ANALISIS RISIKO ERGONOMI DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA FORKLIFT DI PT X TAHUN 2013 Indri Astuti Robiana Modjo Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia Email:
[email protected];
[email protected] Abstrak Pekerja forklift merupakan salah satu jenis pekerjaan yang memiliki risiko terkena musculoskeletal disorders karena faktor individu, lingkungan, dan pekerjaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor individu dan lingkungan yang berhubungan dengan musculoskeletal disorders pada pekerja forklift di PT X tahun 2013 dan melihat gambaran risiko pekerjaan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain studi potong lintang dengan kuesioner dan tools REBA. Hasil penelitian menyatakan bahwa lama kerja mempengaruhi keluhan subyektif musculoskeletal disorders dan tingkat risiko ergonomi pekerja forklift termasuk ringan hingga sedang. Sarannya, perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian postur kerja pekerja forklift, pengaturan durasi kerja, sosialisasi terkait musculoskeletal disorders, gejala, faktor risiko, tindakan pencegahan, dan penanganan. Kata kunci: risiko, ergonomi, forklift, musculoskeletal disorders Abstract Forklift worker is one of the types of jobs that have a risk of musculoskeletal disorders due to individual factors, the environment, and jobs factors. This study was conducted to determine the individual and environmental factors associated with musculoskeletal disorders in forklift workers in PT X in 2013 and see a picture of an occupational hazard. This research is quantitative research using cross-sectional study design with questionnaires and REBA. The study states that the duration of work affects the subjective complaints of musculoskeletal disorders and ergonomic risk level forklift workers including mild to moderate. It necessary to supervise forklift workers working posture control, setting the duration of the work, socialization musculoskeletal disorders, the symptoms, the risk factors, the method of prevention, and a simple way of treatment. Keywords: risk, ergonomics, forklift, musculoskeletal disorders
1 Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
2
Pendahuluan Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan jenis gangguan kesehatan yang menyerang sistem gerak tubuh. Dalam Majalah Kedokteran Indonesia vol.58 No.1 bulan Januari 2008 menyatakan bahwa sebanyak 52,9% responden (total 950 responden) mengalami keluhan nyeri pada otot rangka (musculoskeletal). Menurut data dari Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika tahun 2001, pada periode tahun 1996-1998 terdapat 4.390.000 kasus penyakit akibat kerja yang dilaporkan, sebanyak 64% di antaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor risiko ergonomi (Karuniasih, 2009). UK Health and Safety Executive (HSE) memperkirakan sebanyak 5,7 juta hari kerja telah hilang di tahun 2001/2002 karena masalah nyeri punggung (back pain) dengan rata-rata setiap orang menghabiskan 18,9 hari off dalam masa 12 bulan kerja. Mereka juga memperkirakan sebanyak 4,1 juta hari kerja hilang di tahun 2001/2002 karena gangguan pada otot dan rangka yang menyerang anggota gerak atas dan leher dengan rata-rata setiap orang menghabiskan 17,8 hari off dalam masa 12 bulan kerja (Buckle, 2005). Forklift sebagai salah satu jenis mesin alat berat dapat menyebabkan kematian dan trauma serta berisiko terhadap munculnya musculoskeletal disorders pada pekerjanya (Bovenzi and Hulshof, 1999; Hoy et.al, 2005; Viruet et.al, 2008 dalam Castillo, 2012). Sebuah studi epidemiologi meta analisis menyatakan bahwa pekerja forklift memiliki risiko terkena gangguan nyeri pada punggung bawah (low back pain) 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan yang bukan pekerja forklift (Genaidy, 2004). Sampai saat ini, belum pernah ada penelitian terkait tingkat risiko ergonomi dan keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada pekerja pekerja forklift di PT X. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah penelitian untuk menilai tingkat risiko ergonomi pekerja serta melihat hubungan antara faktor individu pekerja (usia, lama kerja, indeks massa tubuh, tingkat aktivitas fisik) dan faktor lingkungan pekerja (tingkat bahaya psikososial dan tingkat pajanan getaran seluruh tubuh) dengan munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada pekerja forklift di PT X pada tahun 2013. Tinjauan Teoritis Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan gangguan pada sistem rangka dan otot (musculoskeletal) karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan menyerang otot, tendon, ligament, dan saraf (OHS Mohawk
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
3
