Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Bulan Ramadhan Sebagai Momentum Dalam Memperkuat Ukhuwah Islamiyah di UII [caption id="attachment_109" align="alignleft" width="150"]
Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M. Ec[/caption]
Bulan Ramadhan merupakan momentum yang dinanti-nantikan oleh masyarakat muslim di belahan dunia manapun. “Marhaban ya Ramadhan”, begitulah masyarakat muslim menyambut Ramadhan dengan penuh euforia.[1] Banyak cara yang dilakukan masyarakat muslim untuk menyambut bulan mulia ini, misalnya ada di Jawa dikenal dengan “padusan”, yaitu membersihkan badan pada sore hari sehari sebelum masuk bulan Ramadhan dengan tujuan untuk memasuki bulan Ramadhan dengan kondisi yang bersih. Meskipun “padusan” ini memilki semangat yang baik, namun sering kali dilakukan dengan cara yang salah dan bukan lagi untuk tujuan pembersihan diri namun cenderung untuk bersenang-senang semata, misalnya dengan mandi bersama di pemandian atau laut yang bercampur antara laki-laki dan perempuan. Di Mesir, umumnya masyarakat muslim menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan membersihkan rumah dan memasangnya dengan lampu Fanus.[2] Namun tidak semua menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan simbolis, banyak juga masyarakat muslim yang cenderung memperbanyak dzikir menjelang memasuki bulan Ramadhan yang bertujuan untuk membersihkan jiwa. Bertemu kembali dengan bulan Ramadhan merupakan nikmat yang sangat agung. Banyak orang yang tahun lalu masih merasakan bulan Ramadhan, namun pada bulan Ramadhan tahun ini sudah wafat. Oleh karena itu kita perlu mensyukurinya, yaitu syukur dengan hati (syukr bil qalbi) dengan menyadari sepenuhnya bahwa perjumpaan dengan bulan Ramadhan merupakan rakmat dari Allah; syukur dengan lisan (syukr bil lisan) dengan mengucapkan lafadz “hamdallah” yang lazim diucapkan oleh seorang muslim yang mendapatkan nikmat dari Allah; dan syukur dengan perbuatan (syukr bil arkan) dengan menggunakan momentum bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang baik. Bulan Ramadhan merupakan bulan multibarakah yang di dalamnya terkandung banyak keistimewaan, sehingga banyak nama yang seringkali dilekatkan pada pada bulan ini, diantaranya: 1. Bulan petunjuk (syahrul huda). Dinamakan bulan petunjuk karena al-Qur’an diturunkan
1 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
2.
3.
4.
5.
pada bulan Ramadhan. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 2 bahwa al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia kepada jalan yang benar. Bulan Ibadah (syahrul ‘ibadah). Pada bulan Ramadhan ini seluruh amal kebajikan dilipatkangandakan pahalanya,[3] sehingga kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, baik yang sifatnya mahdhah maupun ghairu mahdhah. Pada bulan ini terdapat malam lailatul qadr yang disebutkan dalam QS. al-Qadr ayat 3 sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan, artinya amal ibadah yang dilakukan pada malam ini senilai dengan melakukannya selama seribu bulan lebih. Bulan pengampunan (syahrul maghfirah). Berdasarkan salah satu hadits Nabi dikatakan bahwa barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan sabar, maka dosa-dosanya di masa lalu diampuni. Bulan jihad (syahrul jihad). Pada bulan Ramadhan kita dituntut untuk dapat mengendalikan hawa nafsu kita, seperti nafsu makan, minum, berhubungan badan, amarah, dan perbuatan maksiat lain. Ini merupakan pendidikan bagi kita karena tidak mudah untuk mengendalikan hawa nafsu. Bahkan Nabi pernah bersabda bahwa jihad yang paling besar adalah jihad melawan nafsu. Bulan kemenangan (syahrul fathi). Meskipun pada bulan Ramadhan perut terasa lapar dan dahaga karena berpuasa, namun justru beberapa peristiwa kemenangan umat Islam tercatat pada bulan ini. Pada perang Badar yang terjadi di Bulan Ramadhan, pasukan umat Islam yang hanya diperkuat 313 orang berhasil mengalahkan 1000 pasukan kafir Quraisy. Selain itu, Fathu Makkah (penakhlukkan kota Mekah), perang Tabuk, dan perang Salib yang semuanya merupakan kemenangan umat Islam yang diperoleh dengan susah payah juga terjadi pada bulan Ramadhan. Di balik peristiwaperistiwa bersejarah ini setidaknya dapat kita maknai agar kita menggunakan momentum bulan Ramadhan sebagai ajang untuk memenangi kebaikan atas keburukan, atau memenangi kebenaran (haq) atas kebatilan. Kita dapat merayakannya pada hari Idul Fitri kalau semua ini sudah dicapai.
