SKRIPSI
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS
Oleh Indriati Wahyuningrum F24051936
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Indriati Wahyuningrum F24051936
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi-Model Arrhenius Consumer Preference Analyse and Shelf Life Prediction of Dried Substitute Corn Noodle with Accelerated Method-Arrhenius Model Feri Kusnandar1), Dede R. Adawiyah1) dan Indriati Wahyuningrum2) 1) Lecturer of Food Science and Technology, IPB 2) Student of Food Science and Technology, IPB
Corn flour is potentially used as a raw material in the production of corn noodles. The use of corns as a main ingredient hopefully can reduce high consume of rice as a main staple of Indonesian people. This researh was objected to evaluate the consumer acceptibility, and to find the shelf life of this product by accelerated method, with Arrhenius model. Consumer preference tests showed that the degree liking of this product was high enough. It’s about 43 % of respondents who answer “like” substitute corn noodle product which is present in meatball product. Most of them (90%) agree if substitute corn noodle was processed into meatball product. And 81% of them agree too if this product become an alternative commercial noodle. Meanwhile, shelf life prediction in this research was conducted in the following steps (1) to develope a trained panelist, (2) to determine a critical attribute on dried corn noodle, (3) to calculate kinetic of decreasing a critical attribute and (4) to predict the shelf life-time of this product. Substitute corn noodle stored in three extreme condition temperature (37, 45 and 50 oC). Then, evaluated by panelist and also by an objective analyse (cooking loss, TBA analyse and colour-Hunter) every 7 days in 5 weeks. Constanta-decline value in lightness, off odor and taste attribute respectively are 0.0681 /day; 0.0358/day; and 0.0162/day. So, these research can predict the shelf life-time of products in temperature 28 oC respectively are 74.92 days (2.46 month); 137.00 days (4.57 month); and 346.14 days (11.54 month). Shelf life-time prediction in this research use an off odor attribute as a critical attribute which is sensitive enough with change of temperature. Therefore, shelf life-time prediction of substitute corn noodle is about 4.57 month in temperature condition 28 oC. Keywords: corn noodle, shelf life, Arrhenius, consumer preference
Indriati Wahyuningrum. F24051936. Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi-Model Arrhenius. Dibawah bimbingan: Feri Kusnandar dan Dede R. Adawiyah.
RINGKASAN Mie kering berbasis jagung merupakan salah satu program diversifikasi pangan yang telah dikembangkan sejak lama. Penggunaan bahan baku jagung dalam ingredien sebagai substitusi maupun seluruhnya diharapkan mampu memberi kontribusi pada masalah terlalu tingginya ketergantungan bangsa Indonesia pada beras dan tepung terigu. Berbagai penelitian mie jagung telah banyak dilakukan hingga menghasilkan karakteristik mutu terbaik. Informasi lain yang belum diketahui adalah mengenai data preferensi konsumen terhadap mie jagung serta data masa simpan produk sebelum sampai di tangan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering jagung substitusi serta untuk menentukan umur simpan produk dengan menggunakan pendekatan model Arrhenius. Penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu tahap penelitian pendahuluan, tahap analisis preferensi konsumen dan tahap pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi-model Arrhenius. Rangkaian penelitian pada tahap pendahuluan meliputi proses pembuatan tepung jagung dari jagung pipil varietas Pioneer 21, pembuatan mie kering jagung substitusi serta karakterisasinya. Karakterisasi dilakukan dengan menganalisis kualitas masak (cooking loss), tekstur dan warna mie. Ketiganya merupakan parameter mutu obyektif mie yang terpenting. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai KPAP mie jagung substitusi sebesar 4.41 %, nilai kekerasan, kelengketan dan elastititas mie menggunakan Texture Analyzer TA-XT2 berturut-turut sebesar 3135.18 gf, 188.55 gf dan 0.7343 serta nilai warna meliputi nilai L, a dan b masing-masing sebesar 48.04, 0.69 dan 20.56. Tahap penelitian mengenai tingkat preferensi konsumen terhadap produk mie jagung substitusi dilakukan kepada 100 orang responden lingkar kampus IPB. Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa 43 % responden menyatakan “suka” terhadap produk mie jagung substitusi yang disajikan dalam produk mie bakso. Sebagian besar responden (90 %) “setuju” jika mie jagung ini diolah menjadi produk mie bakso, dan sebanyak 81 % responden diantaranya menyatakan “setuju” pula apabila mie jagung substitusi dijadikan sebagai alternatif pengganti mie terigu. Adapun, alternatif produk pangan olahan lainnya dapat pula diterapkan dengan menggunakan mie jagung substitusi ini. Produk olahan yang dipilih oleh responden diantaranya mie goreng (43.55 %); soto mie (33.87 %); toge goreng (14.52 %); dan lainnya seperti spaghetti dan ifu mie (8.06 %). Tahap penelitian berikutnya adalah pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi, model Arrhenius. Rangkaian penelitian pada tahapan ini meliputi pembentukan panelis terlatih, penetapan parameter kritis mie jagung substitusi, percobaan penyimpanan mie pada kondisi suhu ekstrim, penghitungan kinetika penurunan mutu parameter kritis dan penentuan umur simpan pada suhu yang diinginkan. Panelis terlatih sebanyak 9
orang pada penelitian ini berguna dalam pengevaluasian kualitas mie jagung substitusi selama penyimpanan secara subyektif. Panelis ini didapatkan melalui proses seleksi dan pelatihan panelis secara periodik. Penetapan parameter kritis yang menyebabkan produk tidak dapat diterima secara organoleptik dilakukan bersama dengan panelis terlatih melalui diskusi fokus grup (FGD). Parameter-parameter kritis yang selanjutnya akan dianalisis selama penyimpanan ini diantaranya parameter sensori (warna, kecerahan, tekstur/kerapuhan, off odor, off flavor); parameter fisik (KPAP, warna-Hunter); dan parameter kimia (bilangan TBA). Percobaan penyimpanan produk dilakukan pada 3 kondisi suhu ekstrim (37, 45 dan 50 oC), dengan waktu sampling setiap 7 hari selama 5 minggu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kinetika penurunan parameter mutu yang signifikan terhadap suhu adalah parameter sensori. Diantara parameter sensori tersebut, parameter mutu yang memiliki tren nilai konstanta penurunan mutu (k) meningkat terhadap kenaikan suhu adalah parameter kecerahan, off odor dan off flavor. Orde reaksi yang sesuai digunakan dalam penurunan mutu ini adalah orde reaksi nol. Nilai konstanta/laju penurunan mutu pada parameter kecerahan, off odor dan off flavor berturut-turut adalah 0.0681 /hari; 0.0358/hari; dan 0.0162/hari. Dengan demikian, dapat ditentukan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 oC masing-masing sebesar 74.92 hari (2.46 bulan); 137.00 hari (4.57 bulan); dan 346.14 hari (11.54 bulan). Penetapan umur simpan berdasarkan parameter tertentu selanjutnya dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat sensitivitas reaksi penurunan mutu terhadap perubahan suhu, yaitu salah satunya ditandai dengan nilai energi aktivasi yang cenderung kecil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai energi aktivasi untuk parameter kecerahan, off odor dan off flavor berturut-turut adalah 2534.14 kJ/mol; 7818.88 kJ/mol; dan 14211.82 kJ/mol. Parameter kecerahan memberikan nilai energi aktivasi yang rendah. Akan tetapi, diperkirakan parameter ini tidak memberikan prediksi umur simpan yang baik karena umur simpan yang didapatkan hanya berkisar 2 bulan. Padahal, pengamatan empiris pada jangka waktu itu masih menunjukkan kualitas mie yang baik. Oleh karena itu, parameter penduga umur simpan mie jagung substitusi yang dipilih adalah parameter off odor, yaitu memberikan informasi masa simpan produk selam 4.57 bulan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Indriati Wahyuningrum, dilahirkan pada tanggal 28 Oktober 1987 di Jakarta dan merupakan putri keempat dari pasangan Wahyu Djatmiko dan Sundari. Penulis menempuh pendidikan di TK Assakinah (19921993), pendidikan dasar di SDN 05 Menteng Dalam Jakarta (1993-1999), pendidikan menengah pertama di SLTPN 7 Bogor (1999-2002), dan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Bogor (2002-2005). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus BEM Fateta (2006-2007), pengurus FBI Fateta (2006-2007), dan anggota HIMITEPA (2006-2009). Seminar dan Training HACCP V 2007 serta Indonesian Food Expo (IFOODEX) 2007 merupakan salah satu kegiatan yang pernah diikuti penulis dalam kegiatan kepanitiaan. Seminar dan training yang penah penulis ikuti antara lain Seminar “Menuju Ketahanan Pangan yang Kokoh” oleh SEAFAST CENTER-IPB tahun 2008, Training Sistem Manajemen Halal tahun 2008, Training Auditor HACCP oleh Mbrio tahun 2008 serta training ISO 9001 dan ISO 22000 pada tahun 2008. Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2008 dan 2009 serta memperoleh Hibah DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2007 dan 2009. Penulis juga pernah menjadi asisten pelatih proses pembuatan mie jagung batch I, batch II dan untuk UKM serta pernah menjadi koordinator proses produksi rutin mie jagung pada tahun 2009. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan Judul “Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi Dan Pendugaan Umur Simpannya Dengan Metode AkselerasiModel Arrhenius” di bawah bimbingan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, tak henti penulis panjatkan hanya ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi-Arrhenius”. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan pula kepada junjungan Nabi Besar, Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada : 1.
Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu sabar dan tak pernah mengenal lelah dalam mendidik penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang, motivasi dan curahan doa tanpa henti untuk penulis. Untuk saudara-saudara tersayang; Mas Andri, Mbak Wied dan Mas Indra terima kasih atas kasih sayang, dukungan, dan kehangatan keluarga yang indah ini.
2.
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing, atas kesabaran, nasihat, motivasi serta segala pelajaran hidup yang telah diberikan kepada penulis selama 3 tahun ini.
3.
Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan masukan-masukan berguna hingga terselesaikannya skripsi ini.
4.
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Sc selaku dosen penguji, atas kesediaan serta saran dan kritik yang membangun demi perbaikan karya ini.
5.
Seluruh Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan bekal ilmu bermanfaat yang mendukung kemajuan penulis, serta laboran-laboran ITP dan Seafast Center (Pak Wahid, Bu Rub, Pak Rojak dan Pak Jun) yang banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.
6.
Irfan Rianto, atas kasih sayang, doa dan kobaran semangat tak kunjung padam kepada penulis di penghujung jalan skripsi ini. Terima kasih atas pelangi yang indah di malam hari.
i
7.
Teman-teman seperjuangan dan se-bimbingan, Isna, Juju dan Ka Gema, atas kebersamaan, kekompakan, dukungan dan kerja sama yang indah.
8.
Teman-teman terbaik, terutama Tuti, Neng Riska, Rika, Iwan, Midun, Arya, Galih, Fahmi, Ari, Dewi, Wiwiw, Fera, Reni, Kamlit dan seluruh keluarga besar ITP 42, atas kontribusi chapter yang indah dalam hidupku. Semoga kekeluargaan kita akan tetap terjaga meski tak selalu bersama.
9.
Teman-teman sekaligus “keluarga” WBA, Hesti, Ema, Kochan, Gita, Wastu, Ida, Nisa dan adik-adik angkatan tersayang, yang selalu setia ada baik dalam suka maupun duka. Terima kasih atas keceriaan, keunikan dan kebersamaan yang manis selama 3 tahun ini.
10. Para Panelisku, Tsani, Safie, Victor, Sandra, Angga, Weje, Wahyu, Dilla, Fitri, Stella, dan Bintang atas bantuan dan kerjasama yang baik. 11. Teman-teman tim produksi mie jagung, atas kebersamaan dan kerjasama yang indah. Semoga organisasi dan produktivitas kita ke depan semakin baik lagi. 12. Kepada pihak-pihak lain yang belum disebutkan, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan. Seperti kata pepatah Tiada Gading yang Tak Retak, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................................i DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii DAFTAR TABEL ......................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. ix BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................................1 A. Latar Belakang .....................................................................................1 B. Tujuan Penelitian .................................................................................2 C. Manfaat Penelitian ...............................................................................3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................4 A. Jagung ..................................................................................................4 1. Jenis Jagung ...................................................................................4 2. Morfologi dan Anatomi Biji Jagung ..............................................6 3. Komposisi Kimia Biji Jagung ........................................................7 4. Tepung Jagung ...............................................................................8 B. Mie Kering Jagung ..............................................................................10 C. Preferensi Konsumen ...........................................................................14 D. Kinetika Reaksi Kimia dan Prinsip Pendugaan Umur Simpan Metode Akselerasi (Model Arrhenius). ...............................................15 1. Kinetika Reaksi Kimia...................................................................15 a. Reaksi Kimia Ordo Nol ............................................................16 b. Reaksi Kimia Ordo Satu ..........................................................16 2. Prinsip Pendugaan Umur Simpan ..................................................17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................20 A. Bahan ..................................................................................................20 B. Alat .....................................................................................................20 C. Metode Penelitian ................................................................................20 1. Penelitian Pendahuluan .................................................................20 a. Pembuatan Tepung Jagung ......................................................21 b. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi ...............................22
iii
c. Karakterisasi Mie Kering Jagung Substitusi ............................22 2. Analisis Preferensi Konsumen.......................................................22 a. Pengambilan Contoh (Simple Random Sample). ......................23 b. Jenis dan Cara Pengumpulan Data, Metode Survei ..................23 3. Pendugaan Umur Simpan Mie Kering Jagung Substitusi Model Arrhenius ......................................................................................24 a. Pembentukan Panelis Terlatih ..................................................24 b. Penetapan Parameter dan Batas Kritis Kerusakan Mie Kering 24 c. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim ......24 d. Penghitungan Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis ......25 e. Penentuan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan ............26 D. Metode Analisis ..................................................................................27 1. Analisis Fisik ................................................................................27 a. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) .......27 b. Analisis Profil Tekstur .............................................................28 c. Analisis Warna-Hunter ............................................................28 2. Analisis Kimia ..............................................................................29 Analisis Bilangan TBA .................................................................29 3. Analisis Sensori ............................................................................30 a. Seleksi Panelis ..........................................................................30 b. Pelatihan Panelis Terlatih .........................................................32 c. Diskusi Fokus Grup .................................................................33 d. Uji Skoring/Rating ...................................................................33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................34 A. Penelitian Pendahuluan .......................................................................34 1. Pembuatan Tepung Jagung ...........................................................34 2. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi ....................................35 3. Karakterisasi Mie Jagung Substitusi .............................................38 a. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) .....................38 b. Profil Tekstur-TA .....................................................................39 c. Warna-Hunter ...........................................................................40
iv
B. Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi. ............................................................................................41 1. Profil Responden ..........................................................................42 2. Profil Responden dalam Mengkonsumsi Mie. ..............................43 3. Preferensi Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi.dalam Produk Mie Bakso ..............................................45 4. Analisis Kesesuaian Mie Kering Jagung Substitusi pada Produk Olahan Mie Bakso .........................................................................47 C. Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Jagung Substitusi. ......49 1. Panelis Terlatih .............................................................................49 a. Seleksi Panelis ..........................................................................49 b. Pelatihan Panelis ......................................................................49 c. Focuss Group Discussion (FGD) .............................................51 2. Penetapan Parameter dan Batas Mutu Kritis Kerusakan Mie Kering ...........................................................................................52 a. Penetapan Parameter Mutu Kritis ............................................52 b. Penetapan Nilai/Batas Mutu Kritis ..........................................53 3. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim ..........54 4. Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis .................................54 a. Atribut warna ...........................................................................54 b. Atribut Kecerahan ...................................................................56 c. Atribut Kerapuhan ....................................................................57 d. Atribut Aroma Tengik ...............................................................58 e. Atribut Rasa .............................................................................60 f. Bilangan TBA ..........................................................................61 g. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) .....................62 h. Warna-Hunter ...........................................................................63 5. Pendugaan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan ................64 a. Parameter Kecerahan ................................................................66 b. Parameter Aroma Tengik .........................................................66 c. Parameter Rasa ..........................................................................67 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................71
v
A. Kesimpulan ..........................................................................................71 B. Saran ....................................................................................................72 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................73 LAMPIRAN ...............................................................................................................78
vi
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung .................................................................7
2.
Komposisi Kimia Biji Jagung ............................................................................8
3.
Distribusi Protein di dalam Endosperma Jagung ...............................................8
4.
Komposisi Kimia Tepung Jagung dari Varietas Pioneer 21 dan Tepung Jagung Kuning secara Umum ............................................................................9
5.
Syarat Mutu Mie Kering Menurut SNI 01-2974-1996 ......................................11
6.
Komposisi Tepung Terigu Cakra Kembar per 100 g .........................................13
7.
Konsentrasi Larutan Uji Deskripsi Rasa Dasar ..................................................30
8.
Konsentrasi Larutan Uji Rangking Intensitas ....................................................31
9.
Hasil FGD Mie Jagung Substitusi Sebelum Penyimpanan dan Mie Jagung Substitusi Simulasi Rusak ...................................................................................51
10. Nilai Awal dan Nilai Kritis Berdasarkan Beberapa Parameter ..........................54 11. Plot Hubungan Nilai Slope dan Suhu Penyimpanan pada Parameter Organoleptik .......................................................................................................65 12. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Kecerahan ..............66 13. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Aroma ..................67 14. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Rasa........................67 15. Umur Simpan Mie Kering Substitusi Jagung dengan Menggunakan Berbagai Parameter Mutu ...................................................................................................68 16. Nilai Energi Aktivasi Penurunan Mutu pada Berbagai Parameter .....................69
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Beberapa Tipe Jagung Berdasarkan Tipe Kernelnya (dari Kiri ke Kanan: dent, flint, pop, flour, sweet dan pod) ............................................................................5
2.
Struktur Biji Jagung ..............................................................................................6
3.
Proses Pembuatan Tepung Jagung ......................................................................21
4.
Proses Pembuatan Mie Kering Metode Sheeting ................................................22
5.
Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Substitusi...................................27
6.
Tepung Jagung P-21 Berukuran 100 Mesh .........................................................35
7.
(a) Mie Jagung Substitusi dalam Produk Olahan Mie Bakso .............................41 (b) Evaluasi Mie Jagung Substitusi oleh Responden di Baso Kabayan .............41
8.
Profil Responden Konsumen Mie Jagung Substitusi dalam Produk Mie Bakso...................................................................................................................42
9.
Data Frekuensi Konsumsi Mie............................................................................43
10. Faktor Penentu Responden dalam Mengkonsumsi Mie......................................44 11. Atribut Mutu Mie yang Paling Penting bagi Responden ....................................45 12. Pengetahuan Responden terhadap Mie Jagung ...................................................46 13. Tingkat Kesukaan Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi pada Produk Mie Bakso ...............................................................................................47 14. Diagram Tingkat Kesesuaian Mie Jagung Substitusi pada Produk Olahan Mie Bakso .................................................................................................................47 15. Tingkat Kesesuaian Mie Jagung sebagai Alternatif Mie Terigu Komersial ......48 16. Tingkat Kesesuaian Mie Jagung pada Produk Olahan Lain ...............................48 17. Perubahan Mutu Atribut Warna Selama Penyimpanan .......................................55 18. Perubahan Mutu Atribut Kecerahan Selama Penyimpanan ................................56 19. Perubahan Mutu Atribut Kerapuhan Selama Penyimpanan................................57 20. Perubahan Mutu Atribut Aroma Tengik Selama Penyimpanan..........................59 21. Perubahan Mutu Atribut Rasa Selama Penyimpanan .........................................60 22. Perubahan Mutu Bilangan TBA Selama Penyimpanan ......................................62 23. Perubahan Mutu Atibut KPAP Selama Penyimpanan ........................................63 24. Perubahan Mutu Atribut Warna-Hunter Selama Penyimpanan ..........................64
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Format Kuesioner Analisis Preferensi Konsumen .......................................... 78
2.
Format Kuesioner Seleksi Panelis ................................................................... 81
3.
Format Kuesioner Uji Rating .......................................................................... 83
4.
Performa Calon Panelis Terlatih Pada Rangkaian Proses Seleksi .................. 85
5.
Rekapitulasi Konsep Pelatihan Panelis Mie Kering Jagung Substitusi .......... 86
6.
Tabulasi Data Uji Umur Simpan ..................................................................... 87
7.
Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Warna .................................................. 95
8.
Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Warna .. 96
9.
Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kecerahan ............................................ 97
10. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kecerahan ....................................................................................................................... 98 11. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kerapuhan ............................................ 99 12. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kerapuhan ....................................................................................................................... 100 13. Grafik Plot Ordo Nol dan Satu pada Parameter Aroma Tengik ...................... 101 14. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Aroma Tengik ............................................................................................................. 102 15. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Rasa ..................................................... 103 16. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Rasa ..... 104 17. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Warna ................ 105 18. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kecerahan ......... 106 19. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kerapuhan ......... 107 20. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Aroma Tengik ... 108 21. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Rasa ................... 109 22. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter TBA ............................... 110 23. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter KPAP ............................. 111 24. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai L) . 112 25. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai a) .. 113 26. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai b) .. 114
ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pengembangan mie kering berbasis jagung merupakan salah satu “entry point” dalam program diversifikasi pangan. Penggunaan bahan baku jagung dalam ingredien substitusi maupun seluruhnya diharapkan mampu memberi kontribusi pada masalah terlalu tingginya ketergantungan bangsa Indonesia pada beras dan tepung terigu. Survey yang dilakukan oleh Juniawati (2003) menunjukkan bahwa jagung adalah bahan pangan non-beras yang paling disukai oleh konsumen. Sementara mie adalah produk pangan olahan non-beras yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan produk pangan non-beras lainnya. Hal ini menunjukkan potensi mie berbasis jagung sangat potensial untuk dikembangkan di masyarakat. Penelitian mengenai pengembangan mie jagung substitusi telah dilakukan. Informasi yang belum diketahui adalah data preferensi konsumen terhadap mie jagung, khususnya produk mie kering jagung substitusi. Informasi ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan produk mie jagung oleh konsumen. Informasi lain yang belum diketahui adalah berapa lama umur simpan mie jagung substitusi dan faktor kritis apa yang paling menentukan kerusakannya sehingga menjadi penentu umur simpannya. Umur simpan mie jagung perlu ditetapkan agar masyarakat/konsumen mengetahui ketahanan mie jagung selama penyimpanan. Informasi tentang umur simpan ini merupakan hak konsumen seperti yang diatur dalam PP No 69 tahun 1999 tentang label pangan pada Bab II pasal 2 dan 3, yaitu setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan, dimana keterangan dalam label ini wajib mencantumkan masa kadaluarsa produk. Oleh karena itu, masa kadaluarsa sebagai indikator keamanan produk menjadi persyaratan paling utama dalam industri atau usaha kecil menengah untuk ditetapkan.