College, 2012). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009, faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan masalah musculoskeletal disorders adalah gerakan berulang, postur janggal, tekanan kontak, getaran, forceful exertions, durasi kerja, postur statis, lingkungan fisik, suhu, dan pencahayaan, serta kondisi lingkungan social dan organisasi kerja. Menurut Peter Vi (2000), yang menjadi faktor penyebab terjadinya musculoskeletal disorders adalah peregangan otot yang berlebihan, gerakan berulang, postur janggal, faktor penyebab sekunder seperti tekanan, getaran, suhu, serta faktor penyebab lain yaitu human diversity yang terdiri atas jenis kelamin, umur, aktivitas fisik, antropometri, dan gaya hidup. Menurut European Agency for Safety and Health at Work (2013) faktor risiko munculnya musculoskeletal disorders yang terkait dengan pekerjaan yaitu beban kerja fisik, bahaya fisik (getaran, tekanan, suhu, pencahayaan), bahaya mekanik, bahaya psikososial dan organisasi, faktor individu (keturunan, riwayat penyakit, usia, aktivitas fisik, status obesitas). Penilaian risiko ergonomi dapat dilakukan menggunakan beberapa jenis tools. Salah satunya adalah REBA. Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan salah satu metode kajian ergonomi. Hignett and McAtamney (2000) mengembangkan metode ini dalam rangka untuk mengkaji postur kerja di industri pelayanan kesehatan. Data-data yang dikumpulkan dalam metode REBA ini adalah berupa data postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe pergerakan, gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Metode REBA melakukan pengkajian terhadap faktor risiko ergonomi yaitu: seluruh tubuh yang digunakan, postur statis, dinamis, kecepatan perubahan, atau postur tidak stabil, pengangkatan dan frekuensinya, modifikasi tempat kerja, peralatan, pelatihan, dan perilaku pekerja. Metode Penelitian Penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi potong lintang. Penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran pekerjaan forklift, gambaran tingkat risiko ergonomi, dan mengetahui hubungan antara faktor risiko individu (usia, lama kerja, indeks massa tubuh, tingkat aktivitas fisik) dan faktor risiko lingkungan (tingkat bahaya psikososial dan pajanan getaran seluruh tubuh) terhadap munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada pekerja forklift di PT X tahun 2013. Penelitian dilakukan di PT X Jakarta wilayah Cakung (Jakarta Timur) dan Cilincing (Jakarta Utara) pada bulan April hingga Mei 2013. Sampel diambil
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
4
menggunakan teknik total sampling, yaitu sebanyak 31 orang di Cakung dan 49 orang di Cilincing. Data yang diambil dan diolah adalah data numerik dan data kategorik. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pengambilan gambar (foto) untuk pengukuran tingkat risiko ergonomi. Analisis risiko ergonomic menggunakan tools REBA sedangkan keluhan musculoskeletal disorders menggunakan Nordic Body Map Questionnaire. Penelitian ini menggunakan dua kali uji analisis yaitu univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square atau Kai Kuadrat. Hasil dan Pembahasan Pekerja forklift di PT X tersebar hampir di seluruh cabang warehouse-nya. Secara garis besar, terdapat dua jenis pekerjaan seorang pekerja forklift di PT X, yaitu: 1. Loading; merupakan pekerjaan mengambil barang dari truk pembawa barang lalu kemudian barang tersebut dibawa dan disimpan dalam gudang penyimpanan 2. Unloading; merupakan pekerjaan memasukkan barang, memindahkan barang dari gudang penyimpanan ke truk pembawa barang untuk selanjutnya didistribusikan ke tujuan masingmasing Dalam kedua jenis pekerjaan tersebut, aktivitas yang dilakukan seorang pekerja forklift adalah sama. Aktivitas tersebut meliputi: aktivitas memindahkan tuas kemudi forklift, aktivitas memutar kemudi selama pengoperasian forklift, dan aktivitas mengemudikan forklift secara umum. Di bawah ini merupakan distribusi hasil survei terhadap pekerja forklift di PT X tahun 2013 mengenai adanya keluhan subyektif musculoskeletal disorders . Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Keluhan Subyektif Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Forklift di PT X Tahun 2013 Keluhan Jumlah Persentase (%) subyektif Ada keluhan 61 76,2 Tidak ada 19 23,8 keluhan Total 80 100,0
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
5 Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Keluhan Subyektif Musculoskeletal Disorders dan Wilayah Kerja Pekerja Forklift pada Tahun 2013 Keluhan Subyektif Musculoskeletal disorders Wilayah No. Total Ada keluhan Tidak ada keluhan Kerja n % n % 1. Cakung 23 74,2 8 25,8 31 2. Cilincing 38 77,6 11 22,4 49 Total 61 76,2 19 23,8 80
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proporsi kejadian munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders di kedua wilayah kerja yaitu di Cakung dan Cilincing adalah hampir sama yaitu di atas 70%. Bagian tubuh pekerja forklift yang mengalami musculoskeletal disorders bervariasi, mulai dari bagian atas yaitu leher dan bahu hingga bagian bawah tubuh yaitu kaki dan pergelangan kaki. Berikut grafik distribusi frekuensi bagian tubuh yang mengalami keluhan selama 12 bulan terakhir, 7 hari terakhir, dan yang mengalami ketidaknormalan dalam bekerja.
