Senandika Dinda di Bulan Ramadhan Sahur-sahur!!, hati gemetar mendengar suara indah akan kedatangan bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah yang dinanti-nanti oleh seluruh umat muslim di dunia, bulan ramadhan sudah di depan mata, semua orang sibuk dengan segala persiapan , hanya Dinda yang termenung sendiri dipojok rumah gubuk, rumah yang sangat jauh dari perkotaan hanya ditemani sang bunda tercinta setiap hari. Ayah yang sangat sibuk dengan pekerjaan barunya di Jakarta, yang berjuang hanya bisa mencukupi untuk makan dan keperluan sekolah Dinda, kadang Ayah pulang sebulan sekali, pernah juga tidak pulang sama sekali, entah ayah mungkin sibuk dan harus meluangkan waktu banyak dengan pekerjaannya,yang dipikirkan Bunda dan Dinda juga demikian.Hari pertama puasa, Ayah masih bisa berkumpul bersama Dinda bersahur bareng, kenangan terakhir bersama Ayah berbuka dan sahur sangatlah pusparagam sebelum berangkat kerja baru di Jakarta. Dinda semangat bangun sebelum sahur, biarpun ditemani sang Bunda seorang, Dinda tetap puasa karena kebiasaan moment puasa lengkap dengan sang Ayah, makanan yang disukai Ayah pun Dinda hafal betul dari Ayam goreng sama krupuk udang, tetapi hari ini dengan makan seadanya, dan bahkan Bunda sering menasehati Dinda untuk mensyukuri apa yang kita punya. Dan siang ini cukup panas, semburan cahaya dari ufuk timur membuat perut Dinda dahaga seketika merasa haus dan lapar seperti cacing kepanasan, tetapi Dinda berusaha menahan sampai terbenam fajar, Dinda masih ingat pesan Ayah, “ Nda ( nama panggilan Dinda), kalau kamu puasa penuh satu hari, Allah akan sayang kamu “, ingat kata-kata itu membuatnya menjadi semangat kembali, dan pernah sekali Dinda dikasih hadiah waktu berumur 10 tahun karena puasa penuh. Ibu gutu Dinda pun mewajibkan untuk berpuasa, dan Ibu guru pun berpesan,” kita puasa tidak hanya menahan haus dan lapar, tetapi ada hal yang lebih penting, tegas Ibu guru kepada murid-muridnya.” Lantas Dinda langsung jawab, “ Ibu contohnya hal yang penting buat kita, apa yang dilakukan ?” dengan nada polosnya, langsung Ibu guru menjawab ,” bagus pertanyaan Dinda, salah satu contohnya yaitu harus berbagi sesama yang membutuhkan, karena banyak diluar
sana yang masih harus membutuhkan makanan dan minuman, jadi kita harus bersyukur tandas Ibu guru.” Murid-murid hanya terdiam gurau mendengarkan nasihat Ibu guru, dalam dirinya Dinda merasa terima kasih atas jawabannya, karena Dinda sudah paham arti puasa yang baik. Sore yang sejuk sembari menunggu detik-detik berbuka puasa, Dinda mencoba membantu Bundanya di dapur memasak buat nanti berbuka, memang makanan yang disaji sederhana jauh dari kata mewah, hanya ditemani nasi sayur asem ditambah tempe, tetapi mereka sangat mensyukuri, sambil mengupas bawang merah, si Dinda sering melontarkan pertanyaan “Bun, kok Ayah tidak ada kabar sampai sekarang?” dengan nada memelas, “mungkin lagi sibuk dengan kerjaan, nanti malam juga Ayah pasti menelponnya,” dengan wajah tersenyum kehangatan. Tidak lama membantu Bunda memasak di dapur terdengar suara pintu, “ tok tok , Assalamu’alaikum ada orang didalam? Seru Pak Agus. Pak agus teman