1
Pendugaan umur simpan produk mie kering dapat dilakukan dengan mengevaluasi perubahan mutunya selama penyimpanan. Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa perubahan mutu pangan terutama dapat diketahui dari adanya perubahan faktor/parameter mutu produk. Metode konvensional yang dilakukan dengan menyimpan produk hingga rusak memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, dikembangkan metode pendugaan umur simpan produk pangan yaitu metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Metode ASLT dapat memperpendek waktu penentuan umur simpan, yaitu dengan cara mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pada suatu kondisi penyimpanan yang ekstrim. Salah satu metode ASLT adalah model Arrhenius. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang kerusakannya banyak dipengaruhi oleh perubahan suhu, yaitu dengan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia yang berkontribusi pada kerusakan produk (Kusnandar, 2006). Mie kering berbahan baku tepung jagung memiliki kemungkinan kerusakan akibat perubahan suhu ekstrim (oksidasi asam lemak) menjadi tengik. Adanya proses oksidasi lemak akibat tingginya kandungan lemak pada mie kering berbasis tepung jagung ini dapat dipicu oleh kenaikan suhu dan paparan sinar matahari selama penyimpanan atau suhu udara pada saat distribusi dan transportasi. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung yang berpotensi mengalami oksidasi asam lemak dilakukan dengan metode akselerasi dengan pendekatan model Arrhenius (Kusnandar, 2006). Kusnandar (2006) menambahkan bahwa pada prinsipnya, pendugaan umur simpan model Arrhenius ini dilakukan dengan menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim. dimana kerusakan produk pangan lebih cepat terjadi. Kemudian, umur simpan ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan.
B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering substitusi jagung serta untuk
2
menentukan umur simpan produk dengan menggunakan pendekatan model Arrhenius.
C. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini berupa tersedianya informasi mengenai tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering jagung substitusi serta ketahanan masa simpannya setelah diproduksi. Selain itu, diharapkan pula hasil penelitian ini dapat dilanjutkan hingga tahap pengadopsian secara industrialisasi dalam rangka diversifikasi pangan pokok dan pengurangan ketergantungan pada impor terigu.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JAGUNG 1. Jenis Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman bijibijian dari keluarga rumput–rumputan (Graminae). Jagung diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Poaceae, dan genus Zea. Menurut sejarahnya, tanaman jagung berasal dari Amerika dan merupakan tanaman sereal yang paling penting di benua tersebut (Anonima, 2009). Propinsi utama penghasil jagung di Indonesia adalah Jawa Timur dengan pangsa produksi pada tahun 2005 sebesar 35%, diikuti oleh Jawa Tengah 17%, Lampung 11%, Sumatera Utara 6%, Sulawesi Selatan 6%, dan Nusa Tenggara Timur 5% (Deptan, 2005a). Apabila laju peningkatan produksi jagung dalam negeri dapat dipertahankan seperti pada tahun 2000 – 2004, yakni sebesar 4,24% per tahun dan laju peningkatan kebutuhan jagung mencapai 2,74% per tahun, maka sejak tahun 2007 Indonesia sudah mempunyai kelebihan produksi yang cukup besar (sekitar 339 ribu ton) untuk diekspor. Pada tahun 2010, Indonesia diperkirakan dapat mengekspor jagung hingga mencapai 1 juta ton (Deptan, 2005b). BPS (2009) memperkirakan bahwa produktivitas jagung meningkat sebesar 0.72 persen dari 53.85 kuintal per hektar pada tahun 2008 menjadi 54.23 kuintal per hektar pada tahun 2009. Menurut Suprapto (1998), varietas jagung dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria antara lain tinggi tempat penanaman, umur varietas, perbenihannya, serta warna dan tipe biji. Namun secara umum, pengklasifikasian jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya. Berdasarkan bentuk kernelnya ada 6 tipe utama jagung, yaitu: dent, flint, flour, sweet, pop dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada kualitas, kuantitas dan komposisi endosperma. Jagung jenis dent dicirikan dengan adanya selaput corneous, horny endosperm pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung.
4
Endosperma yang lunak akan menjulur hingga mahkota membentuk tipe tertentu yang merupakan ciri khas jagung jenis dent (Johnson, 1991).
Gambar 1. Beberapa Tipe Jagung Berdasarkan Tipe Kernelnya (Dari Kiri ke Kanan: dent. flint. pop. flour. sweet dan pod) (Jugenheimer, 1976) Jagung jenis flint memiliki bentuk yang tebal, keras, dengan lapisan horny endosperm disekeliling granula tengah, kecil, dan halus. Jagung jenis flour merupakan salah satu jagung yang sangat tua dimana hampir seluruh endospermanya berisi pati yang lunak dan mudah dibuat tepung (Darrah et al., 2003). Jagung jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung mutasi yang mengandung sedikit pati dengan endosperma berwarna bening. Jagung ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran sayuran. Jagung jenis pop memiliki kernel kecil dan keras seperti jenis flint dengan kandungan pati yang lebih sedikit. Sedangkan jagung jenis pod merupakan jagung hias dengan kernel tertutup dan pada umumnya jagung jenis ini tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991). Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti jagung Arjuna (mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara) dan lainlain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia juga terdapat jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn) dan jagung manis (sweet corn).
5
2. Morfologi dan Anatomi Biji Jagung Biji jagung dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu kulit (pericarp), endosperma, lembaga (germ) dan tudung pangkal (tip cap). Menurut Watson (2003), perikarp merupakan lapisan pembungkus biji jagung yang tersusun dari jaringan yang tebal. Ketebalan perikarp bervariasi dari 62-160 μm tergantung genotipnya. Perikarp terdiri dari beberapa bagian, yaitu epidermis (lapisan paling luar), mesokarp (lapisan paling tebal), cross cells, tube cells dan tegmen (seed coat). Bagian terakhir ini terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung lemak (Johnson, 1991). Bagian terbesar biji jagung adalah endosperma yang mengandung pati sebagai cadangan energi. Sel endosperma ditutupi oleh granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah zein (Johnson, 1991).
Gambar 2. Struktur Biji Jagung (Johnson, 1991)
6
Jagung normal mengandung 10-12% lembaga dari berat biji. Lembaga tersusun dari dua bagian, yaitu embrio dan skutelum. Embrio mencakup 1.1% dari berat biji jagung (sekitar 10% bagian lembaga) dan mengandung 30.8% protein. Sedangkan skutelum merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan selama perkecambahan biji. Skutelum terdiri dari beberapa jaringan, yaitu epithelium, parenkim, epidermis dan provaskular. Jaringan parenkim terdiri dari sel yang mengandung nukleus, sitoplasma, beberapa granula pati dan oil bodies yang mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003). Adapun bagian terkecil pada biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal yang merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tabel 1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung Bagian anatomi Jumlah (%) Pericarp (bran) 5.3 Endosperma 82.9 Lembaga (germ) 11.1 0.8 Tip cap Sumber: Watson (2003)
3. Komposisi Kimia Biji Jagung Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar berisi pati dan mayoritas terdapat pada bagian endosperma. Endosperma matang terdiri dari 86% pati dan sekitar 1% gula. Pati terdiri dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan amilopektin. Secara umum, pati jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan amilopektin sekitar 7075%.
7
Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Jagung Pati Protein Lipid Komponen (%) (%) (%) Biji utuh 73.4 9.1 4.4 Endosperma 87.6 8.0 0.8 Lembaga 8.3 18.4 33.2 Perikarp 7.3 3.7 1.0 Tip cap 6.3 9.1 3.8 Sumber: Watson (2003)
Gula (%) 1.9 0.62 10.8 0.34 1.6
Abu Serat (%) (%) 1.4 9.5 0.3 1.5 10.5 14 0.8 90.7 1.6 95
Menurut Lawton dan Wilson (2003), kadar protein pada biji jagung bervariasi dari 6-18%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin (zein) dan glutelin. Albumin dan globulin terkonsentrasi pada sel aleuron, pericarp dan lembaga. Sedangkan prolamin dan globulin banyak ditemukan pada endosperma. Tabel 3. Distribusi Protein di dalam Endosperma Jagung Kandungan pada jagung Protein Normal (%) Opaque-2 (%) Floury-2 (%) Albumin 4.7 20.2 5.6 Globulin 3.5 3.4 Prolamin 45.8 14.6 32.3 Glutelin 38.0 53.2 44.3 Residu 9.0 12.0 14.5 Sumber: Lawton dan Wilson (2003) 4. Tepung Jagung Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit yang memiliki kandungan serat tinggi harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Sementara itu, lembaga yang merupakan bagian biji jagung dengan kandungan lemak tertinggi juga harus dipisahkan agar tidak membuat tepung menjadi tengik. Bagian jagung lain, yaitu tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung
8
pada tongkol. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan sebelum penepungan untuk menghindari terdapatnya butir-butir hitam pada tepung olahan (Lestari, 2009). Secara umum, metode pembuatan tepung jagung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penggilingan basah dan penggilingan kering. Perbedaan kedua cara penggilingan ini terletak pada penggunaan air untuk mempermudah proses penggilingan. Pada penggilingan basah, dilakukan penambahan air secara kontinu saat penggilingan. Proses penggilingan basah ini lebih aplikatif di masyarakat (Soraya, 2006). Akan tetapi menurut Suprapto (1998), proses penggilingan kering lebih sering digunakan dalam pembuatan tepung skala besar. Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO, 2005) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Jagung dari Varietas Pioneer 21 dan Tepung Jagung Kuning secara Umum Komposisi kimia Varietas Pioneer 21 Jagung kuning Kadar air (%) 5.46 14 Kadar protein (%) 6.32 6.6 Kadar abu (%) 0.31 0.5 Kadar lemak (%) 1.73 2.8 Kadar karbohidrat (%) 86.18 76.1 Kadar Amilopektin (%) 43.52 Kadar Amilosa (%) 23.04 Kadar karoten (ppm) 1.3 Retinol equivalen (ppm) 0.21 Keterangan: (-) Tidak tercantum Secara kuantitatif, warna tepung jagung dapat diukur dengan menggunakan kromameter metode Hunter. Hasil penelitian Etikawati (2007) menyatakan bahwa tepung jagung P-21 memiliki derajat Hue 82.65, yang berarti bahwa tepung ini memiliki warna yellow red. Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada biji jagung. Xantofil termasuk ke dalam pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin, yaitu mencapai 90% dari total pigmen karotenoid di dalam jagung. 9
Kandungan pigmen xantofil yang terdapat pada jagung rata-rata sebesar 23 mg/kg dengan kisaran 12-36 mg/kg. Sedangkan total karoten rata-rata sebesar 2.8 mg/kg (Watson, 2003).
B. MIE KERING JAGUNG Menurut SNI 01-2974-1996, mie kering didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan yang berbentuk khas mie. Syarat mutu mie kering menurut dapat dilihat pada Tabel 5. Mie dalam bentuk kering mempunyai padatan minimal 87%, artinya kandungan airnya harus di bawah 13%. Mie kering yang baik memiliki penampakan putih, tidak pecah dan hancur selama pemasakan, memiliki permukaan yang lembut dan tidak ditumbuhi mikroba (Oh et al., 1985). Mie kering dihasilkan dengan cara mengeringkan mie mentah di dalam oven pada suhu ± 60oC. Dengan demikian, mie kering memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan mie basah. Umur simpan ini akan dipengaruhi oleh kadar air dan cara penyimpanannya. Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), dalam 100 gram mie kering terkandung 337 kkal energi, protein 7.9 g, lemak 11.8 g, karbohidrat 50.0 g, kalsium 49 mg, fosfor 47 mg, besi 2.8 mg, vitamin B1 0.01 mg dan air 28.9 g.
10
Tabel 5. Syarat Mutu Mie Kering Menurut SNI 01-2974-1996 No 1
2 3 4
5
6 7
Jenis Uji Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Warna 1.3 Rasa Air Protein (N x 6.25) Bahan Tambahan Makanan: 4.1 Boraks 4.2 Pewarna Tambahan Cemaran Logam: 5.1 Timbal (Pb) 5.2 Tembaga (Cu) 5.3 Seng (Zn) 5.4 Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran Mikroba: 7.1 Angka Lempeng Total 7.2 E. coli 7.3 Kapang
Satuan
Persyaratan Mutu I
Persyaratan Mutu II
% b/b
Normal Normal Normal Maks 8
Normal Normal Normal Maks 10
% b/b
Min 11
Min 8
-
Tidak boleh ada sesuai dengan SNI 01-0222-1995
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05
Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05
mg/kg
Maks 0.5
Maks 0.5
koloni/g
Maks 1.0 x 106
Maks 1.0 x 106
APM/g koloni/g
Maks 10 Maks 1.0 x 104
Maks 10 Maks 1.0 x 104
Mie jagung adalah mie yang dibuat dari tepung atau pati jagung. Berbagai teknik pembuatan mie jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) pembuatan mie jagung dengan teknik calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran atau modifikasi teknik mie terigu (Juniawati 2003; Budiyah 2005; Fadlillah 2005; Rianto 2006; Soraya 2006; Kurniawati 2006; Putra 2008) dan (2) pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi (Fahmi 2007; Etikawati 2007; Hatorangan 2007; Ekafitri 2009; Zulkhair 2009; Putra 2009; Aminullah 2009). Proses pengolahan mie jagung berbeda dengan mie yang terbuat dari terigu. Penggunaan teknik calendering pada produk mie yang berbahan baku non terigu sulit dilakukan karena adonan tidak dapat membentuk lembaran yang kohesif, ekstensibel dan elastis. Oleh karena itu, proses pembuatan mie
11
jagung 100% pada teknik ini memerlukan tambahan tahapan proses berupa pengukusan adonan sebelum dibentuk menjadi lembaran (Soraya, 2006). Pengukusan bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian besar pati yang berperan sebagai pengikat adonan. Menurut Soraya (2006) dan Putra (2008), pembentukan adonan pada pembuatan mie jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati. Dengan demikian, lembaran adonan tepung jagung tidak dapat dibentuk dan dicetak menjadi untaian mie apabila tidak dilakukan pengukusan tepung terlebih dahulu. Hal ini disebabkan protein endosperma jagung banyak mengandung zein yang tidak dapat membentuk massa adonan elastis-kohesif bila hanya ditambahkan air dan diuleni, seperti halnya gliadin dan glutelin pada gandum (Soraya, 2006). Berbeda halnya dengan proses pengolahan mie jagung 100%, tahapan proses pengukusan sebelum pembentukan lembaran adonan pada proses mie jagung substitusi tidak diperlukan. Mie yang disubstitusi dengan 35% tepung jagung memiliki sisa 65% tepung terigu yang masih mengandung protein gluten cukup memadai untuk dapat berperan dalam pembentukan lembaran adonan yang elastis. Penyempurnaan gelatinisasi pati dalam tepung jagung hanya perlu dilakukan setelah untaian mie dibentuk sebagaimana halnya dalam proses pengolahan mie kering berbasis terigu (Kusnandar, 2008). Bahan yang digunakan untuk pembuatan mie pada penelitian ini diantaranya tepung terigu Cakra Kembar, tepung jagung, garam, guar gum, Nakarbonat, K-karbonat dan air. Tepung terigu sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu merk Cakra Kembar yang diproduksi oleh PT Bogasari Flour Mill. Tepung terigu jenis ini tergolong ke dalam tepung terigu keras dengan kadar protein 10-13% (Fadlillah, 2005). Kandungan protein yang tinggi dalam Cakra Kembar akan menghasilkan sifat adonan mie yang baik. Karakteristik kimia Cakra Kembar dapat dilihat pada Tabel 6.
12
Tabel 6. Komposisi Tepung Terigu Cakra Kembar per 100 g Komposisi Jumlah Energi (kkal) 340.0 Protein (g) 11.0 Lemak (g) 0.9 Air (g) Maks. 14.5 Serat kasar (g) 0.4 Karbohidrat (g) Min. 70 Kalsium (mg) 13.0 Sumber: PT Bogasari Flour Mills (Hadiningsih, 1999) Tepung jagung sebagai bahan baku pembuatan mie pada penelitian ini menggunakan persentase sebesar 35 %. Menurut Kusnandar (2008), penggunaan tepung jagung dalam persentase 35 % mampu memberikan hasil karakteristik yang paling optimum, yaitu lembaran adonan yang dihasilkan sangat kompak, baik dan mudah dibentuk serta produk memiliki nilai KPAP yang rendah. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan mie kering jagung substitusi diantaranya garam, guar gum, Na2CO3 dan K2CO3. Garam dapur berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie serta mengurangi kelengketan adonan (Budiyah, 2005). Natrium karbonat dan kalium karbonat berperan dalam pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta menghaluskan tekstur (Kusnandar, 2008). Sementara itu, hasil penelitian Fadlillah (2005) menunjukkan bahwa penambahan guar gum mampu memberikan pengaruh yang besar dalam mengurangi kelengketan dan KPAP mie jagung. Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten. Air berfungsi sebagai media dalam pencampuran garam dan pengikatan karbohidrat, sehingga membentuk adonan yang baik. Penambahan air akan menyebabkan pada saat proses gelatinisasi, granula pati akan mengembang karena molekul-molekul air akan berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekul amilosa-amilopektin (Ekafitri, 2009). Air yang ditambahkan pada penelitian ini sebanyak 40% dari berat terigu. Penambahan air dalam jumlah yang kurang dapat menyebabkan adonan
13
menjadi rapuh dan sulit dicetak. Namun penambahan air yang berlebih juga dapat berakibat adonan menjadi sangat lengket. Mie jagung memiliki keunggulan dibandingkan mie terigu, yaitu tidak menggunakan pewarna tambahan. Warna kuning pada mie jagung disebabkan oleh pigmen kuning alami pada tepung jagung, yaitu karotenenoid, lutein dan zeasanthin (Merdiyanti, 2008).
C. PREFERENSI KONSUMEN Preferensi terhadap suatu makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan tertentu. Suatu produk makanan dapat dikatakan lebih disukai oleh konsumen jika konsumen menempatkan produk makanan tersebut sebagai pilihan pertama. Menurut Cardello (1994), makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisiko-kima yang ditentukan oleh ingredien, proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indera manusia sehingga membentuk preferensi. Tingkat kesukaan akan sesuatu dapat dilihat dari persentase jumlah responden yang memilih dan menyukai produk tersebut. Tingkat kesukaan ini sangat beragam bagi setiap individu, sehingga akan mempengaruhi tingkat konsumsi pangan (Suhardjo, 1989). Menurut Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu jenis produk, diantaranya (1) karakteristik individu, meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; (2) karakteristik produk, meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; (3) karakteristik lingkungan, meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Semua peubah tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Hal ini diperkuat oleh Sutisna (2001) yang menyatakan bahwa interaksi dengan keluarga, teman, kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk produk serta penyajian merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi. Sementara itu menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesukaan terhadap makanan dapat dikelompokkan
14
sebagai berikut (1) faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, tekstur, kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan; (2) faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk dan waktu penyajian; (3) faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh orang lain, mood, selera dan emosi; (4) faktor biologis, fisik dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis; (5)
faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga
makanan dan status sosial; (6) faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; dan (7) faktor kultur, agama dan daerah, yaitu asal kultur, agama, kepercayaan dan tradisi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk adalah faktor individu yang mencakup kebutuhan, motivasi, gaya hidup dan tingkat pengetahuan serta faktor lingkungan, yakni budaya, sosial ekonomi dan jumlah keluarga.
D. KINETIKA REAKSI KIMIA DAN PRINSIP PENDUGAAN UMUR SIMPAN METODE AKSELERASI (MODEL ARRHENIUS) 1. Kinetika Reaksi Kimia Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi ini disebabkan oleh persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu (Arpah, 2001). Sementara itu, Kusnandar (2006) menambahkan bahwa bahan dan produk pangan dapat pula mengalami reaksi-reaksi kimia selama penyimpanan yang dipicu oleh komponen-komponen kimia di dalamnya. Reaksi kimia yang dapat terjadi diantaranya oksidasi lemak, reaksi kecoklatan (Maillard) akibat interaksi gula pereduksi dan asam amino/protein, serta denatutasi protein. Reaksi penurunan mutu dalam bahan/produk pangan umumnya mengikuti reaksi ordo nol dan ordo satu. Hanya sedikit penurunan mutu makanan yang mengikuti ordo reaksi lain, misalnya degradasi vitamin C yang mengikuti reaksi ordo dua (Hariyadi et al., 2006). Penjelasan dari kedua model ordo reaksi tersebut adalah sebagai berikut:
15
a. Reaksi Kimia Ordo Nol Pada reaksi ordo nol, laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut (persamaan 1): A
k
T
(1)
dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diatas, diperoleh persamaan sebagai berikut:
A
Ao
kt
Dimana: A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t Ao= nilai mutu awal t = waktu penyimpanan (dalam hari. bulan atau tahun) Menurut Labuza (1982) dan Hariyadi et al. (2006), tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah perubahan kadar air; degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). b. Reaksi Kimia Ordo Satu Jika pada reaksi ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap, maka pada reaksi ordo satu penurunan mutu terjadi secara eksponensial. Pada reaksi ordo satu, laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut (persamaan 2): A T
kA
(2)
dengan integrasi, diperoleh persamaan sebagai berikut:
ln A Dimana;
ln A
kt
A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t Ao = nilai mutu awal k = konstanta laju reaksi ordo satu t = waktu penyimpanan (dalam hari. bulan atau tahun)
16
Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu diantaranya (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982 dan Hariyadi et al., 2006). Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun ordo satu dapat dipengaruhi oleh suhu. Secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi. Oleh sebab itu konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan 3) sebagai berikut:
k = ko.exp (‐Ea/RT)
(3)
Dimana; k = konstanta laju penurunan mutu ko = konstanta (faktor frekuensi yang tidak tergantung suhu) Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak (K) R = konstanta gas (1.986 kal/mol.K)
2. Prinsip Pendugaan Umur Simpan Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai pada level atau tingkatan degradasi mutu tertentu (Floros, 1993). Arpah (2001) menambahkan bahwa umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada didalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi. Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi kimia. Reaksi kimia yang terjadi di dalam produk pangan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan, sehingga setelah mencapai waktu tertentu
17
kerusakan mutu pangan tidak dapat lagi diterima oleh konsumen dan pangan dinyatakan telah mencapai masa kadaluarsa (Syarief dan Halid, 1993). Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengevaluasi perubahan mutu produk selama penyimpanan hingga penurunan mutu mencapai tingkat yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas diantaranya (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik; (2) ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume; (3) kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban, dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan; dan (4) kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Metode penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan menyimpan produk hingga rusak pada kondisi penyimpanan/lingkungan yang normal. Cara ini menghasilkan informasi yang paling valid, namun memerlukan waktu yang lama dan tidak praktis untuk aplikasi di industri. Oleh karena itu dikembangkan metode pendugaan umur simpan dengan metode yang dipercepat (Accelerated Shelf-Life Testing atau ASLT method), dimana produk disimpan pada kondisi penyimpanan ekstrim yang dapat mempercepat kerusakannya. Umur simpan selanjutnya diduga dengan menggunakan model matematika, dimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan produk dimasukkan ke dalam model matematika tersebut. Metode ASLT membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat dengan tingkat akurasi yang masih dapat diterima. Semakin valid model matematika yang digunakan, maka pendugaannya akan semakin valid pula. Metode ASLT yang sering digunakan untuk pendugaan umur simpan adalah model kadar air kritis dan model Arrhenius. Model kadar air kritis diterapkan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang rusak oleh adanya penyerapan air oleh produk. Model ini terutama untuk produk
18
pangan yang kering. Kerusakan dievaluasi dari perubahan tekstur (misal kerenyahan yang hilang dan peningkatan kelengketan) atau terjadinya penggumpalan (Kusnandar, 2006). Model Arrhenius diterapkan untuk produk-produk pangan yang mudah rusak akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard dan denaturasi protein. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat meningkat pada suhu yang lebih tinggi, dimana penurunan mutu produk semakin cepat terjadi (Hariyadi et al., 2006). Menurut Kusnandar (2006), produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mie instan, daging beku dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan). Reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu. Oleh sebab itu model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (Kusnandar, 2006). Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, yang selanjutnya dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan melalui persamaan Arrhenius (persamaan 3). Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian dihitung umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (persamaan 1 dan 2).