Dari banyaknya keistimewaan-keistimewaan tersebut, pada hakekatnya muara yang dituju adalah ketaqwaan.[4] Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam QS al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi: $yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø‹n=tæ ãP$u‹Å_Á9$# $yJx. |=ÏGä. ’n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ ??????????? ?????????? ?????????? ?????? ?????????? ?????????? ????? ?????? ????? ?????????? ???? ?????????? ??????????? ??????????? (???) “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS al-Baqarah [2]: 183) Ayat tersebut menunjukkan bahwa tujuan disyari’atkan puasa Ramadhan adalah untuk mencapai ketaqwaan. Dari tujuan ini paling tidak menunjukkan bahwa puasa Ramadhan memiliki manfaat yang besar, yaitu mendidik seseorang yang melaksanakannya untuk mencapai derajad ketaqwaan yang tinggi dengan meninggalkan segala larangan-larangan yang pada hakekatnya diperbolehkan dan merupakan sesuatu yang sangat berat untuk ditinggalkan
2 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
oleh semua orang, yaitu makan/ minum dan berhubungan badan. Ada sebuah sya’ir yang mengatakan bahwa dua hal yang paling sulit untuk dikendalikan oleh manusia adalah “perut” (bathn) dan “kemaluan” (farj).[5] Sebagai bulan suci yang hanya datang satu tahun sekali, UII sebagai institusi Islam tidak akan melewatkan momentum yang penuh dengan hikmah-hikmah ini dengan sia-sia. Salah satu yang menjadi komitmen UII adalah menguatkan ukhuwah islamiyah antar sivitas akademika, sehingga bulan Ramadhan ini dapat dijadikan sebagai salah satu momentum untuk merealisasikannya mengingat ada juga yang menjuluki bulan Ramadhan ini sebagai bulan persaudaraan (syahrul ukhuwah). Memahami Ukhuwah Islamiyah Istilah ukhuwah Islamiyah ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat muslim. Banyak yang mengartikan istilah ini sebagai persaudaraan yang dijalin oleh sesama muslim atau persaudaraan antar sesama muslim. Pemaknaan yang demikian berarti memahami kata Islamiyah sebagai subjek atau pelaku. Menurut Quraish Shihab, pemaknaan ini kurang tepat. Kata Islamiyah yang dirangkai dengan kata ukhuwah lebih tepat jika dipahami sebagai kata sifat atau adjektiva, maka istilah ukhuwah Islamiyah ini berarti persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam.[6] Dengan demikian, ukhuwah Islamiyah memiliki makna yang luas, tidak hanya hubungan persaudaraan sesama muslim saja namun lebih dari itu, yaitu hubungan saudara yang memiliki hubungan darah, hubungan saudara satu negara dan lain sebagainya. Dalam konteks hubungan dengan sesama muslim, adanya ukhuwah Islamiyah akan semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan diantara masyarakat muslim. Berdasarkan pengalaman sejarah masa lalu, kehancuran dan keruntuhan kekuatan umat Islam disebabkan lemahnya ukhuwah Islamiyah. Oleh karena itu, Hasan Al-Banna sebagai pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin menjadikan ukhuwah Islamiyah ini sebagai salah satu sendi terpenting dalam dakwahnya. Konsep ukhuwah Islamiyah ini meliputi: 1. Persaudaraan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. 2. Persaudaraan dalam segala aspek kehidupan baik material maupun spiritual berdasarkan persatuan menurut tauhid. 3. Tidak mengenal perbedaan fisik, kelas sosial, politik, rasial dan keadaan ekonomi.[7] Pertama kali yang dilakukan Nabi ketika hijrah ke Madinah adalah mempersatukan suku Arab yang sedang berperang. Karena Nabi juga mempunyai keturunan darah Arab, maka Nabi dapat dengan mudah menyatukan mereka. Strategi yang dilakukan Nabi adalah menanamkan dalam jiwa masyarakat muslim, bahwa barang siapa yang memeluk agama Islam maka dia bersaudara dengan muslim lainnya. Tidak ada sesuatupun yang membedakan, apakah itu jabatan, status sosial, ekonomi dan lain sebagainya kecuali hanya ketaqwaan. Tidak ada persaudaraan yang kekal kecuali persaudaraan yang dilandasi oleh kesamaan iman.[8] Disinilah letak egalitarianitas dalam Islam yang memandang manusia tidak pada jabatan, status sosial, ekonomi dan lain sebagainya kecuali hanya ketaqwaannya. Islam telah merubah karakter masyarakat jahiliyah yang sangat feodal menjadi masyarakat yang egaliter.
