubkan. Karena semua profesi dan status itu dikalahkan nilainya oleh seorang petani yang tinggal di kampung yang sunyi yang berkerja keras demi membiayai pendidikan untuk semua adik-adiknya.25 3.) Persaudaraan wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. Seperti kisah nabi Harun dan nabi Musa yang terdapat pada bab Di Jalan-Nya Kita Bermesra yang mengisahkan nabi Musa minta kepada Allah agar nabi Harun dijadikan penguat di sisinya atas berbagai kelemahan yang 25
Ibid., hlm. 64-65.
58
dimilikinya. Nabi Musa berdoa kepada Allah “Dan Harun saudaraku,”
pintanya,
“Jadikanlah
ia
pendamping
yang
menguatkanku.” Kemudian Allah mengabulkan doa nabi Musa, sehingga mereka berdua bersatu dalam menegakkan agama Allah.26 4.) Persaudaraan fi din Al-Islam, persaudaraan antar sesama muslim. Misalnya dalam buku ini menuliskan pendapat dari Ibnu Katsir bahwa “Orang mukmin itu,” tulis Ibnu Katsir dalam Tafsirul Qur‟an „Adhim, “Bagaikan
sebuah
pohon
yang
berbuah setiap waktu. Pada musim panas maupun dingin, pada malam hari juga pada siangnya. Demikianlah seorang mukmin yang senantiasa diangkat amal baiknya sepanjang malam dan selama siangnya dengan izin Rabb-Nya.”27 2. Nilai-nilai pendidikan agama Islam, diantaranya pendidikan akhlak seperti sifat sabar, sifat benar atau jujur, sifat berbaik sangka (khusnudhon), sifat adil, sifat syukur, sifat pemaaf dan sifat yang lainnya. a) Sifat sabar Bersifat sabar merupakan akhlak yang baik. Ada peribahasa mengatakan bahwa kesabaran itu pahit laksana jadam, namun
26
Ibid., hlm. 19-20.
27
Ibid. hlm. 64.
59
akibatnya lebih manis dari pada madu. Ungkapan tersebut menunjukkan hikmah kesabaran sebagai fadhilah. Kesabaran dapat dibagi empat kategori berikut ini:28 1) Sabar menanggung beratnya melaksanakan kewajiban. 2) Sabar menanggung musibah atau cobaan. 3) Sabar menahan penganiayaan dari orang. 4) Sabar menanggung kemiskinan. Sedangkan menurut al-Ghazali sabar itu ada dua macam, Pertama: Badaniah seperti menanggung kesulitan dengan badan dan tetap teguh atas kesulitan. Seperti mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat adakalanya dari ibadah atau yang lainnya dan adakalanya dari sakit yang keras dan luka-luka yang parah. Kedua: sabar dalam jiwa dari keinginan-keinginan thabiat dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu. Seperti menahan dari nafsu syahwat perut dan kemaluan yang dinamakan iffah (menahan diri).29 Di jelaskan dalam buku ini tentang sifat sabar, sabar itu indah karena sabar merupakan ciri orang-orang yang menghadapi berbagai kesulitan dengan lapang dada, kemauan yang keras serta ketabahan yang besar.
28
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur‟an (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 41. 29
Imam al-Ghazali, Terjemahan Ihya‟ „Ulumuddin, alih bahasa Moh Zuhri, Muqoffin Muchtar dan Muqorrobin Misbah (Semarang: Asy Syifa‟, 2003), hlm. 336.