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung jagung tepung, terigu Cakra Kembar, Na2CO3, K2CO3, guar gum, garam, dan akuades serta bahan-bahan analisis. Tepung jagung diproses dari jagung pipil varietas Pioneer 21 yang diperoleh dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
B. ALAT Alat-alat yang digunakan dalam produksi tepung jagung adalah multi mill, disc mill, hammer mill, dan ayakan bertingkat. Alat yang digunakan untuk produksi mie jagung adalah timbangan, oven pengering, vary mixer, noodle sheeter dan pengukus (steamer). Peralatan proses tersebut menggunakan fasilitas lini produksi mie di Pilot Plant SEAFAST Center-IPB. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah neraca analitik, Texture Analyzer (TA-XT2), spektrofotometer, alat destilasi, Chromameter CR-200 Minolta, inkubator, oven, gelas piala dan kompor penangas. Peralatan untuk uji organoleptik yang diperlukan adalah piring saji, sendok plastik dan wadah saji. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Sensori Pangan di SEAFAST Center.
C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu tahap penelitian pendahuluan, tahap analisis preferensi konsumen dan tahap pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi-model Arrhenius.
1. Penelitian Pendahuluan Rangkaian penelitian awal pada tahap persiapan ini meliputi proses pembuatan tepung jagung dari jagung pipil varietas Pioneer 21, pembuatan mie kering jagung substitusi serta karakterisasi fisik.
20
a. Pembuatan Tepung Jagung Tahap
proses
penepungan
jagung
terdiri
dari
dua
jenis
penggilingan. Penggilingan pertama menggunakan hammer mill, menghasilkan bagian endosperm, kulit ari dan lembaga. Kulit ari dan lembaga ini selanjutnya dipisahkan dari bagian endosperm melalui proses perendaman dan penirisan. Setelah itu, grits jagung yang telah dikeringkan akan melalui proses penggilingan kedua menggunakan disc mill menghasilkan tepung kasar. Tepung kasar ini diayak dengan vibrating screen berukuran 100 mesh, sehingga diperoleh tepung jagung berukuran 100 mesh yang siap digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie kering. Secara ringkas, proses pembuatan jagung pipil menjadi tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 3. Jagung Kering Pipil Penggilingan I (hammer mill) Grits, lembaga, tip cap dan kulit Pemisahan endosperm dari lembaga, kulit, dan tip cap
Lembaga, kulit, dan tip cap
Grits Jagung Penirisan dan Pengeringan Penggilingan II (disc mill) Tepung Kasar Pengayakan 100 mesh (vibrating screen) Tepung Jagung 100 mesh Gambar 3. Proses Pembuatan Tepung Jagung (Putra, 2008)
21
b. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi Pembuatan mie kering substitusi tepung jagung pada penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada Kusnandar (2008). Dalam penelitian ini, tingkat substitusi tepung jagung yang digunakan adalah 35%. Tahap pembuatan mie jagung substitusi terdiri dari proses pencampuran bahan, pembulatan (pengistirahatan adonan), pencetakan (pressing, slitting, dan cutting), pengukusan dan pengeringan. Secara skematis, proses produksi mie jagung substiutusi dapat dilihat pada Gambar 4. tepung jagung 35 % - tepung terigu 65 %, air 40% garam 1%, guar gum 0.5%, baking powder 0.1%, K2CO3 0.1% Pencampuran dengan vary mixer selama 10 menit Pengistirahatan adonan selama 10 menit Pembentukan lembaran mie (sheeting) hingga ketebalan 1.6 mm Pencetakan untaian mie (slitting) Pemotongan mie (cutting) Pengukusan (steaming) 100 0C, 10 menit Pengeringan mie (drying) 70 0C, 80 menit Pengemasan mie
Gambar 4. Proses Pembuatan Mie Kering Metode Sheeting c. Karakterisasi Mie Kering Jagung Substitusi Karakterisasi mie jagung substitusi dilakukan secara fisik, meliputi analisis tekstur TA-XT2, analisis KPAP dan analisis warna (Hunter).
2. Analisis Preferensi Konsumen Analisis preferensi konsumen dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan serta penerimaan konsumen terhadap produk mie jagung substitusi. Produk yang akan diuji ini disajikan dalam produk olahan mie
22
bakso. Hal ini dikarenakan sasaran produk olahan mie kering adalah mie bakso.
a. Jenis dan Cara Pengumpulan Data, Metode Survei (Simamora, 2002) Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner meliputi persepsi konsumsi responden terhadap pangan mie bakso serta preferensi responden terhadap produk olahan mie berbasis jagung (Lampiran 1). Pertanyaan dalam kuesioner ini bersifat tertutup. Setiap responden diminta untuk memberikan tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dengan cara memilih satu atau lebih dari jawaban yang tersedia. Metode
untuk
penentuan
lokasi
pengambilan
responden
menggunakan metode Non Probability Sampling (NPS), yaitu seleksi unsur populasi berdasarkan pertimbangan peneliti. Metode NPS terdiri dari tiga jenis contoh, yaitu contoh kemudahan (accidental sampling), pertimbangan (purposive sampling) dan quota (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada responden kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram frekuensi. b. Cara Pengujian Sampel Cara penyajian sampel uji ini bekerjasama dengan pedagang baso Kabayan dan Favorit di lingkar kampus IPB Darmaga. Responden merupakan 100 orang masyarakat berbagai latar belakang sosial ekonomi yang diambil secara acak di sekitar kampus. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode purposive sampling. Responden yang dipilih
adalah
masyarakat
umum
yang
pernah
membeli
atau
mengkonsumsi mie serta yang sesuai dengan target usia, jenis kelamin dan tingkat ekonomi yang telah ditentukan. Sampel mie kering jagung substitusi dalam produk mie bakso disajikan kepada responden berikut dengan form kuesioner. Responden
23
kemudian
diminta
untuk
mengevaluasi
sampel
berdasarkan
pengalamannya dalam mengkonsumsi mie.
3. Pendugaan Umur Simpan Mie Kering Jagung Substitusi Model Arrhenius a. Pembentukan Panelis Terlatih Tahap awal yang dilakukan dalam proses pendugaan umur simpan mie jagung substitusi adalah penyiapan panelis terlatih. Panelis terlatih ditujukan untuk pengevaluasian produk mie jagung substitusi secara sensori selama penyimpanan. Di samping itu, panelis terlatih pada penelitian ini juga berperan dalam penetapan parameter mutu kritis mie kering jagung substitusi. Proses pembentukan panelis terlatih meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis dan diskusi fokus grup (FGD). b. Penetapan Parameter dan Batas Kritis Kerusakan Mie Kering Untuk menetapkan parameter mutu kritis mie kering yang paling cepat mengalami kerusakan dan paling berpengaruh terhadap penerimaan konsumen, maka dilakukan simulasi kerusakan mie kering dengan menyimpannya pada suhu penyimpanan ekstrim (50oC). Tahapan ini dilakukan sebelum percobaan pendugaan umur simpan. Mie kering disimpan hingga dapat diamati saat produk tidak dapat diterima lagi secara organoleptik. Penetapan parameter mutu kritis ini dilakukan bersama dengan panelis terlatih melalui diskusi fokus grup (FGD). Parameter-parameter mutu kritis ini selanjutnya ditetapkan batas kritisnya, yaitu batasan mutu saat produk sudah tidak diterima secara organoleptik. Penetapan batas kritis untuk parameter sensori dilakukan berdasarkan persepsi panelis dalam memberi skor terhadap produk. c. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim Produk mie kering jagung substitusi (15 g) yang dikemas dengan kemasan plastik PP tertutup disimpan pada tiga kondisi suhu penyimpanan ekstrim, yaitu 37, 45 dan 50oC. Total sampel mie jagung substitusi yang disiapkan untuk ketiga suhu penyimpanan adalah 504 buah kemasan. Produk mie kering substitusi jagung ini kemudian diamati
24
dan dianalisis parameter mutu kritisnya setiap minggu selama satu bulan, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 35. d. Penghitungan Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis Data parameter kritis yang telah dikumpulkan selama periode pengamatan, selanjutnya dianalisis kinetika penurunan mutunya dan ditentukan ordo reaksinya (ordo nol atau ordo satu) yang sesuai. Data pada masing-masing suhu penyimpanan ini kemudian diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara nilai mutu (Q) dan waktu penyimpanan (untuk ordo reaksi 0) atau hubungan antara nilai Ln (Q) dan waktu penyimpanan (untuk ordo reaksi 1). Berdasarkan plot data tersebut, dapat ditentukan model persamaan dari masing-masing ordo reaksi beserta nilai R2-nya. Persamaan ordo nol dan ordo satu adalah sebagai berikut: Ordo nol:
Qt = Qo – kTt
Ordo satu: ln Qt = ln Qo - kTt Dimana: Qo = nilai mutu awal penyimpanan Qt = nilai mutu pada waktu penyimpanan t kT = konstanta laju reaksi/penurunan mutu pada suhu T t = waktu penyimpanan (hari) Dengan membandingkan nilai R2-nya, dapat ditentukan orde reaksi yang paling sesuai, yaitu orde reaksi yang nilai R2-nya lebih tinggi. Kemudian melalui persamaan yang diperoleh, ditentukan nilai konstanta laju penurunan parameter mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan. Dengan demikian, akan diperoleh nilai k pada tiga suhu yang berbeda. Data konstanta laju reaksi (k) pada masing-masing suhu kemudian diplotkan ke dalam model persamaan Arrhenius sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:
25
ln k
ln k
RT
Dimana: k = konstanta (laju reaksi) Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak (K) R = konstanta gas (1.986 kal/mol K) Nilai k pada suhu T penyimpanan dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius tersebut. e. Penentuan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan Penghitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh ke dalam persamaan ordo reaksi nol atau ordo reaksi satu sebagai berikut: Umur simpan ordo nol:
t
A ‐ k
Umur simpan ordo satu:
t
A
ln k
Dimana: t = umur simpan (hari) A0 = nilai mutu awal/konsentrasi awa At = nilai mutu akhir/konsentrasi pada titik batas kadaluarsa (titik kritis) k = konstanta laju reaksi pada suhu penyimpanan yang diinginkan Secara keseluruhan, tahapan pendugaan umur simpan melalui penghitungan kinetika penurunan mutu pada penelitian utama ini dapat dilihat pada Gambar 5.
26
Mie kering substitusi tepung jagung Penyimpanan pada suhu 35oC, 45oC, dan 50oC Pengamatan obyektif dan subyektif (organoleptik) pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28, 35 Pemplotan nilai (skor) mutu dan waktu pengamatan pada masing-masing suhu dan atribut/parameter Penetapan nilai mutu awal dan batas kritis produk Penetapan ordo reaksi (ordo nol atau ordo satu) melalui kurva dengan nilai R2 tertinggi Pemrolehan nilai konstanta penurunan parameter mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan Pemplotan data konstanta laju reaksi (k) ke dalam model persamaan Arrhenius Penghitungan umur simpan produk pada suhu tertentu dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh Gambar 5. Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Substitusi D. METODE ANALISIS Mie kering dengan substitusi tepung jagung sebesar 35 % kemudian dikarakterisasi berdasarkan analisis sifat fisik, kimia dan sensori. Karakterisasi fisik mie dilakukan pada mie kering segar sebelum penyimpanan, sedangkan karakterisasi mie kering selama penyimpanan dilakukan berdasarkan analisis kimia, sensori dan fisik (KPAP dan warna-Hunter).
1. Analisis Fisik a. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)/ cooking loss (Oh et al., 1985) Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mie dalam air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mie ditiriskan
27
dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mie kering kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100oC sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut:
KPAP
1‐
berat sampel setelah dikeringkan berat awal 1‐KA contoh
b. Analisis Profil Tekstur-TA Analisis profil tekstur dengan menggunakan Texture Analyzer dilakukan untuk mengkorelasikan tekstur keseluruhan produk yang dievaluasi oleh indera manusia dengan instrumen. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan probe berbentuk silinder, dengan diameter 35 mm. Pengaturan kondisi pengukuran Texture Analyzer dilakukan berdasarkan golongan contoh bahan yang diukur. Seuntai sampel mie kering yang telah direhidrasi dengan panjang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan, lalu ditekan oleh probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dengan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute (+) peak dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-) peak, dengan satuan gram force (gf). Elastisitas diperoleh berdasarkan ketebalan awal mie dibandingkan dengan ketebalan mie setelah diberi tekanan pertama. c. Analisis Warna-Hunter (Hutching, 1999) Penentuan warna secara objektif pada penelitian ini menggunakan instrumen Chromameter CR-200 Minolta dengan metode Hunter. Pengukuran dengan alat tersebut dapat ditampilkan dalam skala Yxy. L*a*b*, L*C*H*, Hunter Lab atau nilai stimulus XYZ. Metode Hunter yang digunakan dalam penelitian ini memberikan tiga nilai pengukuran L, a dan b dengan standar kalibrasi Y = 68.3; x = 0.420; y = 0.438. Untuk mendapatkan nilai L, a, b. nilai-nilai tersebut dikonversi melalui persamaan berikut: /
Y
Y
L
10 Y
X
Y x/y
a
17.5 1.02X
Z
Y
1
x
y
/y
b
7.0 Y
Y /Y
/
0.847 Z /Y
/
28
Nilai L menyatakan parameter kecerahan (0=hitam: 100=putih). Warna kromatik campuran merah-hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 080 untuk warna merah; a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Sedangkan warna kromatik campuran biru-kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 070 untuk warna kuning; b- = 0-(-70) untuk warna biru).
2. Analisis Kimia Analisis Bilangan TBA (Apriyantono, 1989) Pada prinsipnya, asam 2-thiobarbituriat akan bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna merah, yang intensitasnya dapat diukur dengan spektrofotometer. Malonaldehid sebagai hasil oksidasi lipid mengindikasikan adanya ketengikan pada produk. Analisis bilangan TBA ini dilakukan selama sampling dalam penyimpanan, sehingga dapat mendukung hasil analisis sensori subyektif oleh panelis. Sebanyak 10 gram mie kering dihancurkan dengan hand blender dengan penambahan 50 ml akuades (selama 2 menit). Sampel kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml akuades. Nilai pH diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4M sebanyak 2.5 ml. Kemudian ditambahkan batu didih dan pencegah buih secukupnya dan labu destilasi dipasang pada alat destilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk secara merata, kemudian 5 ml destilat dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup. Sebanyak 5 ml pereaksi TBA ditambahkan, kemudian tabung reaksi ditutup, dicampur merata dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Selanjutnya larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dan diberi perlakuan seperti penetapan sampel. Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol.
29
3. Analisis Sensori a. Seleksi panelis Untuk mengevaluasi mutu sensori mie kering jagung substitusi selama penyimpanan digunakan panelis terlatih. Pembentukan panelis terlatih ini diawali dengan seleksi panelis, kemudian dilakukan pelatihan panelis. Menurut Meilgaard (1999), tahapan seleksi panelis terlatih untuk uji pembedaan meliputi matching test (uji kesesuaian/uji identifikasi terhadap rasa dan aroma), uji rangking dan uji pembedaan (uji segitiga). Uji identifikasi terhadap rasa dan aroma dilakukan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam mengenali dan mendeskripsikan baik stimulus rasa maupun aroma dasar. Calon panelis diminta untuk menentukan lima rasa dasar dalam 5 larutan uji serta mendeskripsikan aroma dari flavor-flavor yang disajikan. Bahan uji yang digunakan untuk uji identifikasi rasa dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan bahan uji untuk uji identifikasi aroma meliputi contoh aroma mint, orange, fruity, savoury dan nutty. Cara pengujian untuk jenis uji ini dilakukan hanya satu kali dan tidak diperbolehkan untuk mengulang. Penetralan indera perasa untuk uji deskripsi rasa dasar dilakukan dengan menggunakan air mineral. sementara
indera
pembau
untuk
uji
deskripsi
aroma
dengan
menggunakan bubuk kopi, sesaat sebelum melakukan pengujian sampel berikutnya. Respon stimulus yang dirasakan oleh panelis. dideskripsikan dengan perbendaharaan kata masing-masing. Format kuesioner seleksi panelis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 7. Konsentrasi Larutan Uji Deskripsi Rasa Dasar Rasa dasar Konsentrasi Manis Sukrosa 1 % Asam Asam sitrat 0.04 % Asin NaCl 0.2 % Pahit Kafein 0.05 % Umami MSG 0.015 % Sumber: Thomson (1986)
30
Tahapan pengujian berikutnya yang dilakukan pada proses seleksi panelis adalah uji rangking intensitas. Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan calon panelis dalam mengenali perbedaan intensitas dan mengurutkan intensitasnya dari konsentrasi tertinggi hingga konsentrasi terendah. Pada uji rangking intensitas, panelis diminta untuk mengurutkan empat jenis larutan berdasarkan intensitasnya. Deretan konsentrasi bahan uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Konsentrasi Larutan Uji Rangking Intensitas Stimulus sensori Rasa Bahan Konsentrasi (g/L) Asin
NaCl/air 1.0 2.0 5.0 10.0
(Meilgaard et al., 1999) Selanjutnya, pada proses seleksi panelis tahap kedua dilakukan serangkaian uji pembedaan (uji segitiga) sehingga dapat diperoleh panelis yang memiliki kompetensi pembedaan sensori yang optimal. Pada uji segitiga, calon panelis diminta untuk membedakan satu sampel berbeda diantara ketiga jenis sampel, dengan dua sampel yang sama. Uji segitiga yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pembedaan panelis ini dilakukan sebanyak sembilan set pengulangan. Pengulangan ini berguna untuk melihat kekonsistenan calon panelis dalam memberikan jawaban. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa jawaban panelis bukan hanya tebakan. Uji segitiga ini meliputi dua jenis pengujian, yaitu pengujian terhadap atribut tekstur dan aroma. Atribut tekstur yang diuji adalah kekerasan dan kekenyalan. Bahan uji yang dipakai untuk masing-masing atribut adalah mie kering terigu komersial dan kwetiau, dengan tingkat perbedaannya berdasarkan lama pemasakan. Sedangkan satu set lainnya yaitu uji segitiga aroma tengik. Bahan uji aroma tengik diperoleh dari minyak goreng yang telah disimulasi rusak melalui pemaparannya dengan cahaya dan suhu tinggi. Uji segitiga jenis ini bertujuan untuk
31
mengetahui sensitivitas panelis dalam mendeteksi dan mengenali perbedaan aroma tengik. b. Pelatihan Panelis Terlatih Menurut Meilgaard et al. (1999), proses pelatihan panelis terlatih membutuhkan waktu selama 40 hingga 120 jam. Semakin kompleks atribut yang diujikan, maka waktu pelatihan panelis yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma, terutama yang terkait dengan kepentingan penelitian. Tahapan ini terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, dan pelatihan penilaian suatu sampel (Stone dan Sidel, 2004). Sebelum mengikuti pelatihan, calon panelis yang telah lolos seleksi dikonfirmasi kembali mengenai kesediaan waktu luang serta riwayat kesehatannya yang mungkin mempengaruhi pengujian. Berdasarkan atas pertimbangan kesediaan waktu panelis, pelatihan dilakukan selama satu bulan, setiap hari Senin dan Jumat pukul 9.00-11.00 WIB. Disamping merupakan hasil kesepakatan bersama panelis, pemilihan waktu (jam pengujian) ini juga dipertimbangkan sebagai waktu yang paling baik untuk meminimalisasi terjadinya bias panelis. Hal ini dikarenakan pada jam-jam tersebut kondisi panelis masih segar sehingga dapat lebih berkonsentrasi (Dilana, 2008) serta panelis cenderung terhindar dari rasa lapar. Setiap panelis diberikan latihan selang waktu tertentu secara berulang-ulang sampai diperoleh hasil evaluasi sensori yang konsisten serta kesepakatan mengenai istilah sensori tertentu. Latihan sensori ini meliputi pelatihan terhadap atribut-atibut kritis yang telah diidentifikasi pada tahap FGD, seperti aroma tengik/menyimpang dan tekstur mie kering sebelum rehidrasi. Pada pelatihan atribut tengik, panelis diperkenalkan berbagai jenis tingkat ketengikan pada produk mie kering serupa.
32
c. Focuss Group Discussion (FGD) Focuss Group Discussion (FGD) termasuk ke dalam salah satu rangkaian proses pelatihan panelis. Kegiatan ini merupakan cara analisis kualitatif untuk mendapatkan data deskripsi atribut sensori. Disamping itu, melalui diskusi ini juga dilakukan pembelajaran dan penyamaan persepsi diantara panelis mengenai skala/skor penilaian suatu atribut. Diskusi fokus grup (FGD) dapat dilakukan oleh panel leader bersama dengan para panelis terlatih untuk menentukan atribut mutu kritis yang menyebabkan produk mie kering menjadi tidak diterima. Identifikasi produk yang sudah tidak dapat diterima pada tahap simulasi kerusakan, selanjutnya didiskusikan bersama panelis terlatih melalui tahap FGD ini. Sebelum memasuki periode penyimpanan sampel, panelis dalam bentuk diskusi fokus grup (FGD) me-review dan menyamakan persepsi kembali terutama dalam hal penskalaan. Pada periode ini, panelis disajikan contoh mie rusak dan reference serta blind control. Blind control dalam hal ini memiliki peran untuk mengkonfirmasi jawaban panelis. Setelah masing-masing panelis mengevaluasi sampel secara terpisah dalam suatu booth, seluruh panelis dengan dipimpin oleh leader berdiskusi dan membentuk kesepakatan bersama mengenai nilai skor/skala yang paling sesuai dengan kondisi setiap sampel. d. Uji Skoring/Rating Pengujian atribut mutu produk yang dibandingkan dengan kontrol dilakukan terhadap (1) warna, (2) kecerahan, (3) kerapuhan, (4) aroma tengik (off odor) dan (5) rasa pahit, sesuai dengan hasil kesepakatan dalam FGD. Uji skoring terhadap seluruh atribut mutu kecuali atribut rasa dilakukan oleh panelis sebelum produk mie kering direhidrasi. Panelis yang telah mengevaluasi sensori atribut-atribut tersebut, kemudian diminta untuk menilai/memberi skor masing-masing sampel uji pada tiap atribut selama sampling penyimpanan. Uji skoring pada penelitian ini menggunakan skala sensori 0-10. Format uji skoring secara jelas dapat dilihat seperti pada Lampiran 3.