3 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Mengenai pentingnya ukhuwah ini, kiranya kita bisa belajar dari kegagalan kesebelasan Prancis pada ajang Piala Dunia 2010 kemarin. Kesebelasan yang didominasi pemain kelas dunia dapat dikalahkan oleh Meksiko dan Afrika Selatan. Jika dilihat dari kualitas individu pemain, Prancis jelas lebih unggul. Namun karena hubungan yang kurang baik antara pelatih dan pemain, menjadikan Prancis harus kalah dari kesebelasan yang kualitas pemainnya lebih rendah namun memiliki hubungan yang lebih solid baik diantara pemainnya maupun dengan pelatihnya. Beberapa proses untuk membentuk ukhuwah Islamiyah antara lain: ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling tolong menolong), dan takaful (saling menanggung/ senasib sepenanggungan).[9] Jika sudah sampai pada tingkatan saling menanggung, maka disinilah letak ukhuwah Islamiyah yang hakiki dimana masing-masing tidak mementingkan diri sendiri, justru lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Mengutamakan orang lain (itsar) disini bukan dalam ibadah, namun dalam mu’amalah sebagaimana terdapat dalam kaidah ushul fikih yang mengatakan bahwa “mengutamakan orang lain (itsar) dalam lapangan mu’amalah adalah sangat dianjurkan, sedangkan dalam lapangan ibadah dilarang”. Memperkuat Ukhuwah Islamiyah di UII Kalau kita melihat sejarah masa lalu, berdirinya UII dilandasi oleh semangat ukhuwah Islamiyah. UII yang pada mulanya bernama STI (Sekolah Tinggi Islam) didirikan oleh tokohtokoh Islam yang tergabung dalam Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia)[10] dengan menanggalkan ideologi organisasi-organisasi mereka. Para tokoh tersebut bersatu padu demi mendirikan perguruan tinggi nasional bercorak Islam.[11] Semangat ini mengandung makna tersirat bahwa UII harus selalu memperkuat ukhuwah Islamiyah baik antar civitas akademika maupun dengan masyarakat di luar kampus tanpa membedakan-bedakan apapun, termasuk latar belakang organisasinya karena UII adalah milik umat, bukan golongan tertentu. Kata “rahmatan lil ‘âlamîn” (rahmat bagi seluruh alam) yang tersurat dalam Visi UII juga menyiratkan makna terkait dengan penguatan ukhuwah islamiyah. Visi rahmatan lil ‘âlamîn yang memberikan kebaikan dan rahmat untuk seluruh alam hanya akan terwujud dengan ukhuwah islamiyah yang kuat, tanpa membedakan apapun. Bagaimana mungkin visi ini dapat diwujudkan kalau masih ada diskriminasi dalam memandang sesamanya. Adanya kesesuaian antara semangat yang dibangun oleh para pendiri (founding fathers) dengan Visi UII di atas menjadikan UII untuk senantiasa berkomitmen terhadap penguatan ukhuwah islamiyah yang sudah dimulai dari lingkup kecil, yaitu antar civitas akademika, bahkan komitmen ini secara eksplisit sudah dituangkan dalam Rencana Strategis Universitas 2010-2014. Terjalinnya ukhuwah islamiyah antar civitas akademika UII salah satunya diharapkan dapat menciptakan iklim kerja yang humanis (insaniyah) yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Meskipun penguatan ukhuwah islamiyah sudah menjadi komitmen UII tidak hanya pada bulan suci Ramadhan, namun tidak ada salahnya jika bulan agung ini juga dijadikan mementum untuk merealisasikan komitmen ini. Bulan suci dengan berbagai keistimewaan ini sangat sayang jika dilewatkan begitu saja tanpa ada makna. Beberapa kegiatan yang lazimnya dilakukan masyarakat muslim di Indonesia pada bulan Ramadhan bisa dilakukan untuk menguatkan ukhuwah islamiyah ini, baik antar civitas akademika maupun dengan masyarakat di luar kampus, misalnya melalui silaturahmi dalam berbagai bentuk seperti buka puasa bersama,
4 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