60
Seperti kisah Siti Hajar ketika ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim yang terdapat pada bab Bekerja Maka Keajaiban kisahnya sebagai berikut: Hajar dan bayinya telah ditinggalkan oleh nabi Ibrahim disuatu lembah yang sangat gersang, yang ada hanya pasir dan cadas yang menbara. Tidak ada pepohonan tempat bernaung, tidak ada air untuk menyambung hidup dan tidak ada seorangpun untuk berbagi kesah. Kecuali bayi itu, Ismail. Dia mulai menangis begitu keras karena lapar dan kehausan. Maka Hajar pun berlari, mencoba mengais jejak air untuk menenangkan putra semata wayangnya. Ada dua bukit di sana, dan dari ujung coba ditelisiknya dengan seksama dan tidak ada air di sana. Tetapi dia terus mencari dan berlari bolak-balik sampai tujuh kali. Mungkin dia tahu, tidak akan ada air ditempat itu. Mungkin dia hanya ingin menunjukkan kesungguhannya kepada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami, “Jika ini perintah Allah, Dia takkan pernah menyia-nyiakan kami”.30 Maka keajaiban terjadi, keajaiban itu memancar. Air Zamzam muncul bukan dari jalan yang dia susuri atau jejak-jejak yang ia torehkan diantara Shofa dan Marwah. Air itu muncul justru dari kaki Ismail yang lagi menangis kehausan yang kakinya menjejakjejakan ke tanah dan Hajarpun takjub. Begitulah keajaiban datang. Karena kemauan yang keras serta kesabaran yang besar Siti Hajarlah yang membuatnya bisa menemukan mata air sekaligus menjadi minuman untuk anaknya yang sedang kehausan. Seperti itulah balasan untuk orang-orang yang bersabar di jalan Allah.
30
Salim. A. Fillah, op. cit., hlm. 54-55.
61
b) Sifat benar atau jujur Benar atau jujur dalam bahasa Arab disebut siddiq. Secara singkat benar atau jujur dapat diartikan dengan menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan kenyataan yang ada. Penyampaian tersebut tidak hanya melalui perkataan, tetapi juga dapat melalui tulisan, isyarat dan perbuatan.31 Benar atau jujur harus meliputi seluruh aktifitas seluruh muslim, dimulai dari niat sampai pada pelaksanaannya, baik berupa perkataan, tulisan, persaksian ataupun perbuatan-perbuatan lainya. Dengan
kejujuran
atau
kebenaran
akan
menimbulkan
kepercayaan orang lain kepada kita dan sebaliknya, jika tidak jujur maka akibatnya akan berdampak kepada diri kita sendiri. Misalnya akan dibenci oleh orang lain karena yang disampaikannya ternyata tidak benar. Seperti kisah Thalhah yang terdapat pada bab Nasehat Artinya Ketulusan kisahnya sebagai berikut: Satu hari Thalhah berbincang dengan „Aisyah, istri Sang Nabi, yang masih terhitung sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tidak suka. Dengan isyarat, beliau meminta „Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam dalam hati. “Beliau melarangku berbincang dengan „Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, tidak akan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar „Aisyah.” Satu saat dibisikkannya
31
Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Alqur‟an dan Al-Hadist (Jakarta: PT. Pustaka AlHusna Baru, 2006), hlm. 250.
62
maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi „Aisyah jika Nabi telah wafat.” Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firman-Nya kepada Sang Nabi dalam ayat kelimapuluh tiga surat al-Ahzab, “Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada istri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tidak boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh menikahi istri-istrinya sesudah wafatnya selama-lamanya.” Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Dia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk berjuang di jalan Allah dan menunaikan ibadah umrah dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya.32 Beruntunglah Thalhah yang telah berbuat salah dan berani mengakuinya. Dialah pahlawan yang akan dikenang sepanjang masa. Kejujurannya dan keberanian untuk mengakui kesalahan adalah anugerah yang langka. Karena mengakui kesalahan adalah salah satu tindakan paling terhormat dalam kehidupan, karena hanya sedikit orang yang mau melakukannya. c) Sifat berbaik sangka (khusnudhon) Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bersabda Rasulullah Saw. : Allah berfirman : “Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka Aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatkannya kepada-Ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan 32
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 277.
63
menghampirinya dengan berlari.”(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).33 Manusia wajib berbaik sangka kepada Allah apapun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka, maka berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik sangka kepada-Nya. Karena itu manusia harus yakin bahwa Allah pasti akan mengabulkan doanya ketika berdoa, ia harus yakin bahwa taubatnya akan diampuni ketika memohon ampunan
dan yakin bahwa akan diterima
amalnya dan mendapat balasan ketika ia beramal baik. Dengan kebaikan akan mengiringi prasangka baik kita kepada-Nya. Dia bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingat-Nya dengan sangkaan yang baik. Seperti Keterhijabahan
kisah dan
Qalawun Baik
yang
Sangka
terdapat
Qalawun
pada yang
bab berani
berprasangka baik dalam segala keterhijaban. Qalawun yang berani berkata, “Kami tidak tahu ini rahmat atau musibah. Tapi kami selalu berprasangka baik kepada Allah!”