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Pembuatan Tepung Jagung Jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung pada penelitian ini adalah jagung varietas P-21 (Pioneer-21). Varietas ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. Umur panen varietas P-21 adalah 105 hari. Penelitian diawali dengan proses penepungan jagung yang mengacu pada hasil optimasi Putra (2008), yaitu dengan menggunakan metode penggilingan kering. Jenis tepung yang digunakan sangat mempengaruhi karakteristik akhir dari produk mie jagung yang dihasilkannya. Penggunaan tepung jagung dari hasil penggilingan kering lebih direkomendasikan karena memberikan hasil sifat/karakteristik mie yang lebih bagus dibandingkan dengan mie dari tepung hasil penggilingan basah (Merdiyanti, 2008). Tahapan pembuatan tepung pada metode penggilingan kering meliputi penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir, serta pengayakan. Penggilingan tahap awal dilakukan untuk menggiling biji jagung menjadi grits menggunakan saringan 12 mesh. Penggilingan yang menggunakan hammer mill ini akan menghasilkan grits, kulit, lembaga dan tip cap. Pemisahan kulit, lembaga dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman. Grits akan
mengendap sedangkan
bagian lain (kulit, tip cap dan lembaga) akan mengapung. Grits jagung dikeringkan dengan oven selama 1 jam hingga kadar air ± 35 % untuk mempermudah ke tahap penggilingan selanjutnya. Menurut Etikawati (2007), kadar air yang lebih tinggi dari 35% dapat menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air yang terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan serta pertikel tepung setelah penggilingan menjadi kasar. Penggilingan tahap akhir merupakan penggilingan dengan menggunakan disc mill
grits
jagung
untuk menghasilkan tepung jagung
34
berukuran 48 mesh.
Tepung jagung yang diperoleh ini kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 3 jam dan selanjutnya diayak dengan menggunakan ayakan bertingkat berukuran 100 mesh. Pengayakan ini bertujuan agar ukuran partikel tepung seragam. Menurut Faridi dan Faubion (1995), perbedaan ukuran partikel dapat menyebabkan terbentuknya specks (noda) berwarna putih karena ukuran partikel yang lebih besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menyerap air,
sehingga bagian yang tidak menyerap air tersebut akan membentuk noda berwarna putih. Tepung jagung kering yang sudah diayak kemudian dikemas dalam plastik polipropilen dan disimpan di dalam freezer untuk menjaga kadar air tepung konstan.
Gambar 6. Tepung Jagung P-21 Berukuran 100 mesh
2. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi Proses pembuatan mie kering jagung substitusi terdiri atas pencampuran bahan, pembulatan (pengistirahatan adonan), pencetakan (pressing, slitting dan cutting), pengukusan dan pengovenan. Pembuatan mie jagung substitusi dalam penelitian ini ditujukan untuk sampel uji analisis preferensi konsumen serta untuk sampel percobaan penyimpanan. Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan
dalam
pembuatan
mie.
Disamping
menghomogenkan
campuran bahan, proses pencampuran bertujuan pula untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk gumpalan. Bahan baku tepung berupa campuran tepung terigu dan tepung jagung diaduk dengan vary mixer hingga merata bersama bahan kering 35
lainnya selain garam. Dalam wadah yang lain, garam yang telah dilarutkan dengan air ditambahkan ke dalamnya secara bertahap hingga terbentuk adonan yang homogen. Menurut Astawan (2005), waktu pengadukan adonan dilakukan selama 15-25 menit dengan suhu adonan sekitar 25-40 oC. Suhu adonan dapat dipengaruhi oleh gesekan antara adonan dan pengaduk. Peningkatan suhu ini mampu meningkatkan mobilitas dan aktivitas air ke dalam jaringan tepung sehingga membantu pengembangan adonan. Adonan yang terbentuk diharapkan seragam/homogen, mampu menyerap air secara optimal, dan tidak lengket. Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, adonan yang telah tercampur merata dibentuk bulatan dan diistirahatkan terlebih dahulu selama 10
menit.
Tujuannya
mengembangkan
adalah
gluten.
menyeragamkan
Pengistirahatan
yang
distribusi terlalu
air
lama
dan dapat
menyebabkan adonan menjadi kering sehingga mudah patah saat direbus. Proses pencetakan merupakan tahapan yang dilakukan untuk membentuk untaian-untaian mie dengan karakter yang diinginkan. Proses pencetakan ini terdiri atas dua tahap yaitu pembentukan lembaran adonan (sheeting) dan pembentukan untaian mie (slitting). Kedua proses ini dilakukan
dengan
teknik
kalendering
menggunakan
sheeter-noodle
machine. Pada tahap pencetakan mie terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mutu mie yang dihasilkan, yaitu pemilihan skala pengepresan serta ketajaman pisau pemotong untaian mie (slitter). Skala pengepresan mempengaruhi ketebalan dari lembaran dan untaian mie yang dihasilkan. Jika terlalu tipis, mie yang dihasilkan menjadi mudah patah. Sedangkan mie yang terlalu tebal membutuhkan waktu yang lebih lama baik dalam pengukusan maupun pengeringan. Mengacu pada Kusnandar (2008), pengepresan lembaran adonan dilakukan sebanyak 10 hingga 12 kali. Disamping skala roll pengepresan, hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah ketajaman pisau pemotong untaian mie (slitter). Pisau pemotong yang kurang tajam menyebabkan untaian mie yang terpotong
36
bergerigi dan tidak rapi. Hasil potongan untaian mie yang kurang rapi dapat meningkatkan KPAP. Setelah pembentukan untaian mie, dilakukan proses pengukusan mie pada suhu 100°C selama 15 menit. Pada proses pengukusan
terjadi
gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat (Sunaryo, 1985). Setelah pengukusan, proses selanjutnya adalah pengeringan mie jagung dengan oven. Mie substitusi jagung yang telah dikukus lalu dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan secara sempurna. Proses pengeringan bertujuan menurunkan kadar air hingga mencapai kadar air 910%. Penurunan kadar air ini berguna untuk memperpanjang masa simpan produk mie kering substitusi jagung. Mie kering substitusi jagung yang dihasilkan memiliki kadar air 9.42 %. Hal ini telah memenuhi kriteria mutu mie kering dalam SNI 01-29741996, yang menyatakan kadar air maksimal untuk mie kering adalah 10 %. Disamping menurunkan kadar air, proses pengeringan juga dapat meningkatkan porositas akibat keluarnya air dari dalam bahan. Peningkatan porositas ini membuat produk menjadi lebih mudah untuk direhidrasi. Prinsip utama pengeringan adalah pengeluaran air dari bahan akibat proses pindah panas yang berhubungan dengan adanya perbedaan suhu antara permukaan produk dengan permukaan air pada beberapa lokasi dalam produk. Ukuran bahan yang akan dikeringkan dapat mempengaruhi kecepatan waktu pengeringan. Semakin kecil ukuran bahan akan semakin cepat waktu pengeringannya. Hal ini disebabkan bahan yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga memudahkan proses penguapan air dari bahan. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 60-70oC selama 70 menit. Pengeringan dianggap cukup jika mie tidak menempel rekat lagi pada tray
37
dan tidak ada lagi bagian mie yang lembek. Menurut Hou dan Kruk (1998). pengeringan dengan udara panas dari oven yang terlalu cepat dapat menyebabkan mie kering menjadi rapuh. Lama waktu pengeringan akan menentukan karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Jika waktu pengeringan terlalu lama, mie kering menjadi lebih rapuh. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kualitas masak dari mie kering tersebut, yaitu mie menjadi lebih mudah patah/hancur dan air rebusannya berwarna kekeruhan (KPAP tinggi).
3. Karakterisasi Mie Jagung Substitusi Karakterisasi mie kering jagung substitusi sebelum penyimpanan dilakukan secara fisik meliputi analisis KPAP, analisis profil tekstur TA dan analisis warna-Hunter. Hal ini didukung oleh Oh et al. (1983) yang menyatakan bahwa kualitas mie dinilai dari parameter kualitas masak (KPAP), tekstur dan warna.
a. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) menunjukkan banyaknya padatan dalam mie yang keluar atau terlarut ke dalam air selama proses pemasakan. Nilai KPAP dinyatakan sebagai perbandingan antara berat padatan yang terlepas dan berat kering sampel yang dinyatakan dalam satuan persen (%). KPAP merupakan salah satu parameter mutu terpenting karena berkaitan dengan kualitas mie setelah dimasak. Selama pemasakan. padatan yang hilang disebabkan oleh terlepasnya amilosa pada untaian mie ke dalam air rebusan. Semakin rendah nilai KPAP mie menunjukkan bahwa mie tersebut memiliki kualitas tekstur yang baik dan homogen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai KPAP mie jagung substitusi adalah 4.41%. Sementara itu, nilai KPAP mie terigu adalah 2.87 % (Fitriani, 2004). Nilai KPAP yang tinggi dapat disebabkan oleh kurang optimumnya pengikatan matriks pati tergelatinisasi dengan pati yang tidak tergelatinisasi pada mie jagung (Kurniawati, 2006), sedangkan
38
pada mie terigu yang mengandung protein gluten dalam jumlah tinggi. proses gelatinisasi terjadi secara sempurna sehingga mie yang terbentuk cenderung lebih kompak dan memiliki KPAP yang lebih rendah. Namun demikian, nilai KPAP mie jagung yang dihasilkan ini masih tergolong dalam kualitas mie yang baik. Hal ini didukung oleh penelitian Kusnandar (2008) bahwa nilai KPAP mie terigu adalah sebesar 4.56 %. Artinya, nilai KPAP mie jagung masih berada dalam kisaran nilai KPAP mie dengan mutu yang baik. Disamping itu, nilai KPAP juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Menurut Guo et al. (2003), tepung terigu dengan kandungan amilosa 21-24 % akan menghasilkan kualitas mie yang baik. Tepung jagung varietas Pioneer 21 yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan amilosa sebesar 23.04 %, yaitu masih berada pada kisaran tersebut. b. Profil Tekstur-TA Tekstur merupakan salah satu parameter yang mendukung mutu mie kering jagung substitusi. Dalam mengevaluasi tekstur produk, sering dilakukan korelasi yang baik antara pengukuran tekstur secara subjektif menggunakan indera manusia dengan pengukuran secara objektif menggunakan instrumen. Analisis profil tekstur menggunakan Texture Analyzer TAXT-2 mampu memberikan pendekatan korelasi antara kedua kondisi pengukuran tersebut. Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Kekerasan ditentukan dari gaya maksimum (nilai puncak) pada tekanan pertama, sehingga semakin besar gaya yang dibutuhkan (nilai puncak makin tinggi) maka menandakan kekerasan semakin meningkat. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh hasil bahwa kekerasan mie
kering
substitusi jagung
adalah 3108.25 gf. Nilai ini hampir
mendekati nilai kekerasan mie kering jagung 100 % hasil penelitian Putra (2008) dengan suhu pengovenan 60oC, yaitu 3135.18 gf. Tingkat kekerasan mie jagung 100 % yang diperoleh ini apabila dikorelasikan dengan nilai organoleptik oleh panelis memberikan skor nilai kesukaan
39
yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkaan bahwa konsumen menyukai mie dengan karakter tekstur keras tersebut (Putra, 2008). Nilai kekerasan mie dapat diakibatkan oleh proses retrogradasi pati (Eliasson dan Gudmundsson, 1996). Retrogradasi merupakan proses terbentuknya ikatan antara amilosa-amilosa yang telah terdispersi kedalam air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses retrogradasi pati semakin mungkin terjadi. Dengan demikian, mie yang memiliki nilai KPAP tinggi (amilosa banyak yang terdispersi) akan memiliki kecenderungan tingkat kekerasan tekstur yang tinggi pula. Kelengketan berbanding lurus dengan nilai KPAP (kehilangan padatan akibat pemasakan). Peningkatan KPAP akan diikuti dengan peningkatan nilai kelengketan mie. Mie memiliki kualitas makan serta penampakan yang baik apabila memiliki nilai kelengketan yang rendah. Nilai kelengketan ini dipengaruhi oleh banyaknya kandungan amilosa yang terlepas ke dalam air rebusan mie. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eliasson dan Gudmundsson (1996) bahwa amilosa yang terlepas dari granula pati dapat menyebabkan kelengketan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kelengketan mie kering substitusi jagung adalah 188.55 gf. Pengukuran elastisitas dalam penelitian
ini diartikan
kemampuan mie matang untuk kembali ke kondisi diberikan
tekanan pertama. Berdasarkan
hal
sebagai
semula
tersebut maka
setelah nilai
elastisitas akan semakin bagus apabila nilainya mendekati 1 yang artinya mie dapat kembali ke kondisi (ketebalan) awal setelah diberi tekanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai elastisitas mie adalah 0.7343. c. Warna-Hunter Warna merupakan salah satu parameter mutu terpenting pada mie yang memegang peranan dalam penerimaan oleh konsumen. Selain itu, warna dapat memberi petunjuk mengenai adanya perubahan kimia dalam makanan, seperti reaksi pencoklatan dan karamelisasi (De Man, 1989).
40
Tiga unsur utama yang menentukan warna bahan pangan adalah warna kromatis (Hue), warna akromatis (lightness) dan kroma. Warna kromatis adalah warna nyata yang dapat diamati olah mata seperti warna merah, kuning, biru dan sebagainya. Warna akromatis disebut juga sebagai kecerahan, sedangkan warna kroma menyatakan intensitas dari warna kromatis. Ketiga parameter inilah yang digunakan untuk menyatakan warna benda secara objektif. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai L dan a mie jagung substitusi masing-masing sebesar 48.04 dan 0.69. Nilai L ini juga didukung oleh besaran nilai b, yang memperlihatkan tingkatan/derajat kuning, yaitu sebesar 20.56.
B. PREFERENSI KONSUMEN Kajian preferensi konsumen pada penelitian ini dilakukan terhadap 100 orang responden lingkar kampus IPB Darmaga. Lokasi penyebaran kuesioner bertempat di dua pedagang bakso, yaitu Baso Kabayan dan Baso Favorit. Evaluasi sampel mie jagung substitusi dalam produk mie bakso oleh responden dapat dilihat pada Gambar 7.
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Mie Jagung Substitusi dalam Produk Olahan Mie Bakso (b) Evaluasi Mie Jagung Substitusi oleh Responden di Baso Kabayan
41
1. Profil Responden n Karakteristtik memberikan
demogrrafi
gaambaran
respon nden
m mengenai
pentiing
diketahhui
faktor-faktoor
yang
untuk
mungkin
mempengaruhi preferensi p reesponden terhadap t m mie jagung. Beberapa karaktteristik demo ografi yang dianalisis meliputi m jeniss kelamin, usia, tingkat pendiddikan, pekerrjaan dan raata-rata penggeluaran perr bulan. Diaantara total 100 orrang respondden diketahuui bahwa respponden konssumen didom minasi oleh kalanggan mahasisw wa dengan kkisaran usia 16-25 tahunn dan dengan n tingkatan ekonom mi menengaah. Secara keeseluruhan, profil p responnden dapat dilihat d pada Gambaar 8.
26 6-35 th
5 th > 45 th 36-45
2% 11 % 5 %
43 % 57 %
82 %
laki-la aki
perrempuan
S1 1 3 % 34
Tidak k Seko ola SMP h 1 % 12 %
16-25 th
ibu rrumah tang ggalainnya wiraswasta w
S SMA
13 %
22 2%
7 %1 %
7% 72 %
31 %
ka aryawa n sw wasta
ploma Dip
Rp p 1.000.000Rp p 5.000.000 6%
pelajar/mah hasisw a
37 % 36 %
Rp 500.000-Rp R p 1 1.000.000
3 Rp 300.000-Rp 500.00 00
Gambarr 8. Profil Reesponden Koonsumen Miie Jagung Suubstitusi dalaam Produk Mie Bak kso 42
2. Profil Responden n dalam Men ngkonsumssi Mie Informasi responden r m mengenai freekuensi konssumsi mie memberikan m gambaaran akan peengalaman mereka m dalam m menilai/m mengevaluasii mie. Data frekueensi konsum msi mie ressponden perr minggu ddibagi menjjadi empat kategoori, yaitu < 2 kali; 3 - 4 kali; 5 - 7 kali; dan > 7 kali. k Hasil pengum mpulan datta menunjukkkan bahwa seluruh rresponden merupakan m pengko onsumsi mie m secara rutin, dimaana sebagiaan besar diantaranya d
Persentase Jumlah Responden
mengkkonsumsi miie kurang daari 2 kali dalaam semingguu.
60 50 40 30
54 % 39 %
20
6%
10
1%
0 < 2x
3-4 x
5 x 5-7
>7 x
Ko onsumsi Mie e/Minggu
Gam mbar 9. Dataa Frekuensi Konsumsi M Mie Beberapa faktor/alasaan yang mempengaru m uhi respondden dalam mengkkonsumsi mie m diantaraanya mutu/kkualitas miie, kemudahhan untuk membeli, harga yang y terjanggkau, sebag gai penggantti pangan pokok p atau kombiinasi dari pilihan p jawaban tersebbut. Survei menunjukkkan bahwa diantarra keempat pilihan terrsebut, respoonden lebihh banyak memutuskan m mengkkonsumsi miie karena mengenyangk m kan dan sebaagai penggaanti pangan pokok k. Selisih 3 % dengann alasan piilihan tersebbut, faktor lain yang menenntukan respoonden dalam m mengkon nsumsi mie adalah kuaalitas/mutu atributt mie dan haarga yang teerjangkau. Secara detail,, faktor/alasaan penentu konsum msi mie olehh responden dapat dilihaat pada Gambbar 10.
43
P Persentase t Jumlah J l hR Responden d
50 40 30 20 10 0
44 % 16 %
5%
16 %
19 %
Fakto or Penentu Ko onsumsi Mie e
Gam mbar 10. Fakktor Penentuu Responden dalam Mengkonsumsi Mie M Dari diagrram faktor penentu konsumsi k m mie pada Gambar 10, diketah hui bahwa salah satu alasan a respoonden menggkonsumsi mie m adalah mutu/kkualitas miee. Terdapat beberapa faaktor/atribut mutu terpenting pada mie yang y dapatt menunjukkkan tingkaat preferennsi respondden dalam mengkkonsumsi miie diantaranyya atribut rassa, aroma, teekstur dan warna. w Hasil pengumpulan datta menunjukkkan bahwa atribut rasa merupakan m atributt mutu miee terpenting yang mennimbulkan kketertarikan responden dalam mengkonsuumsi mie. Seementara ituu, Gambar 11 menunjukkkan bahwa atributt tekstur juga mendudukki prioritas tertinggi dalaam produk mie m setelah atributt
rasa.
Hasil H
surveii
yang
memperlihatk m kan
lebih
tingginya
kecendderungan ressponden dalam menjawaab atribut raasa diperkiraakan terjadi karenaa adanya biaas respondenn dalam meniilai serta meembedakan terminologi t atributt rasa dan tekkstur pada m mie. Akan tetappi, pada surrvei penelitiian ini massih terdapat responden m k kuesioner denngan tidak benar. b Hal inni diperkirakkan karena yang menjawab adanyaa pengaruh tingkat pendidikan resp ponden. Sebbanyak 8 % responden yang tidak memaahami cara menjawab kuesioner ddengan benaar ternyata ndah serta meruppakan respoonden denggan tingkat pendidikann lebih ren respon nden dengan tingkat pekeerjaan ibu ruumah tanggaa.
44
Persentase Jumlah Responden
70 60 50 40 30 20 10 0
66 % 7%
4% 14 5%
8%
rasa a aroma teks stur warna tid dak je elas Atribut Mutu M Mie
Gambar 11. Atribut Mutu Mie yang Paaling Pentingg bagi Respoonden
dap Mie Keering Jagung Substitusii dalam 3. Preferrensi Responden terhad Produ uk Mie Baksso Data perillaku responnden dalam mengkonsuumsi mie yang y telah dijabarrkan pada bagian seebelumnya perlu dikeetahui sebaggai bahan pertim mbangan daalam pengaambilan keesimpulan preferensi konsumen terhad dap mie jaguung. Hasil pengamatann menunjukkkan bahwa responden penelittian merupaakan konsum men yang teelah terbiasaa mengkonssumsi mie. Namun, appabila dikaitkkan dengan pengetahuann terhadap mie m jagung hui bahwa hanya h sebagian dari respponden (53 %) yang suddah pernah diketah mendeengar dan tellah mengenaal mie jagung sebelumnyya. Stepherdd dan Spark (1994)) menyebutkan bahw wa pengetah huan memppengaruhi sikap s dan selanjuutnya berpengaruh padaa tingkah laaku atau preferensi panngan. Oleh karenaa itu, tingkaat pengetahuuan respond den terhadapp produk paangan yang diujikaan perlu un ntuk diketahhui. Respond den yang pernah mend dengar dan mengeenal mie jagung j padda umumnyya merupakkan mahasiiswa yang cenderrung banyaak menerim ma informasii sosialisasii pengembaangan mie jagungg di kampus IPB.
45
pern nah mendenga r 47 %
53 %
belum pernah h me endengar
Gambarr 12. Pengettahuan Respo onden terhaddap Mie Jaguung Pengemban ngan produuk mie jaggung sebagaai upaya mendukung m prograam diversifikkasi telah diilakukan sejak beberapaa tahun silam m. Namun, tidak dapat d dipung gkiri bahwa mie jagungg cenderung kurang dapaat bersaing dengann mie terigu komersiial karena keterbatasaan karakteriistik mutu sensorrinya. Pada penelitian p inni, dikembanngkan mie kering jagung g substitusi yang diharapkan d m mampu mem miliki tingkaat preferensi konsumsi menyerupai m mie keering terigu komersial. k Mie kerinng jagung substitusi yang y akan dievaluasi responden oduk olahann mie bakso. Penilaian responden secara s over disajikkan pada pro all meenggunakan skala 1-5. Nilai N 1 beraarti tidak sukka hingga niilai 5 yang berartii suka. Hasil peng gumpulan ddata menunnjukkan bahhwa sebanyyak 43 % respon nden “suka”” terhadap mie jagungg substitusi yang diolaah menjadi produk k mie bakso o. Hal ini didukung d pula oleh hasiil kajian Puutra (2009), yang menyatakan m bahwa kuallitas sensorii mie jagungg sudah cukkup mampu mengggantikan prooduk mie terrigu. Sebanyyak 37 % reesponden laiinnya yang menilaai produk inii ”netral/biassa saja” dapaat diartikan bbahwa respoonden tidak mengaalami/merasaakan suatu perbedaan yang nyata pada produ uk apabila dibanddingkan denggan produk m mie terigu komersial.