tarawih bersama, tadarus bersama, kajian bersama dan lain sebagainya. Silaturahmi bisa dijadikan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menguatkan ukhuwah islamiyah. Menurut Toto Tasmara, salah satu tanda kecerdasan ruhaniyah (Transcendental Intelligence) adalah membina hubungan silaturahmi. Silaturahmi dari kata silah yang berarti ikatan dan rahim yang merupakan salah satu sifat Allah. Dengan demikian, jika kata rahim disatukan dengan kata silah dapat diartikan sebagai rahmat Allah yang diberikan kepada umat Islam yang bersungguh-sungguh mengekalkan tali cinta kepada Allah, manusia dan alam sekitarnya. Siaturahmi merupakan fitrah manusia dimana manusia tidak dapat hidup sendiri dan mereka hanya bisa hidup dengan membagi cinta kasih dengan sesamanya dan makhluk ciptaan-Nya yang lain.[12] Dalam kaitannya dengan salah satu hikmah puasa bulan Ramadhan, kita dapat merasakan bagaimana laparnya orang-orang miskin yang barang kali untuk makan sehari sekali saja sangat sulit. Dengan demikian, maka kita bisa lebih merasa empati untuk ikut berbagi kepada mereka yang mebutuhkan uluran tangan kita. Saling membantu dan menolong inilah yang dapat memupuk ukhuwah diantara civitas akademika dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan. Rasa empati inilah kemudian yang mendorong untuk terjalinnya silaturahmi yang pada akhirnya dapat memperkuat ukhuwah islamiyah tanpa dibatasi oleh adanya perbedaan dalam apapun. Karena itulah maka bulan Ramadhan juga sering disebut sebagai “Bulan Kasih Sayang”. Dalam hadits Nabi juga disebutkan, “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” Dari hadits tersebut bisa dilihat bahwa besar kecilnya kecintaan terhadap saudaranya dapat dijadikan parameter kualitas keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang, semakin besar pula kecintaan seseorang terhadap saudaranya, demikian juga sebaliknya. Saudara disini bukan hanya saudara kandung, namun lebih luas lagi juga saudara antar sesama muslim sebagaimana yang disebutkan dalam QS. alHujurat ayat 10 yang berbunyi: $yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqö•è? ÇÊÉÈ ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ??????????? ???????????? (??) “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”[13] (QS al-Hujurat [49]: 10) Oleh karena itu, akan sangat lebih baik kalau silaturahmi juga digunakan untuk menguatkan keimanan dengan saling menasihati kepada kebaikan dan kesabaran. Meskipun sudah secara rutin dilaksanakan majelis ta’lim bagi sivitas akademika di lingkungan UII, namun di bulan Ramadhan ini akan lebih banyak lagi majelis ta’lim yang diselenggarakan, bukan hanya terbatas untuk kalangan internal sivitas akademika UII saja, tetapi juga bersama masyarakat sekitar. Di bulan Ramadhan ini, sebagai wujud kepedulian UII terhadap dakwah Islamiyah,
5 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
maka UII sudah sering mengirimkan para da’i untuk bisa meningkatkan hubungan ukhuwah Islamiyah antara UII dengan masyarakat, disamping juga mengabdikan keilmuan yang dimilikinya kepada masyarakat. Disinilah maka bulan Ramadhan juga sering disebut sebagai “Bulan Pendidikan”. Peran para pemimpin, ulama, tokoh masyarakat, dan para cendekiawan dalam menguatkan ukhuwah islamiyah sangat penting. Diantara mereka hendaknya ada kesatuan visi dan misi dalam tiga hal, yaitu wawasan keagamaan, wawasan kemasyarakatan, dan wawasan universal. Kesatuan wawasan keagamaan ini berupa kesatuan terhadap pemahaman nilai-nilai agama universal yang mengajarkan mengenai perdamaian, persaudaraan, keadilan dan lain sebagainya. Sedangkan kesatuan wawasan kemasyarakatan lebih pada pengakuan Islam terhadap kelompok-kelompok masyarakat, misalnya bangsa, suku, kabilah, dan sebagainya dimana satu sama lain harus saling mengenal (ta’aruf) dan menjalin persaudaraan. Kesatuan wawasan universal sendiri adalah kesadaran bahwa meskipun berbeda wilayah, namun umat Islam tetap bersaudara sebagai umat yang satu.