33
AhmadRasyidRidha.“RubrikMutiaraHadits”.http://majalah.nurhidayahsolo.com/index.php ?option=com_content&view=article&id=737:hadits-tentang-berbaik-sangka-kepadaallah&catid=64:mutiara-hadits&Itemid=105. Diakses, 10 Januari 2015.
64
Kisahnya mulai dari membeli seekor kuda yang harganya sangat mahal, kemudian kuda tersebut hilang sampai kaki putranya patah gara-gara berlatih untuk mempersiapkan petempuran di medan perang. Dalam dekapan ukhuwah, ada kebaikan mengiringi prasangka baik kita kepada-Nya. Dia selalu bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingat-Nya juga dengan sangkaan kebaikan. 34 d) Sifat Adil Adil berasal dari bahasa Arab “al-„Adl” yang mempunyai pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya. Adil juga dapat diberi pengertian menyatakan benar pada yang benar dan salah kepada yang salah tanpa pandang bulu, atau memberikan hak kepada yang berhak.35 Adil berhubungan dengan perseorangan, adil berhubungan dengan kemasyarakatan dan berhubungan dengan pemerintah. Adil perseorangan ialah tindakan memberikan hak kepada yang mempunyai hak. Bila seseorang mengambil haknya dengan cara yang benar atau memberikan hak orang lain tanpa mengurangi haknya, itulah yang dinamakan tindakan adil.36
34
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 174-181.
35
Imam Suraji, op. cit., hlm. 258.
36
M. Yatimin Abdullah, op. cit., hlm. 43.
65
Dalam buku ini menceritakan salah satu kisah kisah tentang Harun ibn „Abdillah dengan Ahmad ibn Hanbal yang terdapat pada bab Nasehat Artinya Ketulusan kisahnya sebagai berikut: “Siang tadi aku lewat di samping halaqoh-mu. Kulihat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Aku saksikan engkau duduk di bawah bayang-bayang pohon sedang murid-muridmu secara langsung terkena terik matahari dengan tangan memegang pena dan catatan.” Dia berhenti sejenak lalu tersenyum. “Kumohon jangan kau ulangi perbuatan semacam itu dikemudian hari. Jika engkau mengajar, wahai Harun, maka duduklah dalam keadaan yang sama dengan murid-muridmu.”37 e) Sifat syukur Syukur secara bahasa berarti terima kasih.Sedang secara istilah syukur adalah menyatakan rasa terima kasih atas segala nikmat yang diterima. Baik nikmat yang diterima dari orang lain maupun nikmat yang diterima dari Allah. Syukur merupakan kebalikan dari kufur (ingkar) terhadap semua nikmat yang telah diterima.Syukur dapat diwujukan dalam bentuk ucapan dan perbuatan.38 Bentuk syukur ini ditandai dengan keyakinan hati bahwa nikmat yang diperoleh dari Allah Swt., bukan selainNya, lalu diikuti pujian oleh lisan dan tidak menggunakan nikmat tersebut untuk sesuatu yang dibenci oleh pemberinya.39
37
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 283.
38
Imam Suraji, op. cit., hlm. 269.
39
Rosihon Anwar, Akhlah Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 98.