46
Persentase Jumlah R Responden d
50 40 30 20 10 0
43 % 12 % 37 %
6% 2%
suka a agak netral agak tidak suka tidak suka suka Tingkat Kes sukaan
Gamb bar 13. Tingkat Kesukaaan Respondeen terhadap M Mie Kering Jagung J Substitusi pada Produk P Mie Bakso B 4. Analissis Kesesuaiian Mie Kerring Jagungg Substitusi pada Produ uk Olahaan Mie Baksso Hasil penggumpulan data mengen nai tingkat kesesuaian k m kering mie m bakso jagungg substitusii yang disajikan padda produk olahan mie menunnjukkan bahhwa sebanyyak 90 % responden menyatakan n “sesuai” apabilaa mie jagunng substitusi ini diolah menjadi m prodduk mie bakkso. Hal ini memperlihatkan bahwa b karaktteristik mie jagung subsstitusi tidaklah berbeda nyata dengan d mie terigu jika diolah d pada produk p mie bakso. b
tidak k sesu uai
10 % 90 %
sesuai
Gamb bar 14. Diaggram Tingkatt Kesesuaiann Mie Jagungg Substitusi pada Produ uk Olahan M Mie Bakso Sebanyak 90 9 % responnden yang menyatakan m ““sesuai” tersebut, 81 % respon nden diantarranya “setujju” apabila mie jagunng substitusii dijadikan sebagaai alternatif pengganti m mie terigu. Pada dasarnnya, respondden sangat terbukka menerimaa pilihan taawaran mie non teriguu yang mem miliki nilai
47
unggu ul tersendiri. Apalagi, ddalam hal inni mie non terigu yang g dimaksud adalah h mie jagung g substitusi yyang masih memiliki kaarakteristik menyerupai m mie terrigu. tidak setuju 19 % 81 1%
setuju s
Gamb bar 15. Tingkat Kesesuaaian Mie Jaguung sebagai Alternatif Mie M Terigu mersial Kom Berdasarkaan hasil survvei seperti yang y telah dijabarkan d paada bagian sebeluumnya, dikettahui bahwa mie kering jagung subsstitusi memiliki tingkat penerimaan yang tinggi ketikka disajikann pada prodduk olahan mie m bakso. Akan tetapi, alternnatif produkk pangan olaahan lainnyaa dapat pula diterapkan dengann menggunaakan mie jaagung substtitusi ini. Prroduk olahaan tersebut dikateg gorikan men njadi empat jenis yaitu soto s mie, togge goreng, mie m goreng dan laainnya. Diagram lingkaaran pada Gambar G 16 menunjukkkan bahwa secaraa berturut-tuurut responden memiliih mie jaggung substittusi untuk diaplik kasikan padaa produk olaahan mie gooreng ( 43.55 %); soto mie m (33.87 %); tooge goreng (14.52 %); ddan lainnya seperti s spaghhetti dan ifuu mie (8.06 %).
8.06 % 33.87 % 4 43.55 %
soto mie toge gore eng
14.52 %
mie goren ng lainnya
Gamb bar 16. Tinggkat Kesesuaaian Mie Jaguung pada Prroduk Olahann Lain n
48
C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MIE KERING JAGUNG SUBSTITUSI 1. Pembentukan Panelis Terlatih a. Seleksi Panelis Seleksi panelis merupakan tahap awal untuk mendapatkan panelis yang memiliki kepekaan sensori yang baik. Calon panelis yang lolos seleksi menjadi kandidat panelis terlatih adalah panelis yang dapat menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 60% untuk uji segitiga dan 80% untuk uji deskriptif (Meilgaard et al., 1999). Selanjutnya, panelis yang terpilih dalam kepentingan penelitian ini adalah panelis yang memiliki waktu dan motivasi tinggi dalam mengikuti rangkaian pelatihan secara konsisten. Berdasarkan penilaian dari seluruh rangkaian uji dalam seleksi panelis, diperoleh sebanyak 9 orang calon panelis terlatih dari total calon kandidat sebanyak 45 orang. Performa calon panelis terlatih pada rangkaian tahapan proses seleksi dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Pelatihan Panelis Calon panelis terlatih yang telah diseleksi harus mengikuti rangkaian pelatihan secara kontinu sehingga dapat secara layak dikatakan terlatih dalam hal evaluasi mie kering jagung substitusi. Menurut Heymann et al. (1993), tahap pelatihan panelis bertujuan untuk meningkatkan kemampuan panelis dalam mengenali, membedakan, mendeskripsikan dan mengkuantifikasikan atribut sensori yang terdapat dalam suatu produk dengan menggunakan bahasa flavor yang telah disepakati bersama. Namun demikian, pada intinya tahap pelatihan panelis pada penelitian ini ditujukan untuk melatih kepekaan dan konsistensi panelis dalam mengevaluasi kualitas mie dari sudut pandang beberapa atribut/parameter kritis mie. Pelatihan panelis periode pertama bertujuan untuk membiasakan panelis dalam mengevaluasi mie kering, terutama mie kering berbasis jagung. Pada periode ini, panelis diperkenalkan dengan berbagai jenis mie kering baik yang dalam keadaan kering maupun yang telah
49
direhidrasi. Kemudian, dilanjutkan dengan pengenalan terminologi atribut-atribut mie. Pengenalan terminologi bertujuan untuk menyamakan konsep sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu sama lain (Lawless dan Heymann, 1989). Tahap pelatihan berikutnya ditujukan untuk melatih panelis dalam memberikan skor penilaian/merating sampel serta melihat tingkat kekonsistenannya dalam mengevaluasi sampel pada waktu yang berbeda. Pembelajaran
skor/skala
dalam
pelatihan
menggunakan
sampel
reference. Menurut Dilana (2008), reference untuk pelatihan harus merupakan reference yang baik (as an anchor point), yaitu memiliki variasi yang terukur dimana panelis masih dapat membedakan intensitasnya. Dalam hal ini, reference yang dipakai adalah mie kering jagung substitusi segar (sebelum penyimpanan). Penggunaan reference pada setiap pengujian berguna untuk memperlihatkan kepada panelis mengenai batas mutu awal sampel yang belum mengalami penyimpanan, yaitu terdapat pada nilai skor/skala tertinggi (skala 10). Jenis uji yang digunakan pada proses pelatihan ini adalah uji rating atribut. Contoh format kuesioner pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji rating pada penelitian ini menggunakan skala 0-10. Hal ini bertujuan untuk memberi keleluasaan pengevaluasian sampel oleh panelis dalam kisaran/rentang nilai skala yang lebih luas. Penggunaan jenis skala sensori ini didukung oleh Lawless dan Heymann (1998) yang menyatakan bahwa penggunaan skala kategori dengan tingkatan skala yang lebih banyak diperbolehkan. Hal ini justru dapat memberikan alternatif yang cukup kepada panelis dalam merepresentasikan tingkat perbedaan yang ada. Dengan kata lain, penggunaan skala kategorial 3 poin tentu tidak akan cukup efisien jika diberikan kepada panelis terlatih yang memiliki kemampuan pembedaan suatu stimulus pada banyak tingkatan. Kuesioner uji pada Lampiran 3 memperlihatkan deskripsi intensitas masing-masing atribut pada setiap skala kategorial.
50
Rekapitulasi konsep pelatihan panelis secara ringkas dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil pengamatan performa panelis selama beberapa periode pelatihan, dapat disimpulkan bahwa pengujian terhadap aroma cenderung lebih sulit dibandingkan dengan atribut lainnya. Hal ini dapat dilihat dari pemetaan jawaban panelis yang memiliki ragam cukup tinggi. Menilik penelitian sejenis yang dilakukan oleh Dilana (2008), diketahui bahwa lebih sukarnya evaluasi atribut aroma diperkirakan karena adanya kesulitan manusia dalam menghubungkan antara persepsi olfaktori dengan kemampuan dan memori verbal. c. Focuss Group Discussion (FGD) Hasil diskusi fokus grup yang ditujukan untuk melihat deskripsi perbedaan mutu mie sebelum penyimpanan dan mie yang disimulasi rusak dapat dilihat pada Tabel 10. Melalui diskusi ini diharapkan panelis mampu mengetahui perbedaan antara mie segar (mie sebelum penyimpanan) dan mie yang rusak. Dengan demikian, panelis mampu berdiskusi lebih lanjut dalam penentuan atribut mutu yang paling berpengaruh terhadap penolakan produk oleh konsumen. Tabel 9. Hasil FGD Mie Jagung Substitusi Sebelum Penyimpanan dan Mie Jagung Substitusi Simulasi Rusak Deskripsi Atribut
Mie sebelum penyimpanan
Mie simulasi rusak
* Sebelum rehidrasi kuning (+++) - warna aroma jagung, normal - aroma rapuh (+) - kerapuhan * Setelah rehidrasi kuning normal - warna normal, ada aroma jagung - rasa - kelengketan tidak lengket (+) - kekenyalan kenyal
kuning (+), cenderung kusam aroma tengik/menyimpang rapuh (+++) warna kuning agak kusam agak pahit, agak tengik lengket (++) kenyal
51
2. Penetapan Parameter dan Batas Mutu Kritis Kerusakan Mie Kering a. Penetapan Parameter Mutu Kritis Berdasarkan hasil pengamatan proses simulasi kerusakan mie kering jagung substitusi pada suhu tinggi, diketahui bahwa parameter mutu mie yang lebih cepat teramati perubahannya secara subyektif adalah timbulnya off odor (aroma tengik). Hal ini telah sesuai dengan dugaan awal bahwa penyebab kerusakan utama pada mie jagung adalah kerusakan oksidatif (ketengikan). Mie kering berbahan baku tepung jagung memiliki kemungkinan kerusakan akibat penyimpanan suhu ekstrim (oksidasi asam lemak) menjadi tengik. Menurut Fennema (2004), asam lemak dominan penyusun jagung adalah asam lemak tidak jenuh linoleat dan linolenat. Sementara itu, hasil penelitian Etikawati (2007) menunjukkan bahwa kadar lemak tepung jagung Pioneer 21 adalah sebesar 1.73 %. Kandungan lemak yang terdapat pada mie kering jagung substitusi ini diperkirakan akan dapat berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan oksidatif selama penyimpanan. Hal ini didukung pula oleh penelitian Basmal et al. (1995) yang menyatakan bahwa adanya lemak sebesar 2 % pada mie kering mampu memberikan kesempatan jenis lipolitik untuk tumbuh bersamaan dengan jenis bakteri pengurai lainnya. Keadaan inilah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lemak menghasilkan asamasam lemak bebas dan keton yang berbau khas tengik. Hasil diskusi fokus grup bersama panelis memperlihatkan bahwa parameter penting yang berperan terhadap penolakan produk oleh konsumen adalah atribut warna, kerapuhan dan aroma tengik mie sebelum rehidrasi, serta atribut rasa mie setelah rehidrasi. Penetapan parameter kritis ini didukung oleh fakta empiris sampel/contoh mie uji yang merupakan mie kering jagung substitusi hasil produksi rutin yang telah disimpan pada suhu ruang lebih dari sekitar 5 bulan. Evaluasi panelis seperti pada Tabel 10 menunjukkan bahwa mie ini secara visual memiliki karakteristik yang tidak baik, yaitu warnanya yang sangat kusam, aromanya yang sangat tengik, teksturnya yang rapuh dan sangat
52
mudah patah, serta rasa setelah direhidrasi yang cenderung pahit dan tengik. Beberapa parameter hasil kesepakatan panelis inilah yang ditetapkan sebagai parameter kritis organoleptik dan selanjutnya dianalisis selama periode penyimpanan. Untuk parameter warna digolongkan lagi secara spesifik menjadi parameter warna (warna kromatis) dan parameter kecerahan (warna akromatis). Sebagai pendukung data subyektif ini, ditetapkan pula beberapa analisis obyektif dalam pendugaan umur simpan diantaranya analisis bilangan TBA, KPAP dan analisis warna dengan Chromameter. Pemilihan parameter-parameter mutu kritis ini dilakukan dengan mempertimbangkan asumsi bahwa tidak semua parameter mutu akan mengalami penurunan mutu yang signifikan selama penyimpanan. Dengan demikian, pendugaan umur simpan berdasarkan parameter tertentu dapat lebih leluasa ditetapkan melalui adanya beberapa parameter kritis tersebut. b. Penetapan Nilai/Batas Mutu Kritis Nilai atau batas mutu kritis produk merupakan batasan mutu dimana akan dilakukan keputusan penolakan terhadap suatu produk (Kusnandar, 2006). Nilai kritis untuk parameter/atribut sensori ditetapkan nilai skornya masing-masing sebesar 4 serta skor 6 untuk parameter aroma tengik dan rasa. Penetapan nilai skor ini didasarkan atas persepsi panelis dalam memberi skor terhadap produk. Deskripsi skor mutu pada masing-masing parameter sensori dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai kritis parameter KPAP mie jagung substitusi ditetapkan sebesar 8.31%. Hal ini mengacu pada nilai KPAP mie kering jagung 100% (sebagai kontrol) hasil penelitian Lestari (2009). Sementara itu menurut
SNI
01-2352-1991
tentang
penentuan
angka
asam
thiobarbiturat, produk yang kualitasnya masih baik mempunyai nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehida/g sampel. Tabel 11 menunjukkan nilai awal dan nilai kritis beberapa parameter uji.
53
Tabel 10. Nilai Awal dan Nilai Kritis Berdasarkan Beberapa Parameter Parameter > Sensori Warna Kecerahan tekstur (kerapuhan) off odor off flavor > Fisik KPAP (%) > Kimia bil TBA (mg MDA/g sampel)
Nilai awal
Nilai Kritis
9.5 9.1 9.2 1.1 0.4
4 4 4 6 6
4.41
8.31
0.0012
3
3. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim Produk mie kering jagung substitusi yang telah dihasilkan selanjutnya disimpan selama 5 minggu pada tiga kondisi suhu tinggi, yaitu suhu 37oC, 45oC dan 50oC. Pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode Arhenius pada prinsipnya dilakukan dengan menyimpan produk pada suhu ekstrim, dimana kerusakan akan terjadi lebih cepat. Kemudian umur simpan ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan (Kusnandar, 2006). Pengamatan sampel dan analisis parameter mutu kritis mie jagung substitusi dilakukan setiap minggu, yaitu pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28, 35. Penetapan waktu analisis ini dimaksudkan agar semakin banyak titik plot yang diperoleh, sehingga tren model matematika yang didapatkan pun akan semakin baik.
4. Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis a. Atribut warna Hasil uji sensori terhadap atribut warna mie kering jagung substitusi oleh panelis terlatih selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa selama penyimpanan atribut warna mengalami perubahan mutu yang cenderung lambat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan terdapatnya pola perubahan mutu tidak terlalu tajam pada sampel dua suhu penyimpanan (37oC dan
54
45oC)
yang
keduanya
hampir
saling
berhimpit.
Kondisi
ini
memperlihatkan bahwa atribut warna kurang sensitif terhadap perubahan
skor mutu warna
suhu. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
suhu 37 suhu 45 suhu 50
0
7
14
21
28
35
waktu penyimpanan (hari ke-)
Gambar 17. Perubahan Mutu Atribut Warna Selama Penyimpanan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut warna pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 17). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan 37oC dan 45oC tidak berbeda nyata satu sama lain. Namun kedua sampel tersebut berbeda nyata dengan sampel suhu penyimpanan 50oC pada taraf α 0.05. Hasil
pemplotan
grafik
penurunan
mutu
(Lampiran
7)
menunjukkan bahwa nilai R2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada parameter/atribut warna dilakukan dengan menggunakan ordo nol. Selanjutnya, ordo reaksi yang dipakai dalam pendugaan umur simpan produk mie jagung substitusi berdasarkan parameter-parameter mutu lainnya adalah ordo nol. Penetapan ordo reaksi ini didasarkan oleh pemrolehan nilai R2 yang lebih tinggi pada ordo nol dibandingkan dengan ordo satu. Pengukuran atribut warna mie kering jagung substitusi oleh panelis memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang fluktuatif. Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing
55
sebesar 0.087. 0.081 dan 0.104. Nilai k yang diperoleh ini memiliki kecenderungan pola turun naik yang cukup tajam sehingga dapat diperkirakan atribut ini bukanlah parameter penduga umur simpan yang baik. b. Atribut Kecerahan Perubahan mutu atribut kecerahan mie kering substitusi jagung selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18. Pola grafik penurunan mutu pada ketiga kondisi suhu penyimpanan terlihat berhimpitan
satu
sama
lain.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
atribut/parameter kecerahan cenderung tidak sensitif terhadap perubahan suhu. Kenaikan suhu diketahui tidak memberikan perubahan penurunan
skor mutu kecerahan
mutu yang berarti diantara ketiga jenis kondisi penyimpanan sampel.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
suhu 37 suhu 45 suhu 50
0
7
14
21
28
35
waktu penyimpanan (hari ke-)
Gambar 18. Perubahan Mutu Atribut Kecerahan Selama Penyimpanan Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kecerahan pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 18). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu penyimpanan (37oC, 45oC dan 50oC ) tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengukuran terhadap atribut kecerahan mie kering jagung substitusi memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.076. 0.088 dan 0.089.
56
Adanya tren peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan model Arrhenius yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R2). c. Atribut Kerapuhan Atribut/parameter mutu lain yang dianalisis pada pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung adalah atribut tekstur (kerapuhan). Hasil pengamatan bersama panelis memperlihatkan bahwa mie kering jagung substitusi yang telah lama disimpan mengalami penurunan mutu tekstur menjadi lebih rapuh dan hancur. Hasil sensori terhadap atribut kerapuhan mie jagung selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan grafik tersebut. diketahui bahwa pola data penurunan mutu sampel pada 3 kondisi suhu penyimpanan cenderung terlihat menyebar dan tidak beraturan. Hal ini menunjukkan bahwa atribut/parameter mutu ini dikatakan kurang sensitif
skor mutu kerapuhan
terhadap perubahan suhu.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
7
14
21
28
35
suhu 37 suhu 45 suhu 50
waktu penyimpanan (hari ke-)
Gambar 19. Perubahan Mutu Atribut Kerapuhan Selama Penyimpanan Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA. diketahui bahwa sampel tidak berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kerapuhan pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 19). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu penyimpanan (37oC, 45oC dan 50oC ) tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengukuran terhadap atribut kerapuhan mie kering substitusi jagung memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang juga tidak memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu 57
penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.088. 0.086 dan 0.111. Nilai k dengan pola turun naik ini diperkirakan kurang dapat memberikan model persamaan Arrhenius yang baik, sehingga dapat dikatakan pula bahwa atribut ini bukanlah atribut/parameter penduga umur simpan yang baik. d. Atribut Aroma Tengik Atribut aroma tengik pada penelitian ini merupakan salah satu atribut/parameter mutu kritis mie kering jagung substitusi yang utama. Penolakan produk mie jagung substitusi oleh konsumen diduga karena adanya off odor (ketengikan). Menurut Nawar (1996), hasil utama autooksidasi dan oksidasi asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat adalah malonaldehida. Penetapan atribut aroma sebagai parameter mutu kritis utama diperkuat oleh hasil pengamatan yang memperlihatkan penurunan mutu mie kering jagung substitusi terutama disebabkan oleh timbulnya aroma tengik (Tabel 10). Hasil evaluasi atribut aroma oleh panelis dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 20 menunjukkan terjadinya peningkatan skor mutu atribut aroma
tengik
selama
lima
minggu
pada
masing-masing
suhu
o
penyimpanan. Peningkatan nilai skor pada suhu 50 C terlihat lebih tajam dibandingkan kedua suhu penyimpanan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nawar (1996) bahwa laju oksidasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Peningkatan laju oksidasi ini menyebabkan semakin banyaknya pelepasan molekul volatil penyebab ketengikan, sehingga panelis mulai dapat merasakan tengik (off odor) pada produk (Prasetiawati, 2009).
58
skor mutu aroma
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
suhu 37 suhu 45 suhu 50
0
7
14
21
28
35
waktu penyimpanan (hari)
Gambar 20. Perubahan Mutu Atribut Aroma Tengik Selama Penyimpanan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut aroma tengik pada taraf
signifikansi
0.05
(Lampiran
20).
Uji
lanjutan
Duncan
memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada masingmasing suhu penyimpanan berbeda nyata satu sama lain pada taraf α 0.05. Hasil
pemplotan
grafik
penurunan
mutu
(Lampiran
13)
menunjukkan bahwa nilai R2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada parameter/atribut aroma tengik selanjutnya dilakukan dengan mengikuti ordo reaksi nol. Pada ordo nol, nilai slope atau kemiringan yang diperoleh dari grafik masing-masing tingkatan suhu menyatakan nilai konstanta penurunan mutu produk (k). Hasil penelitian menunjukkan pola nilai k yang memiliki kecenderungan meningkat. Nilai konstanta penurunan mutu atribut aroma tengik pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.054, 0.066 dan 0.092. Semakin meningkatnya nilai k pada kondisi penyimpanan suhu yang lebih tinggi menunjukkan semakin tingginya laju penurunan mutu produk pada penyimpanan suhu yang semakin tinggi. Adanya tren
59
peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan model Arrhenius yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R2). e. Atribut Rasa Atribut/parameter organoleptik produk mie kering substitusi jagung setelah rehidrasi yang dianalisis selama periode penyimpanan adalah atribut rasa menyimpang. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat pelatihan panelis, diketahui bahwa mie jagung kategori rusak ternyata memiliki penyimpangan karakteristik atribut rasa yang cukup jelas. Sebagian besar panelis mampu mendeteksi adanya rasa mie yang menyimpang, yaitu kecenderungan mengarah pada rasa pahit. Perubahan mutu atribut rasa mie kering jagung substitusi selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa pola peningkatan skor mutu sampel pada tiga kondisi suhu penyimpanan memiliki kecenderungan yang sama. Peningkatan skor mutu pada sampel dengan suhu penyimpanan 50oC terlihat lebih tajam dibandingkan dengan sampel pada kedua suhu penyimpanan lainnya. Hal ini menunjukkan hubungan yang sesuai bahwa penyimpanan sampel pada kondisi suhu penyimpanan lebih tinggi (50oC) akan menghasilkan pembentukan senyawa oksidatif off flavor yang lebih jelas terlihat pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atribut/parameter mutu ini dikatakan cenderung cepat dan sensitif
skor mutu rasa
terhadap perubahan suhu.
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
suhu 37 suhu 45 suhu 50
0
7
14
21
28
35
waktu penyimpanan (hari)
Gambar 21. Perubahan Mutu Atribut Rasa Selama Penyimpanan 60
Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut rasa pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 21). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa pada taraf α 0.05 sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan 37oC dan 45oC berbeda nyata dengan sampel pada suhu penyimpanan 50oC. Begitu pula halnya dengan sampel yang disimpan pada suhu penyimpanan 45oC dan 50oC berbeda nyata dengan sampel pada suhu penyimpanan 37oC. Namun, diantara dua sampel pada suhu penyimpanan 37oC dan 45oC serta 45oC dan 50oC keduanya tidak berbeda nyata satu sama lain. Pengukuran
atribut
rasa
mie
kering
jagung
substitusi
memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang memiliki kecenderungan naik. Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.035, 0.048 dan 0.093. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa atribut/parameter mutu yang memiliki model matematika cukup baik ini sesuai bila digunakan untuk menduga umur simpan produk. f. Bilangan TBA Pengukuran parameter obyektif bilangan TBA dilakukan terhadap mie kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut organoleptik
aroma.