Ayah kerja yang di Jakarta, kebetulan dia tetangga sebelah. “ iya ada, sebentar.. nada lantang sahut si Dinda”, ternyata Dinda buka pintunya Pak Agus tetangga sebelah, dalam benak Dinda ,” kok dia bisa menyempatkan pulang , Ayah sendiri tidak bisa pulang, dengan wajah lesunya Dinda mengadu Bunda,” lantas Dinda belum sempat ngobrol atas penasaran tentang Ayah. Akhirnya, yang dinanti-nanti tiba juga, suara takbir adzan dari ujung barat berkumandang, Dinda merasa sangat senang, langsung dengan wajah polosnya menyergap makanan yang disaji, Bunda hanya tersenyum melihat anaknya, dengan nasihat Bunda akan keutamaan berbuka puasa Dinda menjadi lebih paham, dan Dinda berjanji ketika berbuka puasa nanti harus membaca do’a dan makan tidak boleh berlebihan, memang Dinda gadis yang masih polos masih berumur 11 tahun sangat rasa ingin tahunya tinggi, sesekali Bunda bingung menjawab tentang permasalahan Ayanhya, sebenarnya rasa berat ngomong secar jujur sama Dinda yang masih anak kecil, permasalahannya Ayah yang jarang ada kabar, memang Ayahnya sangat sayang kepada Dinda bahkan keinginan dan kenangan masih teringat sama Dinda sewaktu Bulan Ramdhan tahun kemarin. Sungguh berat untuk mengatakannya, takut Dinda kecewa dan bahkan menangis kalau tidak ada kabar sang Ayah.
Malam tarawih ini Dinda berangkat dengan Bunda, berjalan memasuki perkampungan yang sangat jauh dengan masjid, dengan ditemani obor kecil dari bambu, Bunda meyakinkan perjalannya seolah-olah tidak terjadi yang Dinda pikirkan, kadang api obor mati seketika terkena tiupan angin dari seberang barat ke timur, akhirnya lama diperjalanan dengan tekad yang kuat untuk beribadah kepada Allah, segalanya dimudahkan. “Bun enak yah kalo ada Ayah disini solat bareng sambil menepuk pundak Bunda”, “ ya sangat enak, keluarga kita menjadi lengkap, biasanya Ayah memimpin solat bareng dirumah dengan nada halus dari hati Bunda.” Melamun akan sosok Ayah, Dinda hanya bisa berdoa, sesuatu saat pulang lebaran nanti Dinda akan memeluk erat Ayah, dan Ayah pasti membawa mainan yang banyak buat Dinda. Aamiin Dinda dalam hati.” Kebanyakan orang setelah solat tarawih,mereka bercengkrama dengan teman sekedar kumpul sama keluarga, tetapi Dinda hanya didalam rumah ditemani Bunda tercintanya membaca Al-qur’an bersama, Dinda memang sudah bisa mengaji lumayan bagus berkat sang Ayah, suasana sunyi terharu seperti anak Ayam yang kehilangan induknya, Dinda menangis sedih kangen akan sosok Ayah yang
biasanya
mengajarkan
ngaji,
dongeng,
bahkan
memain
petasan
dipekarangan rumah. Sahur sahurdung dung tong tong, tetabuan suara sorak-sorak terdengar, membuatnya bangun dengan wajah berat ngantuknya tidak bisa dikompromi, dengan jalan seperti orang mabuk, Dinda menyempatkan membangun sang Bunda, ternyata di buka kamarnya Bunda sudah bangun lebih awal, memang Bunda luar biasa, disaat Dinda masih tidur Bunda sudah memasak di dapur dan mempersiapkan semuanya buat Dinda, merasa Dinda merepotkan, disela-sela tidak ada kegiatan Dinda mencoba membantu menyapu lantai dan sedikit melamunin Ayahnya.Pernah dinda menaruh surat kepada Ayah di tas merah kerjanya,ketika Ayah hendak berangkat kerja .