66
Syukur termasuk sifat yang harus dimiliki dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap muslim. Realisasi dari syukur sangat penting agar setiap muslim dapat terhindar dari malapetaka dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti kisah berikut yang terdapat pada bab Terpujilah Kita kisahnya yaitu seorang pemuda yang hanya lulusan sarjana yang dipermalukan di depan peserta seminar yang dihadiri oleh para guru besar di kampusnya, yang ketika itu salah satu peserta tidak sependapat dengan apa yang disampaikan dalam seminar tersebut karena merasa pemuda itu tidak pantas mempresentasikan dalam forum sebesar itu. Tetapi pemuda tersebut tidaklah menyangga atau mendebat profesor yang bertanya tersebut, malah pemuda tersebut mengucapkan “Alhamdulillah” seperti kisahnya sebagai berikut: Maka dia mulai bicara justru dengan menunjukkan kekonyolan dan kebodohan dirinya. “Alhamdulillah,” ujarnya, “Allah semakin menunjukkan pada saya bahwa ada banyak hal yang harus terus saya pelajari. Kebodohan dan kurangnya wawasan saya seperti disampaikan Ayahanda Profesor hanyalah secuil dari kebodohan saya yang sebenarnya jauh lebih menyesakkan dada daripada yang beliau ungkapkan itu. Saya akan ceritakan beberapa hal sebagai buktinya.” Cerita-cerita tentang kekonyolan dirinya yang disampaikan dengan jenaka, tentu saja membuat hadirin tergelak. Tapi mereka tahu, ada „ibrah-„ibrah berhikmah yang coba disampaikan si pemuda lewat itu. Si pemuda sama sekali tidak membalas katakata Sang Guru Besar. Dia tidak mendebatnya. Dia justru mengucapkan syukur dan terima kasih dengan
67
cara yang santun. Dia menyatakan, merasa sangat tersanjung dalam ketidakpantasannya, ketika diberi kesempatan untuk berbagi dan bicara dengan hadirin terhormat yang ada di hadapannya. “Izinkan Ananda memberikan apresiasi setinggitingginya,” katanya memungkasi jawaban, “Kepada Ayahanda, Ibunda, dan hadirin sekalian yang bersedia mendengarkan Ananda yang bodoh dan kurang wawasan ini. Ananda bersyukur sekali, telah dianugerahi kesempatan untuk belajar pada hadirin sekalian, terutama Ayahanda Profesor, yang telah berkenan menunjukkan kelemahan-kelemahan Ananda. Ananda menganggap Ayahanda sebagai orangtua Ananda sendiri. Ananda berharap Ayahanda akan membimbing Ananda memahami masalah yang kita bahas ini lebih dalam, lebih tajam, dan lebih bermakna lagi, terima kasih Ananda haturkan” dan tepuk tangan membahana untuk pemuda tersebut.40 f) Sifat pemaaf Istilah pemaaf berasal dari bahasa Arab “al-afwu” yang berarti memberi maaf atau lapang dada terhadap kesalahan atau kekeliruan orang lain dan tidak memiliki atau memiliki rasa dendam sakit hati kepada orang lain yang berbuat kesalahan kepadanya.41 Pemaaf, yaitu sifat pemaaf yang timbul karena sadar bahwa manusia bersifat dhaif (lemah) tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan.42 Sikap senang memaafkan harus dapat dimiliki
oleh setiap muslim, karena memaafkan
kesalahan orang lain merupakan salah satu menifestasi dari 40
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 204-205.
41
Imam Suraji, op. cit., hlm. 253.
42
M. Yatimin Abdullah, op. cit., hlm. 44.
68
taqwa seseorang. Pemaaf juga termasuk salah satu bentuk ibadah kepada Allah dan salah satu terbinanya hubungan yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya sifat pemaaf diharapakan sakit hati, kebencian, dendam, dan permusuhan antar individu menjadi hilang. Manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Sangat tidak pantas menjauhi saudara hanya karena satu atau dua kesalahan yang tidak bisa diterima, sementara selebihnya baik. Seperti cuplikan kisah pada bab Thalhah Sebuah Kenangan Atas Cinta kisahnya sebagai berikut: Lihatlah Rasulullah ketika Khalid ibn al-Walid melakukan sebuah kesalahan fatal dengan membunuh Bani Jadzimah yang telah menyerah. Apa yang dilakukan Khalid benar-benar telah melampaui batas. Kini seluruh bangsa Arab menyorot ke arah Madinah. Selama ini mereka telah menganggap kaum Muslimin sebagai teladan tertinggi dalam segala perihidupan mereka. Dengan kejadian ini, seolah mereka hilang harapan. Seolah mereka sadar dari lamunan bahwa bagaimanapun orang-orang disekitar Muhammad bukanlah malaikat. Khalid bersalah dan para shahabat menghardik dan menegurnya dengan keras. Tetapi betapa mulianya Nabi Muhammad Saw, gurunya, dan kekasih-Nya itu. Rasulullah tidak membiarkan Khalid menjadi olokolok dan sasaran cela setelah kesalahan fatalnya itu ditebus dengan diyat yang dibayarkan „Ali ibn Abi Thalib atas nama beliau. Bahkan beliau menegaskan kembali bahwa peran dan gelarnya sebagai Pedang Allah tidaklah dicabut. “Jangan lagi kalian mencela Kholid,” kata beliau, “Sesungguhnya dia adalah salah satu pedang dari pedang- pedang Allah yang dihunusNya kepada kaum musyrikin.”43 43
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 288.