Sama
seperti
halnya
parameter
subyektif.
pengukuran parameter obyektif selama penyimpanan juga dilakukan setiap minggu yaitu pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28 dan 35. Hasil pengukuran bilangan TBA selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6. Grafik pada Gambar 22 menunjukkan bahwa perubahan mutu bilangan TBA mie kering jagung substitusi selama penyimpanan sangatlah tidak beraturan. Hasil uji bilangan TBA seharusnya memiliki kecenderungan meningkat selama penyimpanan akibat peningkatan jumlah molekul malonaldehida hasil oksidasi lemak. Namun demikian,
61
diketahui hal sebaliknya bahwa nilai bilangan TBA yang diperoleh memiliki pola naik turun tidak teratur dan cukup tajam.
bil TBA (mg MDA/g sampel)
0,004 0,003 0,003 0,002
suhu 37 suhu 45 suhu 55
0,002 0,001 0,001 0,000 0
7
14
21
28
waktu penyimpanan (hari ke-)
Gambar 22. Perubahan Mutu Bilangan TBA Selama Penyimpanan Hal ini memperlihatkan bahwa parameter bilangan TBA tidak sesuai bila digunakan dalam pendugaan umur simpan produk mie jagung. Dugaan ini diperkuat pula oleh hasil penelitian sejenis yang dilakukan Harnani (2001), bahwa perbedaan suhu penyimpanan yang digunakan (30oC, 40oC dan 50oC) ternyata tidak mempengaruhi terjadinya reaksi oksidasi yang ditunjukkan dengan bilangan TBA. Pendugaan umur simpan produk dengan parameter bilangan TBA untuk selanjutnya tidak dapat digunakan mengingat pola/tren penurunan mutu selama penyimpanannya yang tidak beraturan. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh adanya beberapa kelemahan uji TBA menurut Ketaren (1989), bahwa TBA bersifat tidak stabil dan mampu mengalami dekomposisi di bawah kondisi pengujian (yaitu dengan adanya pemanasan dan asam keras), terutama karena adanya peroksida. Hasil degradasi yang terbentuk ini memiliki warna yang sama dengan kompleks TBA-malonaldehida, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan positif. g. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) Pengukuran parameter obyektif KPAP dilakukan terhadap mie kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut
62
organoleptik tekstur. Hasil pengukuran nilai KPAP selama periode penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6. Sama halnya dengan parameter bilangan TBA, perubahan mutu nilai KPAP mie kering jagung substitusi selama penyimpanan juga sangat tidak beraturan. Hal ini ditunjukkan seperti pada Gambar 23. Pola penurunan mutu nilai KPAP yang naik turun memperlihatkan bahwa parameter ini memang tidak sensitif terhadap kenaikan suhu dan dapat dipastikan akan memiliki nilai koofisien korelasi (R2) yang rendah. Oleh karena itu, parameter mutu nilai KPAP tidak digunakan pula dalam
KPAP (%)
pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung.
8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
suhu 37 suhu 45
0
7
14
21
28
35
waktu penyimpanan (hari ke-)
Gambar 23. Perubahan Mutu Atibut KPAP Selama Penyimpanan h. Warna-Hunter Salah satu parameter obyektif penting yang digunakan pada pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi adalah parameter warna dengan metode Hunter. Grafik pada Gambar 24 menunjukkan perubahan mutu warna yang terjadi pada produk mie kering jagung selama penyimpanan. Hasil yang diperoleh baik pada nilai kecerahan (L) maupun pada nilai intensitas kuning (b), keduanya tidak memperlihatkan penurunan mutu yang signifikan terhadap perubahan suhu. Oleh karena itu, parameter mutu obyektif warna tidak digunakan pula dalam pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi.
63
60,00
nilai L
50,00 40,00 suhu 37 30,00 20,00
suhu 45
10,00
suhu 50
0,00 0
7
14
21
28
35
waktu penyimpanan (hari ke-) 1,40 1,20 nilai a
1,00 0,80 0,60
suhu 37
0,40
suhu 45
0,20
suhu 50
0,00 0
7 14 21 28 35 waktu penyimpanan (hari ke-)
25
nilai b
20 15 10
suhu 37
5
suhu 45
0
suhu 50 0
7 14 21 28 35 waktu penyimpanan (hari ke-)
Gambar 24. Perubahan Mutu Atribut Warna-Hunter Selama Penyimpanan 5. Pendugaan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan Pendugaan umur simpan mie kering jagung substitusi pada penelitian ini menggunakan beberapa parameter mutu, diantaranya parameter organoleptik meliputi atribut warna, kecerahan, kerapuhan, aroma tengik dan rasa menyimpang; serta parameter obyektif meliputi analisis bilangan TBA, KPAP dan warna-Hunter. Kinetika penurunan mutu selama 64
penyimpanan menunjukkan bahwa diantara parameter-parameter mutu tersebut, hanya parameter organoleptik yang memiliki penurunan mutu signifikan terhadap perubahan suhu. Data mengenai konstanta penurunan mutu pada masing-masing suhu penyimpanan di setiap parameter organoleptik dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil data pengukuran tersebut, diketahui bahwa tidak semua parameter
memiliki
nilai
konstanta
penurunan
mutu
(k)
dengan
kecenderungan meningkat terhadap peningkatan suhu. Bahkan pada parameter warna dan kerapuhan, slope penurunan mutu yang diperoleh memiliki pola turun naik yang cukup tajam. Hal ini tentu tidak akan memberikan hasil persamaan Arrhenius yang baik sehingga parameter ini tidak sesuai digunakan untuk menduga umur simpan. Dengan demikian, dapat ditetapkan bahwa parameter mutu organoleptik yang dijadikan sebagai penduga umur simpan melalui persamaan Arrhenius adalah parameter kecerahan, aroma dan rasa. Tabel 11. Plot Hubungan Nilai Slope dan Suhu Penyimpanan pada Parameter Organoleptik Orde Nol Suhu Parameter (oC) Slope (k) Korelasi (R2) 0.087 0.850 37 0.081 0.869 Warna 45 0.104 0.941 50 0.076 0.720 37 0.088 0.775 Kecerahan 45 0.089 0.825 50 0.088 0.811 37 Tekstur 0.086 0.813 45 (Kerapuhan) 0.111 0.884 50 0.054 0.690 37 Aroma 0.066 0.903 45 Tengik 0.092 0.965 50 0.035 0.984 37 Rasa 0.048 0.977 45 0.093 0.936 50
65
a. Parameter Kecerahan Nilai konstanta penurunan mutu (k) atribut kecerahan yang telah diperoleh pada bagian sebelumnya kemudian diubah dalam bentuk Ln. lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 12. Nilai k dan Kecerahan Suhu Penyimpanan (oC) 37 45 50
Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter T (K) 310 318 323
1/T
k
Ln k
0.003226 0.003145 0.003096
0.076 0.088 0.089
-2.577 -2.430 -2.419
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut: y = -1276 x + 1.552 Ln k = -1276 (1/T) + 1.552 Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu penyimpanan (28 oC), maka dapat diduga laju penurunan mutu k: Ln k = -1276 (1/301) + 1.552 Ln k = -2.6872 k = 0.0681 /hari Pada awal penyimpanan skor mutu untuk atribut kecerahan yang dievaluasi oleh panelis adalah 9.1 dan nilai kritisnya adalah 4. Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28oC adalah: t = (Q – Qo) / k t = (9.1 – 4) / 0.0681 t = 74.92 hari (2.46 bulan) Dengan cara yang sama, nilai laju penurunan mutu k ini dapat pula digunakan untuk menduga umur simpan produk pada tingkatan suhu lain. b. Parameter Aroma Tengik Melalui hasil penurunan mutu terhadap waktu penyimpanan seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, diperoleh nilai konstanta 66
penurunan mutu produk (k). Nilai k ini kemudian diubah dalam bentuk Ln lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13. Nilai k dan Aroma Suhu Penyimpanan (oC) 37 45 50
Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter T (K) 310 318 323
1/T
k
Ln k
0.003226 0.003145 0.003096
0.054 0.066 0.092
-2.919 -2.718 -2.386
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu adalah y = -3937 x + 9.749 atau Ln k = -3937 (1/T) + 9.749. Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu penyimpanan (28 oC), maka dapat diduga laju penurunan mutu k adalah 0.0358/hari. Pada awal penyimpanan, skor mutu untuk atribut off odor yang dievaluasi oleh panelis adalah 1.1 dan nilai kritisnya adalah 6. Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 oC adalah 137.00 hari (4.57 bulan). c. Parameter Rasa Nilai konstanta penurunan mutu (k) atribut rasa yang telah diperoleh pada bagian sebelumnya kemudian diubah dalam bentuk Ln. lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 14. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Rasa Suhu Penyimpanan T 1/T k Ln k (oC) (K) 37 310 0.003226 0.035 -3.352 45 318 0.003145 0.048 -3.037 50 323 0.003096 0.093 -2.235
67
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu adalah y = -7156 x + 19.65 atau Ln k = -7156 (1/T) + 19.65. Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu penyimpanan (28 oC), maka dapat diduga laju penurunan mutu k adalah 0.0162/hari. Pada awal penyimpanan skor mutu untuk atribut aroma yang dievaluasi oleh panelis adalah 9.6 dan nilai kritisnya adalah 4. Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 oC adalah 346.14 hari (11.54 bulan). Selanjutnya, melalui beberapa parameter tersebut dapat diketahui prediksi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain seperti dapat dilihat pada Tabel 16. Pendugaan umur simpan ini ditentukan dengan mengasumsikan suhu penyimpanan mie kering substitusi jagung setelah produksi berada pada kisaran 25 oC dan 28 oC, serta suhu transportasi produk sebesar 30 oC. Tabel 15. Umur Simpan Mie Kering Substitusi Jagung dengan Menggunakan Berbagai Parameter Mutu Suhu Penyimpanan (oC) 25 28 30
Ordo 0 0 0
Umur Simpan (bulan) Kecerahan Aroma Rasa 2.61 5.21 14.66 2.50 4.57 11.54 2.43 4.19 9.86
Namun demikian, melalui beberapa parameter tersebut dapat diketahui prediksi umur simpan produk dengan mengacu kriteria pemilihan parameter menurut Kusnandar (2006), diantaranya parameter mutu yang paling cepat mengalami penurunan selama penyimpanan yang ditunjukkan dengan nilai koofisien korelasi (R2) paling besar; parameter mutu yang paling sensitif terhadap perubahan suhu yang dapat dilihat dari nilai slope persamaan Arrhenius atau dapat dilihat dari nilai energi aktivasi yang paling rendah; dan apabila terdapat lebih dari satu parameter mutu yang memenuhi
68
kriteria, maka dipilih parameter mutu yang memiliki umur simpan paling pendek. Berdasarkan ketentuan tersebut, tingkat sensitivitas parameter terhadap suhu dapat dilihat dari besarnya nilai koofiesien korelasi (R2) seperti pada Tabel 17. Tabel 16. Nilai Energi Aktivasi Penurunan Mutu pada Berbagai Parameter Parameter Kecerahan Aroma Rasa
Slope (Ea/R) 1276 3937 7156
Ea (kkal/mol) 2534.14 7818.88 14211.82
Reaksi Ordo Nol Persamaan Arrhenius Intersep 1.552 9.749 19.65
ln k = -1276(1/T) + 1.552 ln k = -3937(1/T) + 9.749 ln k = -7156(1/T) + 19.65
Nilai R2 0.903 0.921 0.885
Tabel 17 memperlihatkan bahwa parameter kritis yang memiliki nilai R2 tertinggi adalah parameter aroma. Sementara itu menurut Arpah (2001), nilai energi aktivasi ketiga parameter tersebut masih tergolong dalam kategori energi aktivasi yang rendah. Oleh sebab itu, parameter kritis yang ditetapkan sebagai parameter penduga umur simpan produk mie kering jagung substitusi dalam penelitian ini adalah parameter aroma. Penetapan parameter ini telah sesuai bahwa parameter/atribut aroma mie kering jagung substitusi merupakan parameter organoleptik yang paling mudah dideteksi oleh konsumen saat pertama kali mengkonsumsi. Tabel 16 menunjukkan bahwa umur simpan produk berdasarkan parameter penduga aroma adalah sebesar 4.57 bulan pada suhu penyimpanan 28 oC. Hal ini diperkuat oleh hasil FGD panelis (Tabel 10) yang menunjukkan bahwa mie jagung substitusi kategori rusak akibat aroma tengik merupakan mie jagung substitusi hasil produksi rutin yang telah disimpan pada suhu ruang lebih dari sekitar 5 bulan. Sementara itu, nilai umur simpan yang diperoleh melalui parameter kecerahan (berkisar 2 bulan) diperkirakan terlalu singkat untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan oleh adanya pengalaman empiris yang memperlihatkan bahwa penyimpanan mie kering jagung substitusi pada suhu ruang selama 2 bulan tidak sampai menyebabkan terjadinya penurunan mutu yang mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Dengan demikian, parameter
69
mutu yang paling tepat dijadikan sebagai penduga umur simpan produk mie kering jagung substitusi adalah parameter aroma tengik.
70
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil kajian preferensi konsumen menunjukkan bahwa dari total 100 orang responden, sebanyak 43 % responden diantaranya menyatakan “suka” terhadap mie kering jagung substitusi yang diolah pada produk mie bakso. Sementara itu, sebanyak 37 % responden lainnya menyatakan “netral/biasa saja” terhadap produk mie jagung ini. Hal ini memperlihatkan bahwa mie kering jagung substitusi pada produk olahan mie bakso memiliki tingkat kesukaan dan penerimaan yang cukup tinggi di mata konsumen. Berdasarkan persepsi 90% responden, diketahui bahwa produk mie kering jagung substitusi sesuai apabila disajikan pada produk olahan mie bakso. Bahkan, sebagian besar responden (81%) menyatakan setuju bila produk ini dijadikan sebagai alternatif pengganti mie terigu komersial. Disamping mie bakso, produk ini cocok pula bila diolah menjadi produk olahan mie goreng (43.55%), soto mie (33.87%), toge goreng (14.52%) dan lainnya seperti spaghetti (8.06%). Pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode Arrhenius ini menggunakan parameter mutu diantaranya, parameter mutu organoleptik (atribut warna, kecerahan, kerapuhan, aroma tengik dan rasa pahit) serta parameter mutu obyektif (bilangan TBA, KPAP dan warnaHunter). Hasil evaluasi penurunan mutu selama penyimpanan menunjukkan bahwa parameter yang signifikan mengalami perubahan terhadap kenaikan suhu adalah parameter organoleptik meliputi parameter kecerahan, aroma tengik dan rasa. Ordo reaksi yang sesuai digunakan pada penelitian ini adalah ordo nol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter aroma merupakan parameter mutu kritis yang paling sesuai digunakan sebagai penduga umur simpan produk. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai koofisien korelasi (R2) yang diperoleh. Umur simpan produk mie kering jagung substitusi yang dihasilkan melalui parameter ini, yaitu sebesar 4.57 bulan pada suhu penyimpanan 28 oC.
71
B. SARAN Informasi umur simpan produk memiliki arti penting dalam upaya pengembangan produk mie berbasis jagung ini secara lebih meluas. Hasil penelitian memberikan nilai umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 o
C sebesar 4.57 bulan. Oleh karena itu, perlu direkomendasikan penelitian
lanjutan berupa kajian penghambatan laju kerusakan oksidatif/ketengikan serta laju degradasi betakaroten tepung jagung ataupun penggunaan kemasan yang mampu
meminimalisir
penurunan
mutu
tersebut,
sehingga
mampu
meningkatkan masa simpan produk mie jagung kering substitusi.
72
DAFTAR PUSTAKA Aminullah. 2009. Pengaruh Penambahan Tawas, Guar Gum, dan Kadar Air terhadap Mutu Fisik Mie Jagung Giling Basah yang Dibuat dengan Ekstruder Pasta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonima. 2009. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. [30 Desember 2009]. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budijanto. 1989. Petunjuk Pelatihan Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi Ilmu Pangan. IPB, Bogor. Astawan, M. 2005. Membuat mi dan bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 013727-1995 tentang Tepung Jagung. BSN, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia. SNI 012974-1996 tentang Mie kering. BSN, Jakarta. Basmal, J., Sugiyono, dan Peranginangin, R. 1995. Pengaruh Fortifikasi Surimi Layang Terhadap Mutu Mie Kering Selama Penyimpanan. J Pasca Panen Perikanan. 84: 41-51. BPS. 2009. Angka Ramalan 2009 dan Angka Sementara 2008 Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jawa Barat. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 10/03/32 Th. XI. Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati jagung (Corn Starch) dan Protein Jagung (Corn Gluten Meal) dalam Pembuatan Mie Jagung Instan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Cardello, A. V. 1994. Consumer Expectation and Their Role in Food Acceptance. Di dalam: MacFie, H. J. H and D. M. H. Thomson (eds). Measurement of Food Preference. Pp 253-291. Blackie Academic and Profesional, Glasgow. Darrah, L. L., M. D. Mc Mullen, dan M. S. Zuber. 2003. Breeding, Genetics, and Seed Corn Production. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA. De Man, J. M. 1989. Principles of Food Chemistry. Kosasih Padmawinata (penerjemah). ITB, Bandung. Deptana. 2005. Gambaran Umum Ekonomi Jagung http://balitsereal.litbang.deptan.go.id. [19 Januari 2010].
Indonesia.
Deptanb. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005-2010. BPPT, Jakarta.
73
Dilana, I. A. 2008. Pembentukan Tim Panelis dan Analisis Deskripsi Citarasa Kacang Salut dengan Variasi Bawang Putih di PT Garudafood, Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ekafitri, R. 2009. Karakterisasi Tepung Lima Varietas Jagung Kuning Hibrida dan Potensinya Untuk Dibuat Mie Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Eliasson, A. C. dan M. Gudmunson. 1996. Starch : Physicochemical and functional aspects. Di dalam : Eliasson, A. C. (ed.) Carbohydrates in Food. Marcel Dekker Inc., New York. Etikawati E. 2007. Pengaruh Perlakuan Passing, Konsentrasi Na2CO3, dan Kadar Air Terhadap Mutu Mi Basah Jagung yang Dibuat dengan Ektruder Ulir Pemasak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fadlillah, H. N. 2005 . Verifikasi Formulasi Mie Jagung Instan Dalam Rangka Penggandaan Skala. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fahmi, A. 2007. Optimasi Produksi Mie Basah Berbasis Tepung Jagung dengan Teknologi Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. FAO.
2005. Standart Tabel of Food Composition. http:// www.fao.org/infood/tables_asia_en.sym#japan [10 September 2008]. Di dalam Lestari, O. A. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai gizi Biologis Mie Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Faridi H, Faubion J M. 1995. Wheat end Uses Around the World. American Association of Cereal Chemists, Minnesota. Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York. Fitriani, D. 2004. Kajian Pengembangan Produk, Mikrostruktur dan Analisis Daya Simpan Mie Jagung Instan. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor Floros, J. D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Chemical, Biological Physical and Nutrition Aspecta. Elsefier Publ, London. Guo G, DS Jackson, RA Graybosch, and AM Parkhurst. 2003. Asian Salted Noodle Quality: Impact of Amylose Content Adjustments Using Waxy Wheat Flour. J Cereal Chem. 80: 437-445. Hadiningsih, N. 1999. Pemanfaatan tepung jagung sebagai bahan pensubstitusi terigu dalam pembuatan produk mi kering yang difortifikasi dengan tepung bayam. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hariyadi, P dan N. Andarwulan. 2006. Perubahan Mutu (Fisik, Kimia dan Mikrobiologi) Produk Pangan Selama Pengolahan dan Penyimpanan. Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa
74
Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor. Harnani, N. D. 2001. Kajian Penggunaan Bilangan TBA sebagai Indikator Penduga Umur Simpan Bumbu Masak Siap Pakai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hatorangan, E.F. 2007. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi NaCl, Kadar Air, dan Passing terhadap Mutu Fisik Mie Basah Jagung yang Diproduksi dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Pemasakan dan Pencetak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heymann, H., Holt, D. L. dan Cliff, M. A. 1993. Measurement of Flavor by Sensory Descriptive Techniques. Di dalam: Manley, C. H. dan Ho, C. T (eds). Flavor Measurement. Marcell Dekker, Inc., New York. Hou, Guoquan dan Mark Kruk. 1998. Asian Noodle Technology. http://secure.aibonline.org/catalog/example/V20Iss12.pdf. [28 Juni 2006]. Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appearance, 2nd edition. Gaithersburg. Aspen Publisher. Inc, Maryland. Johnson, L.A. 1991. Corn: Production, Procesing, and Utilization. Di dalam: Lorenz, K. J. dan K. Kulp (eds.). Handbook of Cereal Science and Technology. Marcell Dekker Inc., New York. Jugenheimer, R. W. 1976. Corn: Improvement, Seed Production, and Uses. John Willey and Sons, New York. Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mie Jagung Instan Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ketaren, S. 1989. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kurniawati, R. D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mie Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kurniawati, M. 2007. Penentuan Formula Antioksidan untuk Menghambat Ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan Selama Satu Bulan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusnandar, F. 2006. Desain Percobaan dalam Penetapan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis). Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor. Kusnandar, F. 2008. Mengenal Mie Jagung. Di dalam: Modul Pelatihan Proses Produksi Mie Jagung. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor. 75
Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Westport Connecticut: Food and Nutrition Press Inc. Lawless, H. T. dan Heymann, H. 1998. Sensory Evaluation of Food Principles and Practises. Kluwer Academic/Plenum Publishers, New York. Lestari, O. A. 2009. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai gizi Biologis Mie Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor Meilgaard, M., GV. Civille, dan BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, New York. Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mie Kering dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nawar, W. W. 1996. Lipids. Di dalam: Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry Third Edition. Marcell Dekker Inc, New York. Oh, N. H., Seib, P. A., Finney, K. F., dan Pomeranz, Y. 1983. Noodles I. Measuring the textural characteristics of cooked noodles. J Cereal Chem. 60 (6): 433-8. Di dalam Khouryieh, H et al. Quality and Sensory Properties of Fresh Egg Noodles Formulated eith Either Total or Partial Replacement of Egg Substitutes. J Food and Science. 71: S433-S437. Oh, N. H., Seib, P. A., Finney, K. F., dan Pomeranz, Y. 1985. Oriental Noodles. J Cereal Chem. 63:93-96. Prasetiawati, W. 2009. Pengembangan Produk Ekstrusi Berbahan Baku Kacang Tanah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putra, S. N. 2008. Optimalisasi Formula dan Proses Pembuatan Mie Jagung dengan Metode Kalendering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Putra, G. B. 2009. Analisis Preferensi Konsumen dan Pedagang Mie Bakso terhadap Mie Basah Jagung dengan teknologi Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rianto, B.F. 2006. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs, New York. Setiadi, J. N. 2003. Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Prenada media, Jakarta. Simamora, B. 2002. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soraya, A. 2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi 76
Kuning Kering Panen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Stepherd, R. dan Sparks, P. 1994. Modelling Food Choice. Di dalam: MacFie, H. J. H. dan D. M. H. Thomson (eds). Measurement of Food Preference. Pp 202-223. Blackie Academic and Profesional, Glasgow Stone, H dan JL. Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practises. Elsevier, Amsterdam. Suhardjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor. Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen danTeori Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sunaryo, E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Petanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprapto. 1998. Bertanam Jagung. Cetakan ke-18. Penebar Swadaya, Jakarta. Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung edisi Revisi. Cetakan ke-14. Penebar Swadaya, Jakarta. Syarief, R., S. Santausa, dan St. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Syarief dan Y. Halid. 1993. Teknologi Pengemasan Pangan. Arcan, Bandung. Takdir A, Sunarti S, Mejaya M J. 2007. Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Thomson, DMH. 1986. The Meaning of Flavor. Di dalam: Birch, GG. dan MG. Lindley (ed.). Development in Food Flavors. Elsevier, London. Watson, S. A. 2003. Description, Development, Structure and Composition of the Corn Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA. Zulkhair, H. 2009. Karakterisasi Tepung Jagung Lokal dan Mie Basah Jagung yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
77
Lampiran 1. Format Kuesioner Analisis Preferensi Konsumen Kuesioner ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE JAGUNG OLAHAN Tempat Tanggal Nama Responden Jenis Produk Olahan
: Baso Favorit/Baso Kabayan* (pilih salah satu) : : : Mie Bakso/Mie Ayam* (pilih salah satu)
Petunjuk pengisian : Responden diharapkan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan cara memberi tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih. (Mohon diisi dengan lengkap)
A. Profil Responden 1. Jenis kelamin Anda : a. Laki-laki b. Perempuan 2. Usia Anda saat ini : a. 16-25 tahun b. 26-35 tahun c. 36-45 tahun d. >45 tahun 3. Tingkat pendidikan terakhir Anda adalah : a. SMP b. SMA c. Diploma d. S1 e. S2/S3 f. Lainnya, sebutkan …….. 4. Pekerjaan Anda saat ini : a. Pelajar/Mahasiswa b. Pegawai Negeri c. Karyawan Swasta d. Wiraswasta e. Ibu Rumah Tangga f. Lainnya, sebutkan ……. 5. Rata-rata pengeluaran pribadi Anda per bulan saat ini : a.