[14] Ke depan, UII akan melakukan reorientasi peran para ulama’ agar dapat menyatukan visi dan misi ketiga wawasan tersebut, sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi penguatan ukhuwah islamiyah. Nurcholis Madjid juga pernah mengatakan bahwa dasar pijakan yang harus diimplementasikan oleh masyarakat muslim adalah semangat humanitas dan universalitas Islam. Semangat humanitas dan universalitas merupakan ruh yang dibawa Islam dimana Islam adalah agama kemanusiaan, dengan kata lain apa yang dicita-citakan Islam adalah apa yang dicita-citakan manusia pada umumnya dan misi kenabian adalah untuk menciptakan kemaslahatan bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘âlamîn), bukan untuk menguntungkan komunitas tertentu saja. Semangat yang demikian ini dapat mewujudkan hubungan sosial yang egaliter dan kooperatif.[15] Dengan memaknai hikmah Ramadhan, maka bulan Ramadhan bukan hanya dimaknai untuk sekedar berpuasa dari makan dan minum, namun lebih dari itu untuk dijadikan sebagai momentum dalam memperbaiki kualitas diri dan memperbaiki perilaku buruk menjadi baik. Itupun belum cukup, pada bulan suci ini kita juga harus memperbaiki kualitas masyarakat, misalnya ketika kita melihat kemiskinan, kita tidak cukup hanya merasakan namun juga menghilangkannya. Kita tentu mengetahui bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 2009, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 32,53 juta (14,15 persen).[16] Melihat kondisi yang demikian, maka pada bulan suci ini kita diharapkan bisa lebih empati dan terdorong untuk ikut berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan misalnya melalui shadaqah karena berdasarkan hadits Nabi bahwa shadaqah yang paling utama adalah yang dilakukan pada bulan Ramadhan.[17]
Penutup Agar Ramadhan tahun ini bermakna, maka hendaknya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, salah satunya adalah memperkuat ukhuwah islamiyah. Namun tentunya upaya untuk memperkuat ukhuwah islam tidak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja,
6 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
melainkan harus selalu dilakukan secara terus menerus. Di UII pun juga demikian, penguatan ukhuwah islamiyah selalu diupaya dari waktu ke waktu. Meskipun begitu, harapannya apa yang dilakukan pada bulan Ramadhan ini bisa membekas hingga pada bulan-bulan lainnya, tidak berhenti pada bulan Ramadhan saja. Ukhuwah islamiyah yang ideal adalah seperti yang digambarkan dalam hadits Nabi, “Orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya laksana sebuah bangunan, sebagiannya memperkokoh bagian yang lain”, dan “Perumpamaan orang mukmin dalam cinta mencintai, kasih mengasihi dan sayang menyayangi adalah laksana satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan demam.” Terkadang kita salah dalam memaknai ibadah-ibadah dalam bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan biasanya harga bahan makanan justru naik karena disebabkan naiknya tingkat konsumsi. Fenomena ini merupakan sebuah paradox, dimana kita malah boros makan, padahal hikmah yang diinginkan dari puasa agar kita merasakan bagaimana susahnya si miskin. Puasa kita bernuansa foya-foya sehingga tidak mendapatkan hikmahnya. Seharusnya kita lebih maju untuk masuk pada tingkatan hakikat sehingga puasa kita benar-benar bermanfaat baik untuk diri kita maupun untuk umat. Mari kita bersihkan diri kita, luruskan niat, dan mudah-mudahan puasa kita benar-benar diterima oleh Allah SWT dengan pahala yang berlimpah dan jangan sampai kita termasuk golongan yang puasanya sia-sia sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi dalam haditsnya: ???? ???? ??????? ?????? ???? ???? ????????? ????? ????????? ??????????? “Berapa banyak dari orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan puasanya kecuali hanya lapar dan dahaga.” MARÂJI’
Abdul Qadir Shaleh. 2003. Agama Kekerasan. Yogyakarta. Prismasophie. Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. 2003 M/ 1424 H. Minhajul Muslim. Beirut. Darul Fikri. Amir Faishal. 2010. “Ukhuwah Islamiyah”. Dalam http://www.pesantrenvirtual.com. Badan Pusat Statistik. “Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009”. Berita Resmi Statistik No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009. Djauhari Muhsin dkk. 2002. Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Badan Wakaf UII. Farid Wajdi Ibrahim. 2009. Dalam http://www.serambinews.com.