69
3. Kandungan yang lain yaitu tentang akidah (keimanan) Akidah secara etimologi adalah ikatan, sangkutan, karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Secara terminologis akidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keraguan.44 Sedangkan menurut Syekh Hafizh Hakimi, iman adalah perkataan dan perbuatan, yaitu perkataan hati dan lisan, dan perbuatan hati, lisan dan anggota badan. Ia bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan dan orang yang beriman itu bertingkat-tingkat keimanannya. Seperti firman Allah dalam surat al-A‟raaf ayat 158:45
ُ ّللا اِنَ ٍْ ُك ْم َج ِم ٍْعًا انَّ ِريْ نًَُ ُم ْه ك ِ ّ قُمْ ٌَآ ٌٍَُّا انىَّا سُ اِوِّ ًْ َزسُُْ ُل ّ ْج فَا َ ِمىُُْ ا بِا ُ ٍض ْلَ اِنًََ اِْلَّ ٌُ َُ ٌُحْ ًِ ٌََُ ِم ًِ ِّللاِ ََ َزسُُْ ن ِ ان َّس َم َُا ِ ْث ََاْلَّز َّللا ََ َكهِ َمخِ ًِ ََاحَّبِعُُْ يُ نَ َعهَّ ُك ْم حَ ٍْخَ ُد َْ ن ِ ّ انىَّبِ ًِ ْاْلُ ِّم ًِّ انَّ ِريْ ٌ ُْؤ ِم ُه بِا Artinya: “Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat44 45
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: LPPI, 1992), hlm. 56
Syekh Hafizh Hakimi, 200 Tanya Jawab Akidah Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm. 37.
70
kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".46 (Q.S. al-A‟raaf: 158) Nabi juga bersabda dalam sunnahnya sebagai jawaban terhadap malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman: “Iman adalah engkau mengimani Allah, para malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan mengimani takdir yang baik dan yang buruk.(HR. Muslim).47 Akidah Islam berawal dari keyakinan kepada dzat yang mutlak yang maha Esa yang disebut Allah. Allah maha Esa dalam Dzat, sifat, perbuatan dan wujud-Nya. Kemahaesaan Allah dalam Dzat, sifat, perbuatan dan wujud-Nya disebut dengan tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman seluruh keyakinan Islam. Aqidah Islam merupakan pokok-pokok keyakinan rukun iman, yaitu: 1) iman kepada Allah, Tuhan yang maha Esa, 2) iman kepada malaikat-malaikat, 3) iman kepada kitab-kitab Allah, 4) iman kepada Rasul-rasul Allah, 5) iman kepada adanya hari akhir, 6) iman kepada qadha dan qadar Allah.48 Dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah terdapat nilai keimanan diantaranya yaitu: 1) Keyakinan kepada Allah Ketuhanan yang maha Esa menjadi dasar negara republik Indonesia. Menurut pasal 29 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 46
Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 171.
47
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsmaini, Prinsip-prinsip Dasar Keimanan (Jakarta: Megatama Sofwa Pressindo, 2003), hlm. 14. 48
Yunahar Ilyas, op. cit., hlm. 177.
71
negara Indonesia berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa. Menurut akidah Islam, konsepsi tentang ketuhanan yang maha Esa disebut tauhid. 49 Seperti Salim A. Fillah tuliskan dalam buku ini sekaligus untuk meneladani kisah-kisah yang sangat inspiratif tentang keimanan, salah satunya cerita yang diangkat dari kisah khalifah Umar bin Al-Khaththab yang berjumpa dengan Ali bin Abi Thalib dan Hudzaifah bin Al-Yahman, kisah ini terdapat pada bab Dan Bersamalah di Sini ceritanya sebagai berikut: “Bagaimana keadaanmu pagi ini, wahai Hudzaifah?” tanya Umar. “Wahai Amirul Mukminin,” jawabnya, “Pagi ini aku mencintai fitnah, membenci al-haq, shalat tanpa berwudhu‟, dan aku memiliki sesuatu di muka bumi yang tidak dimiliki oleh Allah di langit” “Demi Allah,” kata Umar, “Engkau membuatku marah!” “Apa yang membuatmu marah, wahai Amirul Mukminin?” timpal Ali bin Abi Thalib “Tidaklah engkau dengar apa yang dikatakan Hudzaifah?” Hudzaifah terdiam, dan tersenyum pada Ali. “Wahai Amirul Mukminin,” kata Ali “Sungguh benar Hudzaifah, dan akupun seperti dirinya. Adapun kecintaannya kepada fitnah, maksudnya adalah harta dan anak-anak. Kemudian dikuatkan dengan ayat al-Qur‟an Q.S.AtTaghaabun (64): 15).