Rp. 5.000.000 B. Profil Responden dalam Mengkonsumsi Mie
78
1. Seberapa seringkah Anda mengkonsumsi mie dalam seminggu ? a. < 2 kali b. 3 - 4 kali c. 5 – 7 kali d. > 7 kali 2. Faktor/hal apa yang paling menentukan pilihan Anda dalam mengkonsumsi mie ? (jawaban boleh lebih dari 1) a. Kualitas atau mutu mie (mencakup rasa/tekstur yang enak) b. Kemudahan untuk membeli c. Harga yang terjangkau d. Pengganti pangan pokok (mengenyangkan) e. Lainnya, sebutkan........ 3. Menurut Anda, faktor mutu apa yang menentukan pilihan Anda untuk mengkonsumsi mie ? (tolong diurutkan (1) mulai dari yang terpenting hingga (4) yang kurang penting) Rasa .... Aroma/bau .... Warna .... Tekstur .... 4. Menurut Anda, karakteristik atau ciri-ciri mie ayam/mie dalam bakso seperti apa yang paling banyak disukai? ..................................................................................................................... C. Preferensi Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi dalam Produk Mie Bakso 1. Apakah Anda pernah mengenal atau mendengar mie jagung sebelumnya? a. Ya b. Tidak 2. Bagaimana tingkat kesukaan Anda terhadap produk olahan mie jagung ini (secara keseluruhan)? a. Suka b. Agak suka c. Biasa saja/netral d. Agak tidak suka e. Tidak suka 3. Apa alasan Anda terhadap jawaban pertanyaan no.2 diatas ? ..................................................................................................................... 4. Menurut Anda, apakah mie jagung sesuai atau cocok bila diolah menjadi produk ini ? a. Ya b. Tidak 5. Jika jawaban pertanyaan no. 4 adalah “Ya”, apakah mie jagung ini dapat menggantikan jenis mie yang sudah ada (mie terigu) ?
79
a. Ya b. Tidak 6. Jika jawaban pertanyaan no. 4 adalah “Tidak”, apa alasan Anda? …………………………………………………………………………… ………………………… 7. Menurut Anda, apakah produk mie jagung ini cocok pula untuk produk olahan lainnya, seperti di bawah ini (jawaban boleh lebih dari 1) : a. Soto mie b. Toge goreng c. Mie goreng d. Lainnya, sebutkan ……
****************** terima kasih atas partisipasi Anda ******************
Lampiran 2. Format Kuesioner Seleksi Panelis
Identifikasi Rasa Dan Aroma Dasar
80
Sampel: larutan rasa dasar Tanggal pengujian: …..……
Nama: ………………
Petunjuk: Berikut ini telah disediakan lima jenis larutan dasar. Lakukan pencicipan secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Ambil satu sendok sampel larutan, tempatkan pada sendok pencicip. Rasakan selama 5 detik, kemudian identifikasi rasa tersebut. Lakukan pembilasan lidah setiap akan mencicipi sampel berikutnya. Tidak diperbolehkan mengulang pengujian. Kode sampel
Deskripsi rasa
Sampel: larutan aroma dasar Petunjuk: Berikut ini telah disediakan lima jenis larutan volatil. Lakukan penciuman sampel secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Buka botol sampel larutan, kemudian kibaskan tepat didepan hidung. Amati dan identifikasi aroma tersebut. Istirahatkan hidung Anda setiap akan menguji sampel berikutnya. Kode sampel
Deskripsi aroma
Uji Rangking
Sampel: larutan rasa dasar Tanggal pengujian: …..……
Nama: ………………
81
Petunjuk: Berikut ini telah disediakan 1 set larutan rasa dasar. Lakukan pencicipan secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Kemudian, urutkan contoh-contoh dibawah ini berdasarkan intensitas rasanya, dari yang paling tinggi intensitasnya (tulis angka 1 dibawah kolom rangking) hingga yang paling rendah intensitasnya (tulis angka 4 dibawah kolom rangking). Lakukan pembilasan lidah setiap akan mencicipi sampel berikutnya. ~ set 1 (rasa asin) Kode sampel Rangking
Uji Segitiga Nama : ………….. Produk : mie kering Atribut : kekerasan Petunjuk: Berikut telah disediakan 3 sampel uji, yang terdiri dari 2 sampel sama dan 1 sampel berbeda. Lakukan pencicipan sampel secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Kemudian identifikasi mana sampel yang berbeda (dalam atribut kekerasan). Berikan tanda checklist (√) didepan kode sampel berbeda. Set 1 Kode sampel
Set 2 Sampel beda
Kode sampel
Set 3 Sampel beda
Kode sampel
Sampel beda
Lampiran 3. Format Kuesioner Uji Rating
UJI RATING Nama :
82
Petunjuk : 1. Berikut telah disediakan 2 set sampel mie kering 2. Evaluasi sampel tersebut berdasarkan atribut masing-masing 3. Buka kemasan, evaluasi atribut aroma terlebih dahulu kemudian diikuti atribut lainnya 4. Untuk atribut aroma, letakkan potongan mie didepan hidung untuk dihirup secara dalam selama 5 detik 5. Untuk atribut kerapuhan, amati sampel dengan menekan/mematahkan mie dengan kedua tangan 6. Beri tanda checklist (V) sesuai dengan pilihan Anda. (Bandingkan Dengan Sampel Kontrol). Kode contoh Atribut
Spesifikasi/ intensitas
Skor … … … … … …
Warna kuning cerah homogen/sama dengan kontrol
Warna kuning cerah, tidak homogen ¾
Sebelum rehidrasi
Warna kuning mulai terlihat pudar
Warna Warna kuning pudar
Warna kuning pucat Warna kuning sangat pucat Warna normal/sama dengan kontrol
Warna mulai terlihat kusam
Tingkat kecerahan
Warna sedikit kusam
Warna kusam sebagian
Warna kusam dominan menyeluruh
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Warna sangat kusam
0
Spesifikasi/ intensitas
Skor
Kode contoh Atribut
… … … …… Tidak mudah patah/sama dengan kontrol Tekstur (kerapuhan) Cukup mudah patah
10 9 8 7
83
…
6
Mudah patah
5 4
Mudah patah dan hancur
3 2
Sangat mudah patah dan hancur
1
Sangat mudah patah dan sangat mudah hancur
0 0
Tidak ada off odor/sama dengan kontrol
1 2
Off odor mulai tercium lemah
3 4
Off odor tercium cukup kuat
Off Odor
5 6
Off odor tercium kuat, tengik
7 8
Off odor tercium kuat, sangat tengik
9
Off odor tercium sangat kuat, sangat tengik
10 0
Tidak ada off flavor/sama dengan kontrol
1 2
Off flavor (rasa menyimpang) mulai terdeteksi lemah ¾
Setelah rehidrasi
3 4
Off flavor terdeteksi cukup kuat
5
Off flavor
6
Off flavor kuat, rasa tidak enak
7 8
Off flavor kuat, rasa sangat tidak enak
9
Off flavor sangat kuat, rasa sangat tidak enak
10
Lampiran 4. Performa Calon Panelis Terlatih Pada Rangkaian Proses Seleksi panelis panelis 1 panelis 2 panelis 3
persentase (%) uji identifikasi uji rangking uji segitiga lulus seleksi rasa aroma asin kekerasan kekenyalan aroma 100 100 100
100 100 80
100 100 100
100 100 100
100 100 100
100 100 100
ya ya ya
84
panelis 4 panelis 5 panelis 6 panelis 7 panelis 8 panelis 9
100 100 80 100 100 80
100 100 100 100 100 80
100 100 100 100 100 100
100 100 100 100 100 100
100 60 100 60 100 100
100 100 100 100 100 100
ya ya ya ya ya ya
85
Lampiran 5. Rekapitulasi Konsep Pelatihan Panelis Mie Kering Jagung Substitusi No
Tujuan
Jenis Uji
Hasil
1
Mengenalkan berbagai mie kepada panelis, antara lain mie kering-mie instan; mie terigumie jagung; dan mie segar-mie rusak
FGD
Panelis mengenal dan mampu membedakan antara mie kering-mie instan dan mie segar-mie rusak
2
Menetapkan parameter mutu kritis mie kering FGD substitusi jagung yang berpotensi terhadap kerusakan selama penyimpanan
Parameter mutu kritis hasil kesepakatan panelis adalah rasa untuk mie setelah rehidrasi, serta warna, kerapuhan dan aroma untuk mie sebelum rehidrasi
3
Melatih panelis dalam memberi skor penilaian/merating sampel
Uji rating dan FGD
Belum ada kesepakatan diantara panelis mengenai penilaian skor masing-masing atribut (keragaman penilaian panelis cukup tinggi).
4
Melihat konsistensi panelis dalam memberi skor penilaian
Uji rating dan FGD
Untuk atribut aroma, masih ada beberapa panelis yang keliru dalam melakukan penilaian, yaitu mengganggap bahwa sampel mie yang telah rusak dan cenderung tengik masih tergolong normal dan dapat diterima. Namun secara keseluruhan, panelis mampu memberi penilaian skor dalam kisaran ragam yang tidak terlalu lebar
5
Melihat konsistensi panelis dalam memberi skor penilaian dan mereview serta menyamakan persepsi
Uji rating dan FGD
Masih ada beberapa panelis yang memberi nilai skor secara ekstrim. Namun hampir sebagian besar panelis telah paham dan memiliki kesepakatan mengenai kualitas mie subtitusi jagung yang normal serta yang telah rusak. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa belum seluruh panelis konsisten dan paham dengan benar dalam melakukan penilaian
Lampiran 6. Tabulasi Data Uji Umur Simpan 86
Parameter Sensori Atribut Warna 37 panelis H-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RATAAN
8 10 10 10 9 9 10 10 9 9.4
U1 7 14 21 28 10 9 9 8 8 9 6 2 8 9 8 8 10 9 8 5 9 8 7 7 9 8 10 4 10 9 9 5 10 10 9 8 10 8 6 7 9.3 8.8 8.0 6.0
35 H-0 9 9 1 10 6 9 2 10 10 8 5 10 8 10 10 10 2 9 5.9 9.4
45 7 10 9 7 10 9 10 9 10 9 9.2
55
U1 U2 U2 U1 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 9 9 8 7 9 10 9 9 9 8 9 9 9 9 8 9 9 9 9 7 8 9 9 8 8 7 4 10 8 7 6 6 4 8 9 8 8 7 1 10 8 9 7 2 1 7 8 10 9 6 10 8 9 9 8 6 10 9 8 10 8 6 10 9 8 9 8 7 10 10 9 5 4 10 10 9 10 6 5 10 10 10 10 6 4 10 10 8 9 6 3 10 10 9 8 10 8 8 9 10 9 9 9 8 8 9 8 10 10 8 9 6 7 8 10 10 10 4 6 10 9 8 10 4 2 10 10 10 9 4 3 10 9 8 6 5 2 10 8 8 6 8 10 9 9 9 9 8 10 9 8 8 6 8 10 9 10 9 4 8 10 10 7 10 6 10 8 10 7 6 6 10 9 10 5 9 10 10 8 8 6 4 6 10 10 9 8 4 10 10 9 8 6 3 9 9 10 7 8 7 9 10 10 6 9 7 9 9.2 8.8 7.2 6.1 9.7 8.9 8.8 8.7 7.0 5.7 9.4 9.1 9.0 8.3 7.1 6.4 9.8 8.9 8.8 7.2 5.9 5.7 9.4
U2 7 14 21 28 35 9 9 9 8 8 9 7 7 4 4 8 9 9 8 7 10 9 10 6 2 10 9 6 8 9 10 10 6 5 3 9 8 7 4 8 8 8 9 9 6 8 9 8 7 4 9.0 8.7 7.9 6.6 5.7
Parameter Sensori Atribut Kecerahan 87
panelis H-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RATAAN
8 9 10 10 10 8 10 10 10 9.4
7 10 10 10 9 8 10 10 9 7 9.2
37 U1 14 21 28 35 H-0 7 9 9 8 9 9 10 9 7 8 7 10 8 9 7 2 1 8 9 9 8 7 6 9 8 9 10 5 2 10 9 10 9 8 10 9 9 8 10 2 2 9 9 9 9 8 8 10 8 9 8 9 8 9 7 9.0 8.6 6.3 5.9 9.2 8.6
U2 14 21 28 35 H-0 7 10 9 9 7 9 10 8 9 3 4 6 8 9 8 6 4 9 8 8 9 8 6 9 9 9 10 5 2 10 9 10 9 9 10 9 8 10 10 2 2 10 10 9 7 8 8 10 9 8 6 6 8 6 9 9.0 8.6 6.2 5.7 8.7 8.89
45 55 U1 U2 U1 U2 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 10 9 9 8 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 9 9 9 9 10 9 9 8 9 5 8 6 4 9 9 9 3 3 9 9 9 6 8 6 9 10 9 8 4 3 9 8 2 4 8 10 9 8 6 2 10 8 9 8 2 1 7 9 9 8 4 1 9 9 8 6 10 9 9 10 7 6 10 9 9 8 8 7 9 8 9 8 7 7 9 8 6 2 10 8 10 10 7 2 10 8 8 10 7 3 7 8 8 10 6 1 9 8 8 9 8 9 9 7 8 9 10 9 9 7 9 5 10 10 10 8 8 9 9 10 2 3 10 10 10 9 2 3 10 10 8 6 7 1 10 10 10 7 5 3 8 9 9 8 10 8 9 8 4 8 10 9 9 9 6 9 10 8 9 8 6 8 10 3 8 2 10 9 9 3 4 8 10 9 7 6 4 6 6 9 7 8 8 6 9.11 7.67 6.67 5.33 8.78 9 9.22 8.11 5.56 5.56 9.78 8.89 8.67 7.56 6.67 5.22 8.56 9 9 8.22 6.33 5.11
Parameter Sensori Atribut Kerapuhan 88
panelis H-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RATAAN
9 10 10 9 10 10 10 8 8 9.3
7 10 8 9 8 9 9 9 10 9 9.0
37 U1 14 21 28 35 H-0 10 9 9 8 10 10 6 4 4 7 9 9 7 7 10 10 10 3 5 8 7 8 6 8 8 9 4 3 3 9 10 8 3 9 10 8 9 10 9 8 10 8 6 3 9 9.2 7.9 5.7 6.2 8.8
7 10 10 8 8 9 10 8 10 9 9.1
45 U2 U1 U2 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 9 8 9 9 10 10 9 8 8 7 9 9 10 8 9 9 9 6 6 6 5 10 8 9 7 5 6 8 9 8 6 7 5 10 9 9 7 5 9 9 9 8 8 5 10 7 8 8 8 4 10 8 10 7 6 9 8 10 6 5 5 8 10 10 10 8 3 9 9 8 4 7 9 10 9 10 6 8 8 10 10 8 7 9 7 9 7 2 1 10 6 7 6 5 4 9 9 9 5 2 2 9 10 4 4 9 10 9 10 7 8 8 10 8 9 5 2 8 10 9 9 8 7 9 9 10 8 6 5 9 10 10 6 9 9 10 8 8 6 4 9 9 10 9 4 4 9 10 10 7 6 7 9 8.6 7.7 5.9 5.9 9.4 8.7 9.2 7.7 6.1 5.8 8.9 9.1 9.3 7.0 6.4 6.2 9.2
7 10 8 8 8 10 10 9 6 10 8.8
55 U1 14 21 28 35 H-0 8 7 8 8 10 9 6 6 3 8 9 8 8 5 10 10 5 4 6 9 10 7 7 8 8 9 5 9 3 10 10 6 2 9 10 9 6 5 7 10 7 8 9 1 10 9.0 6.4 6.4 5.6 9.4
7 9 10 8 8 10 10 9 6 8 8.7
U2 14 21 28 35 9 7 8 6 7 8 6 2 9 7 7 6 10 4 4 4 10 9 4 6 9 9 5 3 9 3 2 7 7 8 6 5 10 9 5 1 8.9 7.1 5.2 4.4
Parameter Sensori Atribut Aroma Tengik 89
37 panelis H-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RATAAN
1 0 1 0 1 2 0 1 1 0.8
45
55
U1 U2 U1 U2 U1 U2 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 0 1 1 1 2 1 0 0 1 0 3 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 2 1 1 1 1 2 2 0 1 1 1 2 2 1 0 1 6 6 7 1 1 1 2 8 9 0 1 6 6 7 3 2 1 3 3 8 7 3 2 5 7 8 9 5 1 8 7 8 10 0 1 0 5 4 1 1 1 1 1 3 1 0 2 1 4 4 3 2 2 1 2 5 0 2 2 1 2 5 4 2 4 1 2 6 2 0 0 1 3 0 1 1 1 3 2 0 2 1 2 2 3 0 1 2 1 2 2 0 2 0 2 2 4 0 1 1 1 3 4 2 2 1 4 1 1 1 1 0 4 7 1 1 2 1 5 6 1 2 1 1 4 7 1 1 2 4 3 9 0 1 3 2 5 10 1 0 3 5 7 2 1 1 0 5 7 3 0 0 0 4 6 0 2 0 2 2 6 0 0 0 2 3 1 1 0 1 1 4 5 0 0 1 2 1 1 2 1 2 5 0 1 0 1 1 2 3 1 2 2 2 4 3 1 2 0 1 2 3 0 2 1 3 6 1 0 1 1 0 2 1 0 1 4 0 5 0 3 0 4 2 5 0 2 4 7 1 1 2 4 4 7 5 7 4 4 0 1 2 7 1 2 2 2 1 1 1 3 2 2 1 2 1 2 2 4 3 2 1 0 1 2 1 1 1 2 3 1 1 1 1 2 3 4 1 0.7 0.9 1.7 2.9 3.1 1.0 0.9 1.1 1.4 3.1 4.1 1.0 1.0 1.7 2.0 3.4 3.8 1.1 1.6 1.6 2.2 3.0 3.7 1.0 1.7 1.8 3.2 3.1 4.3 1.8 1.4 2.3 2.3 4.0 5.0
Parameter Sensori Atribut Rasa 90
panelis H-0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RATAAN
7 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0.2 0.7
37 45 55 U1 U2 U1 U2 U1 U2 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 0 0 0 2 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 2 1 0 1 1 1 1 1 1 4 4 3 0 0 2 0 1 1 0 0 2 2 1 3 1 1 3 0 3 3 1 1 2 7 4 7 2 1 1 1 3 10 0 2 1 3 1 0 1 2 2 1 0 2 1 2 1 1 1 2 1 4 3 5 0 2 0 6 5 4 1 1 1 0 6 5 1 1 1 3 0 1 1 1 1 3 0 2 2 1 2 2 0 1 2 1 2 1 0 1 2 1 2 4 0 1 2 2 2 3 0 0 1 1 2 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 2 1 0 0 1 1 2 0 0 0 3 1 2 1 0 3 3 2 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 2 1 0 0 1 0 0 2 0 0 1 0 0 0 1 0 2 0 1 2 3 1 0 1 1 3 3 0 0 2 0 2 6 0 1 0 1 3 5 0 0 3 2 7 7 0 0 4 2 6 9 2 2 1 1 0 1 2 3 2 2 0 0 1 2 3 2 0 1 1 3 3 2 0 0 2 3 3 2 0 2 2 3 3 2 0 0 1 0 0 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2 0 0 2 3 3 1 0 0 0 0 5 5 0 0 0 3 4 5 0.6 1.2 1.3 1.8 0.6 0.4 1.2 1.1 1.3 1.6 0.4 0.8 1.1 1.1 1.4 2.1 0.4 1.0 1.1 1.4 2.1 2.1 0.3 0.4 1.2 2.3 3.4 3.6 0.6 0.8 1.2 1.8 3.1 4.3
91
Parameter Objektif KPAP H-…
T (oC)
H-0
37
U U1 U2 U1 U2 U1
H-7
45
U2 U1
55
U2 U1
37
U2 U1
H-14
45
U2 U1 U2 U1
37
U2 U1
H-21
45
U2 U1
55
U2 U1
37
U2 U1
H-28
45
U2 U1
55
U2 U1
37
U2 U1
H-35
45
U2 U1
55
U2
b.sampel (B) b.cawan kosong b.cawan+isi sblm oven b.stlh oven (A) 5.0353 3.3284 17.3295 7.7109 5.0416 3.3376 17.9694 7.7204 5.0040 5.8087 12.6441 10.0778 5.0092 5.5747 13.1754 9.8399 4.5087 13.1339 8.7991 5.0015 5.0048 3.3051 13.2512 7.6309 11.3560 10.0908 5.0089 5.8605 5.0009 5.3858 12.0126 9.6254 5.0016 5.2494 11.6982 9.5874 5.0017 5.3793 12.6400 9.7397 5.0043 5.0719 11.3640 9.4492 5.0077 5.0458 11.6818 9.3833 5.0060 4.2823 12.3517 8.6133 5.2835 12.4827 9.6584 5.0075 5.0050 5.2536 14.0164 9.5485 5.0029 5.3887 13.2997 9.6781 5.0059 5.5792 13.6544 9.8377 5.0060 5.0928 14.1606 9.3590 5.0001 5.2545 12.9444 9.5046 5.0069 3.1279 12.6509 7.3766 5.0075 3.3044 12.8495 7.5852 5.0082 3.3573 13.2996 7.6300 5.0043 4.2842 13.6425 8.6591 5.0082 4.6559 14.1374 9.0404 5.0001 4.5119 13.1894 8.8842 12.8009 7.6130 5.0088 3.2455 5.0062 5.5746 16.0938 9.9685 5.0006 5.0438 14.1822 9.4197 5.0033 5.8093 14.3566 10.1784 5.0037 5.3774 14.5422 9.7479 3.3176 13.5586 7.6880 5.0035 5.0048 5.3783 12.5406 9.7232 5.0012 4.5083 13.7836 8.8613 5.0048 3.1249 14.3503 7.4777 10.2543 5.0056 5.8546 13.8585 5.0046 5.4476 13.4779 9.8488 9.8001 5.0063 5.3828 15.0235 5.0068 5.8088 12.6497 10.2195 5.0097 5.3814 13.5647 9.6183 5.3794 14.8205 9.6318 5.0025 5.0034 5.3783 13.5723 9.6221 5.0022 5.5804 14.9099 9.8032 5.0064 5.0716 12.8429 9.4092 8.6445 5.0094 4.2797 12.8855 5.0039 5.4482 14.6929 9.7838 3.1264 14.8183 7.4661 5.0015 5.0027 3.2448 12.7917 7.5307 5.0066 5.4504 13.6726 9.7529 13.8280 9.5187 5.0078 5.2495 9.6517 5.0001 5.3842 14.4185 5.0048 4.6536 12.0459 8.9740 5.0041 5.8587 11.9451 10.2017 5.0070 5.8092 13.3921 10.1114 9.3777 5.0077 5.0719 13.9975 5.0091 5.3800 14.7311 9.7358 5.0087 5.3863 15.0647 9.7677 5.0019 4.5103 12.8093 8.9127 5.0064 5.0859 13.6593 9.4795 5.0099 3.3538 12.1742 7.7829 5.0034 5.5673 13.2699 9.9765 5.0092 3.3829 13.0427 7.8114 4.2823 13.2335 8.7307 5.0045
KPAP 4.3566 4.4695 6.7020 6.8840 6.1896 5.4780 7.6404 7.2893 5.1507 4.6629 4.3431 5.2772 5.3870 4.4566 6.1569 6.2377 6.9690 6.8026 7.0448 7.2016 6.5117 6.7016 4.3955 4.2604 4.3721 4.6430 4.0168 4.3029 4.5032 4.4802 4.4786 5.0606 4.8152 4.8880 3.8786 3.8266 3.5075 3.6613 7.5111 7.0391 7.2438 7.6806 5.2504 4.7134 5.2468 5.1117 6.3105 6.0209 6.7706 6.6642 5.5960 5.0889 6.0350 5.9695 4.9042 4.3376 3.7484 4.0272 3.3193 3.6287 3.3189 2.7932