Dear ayah.. “Ayah, engkau adalah Ayah yang sangat hebat, Dinda sayang Ayah, jaga kesehatan yah Ayah jangan lupakan Dinda sama Bunda dirumah, dan jangan lupa solat, pasti Dinda kangen banget sama Ayah, LOVE U Ayah” Ayahnya mencoba menyempatkan membaca disela-sela kesibukan kerjanya, beban kerja yang berat harus merelakan tenaga dan pikirannya demi sesuap nasi. Kini Dinda sudah beranjak dewasa, dia sudah bisa berpuasa penuh sampai sebulan, kebiasaan yang belum dia pernah lakukan sebelumnya, seperti mengaji, solat tarawih bareng, serta memberikan makanan kepada yang berpuasa dan amalan-amalan lainnya yang sangat mulia di bulan penuh berkah, semua orang berlomba-lomba kebaikan menimba amalan soleh untuk bekal hidup lebih hakiki. Tapi yang dirasakan Dinda sangatlah berbeda, tidak seperti tahun kemarin yang ditemanin sang Ayah yang sangat sayang, bahkan Dinda sering membuat makanan berbuka puasa kesukaan Ayah. Inspirasi hari ini membuat Dinda semakin bersemangat, halangan dan rintangan godaan, seolah membuatnya menjadikan senjata ampuh untuk melawannya, kini Dinda banyak belajar dari Bunda, Guru di kelas dan pengajian rutin dirumahnya, seperti hati yang kosong disempurnahkan permata kristal yang indah, membuatnya menjadi tenang pikiran segar menjadi mendekatkan diri kepada Allah, sebelumnya Dinda belum pernah merasakn getaran cintanya kepada Allah yang begitu dekat debaran cinta, bahkan bukan itu saja Dinda merasa terpanggil hatinya untuk beristiqomah memakai jilba,” Subhannallah di bulan yang agung ini engkau memberikan hikmah dan inspirasi buat Dinda, seraya berkaca dalam hati Dinda.” Belum bahkan tidak pernah merasakan kenikmatan yang begitu akan cintanya kepada kedua orang tua dan melebihi conta kepada Allah, hidup terasa indah dan bahkan segala permasalahan seolah Allah selalu ada dalam benak diri kita setiap melangkah. Mencoba hari-hari Dinda diwarnai mendekatkan diri kepada Allah, disiang hari ini Dinda menyempatkan bertadarus Al-Qur’an bersama teman-temannya di Masjid dekat sekolah, kebetulan waktu itu mereka sehabis pulang sekolah, dengan
suara merdunya Dinda melantunkan ayat-ayat suci yang sangat indah, membuat menyentuh setiap orang yang melewati langkah ke masjid, bahkan ada salah satu warga yang takjub Pak Andi, “ suaranya subhannallah merdu sekali, merasa diri ini tentram mendengarnya,” melongo melihat Dinda dan teman-temannya bertadarus. Dan selalu dalam diri Dinda mendoakan Ayahnya, supaya tidak capek dalam bekerja dan dimudahkan jalannya supaya nanti lebaran bisa berkumpul kembali. Kini Dinda menjadi anak yang mandiri, bahkan dia bangun lebih awal dari biasanya, mencoba memasak masakan buat sahur, dan lebih hebat lagi Dinda berangkat ke Masjid pun sendiri dengan semangat membawa obornya tanpa ditemani sang Bunda, ” tidak takut lagi sama siapapun apa lagi setan atau manusia cetus si Dinda kepada Bundanya, karena Dinda punya Ayah yang dekat sama Dinda yaitu Allah dengan nada polosnya.” Siang ini tepatnya hari rabu, rencana yang sudah ditunggu beberapa hari kemarin, niat yang baik untuk mengadakan bakti sosial bersama teman-temannya membantu masyrakat yang tidak mampu, dan sekalian makan bersama, sungguh hati Dinda sangat senang, Dinda merasakan hati yang bercampur sedih, terharu dan menjadikan inspirasi buat dirinya dan