12 bln terakhir 7 hr terakhir
Leher Bahu Siku Tangan Punggung atas Punggung bawah Paha Lutut Kaki
40 35 30 25 20 15 10 5 0
bekerja >dak normal
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan mengalami musculoskeletal disorders selama 12 bulan terakhir adalah bagian punggung bawah, yaitu sebanyak 38 responden (62,3%). Sedangkan bagian paha memiliki proporsi yang paling besar untuk bagian tubuh yang mengalami gangguan dalam 7 hari terakhir hingga menyebabkan pekerja tidak dapat bekerja dengan normal (dengan baik). Hasil ini sejalan dengan beberapa studi sebelumnya. Menurut Hoy et.al (2005), Viruet et.al (2008), dan Waters et.al (2005) bagian tubuh yang biasanya mengalami cidera akibat kerja pada operator forklift adalah pada bagian punggung bawah (Castillo, 2012). NIOSH (1997) juga
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
6
menyatakan bahwa terdapat 15 penelitian yang mendukung pernyataan bahwa jenis pekerjaan sebagai pekerja forklift merupakan salah satu jenis pekerjaan yang berisiko terhadap musculoskeletal disorders, khususnya gangguan pada bagian punggung bawah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa keluhan musculoskeletal disorders yang paling banyak dialami oleh pekerja forklift adalah di bagian punggung bawah. Hal ini terkait dengan posisi tubuh pekerja saat mengoperasikan forklift, yaitu posisi statis, duduk di dalam forklift selama kurun waktu tertentu dan dilakukan setiap hari kerja. Menurut NIOSH (1997) musculoskeletal disorders yang menyerang bagian punggung bawah terjadi karena postur kerja yang buruk, yaitu posisi statis pekerja dalam jangka waktu yang cukup lama. Postur kerja yang buruk ini berkaitan dengan posisi tulang punggung yang tidak sempurna sebagai penyangga tubuh ketika bekerja yang cenderung membungkuk (bengkok ke depan), posisi bahu dan leher yang juga kurang sempurna (fleksi ke depan). Hasil observasi lapangan diperoleh bahwa pekerja yang pernah mengalami atau memiliki keluhan musculoskeletal disorders memiliki cara berbedabeda dalam mengatasi atau menghilangkan gangguan atau rasa nyeri yang dirasakan. Beberapa cara atau teknik yang digunakan pekerja untuk menghilangkan rasa nyeri atau ganggguan berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa orang pekerja yaitu sebagian menggunakan pengobatan sendiri dengan minyak urut atau balsam, didiamkan hingga sembuh, atau dengan memperbanyak olahraga rutin. Dari hasil observasi lapangan tersebut diketahui bahwa belum ada pelaporan kejadian munculnya musculoskeletal disorders pada pekerja sehingga pihak perusahaan pun dari klinik perusahaannya belum memiliki data-data mengenai kejadian musculoskeletal disorders. Oleh karena itu, perlu diadakan sosialisasi kepada pekerja terkait musculoskeletal disorders akibat kerja dan bagaimana pencegahan serta penanganannya sehingga pekerja mengetahui dan diharapkan mampu dengan aktif melaporkan setiap kejadian musculoskeletal disorders yang muncul. Berikut tabel distribusi responden berdasarkan faktor risiko individu dan lingkungannya. Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Faktor Risiko Individu dan Faktor Risiko Lingkungan di PT X Tahun 2013 No. Variabel Frekuensi % 1. Usia - < 33 tahun 45 56,3 - ≥ 33 tahun 35 43,7 2. Lama kerja - < 9,5 tahun 51 63,8 - ≥ 9,5 tahun 29 36,2
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
7 3. 4. 5. 6.