ٌاِوَّ َما اَ ْم َُا نُ ُك ْم ََاََْ ْلَ ُد ُك ْم فِ ْخىَت “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah cobaan” (Q.S. At-Taghaabun (64): 15). “Adapun kecintaannya terhadap al-haq, maksudnya adalah dia membenci kematian. Shalatnya yang tanpa wudhu itu 49
Ibid.
72
adalah shalawat kepada nabi Muhammad Saw. adapun yang dimilikinya di bumi dan tidak dimiliki oleh Allah di langit adalah istri dan anak.”50 2) Keyakinan kepada kitab-kitab Allah Kitab-kitab Allah memuat wahyu Allah. Kata kitab yang berasal dari kata kataba (artinya ia telah menulis) memuat wahyu Allah. Kata wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy, kata ini mengandung makna suara, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Dalam pengertian yang umum, wahyu adalah firman Allah yang disampaikan malaikat Jibril kepada para rasul-Nya. Firman Allah itu mengandung arahan petunjuk, pedoman yang diperlukan oleh manusia dalam perjalanan hidupnya di dunia dan di akhirat.51 Wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. untuk disampaikan kepada umat manusia, semua terekam dengan baik di dalam al-Qur‟an. Seperti kisah berikut yang Salim A. Fillah tuliskan dalam buku ini. Kisahnya yaitu ketika seorang pemuda belia yang menemui seorang gurunya untuk melaporkan khatam al-Qur‟an yang ia baca dalam shalatnya, hingga pemuda itu tidak bisa membaca satu surat dalam al-Qur‟an yaitu surat al-Fatihah ketika keimanannya itu memuncak pada saat membaca al-Qur‟an,
50
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 74-75.
51
Yunahar Ilyas, op. cit., hlm. 200.
73
kisah ini terdapat pada bab Mewabahkan Hangat, kisahnya seperti berikut: “Wahai guruku,” ujarnya, “Semalam aku mengkhatamkan al-Qur‟an dalam shalat malamku” Esok harinya, sang murid datang dan melapor pada gurunya. “Ya Ustadz,” katanya, “Semalam aku hanya sanggup menyelesaikan separuh dari al-Qur‟an itu.” “Alhamdulillah, engkau telah berbuat baik,” kata sang guru mengelus kepala si pemuda. “Nanti malam bacalah alQur‟an dengan lebih baik lagi, sebab yang akan hadir dihadapanmu untuk menyimak adalah Rasulullah Saw. sendiri, orang yang kepadanya al-Qur‟an diturunkan.” Seusai shalat Subuh, sang guru bertanya, “Bagaimana shalatmu semalam?” “Aku hanya mampu membaca satu juz guru,” kata si pemuda sambil mendesah, “Itupun dengan susah payah.” “Masyaallah,” kata sang guru sambil memeluk sang murid dengan bangga, “Teruskan kebaikan itu nak, dan nanti malam tolong hadirkan Allah Swt. dihadapanmu.” Keesokan harinya, ternyata pemuda itu jatuh sakit. Sang gurupun menjenguknya. “Ada apa denganmu?” tanya sang guru. Sang pemuda berlinang air mata. “Demi Allah, wahai guru,” ujarnya, “Semalam aku tak mampu menyelesaikan bacaanku. Cuma Al-Fatihahpun tak sanggup aku menamatkannya. Ketika sampai pada ayat, “Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟iin” lidahku kelu, aku merasa aku sedang berdusta. Di mulut aku ucapkan “Kepada-Mu ya Allah, aku menyembah”, tetapi jauh di dalam hatiku aku tahu bahwa aku sering memperhatikan yang selain Dia. Ayat itu tak mau keluar dari lisanku. Aku menangis dan tetap saja tak mampu menyelesaikannya.”52
3) Keyakinan kepada para nabi dan Rasul-rasul Allah Antara nabi dan rasul terdapat perbedaan tugas utama, para nabi menerima tuntunan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat 52
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 345-347.
