Para wanita di bulan ramadhan
) , !! " # $ % '& - . 0 * 1$ 2 1, 0 1 3 45&$ ,* + , - . / “Sesungguhnya di sorga ada sebuah pintu yang bernama Ar Rayyan, yang mana pada hari kiamat akan di masuki oleh orang-orang yang berpuasa. Tidak ada yang bisa melewati pintu ini kecuali mereka, dan apabila mereka telah memasukinya , maka pintu itu pun ditutup” (Riwayat Bukhari 4/95, Muslim 1152, dari Sahl bin Sa’ad ) Telah datang tamu agung bagi segenap kaum muslimin, sebuah bulan yang mulia dan penuh akan berkah; Bulan Ramadhan. Berbahagialah kaum muslimin yang menyambutnya, disebabkan oleh banyaknya keistimewaan bulan ini. Diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits diatas. Dalam hadits lain disebutkan:
B C@ DA <& 6 ! 7 1@, A " 6 ! 7 8 :9$ ; < >= ? 4 E F G “Jika datang (bulan) Ramadhan, maka dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dan para syetan dibelenggu” (Riwayat Bukhari 1098, Muslim 1079)
Tidak terlupa kaum wanita sebagai partner kaum laki-laki juga harus memahami pentingnya bulan Ramadhan. Oleh karena itu sudah seharusnya bagi wanita muslimah untuk mengetahui hukum-hukum wanita seputar bulan Ramadhan. Agar bulan yang penuh kemuliaan ini tidak terlewat begitu saja . Kesamaan Antara Laki-Laki Dan Wanita Di Bulan Ramadhan. Secara umum dalam bulan Ramadhan antara laki-laki dan kaum wanita memiliki hukum yang sama dalam beberapa hal. Seperti diwajibkannya berpuasa dan banyak melakukan amal shalih, demi mengejar keutamaan bulan Ramadhan. Allah mewajibkan puasa bagi kaum muslimin baik laki-laki ataupun wanita. Allah berfirnan:
* H 1IJ E E K% L1M N :O O 9 * H 1M N :O => E K% PQ0 :R * H 1%S ‘Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al Baqarah :183)
1
Juga kewajiban menunaikan zakat fithri, maka laki-laki dan wanita memiliki kewajiban yang sama. Hal ini berdasar sabda Rasulullah J: “Rasulullah J mewajibkan zakat fithri satu sha’ dari korma atau gandum atas budak ataupun orang merdeka, laki-laki maupun wanita, kecil maupun besar dari kalangan kaum muslimin” (Riwayat Bukhari 1503, Muslim 984, dari Ibnu ‘Umar ) Wanita Haidh Di Bulan Ramadhan Ketika seorang wanita mendapati waktu haidh pada bulan Ramadhan, maka diharamkan baginya untuk berpuasa pada waktu tersebut, dan dia diwajibkan untuk mengganti mengqadha puasanya tersebut pada bulan lainnya. Hal ini berdasar hadits Mu’adzah : “Saya bertanya kepada ‘Aisyah ; “Kenapa wanita haidh diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat?”. Maka ‘Aisyah berkata; “Apakah engkau seorang Haruri (salah satu kelompok yang menyimpang)” Saya menjawab; “Saya bukan seorang Haruri, akan tetapi saya bertanya”. Maka ‘Aisyah berkata; “
>T ; !& U V ) A & >T ; !& U$ W T & X < P M Y 8 V # $ O Z [ “Kami mengalami haidh pada masa Rasulullah J, maka kami diperintahkan mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat” (Riwayat Muslim 1/256/330) Imam Nawawi
W \<
ketika menjelaskan hadits diatas berkata;
“Kewajiban wanita mengqadha puasa pada bulan Ramadhan adalah kesepakatan para ‘ulama’ (Syarh Shahih Muslim 1/637) Adapun hikmah dari hukum ini adalah karena wanita yang sedang haidh akan merasa lemah karena keluarnya darah yang merupakan unsur kekuatan tubuh, oleh karena itu diperintahkan untuk menjalankan puasa pada hari lain (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 25/251) Apabila seorang wanita suci dari haidh sebelum terbit fajar, lalu berniat puasa, namun belum sempat mandi junub sampai terbit fajar, maka puasanya sah. Al Hafidz Ibnu Hajar
W \< berkata; “Apabila wanita
suci dari haidh sebelum fajar namun belum mandi junub sampai terbit fajar, lalu ia berniat puasa, maka puasanya sah “ (Fathul Bari’ 1/299). Hal ini berdasar hadits: “Sesungguhnya Rasulullah J masuk waktu subuh saat beliau masih dalam keadaan junub, kemudian beliau mandi junub lalu berpuasa” (Riwayat Bukhari 4/123, Muslim 1109, dari ‘Aisyah ) 2
Apabila seorang wanita telah berpuasa, akan tetapi ia keluar haidh beberapa saat sebelum waktu berbuka puasa, maka puasanya pada hari itu tidak sah dan wajib di qadha (Lihat Ad Dima’ Ath Thayyibah, Syeikh Utsaimin hal.28) Hukum Memakai Obat Pencegah Haidh Mengenai masalah ini Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
W \<
berkata: “Memakai obat pencegah haidh dibolehkan dengan syarat: Pertama;Tidak membahayakan dirinya, adapun kalau membahayakan maka terlarang sebagaimana firman Allah ; “Dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan” (Al Baqarah: 195) sedangkan yang kedua; Dengan ijin suami mereka. Namun yang lebih baik bagi mereka adalah tidak memakainya” (Lihat Ad Dima’ Ath Thayyibah,hal.57) Apabila wanita yang mengkonsumsi obat pencegah haidh tersebut kemudian benar-benar tidak keluar darah haidh, maka wajib baginya berpuasa (Lihat Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/198, 2/393, Tanbihat, syeikh shaleh Fauzan hal; 35). Berkata Imam Ahmad
W \<:
“Tidak mengapa seorang wanita
memakai obat pencegah haidh, jika itu obat biasa” (Al Mughni 1/368) Wanita Istihadhah Di Bulan Ramadhan Wanita yang terkena istihadhah (pendarahan yang diakibatkan karena penyakit, bukan haidh atau nifas) wajib menjalankan puasa sebagaimana wanita yang suci (Lihat Ad Dima’ Ath Thayyibah, Syeikh Utsaimin hal.49) Imam Nawawi
W \<
berkata; “Adapun shalat, puasa , i’tikaf,
membaca Al Qur’an, menyentuh dan membawa mushaf serta sujud tilawah dan syukur juga kewajiban ibadah lainnya, maka wanita istihadhah sama dengan wanita suci. Ini adalah ijma’ para ‘ulama’” (Syarh Shahih Muslim 1/631) Wanita Hamil & Menyusui Di Bulan Ramadhan Wanita hamil dan menyusui apabila tidak mampu berpuasa atau khawatir atas kesehatan anaknya, maka mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa, namun wajib baginya untuk membayar fidyah dan tidak wajib mengqadha’.