“Ramadhan
Mubarak
Ukhuwah
Islamiah.”
M. Quraish Shihab. 2001. Wawasan Al-Qur’an. Bandung. Penerbit Mizan.
7 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Muhammad ‘Ali Al-Shabuny. 2001 M/ 1422 H. Rawai’ul Bayan: Tafsirul Ayatil Ahkam Minal Qur’an. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah. S. Noor Chozin Sufri. 2000. “Dakwah dalam Perspektif Hasan Al-Banna.” Jurnal Al-Jami’ah. Vol. 38, No. 2. Yogyakarta. IAIN Sunan Kalijaga. Toto Tasmara. 2001. Kecerdasan Ruhaniyah (Transcendental Intellegence). Jakarta. Gema Insani. Ummu Fatih. 2005. “Al-Ukhuwah Dalam http://kajian-muslimah.blogspot.com.
Al-Islamiyah
(Persaudaraan
Islam).”
Wahbah Zuhaili. Fiqh Islam wa Adillatuhu. Juz 3. Damaskus: Darul Fikri.
* Rektor Universitas Islam Indonesia
[1] Kegembiraan akan datangnya Ramadhan merupakan anjuran dari Nabi melalui haditsnya yang berbunyi, “barang siapa yang bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah SWT mengharamkan jasadnya atas api neraka.”
[2] Lampu fanus ini diibaratkan sebagai Ramadhan yang dapat menerangi kehidupan.
[3] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. 2003 M/ 1424 H. Minhajul Muslim. Beirut. Darul Fikri. Hlm. 234.
[4] Definisi taqwa yang umum digunakan adalah melaksanakan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Lihat Wahbah Zuhaili. Fiqh Islam wa Adillatuhu. Juz 3.
8 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Damaskus: Darul Fikri. Hlm. 1616.
[5] Muhammad ‘Ali Al-Shabuny. 2001 M/ 1422 H. Rawai’ul Bayan: Tafsirul Ayatil Ahkam Minal Qur’an. Jakarta. Darul Kutubil Islamiyah. Hlm. 152.
[6] M. Quraish Shihab. 2001. Wawasan Al-Qur’an. Bandung. Penerbit Mizan. Hlm. 486.
[7] S. Noor Chozin Sufri. 2000. “Dakwah dalam Perspektif Hasan Al-Banna.” Jurnal Al-Jami’ah. Vol. 38, No. 2. Yogyakarta. IAIN Sunan Kalijaga. Hlm. 444.
[8] Amir Faishal. 2010. “Ukhuwah Islamiyah”. Dalam http://www.pesantrenvirtual.com, diakses pada 6 Juli 2010.
[9] Ummu Fatih. 2005. “Al-Ukhuwah Al-Islamiyah (Persaudaraan Islam).” Dalam http://kajian-muslimah.blogspot.com, diakses pada 6 Juli 2010.
[10] Masyumi awalnya adalah MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang merupakan gabungan dari NU, Muhammadiyah, PUI dan PPUI.
9 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[11] Djauhari Muhsin dkk. 2002. Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Badan Wakaf UII. Hlm. 27.
[12] Toto Tasmara. 2001. Kecerdasan Ruhaniyah (Transcendental Intellegence). Jakarta. Gema Insani. Hlm. 170.
[13] Ayat di atas menggunakan kata “ikhwah” yang berarti saudara sedarah untuk menunjukkan hubungan antar sesama muslim, padahal untuk menunjukkan persaudaraan yang tidak sedarah biasanya menggunakan kata “ikhwan”. Menurut Quraish Shihab, penggunaan kata “ikhwah” ini menunjukkan kewajiban ganda bagi masyarakat muslim untuk menjalin hubungan yang baik, bukan hanya persaudaraan sesama manusia, namun lebih dari itu seakan-akan mereka adalah saudara sedarah (Quraish Shihab. Op. Cit. Hlm. 490).
[14] Farid Wajdi Ibrahim. 2009. “Ramadhan Mubarak Ukhuwah Islamiah.” Dalam http://www.serambinews.com, diakses pada 6 Juli 2010.
[15] Ruslan, dikutip dalam Abdul Qadir Shaleh. 2003. Agama Kekerasan. Yogyakarta. Prismasophie. Hlm. 129.
[16] Badan Pusat Statistik. “Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009”. Berita Resmi Statistik No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009. Hlm. 1.
10 / 11
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[17] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Op. Cit.
11 / 11 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)