74
manusia.
Sedangkan
rasul
adalah
utusan
Allah
yang
berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada manusia dan menunjukkan cara-cara pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang rasul memiliki sifat-sifat dapat dipercaya (amanah), selalu benar (siddiq), cerdas dan bijaksana (fatanah)
dan
selalu
menyampaikan
apa
yang
harus
disamapikannya (tabligh).53 Seperti kisah berikut yang Salim A. Fillah tuliskan dalam buku ini yang terdapat pada bab Sebatang Pohon Kurma. Kisah tentang keimanan kepada para Rasul Allah, kisah tentang Husnain seorang ahli Taurat yang sangat menunggu kedatangan Nabi Muhammad Saw. kisahnya seperti berikut: “Turun kau Hushain! Apa yang kau lakukan?” “Nabi itu akan datang Bibi! Aku tahu itu akan datang!” “Turunlah, atau aku pukuli kau dengan cambuk ini hingga jatuh!” “Tidak Bibi, sang Mesiah akan datang! Dia penyelamat dan pembimbing kaum kita, juga seluruh ummat manusia. Namanya Muhammad. Dia datang dari arah Makkah! Dia akan kemari Bibi. Dia akan ke Yatsrib! Ugh, sakit!” “Bicara omong kosong apa kau ini? Turunlah atau aku akan terus memukulimu!”54 Begitulah setiap hari Hushain menanti sang nabi dengan punggung dipukul bertubi-tubi dan kaki yang menjejak-jejak berusaha bertahan diketinggian batang kurma. Setiap hari bibinya
53
Yunahar Ilyas, op. cit., hlm. 202.
54
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 32.
75
makin bosan membujuknya turun dan setiap hari semakin banyak penduduk Arab Yatsrib menyertainya menanti di antara jajaran rimbun tanaman kurma. 4) Keyakinan kepada qadha dan qadar Allah Secara etimologis qadha adalah bentuk masdar dari kata kerja qadha yang berarti kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hal ini qadha adalah kehendak atau ketetapan hukum Allah Swt. terhadap segala sesuatu. Sedangkan qadar secara etimologis adalah bentuk mashdar dari qadara yang berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hal ini ukuran atau ketentuan Allah Swt. terhadap sesuatuNya. Qadha dan qadar mempunyai arti sebagai segala ketentuan, undang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah Swt. untuk segala yang ada (maujud), yang mengikat antara sebab dan akibat segala sesuatu yang terjadi.55 Seperti kisah berikut yang Salim A. Fillah tuliskan dalam buku ini yang terdapat pada bab Yakinlah dan Pejamkan Mata. Kisah tentang keimanan kepada takdir Allah, yaitu pasrah hanya kepada Allah dan yakin bahwa apa yang akan terjadi semuanya sudah diatur oleh kehendak-Nya. kisahnya seperti berikut: “Jika Kau biarkan pasukan ini binasa, Kau tak akan disembah lagi di bumi!Ya Allah, kecuali jika Kau memang menghendaki untuk tak lagi disembah di bumi!” Gemetarlah bahu para sahabat mendengarnya dan selendang di pundaknya pun luruh seiring gigil yang menyesakkan, 55
Yunahar Ilyas, op. cit., hlm. 215.
76
dan Abu Bakar mendekati Rasulullah “Sudahlah Ya Rasulullah,” bisiknya sambil mengalungkan kembali selendang sang nabi, “Demi Allah, Dia takkan pernah mengingkari janji-Nya kepadamu!”.56
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai keimanan atau akidah
adalah ukuran seseorang untuk
meyakini rukun iman yaitu keyakinan terhadap Allah, keyakinan terhadap malaikat, keyakinan terhadap kitab Allah, keyakinan terhadap nabi dan rasul Allah, keyakinan terhadap hari akhir dan keyakinan terhadap qadha dan qadar Allah.
56
Salim A. Fillah, op. cit., hlm. 48-49.