orang lain akan menjadi satu dalam hati Dinda, ternyata di luar sana masih banyak yang harus dibantu, tetapi mereka sangat bersyukur akan kesederhanaan hidup. Banyak pelajaran dan inspirasi Dinda selama kegiatan tadi, selama kegiatan berlangsung Dinda sesekali meneteskan air mata, ketika Dinda menyodorkan sesuatu kepada nenek yang hidup seseorang dengan makan seadanya, tetapi bertahan hidup akan arus globalisasi. “Sungguh banyak sekali manfaat dan sejuta inspirasi dari bulan yang penuh berkah ini, marilah kita berlomba-lomba mencari kebaikan di dunia maupun di akhirat, karena hidup didunia sejatinya tidak abadi, maka dari itu berikanalah yang terbaik buat orang yang kamu cintai dan bermanfaat buat seseorang” itu seklumit ucapan Ustadz ketika ceramah. Untuk mengisi kerinduan Dinda kepada Ayahnya, langsung menelpon seusai ceramah di masjd, menanyakan kerinduan
Dinda, dengan harapan ketika hari kemenangan tiba Ayah bisa berkumpul kembali dan membawa oleh-oleh banyak buat Dinda, dengan wajah belas kasih. Tepatnya di hari ke-27, tidak terasa waktu begitu cepat dan melaju kenjang, perasaan yang dulu dihantui rasa lapar dan haus, kini Dinda sudah terbiasa dengan puasa penuh sehari, ternyata tidak itu saja perubahan-perubahan dalam Dinda pun tercermin
dalam dirinya, sang Bunda merasa bangga melihat anak semata
wayangnya menjadi pribadi yang bijaksana dan soliha. Berbondong-bondong warga suara kegaduhan di pasar, semua tersedia dari baju buat leabran sampai makanan berbuka puasa dan pernak-pernik tradisi lebaran lainnya, hati Dinda merasa sedih, di sisi lain Dinda tidak merasakan yang dia lihat, hanya termenung dan melamuni keadaaan, dalam diri Dinda sembari melewati pasar, “ andai saja Dinda diberikan baju baru yang cantik dari Ayah, Dinda pasti sangat senang,”. Berkat doa dinda, keajaiban datang tidak terduga, Ibu langsung menggandeng Dinda pergi ke sesuatu tempat, dan bunda pun tidak menceritakan akan ada suatu kejutan buat Dinda, ternyata Dinda ke pasar untuk membeli baju baru sesuka Dinda, tapi Dinda penasaran, “ bun, duit dari mana? Kan kita makan saja kadang tidak cukup, apalagi buat beli baju sebagus ini penegasan Dinda kepada Bunda.” Bunda hanya bisa menjawab nada lirih” kita mendapatkan rejeki, alhamdulilah Ayah sekarang kirim duit, tetapi duitnya tidak banyak hanya bisa beli baju baru kamu saja, “ hati Dinda bercampur aduk, karena tidak tega melihat Bunda merelakan beli baju baru buat Dinda, disisi lain harus banyak keperluan nanti esok. Penolakan diri Dinda coba untuk tidak hidup hedonisme, baju baru tidaklah harus baru, baju lebaran kemarin masih bagus, tetapi Bunda sudah membelikan bajunya dan Dinda suka baju baru itu. Sungguh lengkap sudah baju baru sudah dibelikan oleh Ayah, biarpun sederhana, puasa penuh sehari tanpa godaan, dan hal yang terpenting dalam diri Dinda, banyak sekali perubahan yang nampak dari perilakunya.
Hari-hari mendekati lebaran, Ayah pun tidak ada kabar, sampai di hari lebarannya pun Dinda tidak melihat sosok Ayah, rasanya sedih bercampur haru, selama ini yang Dinda harapkan ternyata pupus juga, sang Ayah belum pulang juga saat lebaran, dan Bunda berusaha menenangkan kegalauan Dinda pada saat itu. Ada apakah dengan Ayah Dinda? Apa ada yang dirahasiakan oleh Bunda akan sesuatu yang terjadi terhadap Ayah?