3
Dari Ibnu ‘Abbas berkata;Diberi keringanan bagi laki-laki dan wanita lanjut usia tetapi masih mampu untuk berpuasa untuk tidak berpuasa dan memberi makan orang miskin setiap harinya. Kemudian hukum ini dihapus dengan firman Allah :
1 $ P G * H P& ] E $ “Barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan (bulan Ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa” (Al Baqarah : 185) Dan hukum ini ditetapkan bagi orang tua yang tidak mampu berpuasa, wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa dan memberi makan satu orang miskin” (Riwayat Baihaqi 4/230, dengan sanad shahih) (lihat Shifat Shaum Nabi J, syeikh Ali Hasan Al halaby & Syeikh Salim Al Hilaly, hal.80-85) Bentuk dari fidyah ini adalah dengan memberi makan satu orang faqir miskin untuk setiap hari yang ia tinggalkan. Hal ini berdasarkan sebuah riwayat; “Dari Anas bin Malik , sesungguhnya beliau merasa lemah dan tidak mampu menjalankan puasa (karena usia beliau yang telah lanjut), maka beliau membuat satu nampan makanan, lalu beliau memanggil tiga puluh orang miskin, kemudian beliau memberi makan kepada mereka makanan yang mengenyangkan” (Riwayat Daruquthni , dengan sanad shahih) Adapun waktu dari pembayaran fidyah ini terdapat pilihan. Jika dia mau, maka membayar fidyah untuk seorang fakir miskin pada hari itu juga. Atau jika dia berkehendak, maka ia dibolehkan mengakhirkan hingga hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana yang dilakukan oleh shahabat Anas bin Malik ketika usia beliau telah lanjut, dan dibolehkan juga untuk membayar fidyah setelah keluar dari bulan Ramadhan. Wanita & Shalat ‘Iedul Fithri Wanita disyari’atkan untuk meghadiri shalat ‘ied. Bahkan wanita yang sedang haidh pun disyari’atkan untuk datang ke tempat shalat. Akan tetapi ia tidak mengikuti shalat, dia hanya mendengarkan khutbah ‘ied saja. Dalam sebuah hadits disebutkan:
Z M3 A ` % P GR :E& S # $ Y 8 A 2 R S ^ & 8 V V L%1 Y 8 b& :S A ,E 1a “Kami diperintahkan untuk membawa keluar anak-anak perempuan muda dan wanita-wanita yang haidh pada dua hari raya (agar) mereka menyaksikan kebaikan dan do’a (kaum) muslimin, tetapi wanita yang haidh menjauhkan diri dari tempat shalat” (Riwayat Bukhari, Muslim, dari Ummu ‘Athiyyah ,) 4
Imam Bukhari
W \< dalam shahihnya menyatakan; “Seorang wanita
yang tidak mempunyai jilbab untuk hadir pada shalat ‘Ied, maka Rasulullah bersabda:
E 1a Z M 3 A ` P G ::A P!&I1 ?& E P:I. D Pa I&1 : “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya agar dia bisa menyaksikan kebaikan dan do’a kaum muslimin (Riwayat Bukhari) “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari ‘ied, sampai-sampai kami mengeluarkan para gadis dari pingitannya dan para wanita haidh, mereka berada dibelakang manusia, maka merekapun bertakbir sebagaimana laki-laki bertakbir” (Riwayat Bukhari 971, Muslim 890, dari Ummu Athiyah ) Penutup. Demikianlah sedikit uraian tentang beberapa hukum yang berkenaan dengan kaum wanita pada bulan Ramadhan. Akhirnya semoga Allah memberikan keteguhan hati dan keistiqomahan dalam menanam amal shalih di bulan yang penuh berkah ini. Wallahu A’lam
c' a.5! *PSIR EA I8DA 0 L1MA W X< L1M W L1DA E -------------------------------------------------Kontribusi: Mas Heru Yulias Wibowo – Redaktur Buletin Da’wah An Nashihah Cikarang Baru Bekasi, untuk berlangganan hubungi bag. Sirkulasi: Mas Arifin 08156094080 (Abu Laili)
5