rataan 4.4131
SD 0.0799 0.6298
6.7930 6.3134 5.8338
1.4971
7.4648 6.1858 4.9068
0.5421
4.8102 4.8660 4.9218
0.4281
6.1973 6.8858
6.5416 0.3147
7.1232 6.6067
6.8649 0.1613
4.3280 4.5076
4.4178 0.2246
4.1599 4.3258 4.4917
0.2441
4.7696 4.8106 4.8516
0.1684
3.8526 3.7185 3.5844
0.2839
7.2751 7.3686 7.4622
0.2532
4.9819 5.0806 5.1792
0.3425
6.1657 6.4416 6.7174
0.4344
5.3424 5.6723 6.0022
0.4956
4.6209 4.2543 3.8878
0.3467
3.4740 3.2650 3.0561
92
Parameter Objektif TBA H-…
T (oC)
H-0 37 H-7
45 55 37
H-14
45 55 37
H-21
45 55 37
H-28
45 55 37
H-35
45 55
U U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
b.sampel 10.0031 10.0039 10.0010 10.0048 10.0067 10.0047 10.0020 10.0051 10.0062 10.0014 10.0067 10.0070 10.0087 10.0096 10.0071 10.0097 10.0026 10.0075 10.0056 10.0013 10.0025 10.0091 10.0042 10.0021 10.0070 10.0053 10.0057 10.0070 10.0047 10.0021 10.0039 10.0056
Abs. 0.014 0.012 0.032 0.033 0.032 0.032 0.032 0.030 0.021 0.023 0.034 0.039 0.030 0.031 0.038 0.035 0.032 0.033 0.036 0.036 0.031 0.032 0.030 0.027 0.040 0.041 0.051 0.053 0.030 0.031 0.048 0.043
0.019 0.015 0.031 0.035 0.036 0.036 0.031 0.031 0.022 0.022 0.035 0.038 0.032 0.031 0.038 0.036 0.035 0.032 0.036 0.037 0.031 0.032 0.030 0.030 0.039 0.038 0.052 0.050 0.031 0.031 0.047 0.044
bil TBA (mg MDA/ kg sampel) 0.1092 0.1482 0.0936 0.1170 0.2496 0.2418 0.2574 0.2730 0.2496 0.2808 0.2496 0.2808 0.2496 0.2418 0.2340 0.2418 0.1638 0.1716 0.1794 0.1716 0.2652 0.2730 0.3042 0.2964 0.2340 0.2496 0.2418 0.2418 0.2964 0.2964 0.2730 0.2808 0.2496 0.2730 0.2574 0.2496 0.2808 0.2808 0.2808 0.2886 0.2418 0.2418 0.2496 0.2496 0.2340 0.2340 0.2106 0.2340 0.3120 0.3042 0.3198 0.2964 0.3978 0.4056 0.4134 0.3900 0.2340 0.2418 0.2418 0.2418 0.3744 0.3666 0.3354 0.3432
bil TBA (mg MDA/ g sampel) 0.0011 0.0015 0.0009 0.0012 0.0024 0.0025 0.0026 0.0027 0.0025 0.0028 0.0025 0.0028 0.0025 0.0024 0.0023 0.0024 0.0016 0.0017 0.0018 0.0017 0.0027 0.0027 0.0030 0.0030 0.0023 0.0025 0.0024 0.0024 0.0030 0.0030 0.0027 0.0028 0.0025 0.0027 0.0026 0.0025 0.0028 0.0028 0.0028 0.0029 0.0024 0.0024 0.0025 0.0025 0.0023 0.0023 0.0021 0.0023 0.0031 0.0030 0.0032 0.0030 0.0040 0.0041 0.0041 0.0039 0.0023 0.0024 0.0024 0.0024 0.0037 0.0037 0.0034 0.0034
RATAAN (mg MDA/ g sampel) 0.0013 0.0012 0.0011 0.0025 0.0026 0.0027 0.0027 0.0027 0.0027 0.0025 0.0024 0.0024 0.0017 0.0017 0.0018 0.0027 0.0028 0.0030 0.0024 0.0024 0.0024 0.0030 0.0029 0.0028 0.0026 0.0026 0.0025 0.0028 0.0028 0.0028 0.0024 0.0025 0.0025 0.0023 0.0023 0.0022 0.0031 0.0031 0.0031 0.0040 0.0040 0.0040 0.0024 0.0024 0.0024 0.0037 0.0036 0.0034
SD 0.0002 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001 0.0002 0.0000 0.0001 0.0001 0.0000 0.0001 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002
93
Parameter Objektif Warna-Kromameter H-… H-0
T (oC)
U
37
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
37 H-7
45 55 37
H-14
45 55 37
H-21
45 55 37
H-28
45 55 37
H-35
45 55
I 21.190 25.380 18.800 12.870 19.930 21.360 19.020 22.730 22.610 25.340 21.570 20.340 22.630 26.690 23.000 36.340 20.400 19.280 16.500 21.280 23.960 22.700 24.340 16.620 26.130 23.330 24.310 17.900 21.870 21.180 24.920 23.590
Y II 21.300 25.460 15.240 21.710 15.990 20.620 15.800 16.980 25.530 29.150 20.780 28.460 26.620 20.050 18.870 28.550 21.780 16.410 16.170 26.270 33.300 27.630 21.810 16.230 19.560 14.760 19.790 25.260 28.790 21.220 29.650 23.580
III 21.390 27.040 22.170 17.330 19.720 24.060 21.750 26.840 25.970 29.650 24.670 19.690 22.700 21.450 20.320 34.020 18.300 17.780 16.810 19.040 24.970 24.960 23.260 18.600 26.530 25.920 20.900 28.460 24.900 20.730 29.270 27.350
IV 22.480 20.800 22.250 17.070 21.430 22.120 18.470 26.330 29.740 28.490 20.020 23.050 20.210 23.080 23.010 23.750 22.920 20.660 18.700 17.400 26.530 22.780 22.710 16.650 19.040 23.470 20.890 28.590 20.630 29.910 23.630 29.150
I 0.4057 0.4006 0.4054 0.3968 0.4030 0.3940 0.4023 0.3949 0.4023 0.3906 0.3926 0.3922 0.3973 0.3941 0.4101 0.4096 0.3988 0.4090 0.4012 0.4100 0.3986 0.4045 0.3908 0.3995 0.3931 0.4010 0.3921 0.4038 0.3916 0.3929 0.3888 0.3952
x II 0.4069 0.4010 0.3993 0.3892 0.4050 0.3928 0.4011 0.3998 0.4005 0.3922 0.4024 0.3956 0.3940 0.3895 0.4040 0.4129 0.3953 0.3999 0.4098 0.4117 0.3985 0.4035 0.3993 0.3972 0.3989 0.3898 0.3904 0.4032 0.3968 0.4002 0.3915 0.3894
III 0.4047 0.4028 0.4004 0.3910 0.4039 0.3990 0.4034 0.4008 0.3967 0.3940 0.4017 0.3993 0.3962 0.3879 0.4147 0.4108 0.3999 0.4118 0.4060 0.4075 0.4003 0.4013 0.3982 0.4039 0.3921 0.3979 0.3930 0.3941 0.3952 0.3917 0.3937 0.3987
IV 0.4076 0.4029 0.3963 0.3944 0.4024 0.4037 0.4078 0.4033 0.4066 0.3975 0.3987 0.3967 0.3920 0.3911 0.4089 0.4118 0.4000 0.4139 0.4067 0.4064 0.3972 0.3994 0.4025 0.4050 0.3967 0.4002 0.3945 0.3943 0.3925 0.3958 0.3940 0.3892
I 0.4083 0.4074 0.4085 0.3989 0.4077 0.4016 0.4067 0.3997 0.4069 0.3957 0.3989 0.3980 0.4013 0.4001 0.4129 0.4148 0.4031 0.4119 0.4020 0.4140 0.4009 0.4072 0.3953 0.4029 0.3968 0.4043 0.3981 0.4071 0.3951 0.3990 0.3950 0.3998
y II 0.4099 0.4084 0.4033 0.3982 0.4099 0.4013 0.4060 0.4026 0.4066 0.3976 0.4063 0.4031 0.3985 0.3950 0.4062 0.4151 0.4004 0.4036 0.4112 0.4140 0.4024 0.4065 0.4036 0.4018 0.4024 0.3943 0.3960 0.4072 0.4010 0.4033 0.3964 0.3932
III 0.4087 0.4087 0.4049 0.3970 0.4083 0.4051 0.4086 0.4055 0.4021 0.3987 0.4060 0.4027 0.3950 0.3933 0.4142 0.4162 0.4037 0.4117 0.4086 0.4113 0.4035 0.4043 0.4005 0.4075 0.3960 0.4003 0.3958 0.3993 0.4000 0.3980 0.3933 0.4026
94
IV 0.4076 0.4104 0.4019 0.4021 0.4078 0.4093 0.4078 0.4071 0.4103 0.4006 0.4024 0.4013 0.3956 0.3962 0.4108 0.4143 0.4042 0.4138 0.4081 0.4085 0.4017 0.4028 0.4045 0.4054 0.3994 0.4019 0.3984 0.3999 0.3957 0.4016 0.3931 0.3959
Lampiran 7. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Warna
95
Lampiran 8. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Warna perhitungan nilai k suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope
37
45
50
0
9.5
2.251
7
9.3
2.230
14
9.0
2.197
21
8.4
2.128
28
6.6
1.887
35
6.0
1.792
0
9.5
2.251
7
9.0
2.197
14
8.9
2.186
21
8.5
2.140
28
7.1
1.960
35
6.1
1.808
0
9.5
2.251
7
8.9
2.186
14
8.7
2.163
21
7.6
2.028
28
6.2
1.825
35
5.7
1.740
0
intersep
2
R
persamaan umur simpan ordo 0 k ln k T 0.087 -2.442 310
suhu 37
-0.087
9.500
0.850
-0.011
2.251
0.821
0
-0.081
9.500
0.869
0.081
-2.513
318
0.003145
50
0.104
-2.263
323
0.003096
intersep 1.205
R2 0.34
perhitungan umur simpan (ordo 0) suhu 28 (301 K) -2.5957 ln k
suhu 30 (303 K) -2.5706 ln k
0.0746 K 1
-0.010
73.73
0.832
-0.104
9.500
0.941
1
-0.013
2.251
0.914
0.0765 k
umur simpan (hari)
0
0.003226
45
Slope -1144 1
1/T
73.73
umur simpan
71.90
(hari)
96
Lampiran 9. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kecerahan
97
Lampiran 10. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kecerahan
perhitungan nilai k suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope intersep R2 2.208 0 9.1 0 -0.076 9.1 0.720 2.186 7 8.9 37
0.089
0.003145 0.003096
9.0
2.197
21
8.6
2.152
28
6.3
1.841
35
5.8
1.758
0
9.1
2.208
8.9
2.186
14
9.2
2.219
suhu 28 (301 K) -2.6872 ln k
21
7.9
2.067
k
0.0681
k
0.0700
28
6.1
1.808
umur simpan
72.85
5.4
74.92
umur simpan
1.686
0
9.1
2.208
7
8.9
2.186
14
8.8
2.175
21
7.9
2.067
28
6.5
1.872
35
5.2
1.649
35
50
45
1/T 0.003226
14
7 45
persamaan umur simpan ordo 0 k ln k T 0.076 -2.577 310 0.088 -2.430 318
suhu 37 50
1 0
1 0
1
slope -1276 -0.010
2.208
0.705
-0.088
9.1
0.775
intersep 1.552
-2.419
323
2
R 0.903
perhitungan umur simpan (ordo 0)
-0.012
74.92
0.759
-0.089
9.1
0.825
-0.012
2.208
0.784
(hari)
suhu 30 (303 K) -2.6592 ln k
(hari)
98
Lampiran 11. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kerapuhan
99
Lampiran 12. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kerapuhan
perhitungan nilai k suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope
37
45
50
2
intersep
R
suhu 37
9.2
0.811
45
0.086
-2.453
318
0.003145
50
0.111
-2.198
323
0.003096
0
9.2
2.219
7
9.1
2.208
14
8.9
2.186
21
7.8
2.054
28
5.8
1.758
35
6.1
1.808
0
9.2
2.219
7
8.9
2.186
14
9.3
2.230
ln k
21
7.3
1.988
k
28
6.3
1.841
35
6.0
1.792
0
9.2
2.219
7
8.7
2.163
14
8.9
2.186
21
6.8
1.917
28
5.8
1.758
35
5.0
1.609
0
1 0
1 0
1
-0.088
persamaan umur simpan ordo 0 k ln k T 0.088 -2.430 310
slope -1576 -0.011
2.219
intersep 2.615
1/T 0.003226
2
R 0.536
0.783 perhitungan umur simpan (ordo 0)
-0.086
9.2
0.813
suhu 28 (301 K) -2.6209 0.0727
umur simpan -0.011
2.219
0.815
-0.111
9.2
0.884
-0.015
2.219
0.869
(hari)
suhu 30 (303 K) -2.5863
ln k
0.0753
k umur simpan
71.49
69.06
(hari)
100
Lampiran 13. Grafik Plot Ordo Nol dan Satu pada Parameter Aroma Tengik
101
Lampiran 14. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Aroma Tengik perhitungan nilai k suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope
37
45
50
2
intersep
R
1.1
0.690
suhu 37 45 50
0 7 14 21
8.9 9.2 9.0 8.4
2.186 2.219 2.197 2.128
28
7.0
1.946
35 0 7
6.4 8.9 8.7
1.856 2.186 2.163
14
8.4
2.128
ln k
21
7.9
2.067
k
28
6.8
1.917
35 0 7 14 21 28
6.3 8.9 8.4 7.9 7.2 6.4
1.841 2.186 2.128 2.067 1.974 1.856
35
5.3
1.668
0
1 0
0.054
slope -3937 0.027 0.066
0.095 1.1
1
intersep 9.749
1/T 0.003226 0.003145 0.003096
R2 0.921
0.663 perhitungan umur simpan (ordo 0) suhu 28 (301 K) suhu 30 (303 K)
0.903
-3.3307 0.0358
umur simpan
1 0
persamaan umur simpan ordo 0 k ln k T 0.054 -2.919 310 0.066 -2.718 318 0.092 -2.386 323
0.034
0.095
0.971
0.092
1.1
0.965
0.042
0.095
0.992
(hari)
137.00
-3.2444
ln k
0.0390
k umur simpan
125.67
(hari)
102
Lampiran 15. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Rasa
103
Lampiran 16. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Rasa perhitungan nilai k suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope
37
45
50
intersep
2
R
suhu
0
9.6
2.262
7
9.4
2.241
14
9.1
2.208
21
8.8
2.175
28
8.7
2.163
35
8.3
2.116
0
9.6
2.262
7
9.1
2.208
14
8.9
2.186
ln k
21
8.7
2.163
k
28
8.2
2.104
35
7.9
2.067
0
9.6
2.262
7
9.4
2.241
14
8.8
2.175
21
7.9
2.067
28
6.7
1.902
35
6.1
1.808
0
-0.035
9.6
persamaan umur simpan ordo 0 k ln k T
0.984
37
0.035 -3.352
310 0.003226
45
0.048 -3.037
318 0.003145
50
0.093 -2.235
323 0.003096
slope 1 0
1 0
1
intersep -7156
0.044
-0.916
1/T
19.65
2
R
0.885
0.939 perhitungan umur simpan (ordo 0)
-0.048
9.6
0.977
suhu 28 (301 K) -4.1241 0.0162
umur simpan 0.053
-0.916
0.823
-0.093
9.6
0.936
0.071
-0.916
0.975
(hari)
346.14
suhu 30 (303 K) ln k k
-3.9672 0.0189
umur simpan 295.87 (hari)
104
Lampiran 17. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Warna
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model hari
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1193.403(a)
8
149.175
2679.798
.000
31.200
5
6.240
112.096
.000
sampel
.583
2
.292
5.240
.028
Error
.557
10
.056
Total
1193.960
18
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999)
skor Duncan Subset sampel sampel 50
N
1 6
2 7.78
sampel 37
6
8.12
sampel 45
6
8.20
Sig.
1.000 .554 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .056. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
105
Lampiran 18. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kecerahan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares 1134.694(a)
sampel
df 8
Mean Square 141.837
F 2342.259
Sig. .000
.274
2
.137
2.266
.154
36.178
5
7.236
119.486
.000
Error
.606
10
.061
Total
1135.300
18
hari
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999)
skor Duncan Subset sampel sampel 45
N
1 6
7.70
sampel 50
6
7.75
sampel 37
6
7.98
Sig.
.086 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .061. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
106
Lampiran 19. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kerapuhan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model hari
Type III Sum of Squares 1101.140(a)
df 8
Mean Square 137.643
F 1418.995
Sig. .000
37.892
5
7.578
78.127
.000
sampel
.643
2
.322
3.316
.079
Error
.970
10
.097
Total
1102.110
18
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
skor Duncan Subset sampel sampel 50
N
1 6
7.42
sampel 37
6
7.80
sampel 45
6
7.83
Sig.
.051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .097. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
107
Lampiran 20. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Aroma Tengik
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares 1110.251(a)
8
Mean Square 138.781
F 4095.189
Sig. .000
20.543
5
4.109
121.236
.000
2.374
2
1.187
35.033
.000
Error
.339
10
.034
Total
1110.590
18
hari sampel
df
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999)
skor Duncan Subset sampel sampel 50
N
1 6
sampel 45
6
sampel 37
6
Sig.
2
3
7.30 7.83 8.18 1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .034. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
108
Lampiran 21. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Rasa
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1344.423(a)
8
168.053
576.181
.000
10.553
5
2.111
7.237
.004
2.590
2
1.295
4.440
.042
Error
2.917
10
.292
Total
1347.340
18
hari sampel
a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .996)
skor Duncan Subset sampel sampel 50
N
1
2
6
8.08
sampel 45
6
8.73
sampel 37
6
Sig.
8.73 8.98
.064
.441
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .292. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
109
Lampiran 22. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter TBA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.000(a)
8
1.47E-005
64.943
.000
hari
7.53E-006
5
1.51E-006
6.677
.006
sampel
1.90E-007
2
9.50E-008
.421
.668
Error
2.26E-006
10
2.26E-007
Total
.000
18
a R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .966)
skor Duncan Subset sampel sampel 45
N
1 6
.002333
sampel 37
6
.002483
sampel 50
6
.002583
Sig.
.405
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.26E-007. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
110
Lampiran 23. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter KPAP
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
501.651(a)
8
62.706
100.623
.000
4.763
2
2.381
3.821
.059
12.598
5
2.520
4.043
.029
Error
6.232
10
.623
Total
507.883
18
sampel hari
a R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .978)
skor Duncan Subset sampel sampel 50
N
1
2
6
4.520333
sampel 45
6
5.268217
sampel 37
6
Sig.
5.268217 5.772467
.132
.294
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .623. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
111
Lampiran 24. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai L) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
40543.889(a)
8
5067.986
881.979
.000
hari
47.981
5
9.596
1.670
.229
sampel
17.233
2
8.616
1.499
.269
Error
57.462
10
5.746
Total
40601.350
18
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .997)
skor Duncan Subset sampel suhu 45
6
1 46.335100
suhu 50
6
47.222960
suhu 37
6
48.706966
Sig.
N
.133
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 5.746. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
112
Lampiran 25. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai a) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
12.134(a)
8
1.517
155.322
.000
hari
.533
5
.107
10.911
.001
sampel
.087
2
.044
4.478
.041
Error
.098
10
.010
Total
12.232
18
a R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .986)
skor Duncan Subset sampel suhu 45
6
1 .716083
suhu 37
6
.796533
suhu 50
6
Sig.
N
2 .796533 .886733
.189
.145
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .010. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
113
Lampiran 26. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai b) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
6868.943(a)
8
858.618
567.974
.000
hari
8.331
5
1.666
1.102
.417
sampel
4.574
2
2.287
1.513
.267
Error
15.117
10
1.512
Total
6884.060
18
a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .996)
skor Duncan Subset sampel suhu 45
6
1 19.100562
suhu 50
6
19.222876
suhu 37
6
20.225846
Sig.
N
.161
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.512. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
114