Indeks massa tubuh - < 23,9 - ≥ 23,9 Pajanan getaran tubuh - < 0,0385 m/s2 - ≥ 0,0385 m/s2 Bahaya psikososial - Rendah - Tinggi Tingkat aktivitas fisik - Berat - Sedang - Ringan Total
44 36
55,0 45,0
52 28
65,0 35,0
34 46
57,5 42,5
47 26 7 80
58,8 32,5 8,7 100
Analisis Bivariat Tabel 4 Analisis Hubungan Faktor Risiko Individu dan Faktor Risiko Lingkungan dengan Keluhan Subyektif Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Forklift di PT X Tahun 2013 Keluhan Subyektif Ada Tidak ada keluhan keluhan n % n %
n
%
Usia - ≥ 33 tahun - < 33 tahun
23
65,7
12
34,3
35
100,0
38
84,4
7
15,6
45
100,0
Lama kerja - ≥ 9,5 tahun - < 9,5 tahun
18
62,1
11
37,9
29
100,0
43
84,3
8
15,7
51
100,0
24 37
66,7 84,1
12 7
33,3 15,9
36 44
100,0 100,0
Pajanan getaran tubuh - ≥ 0,0385 m/s2 - < 0,0385 m/s2
22
78,6
6
21,4
28
100,0
39
75,0
13
25,0
52
100,0
Bahaya psikososial - Tinggi - Rendah
37
80,4
9
19,6
46
100,0
24
70,6
10
29,4
34
100,0
38
80,9
9
19,1
47
100,0
18
69,2
8
30,8
26
100,0
5 61
71,4 76,3
2 19
28,6 23,8
7 80
100,0 100,0
Variabel
Indeks massa tubuh - ≥ 23,9 - < 23,9
Tingkat aktivitas fisik - Berat - Sedang - Ringan Total
Total
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
OR (95% CI)
P value
0,353 (0,122 – 1,026)
0,091
0,304 (0,105 – 0,882)
0,048
0,378 (0,131 – 1,097)
0,119
1,222 (0,407 – 3,670)
0,934
1,713 (0,607 – 4,831)
0,449
0,510
8
Hasil uji statistik untuk variabel usia dengan keluhan subyektif musculoskeletal disorders menunjukkan nilai p=0,091 artinya pada nilai alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara proporsi kejadian munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada responden yang berusia kurang dari 33 tahun dengan responden yang berusia lebih dari 33 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Hochschuler and Stephen (2013) bahwa pekerja dengan usia lebih dari 30 tahun memiliki risiko terkena musculoskeletal disorders lebih tinggi. Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa musculoskeletal disorders akan meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang dan risiko akan berhenti pada usia 65 tahun. Secara proporsi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara kelompok usia kurang dari 33 tahun dan kelompok usia lebih dari 33 tahun sama-sama menunjukkan kejadian munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders yang cukup tinggi, yaitu lebih dari 60% dan 80%. Berdasarkan observasi di lapanganpun menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders cenderung beragam, mulai dari pekerja berusia muda (di bawah 30 tahun) dan pekerja yang berusia lebih tua (di atas 30 tahun) sehingga menyebabkan hasil penelitian ini menunjukkan angka tidak ada perbedaan yang signifikan. Penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Betti’e et.al (1989) dalam Ariyanto et.al (2012) yang menunjukkan bahwa usia di atas 30 tahun mengalami penurunan kekuatan otot statis sehingga risiko terjadinya musculoskeletal disorders menjadi lebih besar. Hubungan antara lama kerja dengan munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders diuji secara statistik menggunakan uji Kai Kuadrat dan menghasilkan nilai p=0,048 artinya pada nilai alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan antara proporsi pekerja yang mengalami keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada kelompok lama kerja kurang dari 9,5 tahun dengan kelompok lama kerja lebih dari atau sama dengan 9,5 tahun. Menurut Ohlsson et.al (1989) bahwa nilai peningkatan musculoskeletal disorders akan semakin bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama. Menurut Wahyu (2002) bahwa penyakit akibat kerja dipengaruhi oleh masa kerja atau lamanya seseorang bekerja di suatu tempat. Semakin lama seseorang bekerja di suatu tempat, maka akan semakin lama terpajan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, yaitu fisik, kimia, maupun biologi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi lain oleh Tana et.al (2009) yang melakukan studi hubungan antara lama kerja dan posisi kerja dengan keluhan otot rangka leher dan ekstremitas atas pada pekerja garmen perempuan di Jakarta Utara. Hasil studi tersebut
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
9
menyatakan bahwa lama kerja mempengaruhi munculnya keluhan pada otot rangka leher dan ekstremitas atas. Berdasarkan hasil penelitian maka diperlukan satu tindakan untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian musculoskeletal disorders pada pekerja dengan pengendalian lama kerja. Tindakan yang dapat diambil misalnya dengan melakukan pengaturan pekerjaan atau pemutaran pekerjaan (rolling). Hasil analisis hubungan antara indeks massa tubuh responden dengan keluhan subyektif musculoskeletal disorders diperoleh nilai p=0,119 artinya pada nilai alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara proporsi kejadian keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada kelompok pekerja dengan indeks massa tubuh lebih dari 23,9 dengan pekerja yang indeks massa tubuhnya kurang dari 23,9. Karuniasih (2009) menyatakan bahwa 90,4% dari 52 responden yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders memiliki indeks massa tubuh lebih dari 25. Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa studi sebelumnya dapat disebabkan adanya keberagaman indeks massa tubuh dan kejadian musculoskeletal disorders pada pekerja menyebabkan hasil pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang siginifikan. Tingkat aktivitas fisik responden diukur dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik dari WHO (2010), yaitu Global Physical Activity Quessionnaire (GPAQ). Hasil analisis hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan munc ulnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders diperoleh nilai p=0,510 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan proporsi kejadian munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada responden yang memiliki aktivitas rendah, sedang, maupun tinggi. Umumnya, musculoskeletal disorders terjadi pada mereka yang melakukan aktivitas dengan tenaga yang besar dan waktu istirahat yang kurang. Keluhan otot akan meningkat seiring bertambahnya aktivitas fisik (Mitchell, 2008 dalam Zulfiqor, 2010). Dari hasil penelitian dapat dilihat kecenderungan kenaikan jumlah pekerja yang mengalami keluhan subyektif musculoskeletal disorders sebanding dengan kenaikan tingkat aktivitas fisiknya. Jika dilihat secara proporsi dapat dilihat kecenderungan kejadian munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders terjadi pada pekerja dengan tingkat aktivitas fisik berat. Bahaya psikososial dinilai dengan menggunakan kuesioner Effort Reward Imbalance (ERI) Indonesian Version (Baiduri, 2013). Analisis hubungan antara tingkat bahaya psikososial dengan munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders diperoleh nilai p=449 artinya
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
10
tidak
ada
perbedaaan
signifikan
proporsi
kejadian
munculnya
keluhan
subyektif
musculoskeletal disorders antara pekerja yang memiliki tingkat bahaya psikososial tinggi dengan pekerja yang memiliki tingkat bahaya psikososial rendah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecenderungan kejadian musculoskeletal disorders terjadi pada pekerja dengan tingkat bahaya psikososial yang tinggi atau dengan kata lain kondisi psikososialnya buruk. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa faktor sosial dapat mempengaruhi peningkatan terjadinya musculoskeletal disorders. Dampak kecemasan terhadap kemungkinan adanya pergantian struktural organisasi memiliki risiko dua kali menyebabkan musculoskeletal disorders (Michael, 2001 dalam Zulfiqor, 2010). Meskipun hasil ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik, namun dari proporsinya dapat dilihat bahwa proporsi kejadian munculnya keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja forklift cenderung lebih besar pada kelompok pekerja yang memiliki tingkat bahaya psikososial lebih tinggi. Menurut sebuah studi mengenai faktor psikososial di tempat kerja dan musculoskeletal disorders, yang dilakukan oleh Bongers et.al (1993) diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pekerjaan monoton, tingginya permintaan kerja, tekanan waktu dengan musculoskeletal disorders. Hasil analisis hubungan antara tingkat pajanan getaran seluruh tubuh dengan munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders diperoleh nilai p=0,934 artinya tidak ada perbedaaan signifikan antara proporsi kejadian munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders pada kelompok pekerja yang terpajan getaran lebih dari 0,0385 m/s2 dengan kelompok pekerja yang terpajan getaran kurang dari 0,0385 m/s2. Menurut Griffin (1996) bahwa pajanan getaran dapat mempengaruhi fungsi tendon, otot, sendi, dan saraf. Dalam Buletin Ergonews (2012) getaran seluruh tubuh sangat berdampak buruk pada kesehatan pekerja misalnya gangguan nyeri punggung bawah, gangguan fungsi kardiovaskular, pernapasan, endookrin, dan metabolisme. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan, merusak sistem reproduksi wanita, serta mengganggu sistem penglihatan, keseimbangan, atau kedua-duanya. Griffin (1996) menyatakan bahwa masalah pada bagian punggung merupakan masalah kesehatan yang paling sering terjadi berkaitan dengan pajanan getaran yang diterima oleh seorang pekerja. Hasil penelitian bertentangan dengan teori di atas karena rendahnya angka total pajanan getaran seluruh tubuh yang diterima oleh pekerja. Rendahnya angka tersebut dapat terjadi karena pengukuran getaran yang dilakukan hanya
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
11
sesaat (tidak dilakukan selama pekerjaan berlangsung) sehingga mempengaruhi nilai total pajanan getarannya meskipun total pajanan getaran seluruh tubuh telah dikonversikan ke dalam total pajanan getaran untuk 8 jam per hari. Meskipun begitu, berdasarkan observasi di lapangan bahwa rata-rata pekerja forklift bekerja mengoperasikan forklift selama 2,5 jam per harinya. Artinya, dimungkinkan pajanan getaran yang diterima oleh pekerja akan lebih besar dari total pajanan selama pengukuran. Meskipun hasil penelitian tidak sesuai dengan teori tapi masih diperlukan program pengendalian seperti misalnya melakukan maintenance rutin pada forklift, memberikan alat-alat peredam getaran pada forklift seperti bantalan duduk dan sarung setir, dan memberikan sandaran yang ergonomis pada forklift. Jika memungkinkan menyediakan jenis forklift dengan bagian kabin yang dapat bergerak ke belakang untuk memudahkan ketika penyimpanan beban. Penilaian Risiko Pekerjaan Menggunakan REBA Penilaian risiko ergonomi menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) karena lembar penilaian REBA melihat keseluruhan bagian tubuh, postur yang statis, dinamis, beban pekerjaan, dan pengulangan pekerjaan. Observasi pekerja dalam mengoperasikan forklift dilakukan untuk melihat gambaran faktor risiko pekerjaan seperti postur kerja, durasi kerja, dan beban kerja terhadap munculnya keluhan subyektif musculoskeletal disorders. Observasi dilakukan terhadap beberapa orang pekerja dengan melihat proses kerja pekerja forklift selama 10 – 15 menit. Penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian REBA terhadap tiga jenis aktivitas seorang pekerja forklift. Ketiga jenis aktivitas tersebut adalah memindahkan tuas kemudi forklift, memutar kemudi forklift, dan mengemudikan forklift. Berdasarkan hasil observasi terhadap pekerja forklift di PT X pada tahun 2013 terdapat beberapa postur tidak ergonomis selama mengemudikan forklift. Operator forklift mengalami postur tubuh yang janggal ketika harus melihat lingkungan di sekitar forklift untuk menuju ke sasaran tertentu (Godwin et al, 2010 dalam Castillo, 2012). Lebih lanjut lagi Keyserling et al (1992) menyatakan postur janggal dalam jangka waktu yang lama atau dilakukan berulang-ulang akan meningkatkan risiko kelelahan, nyeri, hingga cidera (Castillo, 2012). Pekerjaan atau aktivitas seorang pekerja forklift mengharuskannya untuk melakukan berbagai postur yang berbeda.
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
12
Berdasarkan hasil penilaian risiko ergonomi postur tubuh pekerja forklift, diperoleh nilai risiko berkisar antara +3 sampai dengan +5. Artinya, jenis pekerjaan pekerja forklift termasuk ke dalam risiko ringan dan sedang. Jenis aktivitas yang memiliki risiko ringan yaitu aktivitas memindahkan tuas kemudi untuk bagian tubuh kiri. Sedangkan untuk aktivitas yang lain yaitu memutar kemudi dan mengemudikan forklift secara umum memiliki tingkat risiko sedang. Tingkat risiko ini sangatlah dipengaruhi oleh postur tubuh pekerja, mulai dari leher, punggung, lengan, dan pergelangan tangan. Sebagian besar posisi punggung dan leher pekerja mengalami fleksi ke depan. Sedangkan posisi lengan juga mengarah ke depan dengan pergelangan tangan yang cenderung fleksi ke atas. Postur tubuh seperti itulah yang dimungkinkan menjadikan tingkat risiko ergonomi untuk pekerja forklift menjadi meningkat. Menurut Delleman and Dul (2007) dan Tola et.al (1988) bahwa posisi tubuh yang membungkuk atau memutar berkaitan dengan masalah pada bahu dan leher. Sekitar 86% pekerja operator mesin melaporkan mengalami nyeri di bagian leher (Tola et.al, 1988). Sedangkan pergerakan batang tubuh berhubungan dengan 60% gangguan pada punggung yang terjadi pada berbagai jenis pekerjaan (Kumar et.al, 2001). Dari pernyataan tersebut memungkinkan postur janggal ketika bekerja meningkatkan risiko gangguan pada tulang punggung dan mengarah ke nyeri punggung (Toren, 2001). Hasil penilaian risiko ergonomi terhadap jenis pekerjaan forklift menunjukkan bahwa aktivitas seorang pekerja forklift memiliki tingkat risiko ringan hingga sedang. Meskipun begitu, perlu direncanakan program pengendalian pada pekerja forklift untuk mencegah dan mengurangi kejadian musculoskeletal disorders. Program yang dapat dilakukan oleh perusahaan misalnya menyediakan jenis forklift yang ergonomis, mengatur durasi kerja pekerja forklift dalam mengoperasikan forklift, melakukan maintenance forklift secara berkala, dan melakukan pengawasan terhadap pekerja forklift ketika mengoperasikan forklift, khususnya terkait posisi dan postur tubuh pekerja. Kesimpulan Secara umum, pekerjaan pekerja forklift di PT X meliputi aktivitas loading dan unloading barang dengan sebagian besar aktivitasnya menggunakan jenis forklift diesel. Penilaian risiko ergonomi dilakukan pada ketiga aktivitas utama pekerja forklift, yaitu memindahkan tuas kemudi forklift, memutar kemudi selama mengoperasikan forklift, dan mengemudikan forklift.
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
13
Berdasarkan hasil penilaian ergonomi menggunakan metode REBA diperoleh angka risiko ergonomi untuk ketiga aktivitas pekerja forklift berkisar antara +3 hingga +5, artinya aktivitas yang dilakukan oleh pekerja forklift termasuk ke dalam risiko ringan hingga sedang. Berdasarkan hasil kuesioner NBM terdapat 61 pekerja forklift (76,2%) di PT X yang mengalami keluhan subyektif musculoskeletal disorders dan 19 pekerja lainnya (23,8%) yang tidak mengalami keluhan subyektif musculoskeletal disorders serta bagian tubuh yang paling banyak mengalami musculoskeletal disorders selama 12 bulan terakhir pada pekerja forklift di PT X tahun 2013 adalah bagian punggung bawah dan bagian tubuh yang memiliki proporsi paling banyak mengalami mengalami keluhan subyektif musculoskeletal disorders dalam 7 hari terakhir dan menyebabkan pekerja tidak dapat bekerja dengan normal adalah bagian paha. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa faktor lama kerja (p=0,048) memiliki perbedaan yang signifikan antara kelompok pekerja forklift yang mengalami keluhan subyektif musculoskeletal disorders dengan kelompok pekerja yang tidak mengalami gangguan musculsokeletal. Sedangkan faktor lainnya yaitu usia, indeks massa tubuh, tingkat aktivitas fisik, tingkat bahaya psikososial, dan tingkat pajanan getaran seluruh tubuh secara statistik tidak ada perbedaan signifikan (p>0,05). Saran Perusahaan disarankan melakukan sosialisasi kepada pekerja mengenai musculoskeletal disorders, gejala, teknik pencegahan dan penanganannya, faktor risiko, termasuk postur tubuh yang aman dan benar ketika mengoperasikan forklift, melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap postur tubuh pekerja forklift selama bekerja di dalam forklift. Perusahaan juga sebaiknya dapat mengusahakan melengkapi forklift dengan bantalan duduk dan sandaran yang ergonomis
sehingga
mengurangi
risiko
munculnya
musculoskeletal
disorders,
bila
memungkinkan menyediakan jenis forklift dengan bagian kabin yang dapat bergerak ke belakang untuk memudahkan ketika penyimpanan beban. Disarankan untuk melakukan maintenance pada forklift secara berkala untuk menjaga forklift tetap bekerja dengan baik tanpa menimbulkan dampak kesehatan bagi pekerjanya. Bagi pekerja disarankan untuk melakukan peregangan otot ringan atau relaksasi otot setelah mengoperasikan forklift dalam waktu cukup lama untuk mencegah munculnya musculoskeletal disorders dan melakukan prosedur yang sudah diatur oleh perusahaan terkait kesehatan dan keselamatan pengoperasian forklift.
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
14
Daftar Referensi Allen and Unwin. 2007. Principles of Occupational Health and Hygiene: An Introduction. Ed. Cherilyn Tillman. Australia: Institute of Occupational Hygienists. American Dental Association. 2004. An Introduction to Ergonomics: Risk Factors, MSDs, Approaches and Intervention. Anderson, Vern Putz, et all. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back. Ed. Bruce P. Bernard. US Department of Health and Human Services: Public Health Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Health. Bernard, Bruce et al. 1994. Job Task and Psychosocial Risk Factors for Work-Related Musculoskeletal Disorders Among Newspaper Employees. Scandinavian Journal of Work Environment and Health Volume 20 No. 6 December 1994: 417 – 426. Bongers, M Paulien et.al. 1993. Psychosocial Factors at Work and Musculoskeletal Diseases. Scandinavian Journal of Work Environment and Health Volume 19: 297 – 312. Bridger, R.S. 1995-2003. Introduction to Ergonomics. Singapore: McGraw-Hill. Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. Universitas Sumatera Utara: USU Repository. Buckle, Peter. 2005. “Ergonomics and Musculoskeletal Disorders: Overview”. Dalam occmed.oxfordjournal.org diakses pada Jumat, 15 Maret 2013 pukul 11.49 WIB Canadian Center for Occupational Health and Safety. 2005. Work Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs). Canada. Dalam http://www.ccohs.ca/ Castillo, Giselle Paulina Delgado. 2012. Development of An Approach for Assessing the Combined Posture and Vibration Risks for Forklift Driving Tasks. Canada: The School of Graduate and Postdoctoral Studies Western University. Corlett, E.N and Clark, T.S. 1992. The ergonomics of Wworkspaces and Machines, A Design Manual. Great Britain: Taylor and Francis. Departemen Kesehatan RI. 2007. Ergonomi. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia. www.depkes.go.id. Deshmukh, Aditya Anil. 2009. Assessment of Whole Body Vibration Among Forklift Drivers Using ISO 2631-1 and ISO 2631-5. Department of Industrial and Manufacturing Engineering, Faculty of the Graduate School of Wichita State University.
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
15
Genaidy, Ash. 2004. “Musculoskeletal Disorders Among Forklift Operators: A Review and Critical Appraisal for Safety Improvement”. University of Cincinnati, Engineering: Industrial Engineering. Dalam etd.ohiolink.edu diakses pada Jumat, 15 Maret 2013 pukul 21.08 WIB Grandjean, E. 1993. Fitting The Task to The Man. London: Taylor & Francis Inc. Griffin. 1996. Handbook of Human Vibration. U.K.: Human Factors Research Unit, Institute of Sound and Vibration Research, The University, Southampton. Hignett, McAtamney. 2000. REBA Employee Assessment Worksheet. Applied Ergonomics 31: 201-205. Humantech. 1995. Apllied Ergonomics Training Manual. Australia: Barkeley Vale. Kalimo, Raija dkk. 1987. Psychosocial Factors At Work and Their Relation to Health. Geneva: World Health Organization. Kroemer, KHE and Grandjean. 1997. Fitting The Task to The Human. London: Taylor and Francis. Morken, Tone et.al. 2007. Physical Activity is Associated with A Low Prevalence of Musculoskeletal Disorders in the Royal Norwegian Navy: A Cross Sectional Study. Biomed Central. University of Bergen, Department of Public Health and Primary Health Care, Section for Occupational Medicine, Bergen, Norway. NIOSH. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal Disorders. NIOSH: Centers for Disease Control and Prevention. Nurliah, Aah. 2012. Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Forklift di PT LLI Tahun 2012. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Oborne, David J. 1995. Ergonomics At Work: Human Factors in Design and Development. England: John Wiley & Sons Ltd. OSHA. 2007. Introduction to Work-Related Musculoskeletal Disorders. European Agency for Safety and Health at Work. Prawata, Jaejati Jaladri. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Petugas Cargo PT JAS Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga. Ramdan, Iwan Muhammad dan Tianpri Bayu Laksono. 2013. Determinan Keluhan Musculoskeletal pada Tenaga Kerja Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013
16
Rozali, Ahmad, et.al. 2009. Low Back Pain and Association with Whole Body Vibration Among Military Armoured Vehicle Drivers in Malaysia. Kuala Lumpur: Health Services and Division of Malaysian Armed Forces. Siegrist, Johannes. 2012. Psychometric Properties of The Effort Reward Imbalance Questionnaire. Department of Medical Sociology University Dusseldorf, Germany. Skov, Torten et.al. 1996. Psychosocial and Physical Risk Factors for Musculoskeletal Disorders of The Neck, Shoulders, and Lower Back In Salespeople. National Institute of Occupational Health, Denmark. Journal Occupational and Environmental Medicine Volume 53: 351 – 356. Tana et.al. 2009. Hubungan Lama Kerja dan Posisi Kerja dengan Keluhan Otot Rangka Leher dan Ekstremitas Atas pada Pekerja Garmen Perempuan di Jakarta Utara. Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. UCLA-LOSH. 2009. Handouts www.afscme3090.org/ergo/pdf/
of
Ergonomics
Risk
Factors.
Dalam
WHO, 2010. Physical Activity: In Guide to Community Preventive Services. 2008. WHO. 2009. Protecting Workers Health Series No. 5 Preventing Musculoskeletal Disorders in The Workplace. Dalam www.who.int/entity/occupational health/pdf/ Widanarko, B. 2013. Interaction Between Physical and Psychosocial Work Risk Factors for Low Back Symptoms. A Study of Prevalence, Risk Factors, and Interaction Between Physical and Psychosocial Work Risk Factors for Low Back Symptoms and Its Consequences (Reduced Activities and Absenteeism) in A Random Sample of Workers in New Zealand and in Indonesian Coal Mining Workers. PhD Thesis. Massey University.
Analisis resiko..., Indri Astuti, FKM UI, 2013